Anda di halaman 1dari 14

PROSES BERPIKIR & PEMECEHAN MASALAH

SECARA KREATIF
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosenpengampu Psikologi,
Evi Risa Mariana, M.Pd

Oleh :
Muhammad Saidul Hudari
PO7120112185

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
TAHUN 2012

-----------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap hari, setiap orang, kelompok,dan organisasi selalu dihadapkan pada masalah-
masalah baik untuk perbaikan, peningkatan kinerja atau mencari peluang baru. Masalah yang sama
sering kali diselesaikan dengan solusi yang berbeda karena situasi yang semakin dinamis.
Hal ini membutuhkan kreativitas dalam menemukan solusi pemecahan masalah yang tepat.
Kunci utama dari kreativitas adalah kemampuan dalam menggali ide-ide, metode lain dan
pendekatan alternatif untuk mencapai pemecahan masalah yang efektif dan efisien.
Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu seseorang
akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif. Pasalnya, seorang pemikir kreatif akan
menghasilkan lebih banyak alternatif untuk memecahkan suatu masalah. Untuk dapat
memecahkan masalah, seseorang harus betul-betul tahu masalahnya sehinga dapat nencari
keputusan yang tepat, efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan di atas maka kami mengangkat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan proses berpikir ?
2. Apakah yang dimaksud dengan pemecahan masalah ?
3. Bagaimanakah proses berpikir dan pemecahan masalah secara kreatif ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tugas makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui pengertian proses berpikir itu.
2. Untuk mengetahui pengertian proses pemecahan masalah.
3. Untuk mengetahui proses berpikir dan pemecahan masalah secara kreatif.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui dan
memahami proses berpikir dan pemecahan masalah yang baik didalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam konteks proses berpikir dan pemecahan masalah secara kreatif.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Berpikir
1. Pengertian Berpikir
Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau
secarakognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif
baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory.
Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item
(Khodijah, 2006:117). Sedangkan menurut Drever (Walgito, 1997)berpikir adalah
melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya
masalah. Solso (1998) dalam Khodijah, (2006:117) berpikir adalah sebuah
proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi
dengan interaksi y a n g k o m p l e k s a t r i b u t - a t r i b u t m e n t a l s e p e r t i p e n i l a i a n ,
abstraksi, logika,imajinasi, dan pemecahan masalah. Dari pengertian
t e r s e b u t t a m p a k b a h w a a d a t i g a p a n d a n g a n d a s a r tentang berpikir, yaitu :
· berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam
pikirantetapi dapat diperkirakan dari perilaku.
· berpikir merupakan sebuah proses yangmelibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam
sistem kognitif.
· berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada
solusi.
Definisi yan g paling umum dari berfikir adalah berkembangn ya ide dan
k o n s e p di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung
melalui proses penjalinanh u b u n g a n a n t a r a b a g i a n - b a g i a n i n f o r m a s i y a n g
t e r s i m p a n d i d a l a m d i r i s e s e o r a n g y a n g berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran
ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologi. Pentingnya proses berpikir
dalam pemecahan masalah adalah untuk merangsang proses belajar dan mengingat dan merespon
dalam bentuk pengambilan keputusan,merupakan proses manajemen kepemimpinan serta
menanamkan pola pikir dan teknik pemahaman dan rangkaian proses belajar, berpikir dan
mengingat.
2. Macam – macam Berpikir

Ada berbagai macam proses berpikir yang dimiliki manusia antara lain :

a. Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh
alam sekelilingnya, misalnya penalaran tentang panasnya api yang dapat membakar jika dikenakan
kayu pasti kayu tersebut akan terbakar.

b. Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat,
misalnya Ada dua hal yang bertentangan penuh tentunya tidak dapat bersatu pada saat sama dalam
satu kesatuan, seperti air dan minyak.
c. Berpikir autistik: contoh berpikir autistik antara lain adalah mengkhayal, fantasi atau wishful
thinking. Dengan berpikir autistik seseorang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup
sebagai gambar-gambar fantastis.
d. Berpikir realistik: berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata, biasanya disebut
dengan nalar (reasoning).
3. Cara Berpikir
Dalam berpikir orang mengolah, mengorganisasikan bagian-bagian dari pengetahuannya,
sehingga pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang tidak teratur menjadi tersusun
merupakan kebulatan-kebulatan yang dapat dikuasai dan dipahami. Dalam hal ini cara berpikir
dibagi menjadi beberapa cara :
a. Berpikir Induktif
Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpiir yang berlangsung dari khusus menuju
kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena,
kemudian menarik kesimpula-kesimpulan bahwa ciri-ciri/sifat-sifat itu trrdapat pada semua jenis
fenomena tadi. Tepat atau tidaknya kesimpulan ( cara berpikir ) yang diambil secara induktif ini
terutama berganung kepada representatif atau tidaknya sampel yang diambil yang mewakili
fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil berarti makin representative dan
makin besar pula taraf dapat dipercaya. Taraf validitas kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh
obyektivitas dari pengamat.
b. Berpikir Deduktif
Sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang
umum menuju kepada yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori
ataupun prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ
ia menerapknnya kepada penomena-penomena yang khusus,dan mengambil keimulan khusus
yang berlaku bagi penomena tersebut.

c. Berpikir Analogis
Analogi berarti persaman atau perbandingan. Berpikir analogis adalah berpikir dengan
jalan menyamakan atau memperbandingkan penomena-penomena yang biasa/pernah dilami.
Didalam cara berpikir ini,orang beranggapan bahwa kebenaran dari phenomena-penomena yang
pernah dialaminya berlaku pula bagi phenomena yang sekarang. Kesimpulan yang diambil dari
berpikir analogis ini kebenarannya lebih kurang dapat dipercaya. Kebenarannya ditentukan oleh
faktor”kebetulan” dan bukan berdasarkan perhitungan yang tepat dengan kata lain validitasnya
kebenarannya sangat rendah.
4. Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada empat langkah, yaitu :
a. Pembentukan Pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga tingkatan, sebagai
berikut :
1) Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita perhatikan unsur -
unsurnya satu demi satu. Misalnya kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-
cirinya, contohnya manusia Indonesia, ciri – cirinya adalah makhluk hidup, berbudi, berkulit sawo
matang, berambut hitam, dan untuk manusia Eropa, ciri-cirinya: mahluk hidup, berbudi, berkulit
putih, berambut pirang atau putih, bermata biru terbuka.
2) Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri – ciri mana yang sama, mana yang
tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada mana yang hakiki dan mana
yang tidak hakiki.
3) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri
yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu ialah: Makhluk hidup yang berbudi.
b. Pembentukan Pendapat
Yaitu menggabungkan atau memisah beberapa pengertian menjadi suatu tanda yang khas
dari masalah itu. Pendapat dibedakan menjadi tiga macam :
1) Pendapat Afirmatif (positif), yaitu pendapat yang secara tegas menyatakan sesuatu, misalnya si
Fani itu rajin, si Tari itu pandai, dsb.

2) Pendapat Negatif, yaitu pendapat yang secara tegas menerangkan tidak adanya da sesuatu hal,
misalnya si Ihsan tidak marah, si Roni tidak bodoh, dsb.

3) Pendapat Modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang menerangkan kemungkinan-


kemungkinan sesuatu sifat pada suatu hal, misalnya hari ini mungkin hujan, si Lisna mungkin tidak
datang, dsb.

c. Pembentukan Keputusan
Yaitu menggabung-gabungkan pendapat tersebut. Keputusan adalah hasil perbuatan akal
untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam
keputusan, yaitu:
1) Keputusan dari pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin Roni duduk dikursi yang panjang
dimuka ruangan kelas dsb.
2) Keputusan dari tanggapan-tanggapan, misalnya: Kucing kami menggigit seorang Paman pentol,
dsb.
3) Keputusan dari pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah tidak baik, bunga itu indah, dsb.
d. Pembentukan kesimpulan, yaitu menarik keputusan dari keputusan-keputusan yang lain.

