PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
DEFINISI :
Proses inflamasi akut pada apendiks vermiformis yang terjadi pada wanita dengan
kehamilan
EPIDEMIOLOGI :
Akut Abdomen terbanyak pada kehamilan
1 : 1500 – 2000 pada kehamilan
0,05% - 0,07%
Kejadiannya pada trimester pertama 20%, trimester kedua 55%, trimester
ketiga 15%
Diagnosa apendisitis ditegakkan tepat waktu sebanyak 50-85 %
Risiko penundaan diagnosis dapat menimbulkan komplikasi seperti perforasi,
infeksi, kelahiran prematur, dan risiko kematian ibu dan janin.
ANATOMI
2
colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
3
jaringan ikat dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan
lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri
dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta
lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular
layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga
taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan
sebagai pegangan untuk mencari appendiks.
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu
ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileosekal.
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang
kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.
Jenis posisi:
- Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri
- Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya
retroperitoneal.
- Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
- Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
- Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor
- Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas ke
belakang caecum.
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
4
superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilikus.
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari
a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada
infeksi, appendiks akan mengalami gangren.
Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti
usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh
mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama.
Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh
darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak
retroperitoneal, maka appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.
HISTOLOGI
FISIOLOGI
5
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan
limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan di seluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada
jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.
ETIOLOGI
Pada apendisitis akut yang menjadi faktor penyebab yang dominan adalah
obstruksi lumen, terutama oleh fekalit (40%), sedangkan faktor yang lain yaitu:
hipertrofi limfoid, kontras barium, tumor, sayuran, biji-bijian, dan parasit.
PATOFISIOLOGI
6
yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangrene atau terjadi perforasi.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
7
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
DIAGNOSIS
Anamnesa
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut kanan
bawah (tergantung umur kehamilan), mual dan muntah. Kemudian untuk bergerak
dan batuk bertambah nyeri, adanya obstipasi.
Yang perlu diperhatikan adalah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan diperut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
8
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan dan nyeri lepas perut kanan bawah (lihat gambar)
Subfebris
Tergantung pada letak /variasi anatomi appendiks
Rovsing’ s sign (+), Blumberg’s sign (+), Psoas’s sign (+), Obturator’s
Sign (+)
Pemeriksaan colok dubur, nyeri tekan (+) terutama apendiks letak
Retrosaekal/ pelviks
Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis 15.000-20.000/mm3
Moderat polymorphonuclear predominan
Urinanalisis untuk menentukan adanya sumber infeksi traktus urinarius
Tes kehamilan untuk menyingkirkan kehamilan
Ultrasonografi
Gambaran tubuler buntu , nonperistaltik
Diameter anteroposterior >6 mm
(‘Target-like appearance’)
‘Loss of wall compressibility’
‘Increased echogenity of the surrounding fat signifying inflammation
9
Loculated pericecal fluid’
Sensitifitas 55-96% dan spesifisitas 85-98%
Pemeriksaan patologi anatomi harus dilakukan.
Diagnosa apendicitis akut ditegakan secara klinis, pencitraan dilakukan
atas indikasi.
DIAGNOSIS BANDING
Gastrointestinal
o Perforasi ulkus peptikum.
o Perforasi intestinal.
o Ischemia Intestinal.
o Divertikulitis Meckel’s.
o Divertikulitis Colon.
o Ileitis terminalis.
o Gastroenteritis.
Limfadenitis mesenterial.
Traktus billiaris/pankreas.
o Kolesistitis akut.
o Pankreatitis akut.
Traktus Urinarius
o Batu Ureter
o Pielonefritis akut
Ginecologik
o Ruptur kista/ folikel ovarium
o Torsio ovarium
o Kehamilan ektopik / tuba
o Salpingitis Akut
Dinding Abdomen
o Hematoma m. rectus
10
Supradiafragma
o Pneumonia lobus inferior kanan
Endokrin / metabolik
o Diabetik Ketoasidosis
o Porphyria akut
Sistem nervus
o Tabes Dorsalis
o Herpes Zoster
TERAPI
11
Kehamilan bukan merupakan kontraindikasi Apendiktomi per
laparoskopik. Apendektomi dapat dilakukan secara terbuka atau perlaparoskopi.
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
12
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua,
Media Aesculapius, FK UI
Schwartz., et al, 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi Keenam, EGC,
Jakarta
14