Anda di halaman 1dari 5

Saat Terutangnya Pajak Penghasilan Jual Beli Tanah

Saya ingin bertanya, bagaimana perhitungan PPh untuk suatu perumahan/developer jika
untuk jual beli (PPJB) dilakukan pada tahun 2017 namun untuk Akta Jual beli (AJB) baru
dilakukan tahun 2018? Terima kasih.
Jawaban :

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang
dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pernah dipublikasikan pada Kamis,
20 Pebruari 2014.

Intisari:

Atas penghasilan yang diperoleh dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) terutang
Pajak Penghasilan (“PPh”) yang bersifat final. Yang mana yang dimaksud dengan
penghasilan dari PPJB, salah satunya adalah penghasilan dari pihak penjual yang
namanya tercantum dalam PPJB pada saat pertama kali ditandatangani. Ini berarti atas
penghasilan yang diperoleh oleh penjual, yang tercantum dalam PPJB, terutang PPh.

Jadi tidak harus menunggu tandatangan akta jual beli atau akta peralihan haknya, sudah
harus langsung membayar PPh pada saat PPJB ditandatangani.

Penjelasan lebih lanjut, silakan Anda simak ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Ketentuan Umum Pajak Penghasilan (“PPh”)

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang


Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28/2007”), setiap Wajib Pajak
wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.

Dalam Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UU 28/2007, dikatakan bahwa pajak pada
prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak,
tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut
adalah:
a. pada suatu saat, untuk PPh yang dipotong oleh pihak ketiga;
b. pada akhir masa, untuk PPh yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut
oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah; atau
c. pada akhir Tahun Pajak, untuk PPh.

PPh Atas Penjualan Tanah dan/atau Bangunan

Mengenai PPh atas penjualan tanah dan/atau bangunan, diatur dalam Pasal 1 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta
Perubahannya (“PP 34/2016”):

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari:
a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta
perubahannya,
terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan di atas adalah
penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah
dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,
lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak. 1[1]

Sedangkan Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli (“PPJB”) atas tanah dan/atau
bangunan beserta perubahannya adalah penghasilan dari:2[2]
a. pihak penjual yang namanya tercantum dalam PPJB pada saat pertama kali
ditandatangani; atau
b. pihak pembeli yang namanya tercantum dalam PPJB sebelum terjadinya
perubahan atau adendum PPJB, atas terjadinya perubahan pihak pembeli
dalam PPJB tersebut.

1[1] Pasal 1 ayat (2) PP 34/2016

2[2] Pasal 1 ayat (3) PP 34/2016


Besarnya PPh

Besarnya PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar:3[3]
a. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa
Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
b. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan; atau
c. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari
Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari
kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Sedangkan besarnya PPh atas penghasilan dari PPJB atas tanah dan/atau bangunan
beserta perubahannya sama juga berdasarkan tarif di atas (PPh dari pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan) dari jumlah bruto, yaitu:4[4]
a. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa; atau
b. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi hubungan istimewa.

Pelunasan PPh dari Pengalihan Hak Atas Tanah

Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke
bank/pos persepsi sebelum akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang.5[5]

Khusus bagi orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, PPh terutang pada saat diterimanya
sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan.6[6]

3[3] Pasal 2 ayat (1) PP 34/2016

4[4] Pasal 2 ayat (3) PP 34/2016

5[5] Pasal 3 ayat (1) PP 34/2016

6[6] Pasal 3 ayat (2) PP 34/2016


PPh bagi orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan ini dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk
uang muka, bunga, pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh
pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan tersebut. 7
[7] Yang mana wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke
bank/pos persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya
pembayaran.8[8]

Pelunasan PPh atas Penghasilan dari Perubahan PPJB

Sedangkan pelunasan PPh yang terutang atas penghasilan dari perubahan PPJB atas
tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui penyetoran sendiri oleh orang pribadi atau
badan yang merupakan pihak pembeli dan namanya tercantum dalam PPJB sebelum
terjadinya perubahan atau adendum atas PPJB tersebut. 9[9]

Pihak penjual hanya menandatangani perubahan atau adendum PPJB apabila kepada
penjual dibuktikan bahwa kewajiban pelunasan PPh oleh pembeli (sebelum perubahan
PPJB) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil
cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang
bersangkutan, yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak. 10[10] Pihak
penjual harus menyampaikan laporan mengenai perubahan atau adendum PPJB atas
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak. 11
[11]

Analisis

Berdasarkan ketentuan di atas, jelas bahwa atas penghasilan yang diperoleh dari PPJB
terutang PPh yang bersifat final. Yang mana yang dimaksud dengan penghasilan dari
PPJB, salah satunya, adalah penghasilan dari pihak penjual yang namanya tercantum
dalam PPJB pada saat pertama kali ditandatangani. Ini berarti atas penghasilan yang
diperoleh oleh penjual, yang tercantum dalam PPJB, terutang PPh.

Irma Devita Purnamasari, SH, MKn dalam artikel Perubahan Tarif Pph Ibarat
Sebuah Pisau Bermata Dua menjelaskan bahwa turunnya tarif PPh terhadap

7[7] Pasal 3 ayat (3) PP 34/2016

8[8] Pasal 3 ayat (4) PP 34/2016

9[9] Pasal 5 ayat (1) PP 34/2016

10[10] Pasal 5 ayat (2) PP 34/2016

11[11] Pasal 5 ayat (3) PP 34/2016


pengalihan hak atas tanah dan bangunan menjadi 2,5% persen dan 1% untuk rumah
sederhana dan rusun sederhana, diikuti dengan semakin bertambahnya objek
pengenaan PPh. Dimana semula dikenakan hanya pada saat transaksi pengalihan
dilakukan secara formil, yaitu saat/sebelum ditandatanganinya akta jual beli, akta hibah
atau akta pengalihan hak lainnya, namun sekarang PPh juga harus sudah dibayarkan
sebelum penandatanganan PPJB atau akta PJB-nya. Jadi tidak harus menunggu
tandatangan akta jual beli atau akta peralihan haknya sudah harus langsung
membayar PPh pada saat PPJB ditandatangani. Dengan demikian, pengenaan PPh
tersebut bukan pada peristiwa hukum dialihkannya tanah dan bangunan dimaksud,
melainkan pada saat penghasilan atas pengalihan hak tersebut diperoleh.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, kemudian diubah kedua kalinya dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta
ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.

Anda mungkin juga menyukai