B. Pemecahan Masalah
1. Pengertian Pemecahan Masalah
Santrock (2005) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan upaya untuk
menemukan cara yang tepat dalam mencapai tujuan ketika tujuan dimaksud belum tercapai (belum
tersedia). Sementara itu, Davidoff (1988) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu
usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang
yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalandan dengan demikian dia akan terpacu
untuk mencapai tujuan itu dengan berbagai cara.
Sedangkan Hunsacker menurut (Lasmahadi, 2005) bahwa pemecahan masalah merupakan
suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh
dan hasil yang diinginkan. Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan
keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai mengambil solusi terbaik dari sejumlah
alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas
hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Jadi secara singkat pemecahan masalah
adalah formulasi jawaban baru, keluar dari aplikasi peraturan yang dipelajari sebelumnya untuk
menciptakan solusi/jalan keluar dari sebuah masalah (problem).

2. Proses Pemecahan Masalah


Wessels (Woolfolk & Nicolich, 2004:321) mengemukakan bahwa dalam memecahkan
masalah, ada empat langkah yang ditempuh, yaitu:
a. Memahami masalah
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memahami secara tepat masalah yang
sedang dihadapi. Untuk memahami masalah, diperlukan representasi situasi akurat tentang
masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini, individu perlu melakukan diagnosis terhadap
sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya,
bukan pada gejala-gejala yang muncul (Lasmahadi, 2005). Pada beberapa masalah, perlu
digunakan diagram atau notasi tertentu (misalnya x, y, dan z) untuk mempermudah identifikasi
dan pemahaman masalahnya (Kangguru, 2007).
b. Menyeleksi solusi
Setelah menentukan akar masalah yang sedang dihadapi, maka langkah selanjutnya adalah
merencanakan strategi pemecahan yang akan dan mungkin dapat ditempuh. Copi (Woolfolk &
Nicolich, 2004: 324) mengemukakan bahwa salah satu metode yang cukup tepat untuk
diaplikasikan adalah pemikiran analitik (membuat alasan dengan analogi). Metode ini memberi
batas pencarian solusi pada situasi yang memiliki beberapa kesamaan dengan dengan situasi yang
sedang dihadapi.
c. Memutuskan rencana
Tahap ini ditandai dengan pemilihan dan pengaplikasian suatu rencana yang telah diseleksi
dan dianalisis secara matang untuk memecahkan suatu masalah. Memutuskan rencana berarti
individu telah mempertimbangkan semua kemungkinan dari masing-masing solusi yang ada dan
memilih solusi yang dianggap terbaik dari sekian solusi yang ada.
d. Mengevaluasi hasil
Tahapan selanjutnya adalah mengevaluasi hasil yang telah dicapai. Tahap ini meliputi
verifikasi fakta, baik yang menguatkan maupun yang melemahkan pilihan-pilihan yang ada.

3. Strategi Pemecahan Masalah


Sebuah persoalan tidak termasuk ke dalam masalah jika persoalan itu dapat diselesaikan
dengan prosedur algoritme tertentu. Untuk pemecahan masalah sesungguhnya, peserta didik harus
menarik sejumlah kecakapan dan pengetahuan mereka sebelumnya, kemudian memadukan itu
semua dalam suatu cara baru untuk tiba pada suatu penyelesaian.
Untuk itu, diperlukan berbagai strategi yang dapat membantu mereka dalam memecahkan
masalah. Dari banyak deskripsi mengenai strategi-strategi pemecahan masalah, beberapa yang
terkenal adalah seperti yang dikemukakan oleh Polya dan Pasmep (dalam Shadiq, 2004). Strategi-
strategi tersebut diantaranya adalah: Mencoba nilai-nilai atau kasus-kasus yang khusus;
Menggunakan diagram; Mencobakan pada soal yang lebih sederhana; Membuat tabel; Memecah
tujuan; Memperhitungkan setiap kemungkinan; Berfikit logis; Menemukan pola; Bergerak dari
belakang.
Selain strategi di atas, Stepelman dan Posamentier (1981) mengemukakan beberapa strategi
lagi sebagai tambahan, yaitu; menggunakan komputer, melakukan aproksimasi, menentukan
syarat cukup dan syarat perlu, menentukan karakteristik dari objek, membuat gambar, dan
mengumpulkan data. Dalam memecahkan suatu masalah, tentunya tidak menggunakan semua
strategi di atas sekaligus, akan tetapi dipilih sesuai dengan kondisi masalah.

