2. Epidemiologi
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari
kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di
rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi
yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja
juga lebih sering menderita luka bakar (Smeltzer, 2001 : 1911)
Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun terdapat sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana
6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar. Antara 1997-2002 terdapat 17.237 anak di
bawah 5 tahun mendapat perawatan di gawat darurat di 100 rumah sakit di amerika.
1. Respon kardiovaskuiler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan
jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung
akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi
perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer
menurunkan curah jantung.
2. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran
ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
3. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya peristaltik usus)
dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik
yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali
jika segera dilakukan dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan
lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam
feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum
(ulkus curling).
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan
oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya
perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
4. Respon Imonologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit sebagai
mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.Terjadinya gangguan integritas kulit akan
memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam luka.
5. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai
akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal (White, 1993) . Cedera pulmoner dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas
langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak
sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa
aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat
terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress
syndrome). (Smeltzer, 2001, 1913)
5. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia
- Laka bakar karena listrik
- Luka bakar karena radiasi
- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar pucat keputihan (derajat IIB), nyeri hebat
terutama pada derajat IIA
Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai
berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & PERUT 13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4
LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4
LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3
LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI BAWAH KA 5 5 5,5 6 7
TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
6. Gejala Klinis
a. Luka bakar derajat I:
- Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
- Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
- Tidak dijumpai bullae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
- Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bullae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
• Derajat II dangkal (superficial).
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
- Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft
• Derajat II dalam (deep).
- Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih
utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan lebih
dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering lebih rendah dibanding kulit sekitar.
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami
kerusakan/kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
- Sumber: smeltzer(2001),keperawatan medikal bedah
Zona Hiperemia
Daerah diliuar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi
seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua
bahkan zona pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916)
7. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi:
- Menentukan derajat luka
- Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat
- Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal.
- Mukosa bibir kering
- Tanda-tanda inflamasi
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :
Rule of nine
Merupakan cara yang tepat untuk menghitunng luas daerah yang terhadap luas permukaan tubuh.
Adapun prosentasenya adalah sebagai berikut:
- kepala dan leher : 9%
- Dada dan perut : 18%
- Punggung dan bokong: 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan: 18%
- Kaki kiri : 18%
- Genital : 1%
Gambar 2.4 Skema pembagian luas luka bakar dengan Rule of Nine
Metode lund dan Browder
Metode ini lebih tepat dalam memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar. Menyatakan
bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian anatomi, khususnya kepala dan tungkai, akan
berubah menurut pertumbuhan
Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai memperkirakan
prosentase luka bakar adalah metode telapak tangan ( palm methode). Lebar telapak tangan pesien
kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
• Palpasi:
- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
- Suhu pada luka
• Auskultasi:
- Auskultasi bunyi nafas pada paru
- Auskultasi bising usus
8. Pemeriksaan Penunjang
• Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan.
• Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan fungsi
ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
• Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitiil/ganguan pompa
natrium.
• Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein.
• Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
• Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
• EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
• BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
• Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
• Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
• Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
• Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya. (Doenges,
2000, 804)
9. Diagnosis / kriteria diagnosis
Apabila terjadi kerusakan kulit akibat agen-agen thermal, dan kimia , kemudian ditentukan derajatnya
dengan rule of nine’s untuk mengetahui luas daerah yang terbakar.
10. Penatalaksanaan
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and
comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing
dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
- Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan
tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
- Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20
menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara
ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air dingin (air sering
diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut
(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk luka
bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama
15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.
- Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan
membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi
berkurang.
- Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari
superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian
krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial.
Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu
menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
- Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka
bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang
dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya,
menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.]
- Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
• Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
• Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
• Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC (airway,
breathing, Circulation)
Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black sputum), gagal
napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher
membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang
tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas
kesehatan yang lengkap.
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk perhitungan
pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bilaluas luka bakar >10%.
Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting
karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi
sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah
ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal
ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh
darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi
organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline).
Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan
luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc x berat badan
(kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam
10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg.
Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan
setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat
dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam.
Follow up
Bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau menunjukkan tanda-tanda terinfeksi
atau ternyata lebih dalam maka rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut
yang berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar belum
juga menyembuh.