C. Proses Berpikir dan Pemecahan Masalah secara Kreatif


Unsur kreatif diperlukan dalam proses berpikir untuk menyelesaikan masalah.Semakin
kreatif seseorang, semakin banyak alternatif penyelesaiannya. Berpikir merupakan instrumen
psikis yang paling penting. Dengan berpikir, kita dapat lebih mudah mengatasi berbagai masalah
hidup. Dalam proses mengatasi suatu masalah, kita sering berpikir dengan cara berbeda-
beda.
Para psikolog dan ahli logika mengenal beberapa cara berpikir. Namun, tidak semua efektif
bagi setiap masalah. Berpikir kreatif merupakan suatu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu
seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif. Pasalnya, seorang pemikir
kreatif akan menghasilkan lebih banyak alternatif penyelesaian masalah. Aplikasi metode
pemecahan masalah secara kreatif lahir dari satu bentuk pemikiran (mindset) yang menerobos
kelaziman paradigma tertentu.
1. Teknik Berpikir dan Pemecahan Masalah secara Kreatif
Dalam proses berpikir kreatif untuk memecahkan suatu masalah, ada beberapa tahapan yang
dilalui, yaitu (Admin, 2007) :
a. Tahap persiapan
Dalam masa persiapan, seorang pemikir atau kreator memformulasikan masalahnya dan fakta dan
data yang dibutuhkan untuk memecahan masalah. Kadang-kadang meski telah lama
berkonsentrasi, pemecahan masalah belum muncul juga ke dalam bunaknya.
b. Tahap inkubasi
Jika pemikir kemudian mengalihkan perhatian dari persoalan yang sedang dihadapinya tersebut
berarti ia telah memasuki tahap inkubasi. Pada tahap ini, ide-ide yang mencampuri dan
mengganggu cenderung menghilang. Sementara itu, pemikir mendapat pengalaman baru.
Pengalaman tersebut dapat menambah kunci bagi pemecahan masalah.
c. Tahap iluminasi
Pada periode ini, pemikir mengalami insight atau misalnya “Aha!”. Seketika cara pemecahan
masalah muncul dengan sendirinya.
d. Tahap evaluasi
Evaluasi terjadi setelah muncul pemecahan masalah, tujuannya adalah untuk menilai apakah
pemecahan masalah tersebut sudah tepat. Seringkali pemecahan masalah yang muncul tidak tepat,
sehingga pemikir harus mulai lagi dari awal pentahapan.
e. Tahap revisi
Tahap ini ditempuh bila cara pemecahan masalah tersebut belum tepat atau mungkin masih
memerlukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan pada beberapa aspek agar pemecahan masalah
menjadi lebih tepat dan efektif.