Fase Rehabilitasi
Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi proses
rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat.
Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka,
dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian
terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi.
Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin
diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih
rentang gerak. (Smeltzer, 2001, 1918)
11. Komplikasi
• Gagal ginjal akut
• Gagal respirasi akut
• Syok sirkulasi
• Sindrom kompartemen
• Ilius paralitik
• Ulkus curling
12. Prognosis
Prognosis lebih baik pada anak dengan usia di atas 5 tahun, dan pada dewasa dengan usia kurang dari
40 tahun. Berat ringan luka bakar tergantung pada: kedalaman luka bakar, luas, usia, lokasi, agent,
riwayat penyakit, dan trauma.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
i. Pengkajian Luas Luka Bakar
Metode Rule of Nine’s
Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
• Dewasa : kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%, genetalia = 1%, kaki
kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
• Child : kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan
punggung = 18%
• Infant : kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan
punggung = 18%
a. Data Subjektif
Pasien mengeluh sesak nafas
Pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar luka
Pasien mengeluh jantung berdebar-debar.
Pasien mengeluh sering menggigil.
Pasien mengeluh haus.
b. Data Objektif
Pasien tampak meringis
↑ TD
Penurunan suhu tubuh
Terdapat bullae
Lesi
Kulit bersisik atau kering
Kulit memerah
Kulit melepuh
Adanya oedema.
Nafas mengi.
2. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat ditandai dengan ; DS : pasien mengeluh
susah bernafas, DO : frekuensi napas 32 x/mnt, ada retraksi dada, pasien terlihat sesak napas.
2. Bersihan jalan napas b/d Obstruksi trakeobronkial.
3. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar ditandai dengan ; DS : pasien
mengeluh nyeri, DO : wajah pasien tampak meringis, skala nyeri : 7, nadi meningkat sampai 120 x/
mnt.
4. Defisit volume cairan b/d output yang berlebihan ditandai dengan ; DS : DO : turgor kulit menurun,
tampak cairan keluar dari luka.
5. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit ditandai dengan nekrosis jaringan.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme protein dan lemak
ditandai dengan penurunan berat badan, mual dan muntah.
7. Gangguan cardiac output b/d penurunan curah jantung ditandai dengan pasien tampak gelisah.
8. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena ditandai dengan
perubahan jaringan.
9. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan ditandai dengan turgor kulit
menurun.
10. Kerusakan pertukaran gas b/d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap, obstruksi saluran nafas
atas.
11. Hipertermi b/d reaksi inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
12. Kerusakan integritas jaringan b/d trauma atau kerusakan jaringan ditandai dengan adanya
jaringan-jaringan yang mati.
13. Kerusakan mobilitas fisik b/d edema, nyeri, kontraktur persendian, penurunan ketahanan dan
kekuatan otot, terapi pembatasan.
14. Gangguan citra tubuh b/d kecacatan, kehilangan barier kulit ditandai dengan perasaan negatif
tentang diri sendiri, ketakutan/penolakan berinteraksi dengan orang lain.
15. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan katabolisme.
16. Defisit perawatan diri b/d penurunan ketahanan dan kekuatan otot.
17. Ansietas b/d krisis situasi dan kejadian traumatik ditandai dengan ketakutan, perasaan putus asa,
gelisah.
18. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi.
19. Risiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakkan kulit, rauma jaringan prosedur
invasive
20. Risiko aspirasi b/d penurunan kesadaran.
21. Risiko kerusakan integritas kulit b/d oedema sel.
22. PK anemi ditandai dengan pasien tampak pucat dan lemas.
23. PK syok hipovolemik ditandai dengan kulit dingin.
24. PK gagal ginjal akut
25. PK hiponatremia.
26. PK ileus paralitik.
27. PK gagal napas akut.
28. PK asidosis metabolik.
29. PK tukak curling.
30. PK hiperglikemia.
3. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat
Tujuan : setelah diberikan askep selama … x 24jam diharapkan pola napas pasien efektif dengan
kriteria hasil :
Menunjukkan frekuensi pernafasan dengan rentang normal (16-20/ menit)
Pasien tampak tidak sesak, tidak ada retraksi dada
Pasien tidak mengeluh sesak napas
Intervensi :
Mandiri :
1. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cedera.
R/ : Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida
2. Tinggikan kepala tempat tidur dan hindari penggunaan bantal dibawah kepala sesuai indikasi.
R/ : meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bila kepala/leher terbakar, bantal dapat
menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan
meningkatkan kontriktur leher.
3. Berikan pelembab oksigen melalui cara yang tepat, seperti masker wajah.
R/ : oksigen memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembab merupakan pengeringan saluran pernafasan
dan menurunkan visikositas sputum.
4. Kaji ulang seri ronsen
R/ : perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tidak dapat terjadi selama 2-3 hari setelah
terbakar.
5. Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi
R/ : intubasi atau dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar
mempengaruhi fungsi paru atau oksigenasi.
2. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar Tujuan : setelah diberikan askep
selama … x 24jam diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang
Pasien tampak relax
Skala nyeri = 3
nadi = 80-100 x/mnt
Intervensi :
Mandiri :
1. tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka
R/ : suhu berubah dan gerakan udara dapat menybabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf
2. tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik
R/ : peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunkan pembentukan edema; setelah
perubahan posisi dan peninggian menurunkan ketidaknyamanan serta risiko kontraktur sendi
3. berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi
R/ : peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri
4. ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
R/ : gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung
pada lokasi dan luas cedera
5. pertahankan suhu linhkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
R/ : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakat mayor. Sumber panas eksternal untuk mencegah
menggigil
6. kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter (skala 0-10)
R/ : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi
paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. Perubahan lokasi/ karakter/ intensitas nyeri
dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi atau perbaikan kembalinya fungsi saraf.
7. Dorong ekpresi perasaan tentang nyeri.
R/ : pertanyaan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
8. Libatkan pasien dalam penentuan jadwal aktivitas, pengobatan, pemberian obat.
R/ : meningkatkan rasa kontrol pasien dan kekuatan mekanisme koping.
9. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi
dengan sering.
R/ : dukungan empati dapat membantu menghilangkan nyeri atau meningkatkan relaksasi.
10. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan
imajinasi, dan visualisasi.
R/ : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol yang
dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
11. Berikan analgesik sesuai indikasi.
R/ : metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek otot.
3. Kekurangan volume cairan b/d output yang berlebihan
Tujuan : setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan intake dan output cairan dalam tubuh
pasien seimbang dengan kriteri hasil :
Turgor kulit normal
Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/tak ada bunyi.
R/ : ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48 jam
dimana makanan oral dapat dijumpai.
2. Perhatikan jumlah kalori, kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka/luka tiap minggu.
R/ : pedoman tepat ntuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka, persentase area luka
bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
3. Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering.
R/ : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
4. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan membuat pilihan makanan/
minuman tinggi kalori/protein.
R/ : kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan,kebutuhan memenuhi
metabolik, dan meningkatkan penyembuhan.
5. Berikan bersihan oral sebelum makan.
R/ : mulut/palatum bersih meningkatkan rasa dan napsu makan yang baik.
6. Lakukan pemeriksaan glukosa strip jari, klinites/asetes sesuai indikasi.
R/ : mengawasi terjadinya hiperglikemia sehubungan dengan perubahan hormonal/kebutuhan atau
penggunaan hiperalimentasi untuk memenuhi kebutuhan kalori.
7. Pasang/pertahankan makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan bila dibutuhkan.
R/ : memberikan makanan kontinu/tambahan bila pasien tidak mampu untuk menkonsumsi kebutuhan
kalori total harian.
8. Awasi pemeriksaan laboraturium, contoh albumin serum,kreatinin, transferin, nitrogen urea urine.
R/ : indikator kebutuhan nutrisi dan keadekuatan diet/terapi.
9. Berikan insulin sesuai indikasi.
R/ : peningkatan kadar glukosa serum dapat terjadi sehungan dengan respon stres terhadap cedera,
pemasukan tinggi kalori, kelelahan pankreas.
4. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan aliran darah pasien ke
jaringan perifer adekuat dengan kriteria hasil :
- nadi perifer teraba dengan kualitas dan kekuatan yang sama
- pengisian kapiler baik
- warna kulit normal pada area yang cedera
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi perifer.