Namun disisi lain Treffinger (Munandar, 1995:213) mengemukakan bahwa teknik kreatif
dalam pemecahan masalah dikelompokkan dalam tiga tingkatan model belajar kreatif. Teknik
pertama dimulai dengan memberikan pemanasan (warming up), kemudian dilanjutkan dengan
teknik sumbang saran (brainstorming). Teknik kedua yaitu tekniksynecitics dan futuristics.
Sedangkan teknik ketiga adalah teknik pemecahan masalah (solve the problem) secara kreatif
dengan metode Parnes dan metode Shallcross.
1. Teknik kreatif tingkat pertama
a. Pemanasan (warming up session)
Upaya pemecahan masalah secara kreatif membutuhkan langkah pendahuluan (pre-
session) sebagai persiapan pada penetrasi lanjutan. Untuk menumbuhkan iklim atau suasana
kreatif dalam kelas yang memungkinkan siswa untuk lebih tenang, merasakan kebebasan, serta
adanya perasaan aman dalam mengungkap pikiran dan perasaannya, guru atau pendidik dianjurkan
melakukan “pemanasan”, misalnya siswa yang sebelumnya dituntut untuk mengerjakan berbagai
tugas yang terstruktur, maka siswa memerlukan switch (pengalihan) mental dari proses pemikiran
reproduktif dan konvergen ke proses pemikiran divergen dan imajinatif (Munandar, 1995).
Gagasan untuk mengajak siswa untuk sejenak beralih ke masalah yang lebih imajinatif
dan eksploratif merupakan suatu bentuk upaya eksklusif untuk menstimulasi kreatifitas siswa
dalam menjawab suatu pertanyaan yang memberi kemungkinan banyak jawaban. Sasaran akhirnya
adalah mencoba membuka cakrawala siswa dalam melihat suatu masalah; mengajak siswa melihat
suatu hal atau masalah dari berbagai perspektif.
Pemanasan dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan terbuka
(opened questions) yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu (curiosity) siswa. Cara
lain yang dapat ditempuh adalah mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah, misalnya
pertanyaan mengenai penyebab seringnya terjadi perkelahian antar siswa di sekolah (Munandar,
1995).

b. Sumbang saran (brainstorming)


Teknik sumbang saran merupakan teknik yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn, yaitu
suatu teknik yang untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat
(Shallcross, dalam Munandar, 1995:214; Admin, 2007).Brainstorming merupakan teknik
pemecahan masalah yang menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan
kritik. Kegiatan tersebut mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang
menyimpang, liar, dan berani, dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan
gagasan yang baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang orisinal
untuk menambah jumlah gagasan konvensional yang ada (Sulistiati, 2007). Osborn (Munandar,
1995:214) menentukan empat aturan dasar dalam teknik sumbang sarang, yaitu:
1) Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan
Asas pertama dari konsep berpikir divergen adalah meniadakan sensor untuk kurun waktu tertentu,
karena hal tersebut dampak menghambat kelancaran proses asosiasi (Admin, 2007). Hal ini
dimaksudkan pula untuk mencegah terhambatnya sintesis gagasan atau pemikiran yang muncul
dari benak setiap individu yang melakukan sumbang saran. Selain itu, kritik yang diberikan terlalu
cepat kepada setiap gagasan yang muncul dapat menghambat kreatifitas karena kesempatan bagi
munculnya gagasan lain menjadi berkurang. Individu pun akan lebih selektif dalam mensintesis
suatu gagasan, sehingga jumlah gagasan yang muncul menjadi berkurang.

2) Kebebasan dalam memberikan gagasan


Diperlukan iklim tertentu agar seseorang merasa bebas dan nyaman dalam mensintesis suatu
gagasan. Apresiasi terhadap individu lain merupakan hal yang sangat penting, terutama ketika
individu yang bersangkutan mengungkapkan suatu gagasan.
3) Gagasan sebanyak mungkin
Dalam konteks ini, dikenal asas (quantity breeds quality), yaitu semakin banyak gagasan yang
dimunculkan, maka semakin besar kemungkinan adanya gagasan yang berkualitas dan efektif
dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Munandar (Admin, 2007) mengemukakan
bahwa gagasan yang baik biasanya muncul bukan pada saat-saat awal dalam tahap pemberian
gagasan. Dengan demikian, ada kesempatan bagi pikiran kita untuk mengembara, mencari
kemungkinan gagasan lebih jauh untuk memunculkan gagasan orisinal dan kreatif.
4) Kombinasi dan peningkatan gagasan
Dalam teknik sumbang saran gagasan yang muncul dari satu individu tidak jarang merupakan
penjabaran atau pengembangan dari gagasan individu lainnya. Dengan demikian, teknik sumbang
saran memberikan peluang yang lebih besar bagi munculnya gagasan-gagasan terbaik.
Teknik sumbang saran dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu:
1) Pertama-tama, salah seorang dari anggota kelompok dipilih menjadi ketua kelompok yang
bertugas mengemukakan atau memaparkan masalah, memimpin sidang, dan mengawasi bahwa
semua anggota akan mendapat giliran untuk memberikan pendapatnya serta memastikan tidak
adanya kritik.
2) Tahap selanjutnya adalah membagikan kepada anggota daftar sumbang saran yang telah diberikan
oleh para anggota. Anggota diminta untuk menambahkan ide-ide baru jika masih ada atau saran-
saran untuk implementasi solusi.
3) Daftar ide-ide yang telah dihasilkan kemudian dievaluasi (appraisal for ideas). Tahap evaluasi ini
dapat dilakukan bersama-sama atau diserahkan pada beberapa anggota saja (Admin, 2007).
c. Pertanyaan yang memacu gagasan
Teknik ini dikenal dengan istilah daftar periksa (checklist) yang dikembangkan oleh Alex
Osborn untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas gagasan. Pertanyaan-pertanyaan yang berupa
kata kerja “manipulatif” akan membantu individu dalam mengembangkan gagasan kreatif melalui
proses asosiasi dan memanipulasi informasi dan gagasan untuk menghasilkan ide yang orisinil
(Munandar, 1995:217).
2. Teknik kreatif tingkat kedua
a. Synectics (sinektik)
Teknik sinektik dikembangkan oleh Willian J. J. Gordon dan merupakan teknik yang
menggunakan analogi dan metafora (kiasan) untuk membantu individu menganalisis masalah dan
melihat suatu masalah dari berbagai perspektif (Feldhusen & Treffinger, dalam Munandar,
1995:219; Sulistiyati, 2007). Sinektik dimaksudkan untuk menghentikan kebiasaan lama serta
gagasan usang dan untuk memperkenalkan suasana rileks ke dalam proses penggalian ide. Proses
sinektik mencoba membuat sesuatu yang “asing” menjadi “akrab”, begitupun sebaliknya
(Sulistiyati, 2007).
Ada tiga jenis analogi yang diaplikasikan dalam sinektik, yaitu analogi fantasi, analogi
langsung, dan analogi pribadi. Analogi yang yaitu analogi yang memungkinkan individu mencari
pemecahan (solusi) yang ideal terhadap suatu masalah meskipun sepintas solusi tersebut terlihat
aneh dan melanggar kelaziman. Analogi langsung merupakan bentuk analogi antara satu masalah
dengan masalah lain yang linier dalam kehidupan nyata. Analogi pribadi merupakan bentuk
analogi yang menuntut individu untuk menempatkan dirinya (memainkan peran) dalam masalah
yang sedang dihadapi (Munandar, 1995). Teknik sinektik merupakan cara yang menyenangkan
dan efektif untuk melibatkan siswa dalam diskusi yang elaboratif dan imajinatif yang
menghasilkan pemecahan masalah yang tidak lazim namun aplikatif. Setiap topik dari
permasalahan dapat dibahas dalam diskusi kelompok kecil maupun kelompok besar. Melalui
sinektik, siswa dapat belajar strategi yang bermakna untuk memecahkan masalah (Munandar,
1995).
b. Futuristics
Futuristics (futuristik) merupakan teknik kreatif yang membantu individu (siswa)
meningkatkan dan mengaplikasikan segenap potensi dan kemampuannya untuk mencipta masa
depan (Munandar, 1995:221). Toffler (Munandar, 1995:221) mengemukakan bahwa siswa perlu
dibantu dalam mengasosiasikan perubahan yang akan terjadi di dunia dengan perubahan dalam
kehidupan mereka sendiri. Toffler menemukan bahwa siswa sekolah menengah dengan segera
dapat menemukenali berbagai perubahan yang akan terjadi di masa depan (forecast). Akan tetapi,
bila siswa-siswa tersebut diminta mendaftar tujuh peristiwa yang mungkin terjadi pada mereka di
masa depan, jawaban yang diberikan tidak menunjukkan indikasi kehidupan yang berubah. Lebih
lanjut, Toffler melaporkan adanya kesenjangan antara pengamatan siswa tentang perubahan cepat
di dalam lingkungan dan pemahaman bahwa perubahan tersebut berdampak secara signifikan
terhadap kehidupan pribadi mereka.
Pendekatan dalam menggunakan futuristik dengan siswa berbakat agak berbeda dari yang
digunakan kebanyakan guru di dalam kelas biasa. Dalam mengajar futuristik, dipandang suatu
falsafah mengajar yang futuristik, yaitu pengajaran yang tidak hanya berorientasi kekinian, tetapi
juga beorientasi masa depan. Falsafah demikian dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran
pada semua mata pelajaran maupun segala bidang dalam kehidupan sehari-hari (Munandar,
1995:221). Sisk (Munandar, 1995:221) mengemukakan bahwa salah satu cara untuk
menggambarkan proses penyerapan unsur pembelajaran futuristik secara menyeluruh adalah
dengan membayangkan “garis waktu”. Garis waktu berfungsi untuk menemukenali asosiasi antara
informasi masa lalu, masa kini, dan masa akan datang.
Munandar (2000:222) mengemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran dengan filosofi
futuristik adalah:
1) Memberikan siswa paradigma (cara pikir dan cara pandang) tentang masa depan yang lebih
komprehensif.
2) Membekali siswa dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami kompleksitas
berbagai sistem.
3) Membantu siswa dalam menemukenali dan memahami secara massif masalah-masalah utama
yang muncul di masa yang akan datang.
4) Membantu siswa memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya.
Lebih lanjut, Munandar (2000:223) mengemukakan bahwa ada beberapa keterampilan
yang dapat digunakan pada teknik futuristik, yaitu:
1) Menulis skenario
Menulis senario merupakan salah satu cara merangsang potensi dan kemampuan siswa berbakat
dalam berpikir dan menganalisis melalui suatu pengantar senario.
2) Roda masa depan (future wheels)
Future wheels dikembangkan oleh Jerry Glenn, yaitu mengidentifikasi suatu kecenderungan yang
ada dan/atau yang akan timbul dan menempatkan kecenderungan tersebut di pusat kemudian
mengidentifikasi hubungan sebab akibat dari kecenderung-kecenderungan tersebut.
3) Trending (prediksi)
Trending merupakan upaya melihat kecenderungan-kecenderungan yang mungkin terjadi; sebagai
kelanjutan atau pengembangan dari teknik roda masa depan (future
wheels). Trending menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut:
· Bilamana kecenderungan itu mulai nampak?
· Terhadap siapa kecenderungan ini mempunyai dampak positif?
· Terhadap siapa kecenderungan ini mempunyai dampak negatif?
· Apakah kecenderungan ini berinteraksi dengan kecenderungan lainnya? Jika ya, kecenderungan
mana?
· Jika kita ingin meningkatkan kecenderungan tersebut, bagaimana melakukannya?
· Jika kita ingin memperlambat atau menghentikan kecenderungan tersebut, bagaimana
melakukannya?
3. Teknik kreatif tingkat ketiga
a. Pemecahan masalah secara kreatif
Pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving Processes) dikembangkan oleh
Parnes, Presiden dari Creative Problem Solving Foundation (CPS). Proses ini mencakup lima
tahapan, yaitu menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi,
dan menemukan penerimaan (Munandar, 1995:225).
1) Tahap menemukan fakta
Tahap menemukan fakta merupakan tahap mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai
masalah yang ingin dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan.
2) Tahap menemukan masalah
Tahapan ini merupakan tahap dimana individu merumuskan masalah melalui pertanyaan-
pertanyaan simplistik tertentu, misalnya “Dengan cara apa saya harus mengatasinya?”. Dengan
demikian, individu dapat mengembangkan masalahnya dengan mengidentifikasi sub-sub masalah,
sehingga masalah dapat dirumuskan kembali.
3) Tahap menemukan gagasan
Tahap dimana individu berupaya mengembangkan gagasan pemecah masalah sebanyak
mungkin.
4) Tahap menemukan solusi
Gagasan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya diseleksi berdasar kriteria evaluasi yang
berpautan dengan masalah yang dihadapi. Masing-masing gagasan dinilai berdasar kriteria yang
telah ditentunkan.
5) Tahap menemukan penerimaan
Menyusun rencana tindakan agar pihak yang mengambil keputusan dapat menerima
gagasan tersebut dan melaksanakannya (Munandar, 1995:225). Dalam upaya menerapkan
berbagai solusi terhadap suatu masalah, seseorang perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan
terjadinya resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut.
Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi, karena itulah seorang yang piawai dalam
melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan
kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang terkena
dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang bersangkutan (Whetten &
Cameron, dalam Lasmahadi, 2005)
b. Proses lima tahap (Shallcross)
Shallcross (Munandar, 1995:228) membedakan antara primary creativity dansecondary
process of creativity. Kreatifitas primer adalah proses pemecahan masalah secara alamiah oleh
pikiran individu karena individu tersebut tidak menyadari terjadinya suatu proses dalam dirinya,
sedangkan pada kreatifitas sekunder ada peningkatan kesadaran dalam pemecahan masalah yang
berlangsung dengan tahapan-tahapan tertentu secara gradual. Tahapan pemecahan masalah yang
dikemukakan oleh Shallcross meliputi (Munandar, 1995:228):
1) Tahap orientasi
Pada tahap orientasi, masalah dirumuskan ke dalam proposisi tertentu yang lebih komprehensif.
Masalah dijabarkan dengan menulis suatu paragraf yang melukiskan bagaimana pikiran dan
perasaan seseorang mengenai permasalahan tersebut.
2) Tahap persiapan
Pada tahap ini, individu menghimpun semua fakta yang sudah diketahui mengenai
masalahnya dan menanyakan semua fakta yang belum diketahui. Fakta yang dihimpun berupa
semua informasi faktual yang sudah diperoleh dan masih perlu untuk diperoleh. Fakta tersebut
dihimpun berdasar pertanyaan yang runut mengenai masalah yang sedang dihadapi.
3) Tahap penggagasan
Pada tahap ini, individu menerapkan konsep berpikir divergen untuk menghasilkan
gagasan-gagasan sementara dalam rangka pemecahan masalah.
4) Tahap penilaian
Pada tahap ini digunakan konsep berpikir konvergen, yaitu memverifikasi dan menyeleksi
gagasan-gagasan terbaik untuk diaplikasikan. Dalam tahap ini, setiap gagasan harus
dipertimbangkan secara objektif mengenai kelebihan dan kekurangan serta kelayakannya masing-
masing.
5) Tahap pelaksanaan
Solusi yang telah ditetapkan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Pelaksanaan
disini dapat lebih fleksibel, tergantung pada resistensi dan akseptabilitasnya terhadap masalah
yang dihadapi.

BAB III
KESIMPULAN
Dalam proses mengatasi suatu masalah, kita sering berpikir dengan cara berbeda-beda.
Para psikolog dan ahli logika mengenal beberapa cara berpikir. Namun, tidak semua efektif bagi
proses pemecahan masalah.
Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu seseorang akan
mampu melihat persoalan dari banyak perspektif. Pasalnya, seorang pemikir kreatif akan
menghasilkan lebih banyak alternatif untuk memecahkan suatu masalah. Untuk dapat
memecahkan masalah, seseorang harus betul-betul tahu masalahnya sehinga dapat nencari
keputusan yang tepat, efektif dan efisien.
Jadi berpikir adalah proses dinamis melalui proses mendeskripsikan, mengklasifikasikan,
mengabstraksi, dan menyisihkan atau membuang suatu objek sehingga akhirnya dapat
merumuskan secara verbal, dan mengungkapkan kemungkinan suatu sifat pada suatu hal. Secara
garis besar berpikir secara kreatif adalah kemampuan menemukan kemungkinan jawaban-jawaban
terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepat gunaan, dan
keragaman jawaban. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam proses pemecahan masalah antara
lain motifasi, kepercayaan dan sikap, kebiasaan, dan emosi.

Anda mungkin juga menyukai