R : pembentukan edema dapat terjadi secara cepat menekan PD sehingga mempengaruhi sirkulasi PD
ke jaringan perifer
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
R : untuk meningkatkan aliran balik vena dan dapat menurunkan edema
3. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami luka bakar
(untuk mengetahui kekuatan aliran darah ke daerah yang mengalami luka bakar)
4. Dorong latihan gerak aktif
R : untuk meningkatkan sirkulasi darah lokal dan sistemik
Kolaborasi
5. Pertahankan penggantian cairan
R : untuk meningkatkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan
6. Awasi elektrolit terutama natrium, kalium, dan kalsium
R : mengawasi terjadinya penurunan curah jantung
7. Hindari injeksi IM atau SC
R : perubahan perfusi jaringan dan pembentukan edema mengganggu absorpsi obat
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme protein dan lemak
ditandai dengan penurunan berat badan, mual dan muntah
Tujuan : setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan intake nutrisi pasien adekuat, dengan
kriteria hasil :
• Berat badan meningkat
• Pasien mengatakan tidak mual lagi
• Pasien mengatakan nafsu makannya meningkat (habis 1 porsi).
Intervensi :
Mandiri:
1. Pertahankan jumlah kalori tetap dan timbang BB tiap hari, kaji ulang persen area permukaan tubuh
terbuka /luka tiap minggu.
R/ : Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka, persentase area luka
bakar di evaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/: Membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan nutrisi
3. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan untuk membuat pilihan
makanan/minuman tinggi kalori/protein
R/ : Kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan, kebutuhan metabolik, dan
meningkatkan penyembuhan.
4. Menciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
R/ : Lingkungan yang kondusif dapat meningkatkan nafsu makan
5. Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
R/ : Meningkatkan rasa dan nafsu makan
Kolaborasi :
1. Rujuk kepada ahli gizi
R/ : Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individu
2. Berikan diet TKTP
R/ : Membantu mempercepat proses penyembuhan luka
3. Pasang NGT
R/ : Memberikan makan melalui selang agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi jika pasien tidak bisa
mengkonsumsi secara oral
Kolaborasi :
7. Rujuk kapada ahli gizi
R : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi pasien
8. Berikan diet TKTP
R : membantu mempercepat proses penyembuhan luka
9. Pasang NGT
R : memberikan makan melalui selang agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi jika pasien tidak bisa
mengkonsumsi secara oral
8. Kerusakan pertukaran gas b/d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap, obstruksi saluran nafas
atas.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pertukaran gas pasien
menjadi adekuat dengan kriteria hasil :
Tidak ada dispnea, frekuensi respirasi 12-20x/menit, penggunaan otot bantu tidak ada, tidak
sianosis, tidak ada tanda gelisah dan agitasi, auskultasi paru bersih, nilai oksimetri>96%, kadar analisa
gas darah dalam keadaan normal.
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi adanya dispne dan auskultrasi paru, perhatikan adanya suara nafas abnormal (
mengi,stridor,penurunan bunyi nafas)
R/ : obstruksi jalan nafas/ distress pernafasan dapat terjadi cepat atau lambat selama 48 jam paska
luka bakar.
2. Awasi frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu nafas dan sianosis
R/ : Takipnea , penggunaan otot bantu nafas dan adanya sianosis menunjukkan distress pernafasan
/edema paru dan membutuhkan intervensi medik
3. Awasi adanya perubahaan perilaku/mental ( agitas,gelisah)
R/ : perubahan kesadaran menunjukkan terjadinya atau memburuknya hipoksia
Kolaborasi :
1. pemberian oksigen
R/ : memberikan kelembaban pada jaringan yang cedera.
2. pemantauan oksimetri dan analisa gas darah
R/ : peningkatan pCO2 dan penurunan pO2 serta saturasi O2 dapat menunjukkan perlunya ventilasi
mekanik.
9. Kerusakan mobilitas fisik b/d edema.nyeri, kontraktur persendian, penurunan ketahanan dan
kekuatan otot, terapi pembatasan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pencapaian mobilitas
fisik yang optimal dengan kriteria hasil :
pasien mampu beraktivitas, tidak terjasi kontraktur, edema berkurang /tidak ada, turut beraktivitas
sehari-hari sesuai kemampuan.
Intervensi
Mandiri :
1. kaji adanya edema dan perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensansi jari secara sering.
R/ : edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas mempotensialkan nekrosis jaringan /
terjadinya kontraktur
2. beri obat sebelum beraktivitas /latihan
R/ : menurunkan kekuatan otot/jaringan dan tegangan sehingga memampukan pasien lebih aktif dan
mampu partisipasi
3. dorong partisipasi pasien sehari-hari sesuai kemampuan individu
R/ : meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri dan membantu proses perbaikan .
R/ apat membantu mengurangi demam. Penggunaan air es atau alkohol mungkin menyebabkan
kedinginan, peningkatan suhu secara aktual.Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit. kesadaran.
Kolaborasi
1. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin) , asetaminofen (tylenol)
R/ igunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi
2.Berikan selimut pendingin.
R/ igunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5- 40 C pada waktu terjadi
kerusakan atau gangguan pada otak
11. Defisit perawatan diri b/d penurunan ketahanan dan kekuatan otot
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan rasi jaringan pasien
dapat melakukan aktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil :
Pasien mampu melakukan ADL secara mandiri
Intervensi :
Mandiri :
1. kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
R/: mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobi;litas fisik
2. Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari.
R/: Menentukan kemampuan mobilisasimengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan
mobilitas fisik
3. lakukan latihan ROM
R/: Mencegah terjadinya kontraktur.
4. ganti posisi tiap 2 jam sekali
R/: Penekanan terus-menerus menimbulkan dekubitus
12. Gangguan citra tubuh b/d kecacatan,kehilangan barier kulit ditandai dengan perasaan negatif
tentang diri sendiriketakutan/penolakan berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pasien menyatakan
penerimaan situasi diri, dengan kriteria hasil :
Bicara dengan keluarga/orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi.
Membuat tujuan realitas/rencana untuk masa depan.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat
R/ : Traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi, membuat perasaan kehilangan
pada kehilangan aktual/yang dirasakan. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
2. Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan
dalam keterbatasan.
R/ : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.
3. Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorongan usaha untuk mengikuti tujuan
rehabilitasi.
R/ : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
Kolaborasi :
1. Konsul ke psikiatrik, contoh klinik spesialis perawat psikiatrik, psikologis sesuai kebutuhan
R/:Membantu dalam identifikasi cara/alat untuk meningkatkan/mempertahankan kemandirian. Pasien
dapat memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi.
13. Risiko infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan risiko infeksi tidak
menjadi aktual, dengan kriteria hasil :
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Kadar WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/UL
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji tanda- tanda infeksi
R : mengetahui dini terjadinya infeks
2. Batasi jumlah pengunjung.
R : mengurangi kontaminasi silang.
3. Jaga asepsis selama pasien berisiko.
R : meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi
4. Sediakan perawatan kulit pada area yang edema
R : perawatan kulit pada area yang edema dapat membantu mencegah terjadinya infeksi yang lebih
luas.
5. Inpeksi kulit dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi atau drainase
R/: apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat drainase purulen menandakan terjadi
prosesinflamasi bakteri.
6. Inpeksi kondisi luka/bekas operasi.
R : Mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas
7. Dorong intake cairan.
R : mempertahankan keseimbangan cairan untuk mendukung perfusi jaringan.
15. PK hipoglikemia
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan kebutuhan glukosa
pasien terpenuhi, dengan criteria hasil :
blood sugar pasien dalam rentang normal 80-100 mg/dl puasa, 100-120 2 jam PP
Menunjukkan peningkatan kesadaran pasien
Intervensi :
Mandiri :
1. Pantau gula darah sewaktu pasien tiap jam
R/ :Untuk mengetahui kadar gula darah dan menentukan intervensi selanjutnya
Kolaborasi :
1. Pemberian larutan gula melalui IV atau NGT
R/ :Untuk mencukupi kebutuhan glukosa pasien
2. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R/ :Sangat barmanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien
Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat dalam
rencana perawatan.
Evaluasi
Evaluasi yang dibuat bisa dalam bentuk formatif dan sumatif ( SOAP) evaluasi yang dilakukan
berdasarkan pencapaian yang dilakukan sesuai kriteria hasil / kriteria evaluasi yang dibuat dalam
rencana perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC