Anda di halaman 1dari 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengendalian Vektor Penular Penyakit 2.1.1 Pengawasan Institusi yang berwenang
dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian vektor di pelabuhan adalah Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP). KKP merupakan UPT pusat yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan yang menyatakan bahwa tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah
melaksanakan pencegahan masuk keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular
potensial wabah, pelaksanaan kekarantinaan, pelayananan kesehatan terbatas di
wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat serta pengendalian dampak risiko
lingkungan (Depkes RI, 2008). Selanjutnya salah satu fungsi Kantor Kesehatan
Pelabuhan sesuai Permenkes RI. No. 356/Menkes/Per/IV/2008 tersebut di atas adalah
pelaksanaan pengawasan alat angkut dan pengendalian vektor penular penyakit dan
risiko lingkungan di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat. 2.1.2
Pengertian Vektor Menurut WHO (2005), vektor adalah serangga atau hewan lain yang
biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu risiko bagi kesehatan
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

9
10

Menurut

Iskandar

(1989),

vektor

adalah

anthropoda

yang

dapat

memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk


semang yang rentan. Sedangkan menurut Soemirat (2005), keberadaan vektor penyakit
dapat mempermudah penyebaran agent penyakit. Hal ini menentukan bahwa masuknya
agent baru ke dalam suatu lingkungan akan merugikan kesehatan masyarakat setempat.
2.1.3 Pengertian Zoonosis Definisi zoonosis menurut Badan Kesehatan Dunia (World
Health Organization/WHO) adalah suatu penyakit yang secara alamiah dapat menular di
antara hewan vertebrata dan manusia (WHO, 2005). Sedangkan menurut Undang Undang
No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan, dinyatakan bahwa penyakit
zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau
sebaliknya. Karena banyaknya penyakit menular yang tergolong zoonosis dan
kompleknya keragaman penyakit ini, maka berbagai ahli berusaha untuk menggolongkan
menurut cara penularannya, reservoir utama, penyebab dan asal hewan penyebarnya.
Berdasarkan cara penularannya penyakit zoonosis menurut Dharmonojo, (2001) dapat
dibedakan menjadi : a) Anthropozoonoses yaitu penyakit yang ditularkan dari manusia
ke hewan vertebrata. b) Zooanthropozoonoses yaitu penyakit yang ditularkan dari
hewan ke manusia. c) Amphixenoses yaitu penyakit yang terdapat pada manusia maupun
hewan.

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.4 Vektor Penyebab Penyakit Menurut Nafika (2008), hewan yang termasuk ke dalam
vektor penyakit antara lain nyamuk, lalat dan kecoa. Vektor nyamuk yang terdapat di
pemukiman perkotaan secara umum ada tiga jenis yaitu Culex quinquefasciatus,
Anophele dan Aedes aegypti. Yang kedua adalah lalat, jenis serangga ini memiliki
keunikan dibandingkan dengan serangga lain, yaitu biasa meludahi makanannya
sendiri, lalat hanya bisa makan dalam kondisi cair. Sedangkan reaksi lalat terhadap
makanan akan mengeluarkan enzim agar makanan tersebut dapat menjadi cair, setelah
makanan tersebut cair akan disedot masuk ke dalam perut lalat sehingga akan
memudahkan bakteri dan virus turut masuk ke dalam saluran pencernaannya dan
berkembang di dalamnya. Jenis yang ketiga adalah tikus dan mencit yang termasuk
hewan mengerat (rodensia). Jenis ini lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian,
perusak barang di gudang dan hewan pengganggu/menjijikkan di perumahan. Belum
banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan
dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan.
Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup di dekat tempat hidup atau kegiatan
manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan penyakit. Selain ketiga hewan
tersebut diatas, serangga lainnya juga dapat menularkan penyakit. Dalam pengertian
yang luas, organisme yang tidak termasuk keluarga serangga juga termasuk vektor,
seperti laba-laba, keong dan yang lainnya dijadikan perantara sebagai parasit pada
manusia dan binatang penghuni gudang dan berperan sebagai patogen terhadap penyakit
tertentu. Beberapa vektor penyakit memiliki dampak terhadap kesehatan

Universitas Sumatera Utara


12

masyarakat, antara lain: Nyamuk Aedes aegypti (menyebabkan penyakit demam berdarah
dan cikungunya), Culex quinquefasciatus (menyebabkan penyakit disentri), dan
Anopheles gambiae (menyebabkan penyakit malaria). Lalat menyebabkan penyakit
gastrointestinal pada manusia. Larva dan lalat dewasa (Musca domestica) sering
termakan ayam, kemudian menjadi “hospes intermedier” cacing pita pada ayam dan
kalkun. Tikus dan mencit, penyakit bersumber rodensia yang disebabkan oleh berbagai
agen penyakit seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing dapat
ditularkan kepada manusia secara langsung. sedangkan secara tidak langsung dapat
melalui feses, urin dan ludah, melalui gigitan vektor ektoparasit tikus dan mencit
(kutu, pinjal, caplak, tungau). Disamping itu kecoa juga merupakan vektor penularan
penyakit yang cukup penting yang sering hidup di sekitar kita.

2.1.5 Pengendalian kecoa Jenis-jenis kecoa yang menjadi perhatian dalam kesehatan
masyarakat dan tempat hidupnya pada umumnya berada di dalam lingkungan manusia dan
khususnya di dalam lingkungan kapal antara lain : German cockroach (Blatella
germanica), American cockroach (Periplaneta americana), Oriental cockroach (Blatta
orientalis) Brown-banded cockroach (Supella longipalpa), Australian cockroach
(Periplaneta fuliginosa) dan Brown cockroach (Periplanetabrunnea) (Aryatie, 2005).
Menurut Depkes RI (2002), kecoa merupakan serangga yang hidup di dalam rumah,
restoran, hotel, rumah sakit, alat angkut, gudang, kantor, perpustakaan, dan lain-
lain. Serangga ini sangat dekat hidupnya dengan manusia, menyukai bangunan

Universitas Sumatera Utara


13

yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, hidupnya berkelompok, dapat
terbang aktif pada malam hari seperti di dapur, tempat penyimpanan makanan, sampah,
saluran-saluran air kotor. Umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di
tempat gelap dan sering bersembunyi di celah-celah. Serangga ini dikatakan
pengganggu karena mereka biasa hidup di tempat kotor dan dalam keadaan tertentu
mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan yang cukup
penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain : a) Sebagai vektor
mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen. b) Sebagai inang perantara bagi
beberapa spesies cacing. c) Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti
dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan pada kelopak mata. Menurut Aryatie (2005),
penularan penyakit dapat terjadi melalui bakteri atau kuman penyakit yang terdapat
pada sampah atau sisa makanan, dimana kuman tersebut terbawa oleh kaki atau bagian
tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, selanjutnya kuman
penyakit tersebut mengkontaminasi makanan. Vektor yang paling sering dijumpai di
atas kapal adalah kecoa. Pada umumnya kecoa merupakan binatang malam. Pada siang
hari mereka bersembunyi di dalam lubang atau celah-celah tersembunyi. Kecoa yang
menjadi permasalahan dalam kesehatan manusia adalah kecoa yang sering
berkembangbiak dan hidup di sekitar makhluk hidup yang sudah mati. Aktivitas kecoa
kebanyakan berkeliaran di dalam ruangan melewati dinding, pipa-pipa atau tempat
sanitasi. Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga kita dapat
mendeteksi tempat hidupnya. Jika dilihat dari

Universitas Sumatera Utara


14

kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada
manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat
yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dia hinggapi. Cara
pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur dan
kecoa : 1) Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara : Mekanis yaitu
mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah almari,
celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan

membakar/dihancurkan. 2) Pemberantasan kecoa Pemberantasan kecoa dapat dilakukan


secara fisik dan kimia. Secara fisik atau mekanis dengan : - Membunuh langsung
kecoa dengan alat pemukul atau tangan. - Menyiram tempat perindukkan dengan air
panas. - Menutup celah-celah dinding. Secara Kimiawi : - Menggunakan bahan kimia
(insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk), aerosol
(semprotan) atau bait (umpan). Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam
pemberantasan kecoa yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi
lingkungan, menyimpan makanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida,
repellent, attractan).

Universitas Sumatera Utara


15

Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) : 1) Pencegahan Cara ini
termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau bahan makanan yang
akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celah-celah, lobang atau tempat-
tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam dapur, kamar mandi,
pintu dan jendela, serta menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi. 2)
Sanitasi Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa
antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai atau rak,
segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-
tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas,
kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup
kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran
air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat
dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain,
tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kain lap kotor. 3) Trapping
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk menangkap
kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap

Universitas Sumatera Utara


16

kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci
piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran
air. 4) Pengendalian dengan insektisida Insektisida yang banyak digunakan untuk
pengendalian kecoa antara lain : Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan
organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan
bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah
dipraktekkan namun tidak berhasil. Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa
pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas
(pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah
melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobanglobang dinding, lantai dan lain-lain
merupakan tempat persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya
ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi
manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan
lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat
tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat
banyak maka pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi. 2.1.6
Pengendalian pinjal pada tikus Pinjal tikus merupakan vektor penyakit pes. Penyakit
ini merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain yang dapat
ditularkan kepada manusia. Pes juga merupakan penyakit yang bersifat akut
disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis. Pes dikenal ada 2 macam yaitu pes bubo
ditandai dengan demam tinggi, tubuh

Universitas Sumatera Utara


17

menggigil, perasaan tidak enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan
kelenjer (lipat paha, ketiak dan leher). Sedangkan pes pneumonic ditandai dengan
gejala batuk hebat, berbuih, air liur berdarah, sesak nafas dan susah bernafas
(Simanjuntak, 2006). Menurut Richardson (2003), bakteri Yersinia pestis endemik
pada rodent liar dan disebarkan oleh gigitan pinjal, ketika terlalu banyak tikus
yang mati akibat pes, maka pinjal tersebut dapat menggigit tikus urban atau manusia
dan menyebarkan infeksi. Sedangkan menurut Depkes RI (2000), secara alamiah
penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara dalam rodent. Bakteri Yersinia pestis
yang terdapat di dalam darah tikus terjangkit dapat ditularkan ke hewan lain atau
manusia melalui gigitan pinjal yang berperan sebagai vektor penyakit pes. Penularan
pes dapat juga terjadi di atas kapal dan menurut Chin (2006) : a) Direct contact
yaitu penularan pes ini dapat terjadi kepada seseorang atau para ABK melalui
gigitan pinjal jika ditemukan tikus mati tersangka pes di atas kapal. b) Penularan
pes dapat terjadi pada orang atau para ABK, karena digigit oleh pinjal infeksi
setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes. d) Droplet
penderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan,
penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo dan pes bubo dapat
berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes). Menurut Santi (2004), pinjal bisa
menjadi vektor penyakit pada manusia yang penting misalnya penyakit pes (sampar =
plague) dan murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke manusia. Disamping itu
pinjal bisa berfungsi sebagai

Universitas Sumatera Utara


18

penjamu perantara untuk beberapa jenis cacing pita, anjing dan tikus yang
kadangkadang juga bisa menginfeksi manusia. Pinjal bisa juga menjadi vektor untuk
penyakit pes (kira-kira 60 species). Beberapa species pinjal menggigit dan
menghisap darah manusia. Vektor terpenting untuk penyakit pes dan Murine typhus
ialah pinjal tikus Xenopsylla cheopis. Kuman pes, Pasteurella pestis, berkembang
biak dalam tubuh tikus sehingga akhirnya menyumbat tenggorokan pinjal itu. Kalau
pinjal mau mengisap darah maka ia harus terlebih dulu muntah untuk mengeluarkan
kumankuman pes yang menyumbat tenggorokannya. Muntah ini masuk dalam luka gigitan
dan terjadi infeksi dengan Pasteurella pestis. Pinjal-pinjal yang tersumbat
tenggorokannya akan lekas mati. Menurut Soejoedi (2005) yang mengutip pendapat
Ehler dan Stell, keberadaan tikus dapat dideteksi dengan beberapa cara dan yang
paling umum adalah adanya kerusakan barang atau alat. Tanda tanda berikut merupakan
penilaian adanya kehidupan tikus yaitu: a) Gnawing (bekas gigitan) b) Burrows
(galian /lubang tanah) c) Dropping (kotoran tikus) d) Runways (jalan tikus) e) Foot
print (bekas telapak kaki) f) Tanda lain : Adanya bau tikus, bekas urine dan
kotoran tikus, suara, bangkai tikus.

Universitas Sumatera Utara


19

Selanjutnya pengendalian tikus dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi lingkungan


yaitu menciptakan lingkungan yang tidak favourable untuk kehidupan tikus
pelaksanaannya dapat ditempuh dengan cara: a) Menyimpan semua makanan atau bahan
makanan dengan rapi ditempat yang kedap tikus. b) Menampung sampah dan sisa makanan
ditempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan,
bertutup rapi dan terpelihara dengan baik. c) Tempat sampah tersebut hendaknya
diletakkan di atas pondasi beton atau semen, rak atau tonggak. d) Sampah harus
selalu diangkut secara rutin minimal sekali sehari. e) Meningkatkan sanitasi tempat
penyimpanan barang/alat sehingga tidak

dapat dipergunakan tikus untuk berlindung atau bersarang. Pemasangan perangkap


(trapping) perlu diupayakan secara rutin. Macam perangkap tikus yang beredar di
pasaran adalah jenis snap/guillotine trap dan cage trap. Jenis cage trap digunakan
untuk mendapatkan tikus hidup, guna diteliti pinjalnya. Biasanya perangkap
diletakkan di tempat jalan tikus atau di tepi bangunan. Pemasangan perangkap lebih
efektif digunakan setelah dilakukan poisoning, dimana tikus yang tidak mati karena
poisoning dapat ditangkap dengan perangkap. Tikus adalah binatang pengerat yang
merugikan manusia karena

menghabiskan/merusak makanan, tanam-tanaman, barang-barang dan lain-lain harta


benda. Kehidupan tikus disebut juga “Commersial”, yaitu makan, tinggal dari dekat
kehidupan manusia. Tikus dapat pula sebagai vektor berbagai jenis penyakit-penyakit

Universitas Sumatera Utara


20

bakterial, penyakit-penyakit virus, penyakit-penyakit Spirochaeta dan penyakit


cacing. Dilihat dari sudut estetika dan pelayanan umum, tikus dapat menimbulkan
citra kurang baik karena dihubungkan dengan sektor pariwisata (Depkes RI, 2002).
Menurut Depkes RI (2007a), pengendalian tikus di kapal dilakukan dengan mengamati
dan mengawasi terhadap pemasangan rat guard, pemasangan lampu pada malam hari yang
menerangi seluruh tangga, usaha menghindari kapal

tender/bergandengan serta posisi tangga kapal harus ditinggikan 60 cm dari dermaga.


Sedangkan pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal adalah : 1)
Pemeriksaan terhadap kapal dilakukan sekali enam bulan dan disesuaikan dengan masa
berlakunya dokumen Sertifikat Sanitasi Kapal. Pemeriksaan tikus di kapal di lakukan
dengan melihat tanda-tanda kehidupan tikus. 2) Tanda-tanda kehidupan tikus di atas
kapal : a. Dropping (kotoran tikus), tersebar halus dan berbentuk kumparan (spindle
shape), kotoran baru (lembek, hitam gelap dan mengkilap) sedang kotoran lama
(keras, abu-abu hitam). b. Runways, tikus suka mempergunakan jalan yang sama untuk
keluar dari sarangnya mencari makan dan sebagainya, karena badan tikus (bulunya)
kotor dan berlemak maka akan terdapat bulu menempel pada jalan tikus. c. Tracks
atau bekas tapak kaki, dapat dilihat jelas pada tempat-tempat lantai yang berdebu
halus. d. Bekas gigitan (gnawing), tikus menggigit untuk tiga keperluan yakni :
untuk membuat jalan (lobang) menembus tempat makanan, untuk

Universitas Sumatera Utara


21

mengunyah/menggigit makanan dan sebagai binatang pengerat ia harus selalu


menggigit-gigit agar gigi seri tetap pendek, selain bahan-bahan yang empuk kadang-
kadang metal seperti pipa leding dan lain-lain digigit pula. e. Tikus hidup, jika
pada waktu pemeriksaan kapal ditemukan tikus dalam keadaan hidup. Sedangkan tikus
mati, jika pada waktu pemeriksaan ditemukan tikus mati akibat peracunan atau
terinfeksi pes. Apabila terlihat satu ekor tikus sewaktu pemeriksaan berarti
diperkirakan ada 20 ekor di tempat/kapal itu. Selanjutnya teknik pengendalian tikus
di atas kapal adalah: 1) Cara Mekanik a. Pemasangan perangkap pada tempat-tempat
yang diperkirakan tempat bersarangnya tikus. b. Penggunaan lem tikus. c.
Penangkapan langsung (sulit dilakukan). 2) Cara Biologis a. Dengan memelihara
binatang pemangsa (predator) seperti kucing. 3) Cara peracunan (Poisoning) a.
Pemberitahuan kepada pihak kapal tentang akan diadakan peracunan, bahaya terhadap
manusia dan cara-cara pengamanannya. b. Menentukan tempat-tempat pemasangan racun
dan diberi tanda/penomoran. c. Racun yang telah dicampur dengan makanan antractaf
diletakkan di atas piring kertas.

Universitas Sumatera Utara


22

4) Fumigasi a. Fumigasi kapal dilakukan berdasarkan hasil pemeriksana adanya tanda-


tanda kehidupan tikus dan atas permintaan pihak kapal (nakhoda/pemilik). b.
Dilakukan apabila dalam pemeriksaan dijumpai adanya tanda-tanda kehidupan tikus. c.
Kegunaannya adalah untuk melakukan hapus tikus/serangga diatas kapal sebagai syarat
untuk mendapatkan dokumen kesehatan Internasional (Surat Keterangan Bebas
Pengawasan Sanitasi Kapal). d. Bila fumigasi dilakukan, harus ditentukan fumigan
yang dipakai (HCN, CH3Br atau CO2).

2.2. Determinan Perilaku Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan


individu/masyarakat

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar
perilaku (non-perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga
kelompok faktor : (1) Faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup
pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur
lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat; (2) Faktor pendukung
(enabling factors) yaitu tersedianya sumber daya, sarana/prasarana kesehatan dan
kemudahan untuk mencapainya; (3) Faktor pendorong (reinforcing factors) berasal
dari kelompok atau individu yang dekat dengan seseorang termasuk keluarga, teman,
guru, pengambil kebijakan dan petugas kesehatan. Pendidikan kesehatan mempunyai
peranan penting

Universitas Sumatera Utara


23

dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor tersebut agar searah dengan
tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap
program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya. Determinan perilaku dapat
juga dibedakan menjadi dua, yakni faktor internal yang merupakan karakteristik
orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan
sebagainya. Sedangkan faktor ke dua adalah faktor eksternal baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Beberapa
karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
tanggung jawab dan status masa kerja (Robbin, 1996). Sedangkan menurut Ajzen (1991)
dalam teori perilaku terencana (Theory of planned behavior), sikap dan kepribadian
seseorang berpengaruh terhadap perilaku hanya jika secara tidak langsung
dipengaruhi beberapa faktor yang terkait erat dengan perilaku. Perilaku kesehatan
bertitik tolak dari adanya dukungan sosial dari masyarakat sekitar, ada tidaknya
informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan, otonomi pribadi yang
bersangkutan dalam mengambil tindakan atau keputusan dan situasi yang memungkinkan
untuk bertindak atau tidak bertindak (Kar dalam Notoatmodjo, 2003). 1) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Blum, pengetahuan merupakan hasil
dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

Universitas Sumatera Utara


24

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan teliga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over
behavior). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan indera peraba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif : a. Tahu (know) Tahu
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b.
Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang dilakukan dan dapat mengintepretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi
yang harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya
terhadap yang dipelajari.

Universitas Sumatera Utara


25

c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan


materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Aplikasi disini
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan
untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih
dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya. e. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi obyek, penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Rogers, bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam dirinya orang
tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


26

a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui


terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest, dimana orang mulai tertarik
kepada stimulus. c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-imbang terhadap baik
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba
perilaku baru. e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran,dan sikapnya terhadap stimulus. 2) Sikap Menurut Gibson
(1996), sikap adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui
pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap
orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap dipelajari pada
satu periode waktu dan diorganisasi oleh pengalaman dan menimbulkan pengaruh
tertentu terhadap perilaku seseorang. Sikap merupakan faktor penentu perilaku,
karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Menurut Azwar
(2003) yang mengutip hasil penelitian Thurstone et.al, bahwa sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun
perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable). Sedangkan menurut Sarwono
(2004), sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon secara positif
maupun negatif terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Sikap mengandung
penilaian emosional (senang, benci, sedih dan lain-lain).

Universitas Sumatera Utara


27

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003). (1)
Komponen pokok sikap Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Alport,
sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu ; kepercayaan (keyakinan), ide dan
konsep terhadap suatu obyek.kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek,
dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (total attitude). (2) Jenis sikap Menurut Purwanto
(1999), sikap dapat dibedakan dalam : a) Sikap positif yaitu kecenderungan
pendidikan mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu. b)Sikap negatif terhadap kecenderungan pendidikan


untuk menjalani

menghindari, membenci dan tidak menyukai obyek tertentu. (3) Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2003), berbagai tingkatan sikap adalah :

Universitas Sumatera Utara


28

a) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan


memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap ABK terhadap
pengendalian vektor dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap
pelaksanaan program yang sudah ada. b) Merespon (responding) Memberikan jawaban
apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti
bahwa orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain
untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap
tingkat tiga. Misalnya seorang Chip cook kapal mengajak para ABK lain untuk selalu
menjaga kebersihan di atas kapal, lalu para ABK melakukannya atau mendiskusikan
tentang risiko keberadaan vektor di atas kapal adalah suatu bukti bahwa seorang
Chip cook telah mempunyai sikap positif terhadap keberadaan vektor tersebut. d)
Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala risiko, adalah merupakan sikap yang paling tinggi,
misalnya seorang Chip cook kapal mau melakukan pengendalian vektor di atas kapal
meskipun pekerjaan tersebut sering membosankan karena harus dilakukan secara rutin.

Universitas Sumatera Utara


29

Pengukuran sikap dapat juga dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan
hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden. (4) Ciri-ciri sikap Sebagaimana
dikemukakan Walgito (2001), ciri-ciri sikap yaitu : a. Sikap bukan dibawa sejak
lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam
hubungan dengan obyeknya. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat
dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila
terdapat keadaankeadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada
seseorang tersebut. c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai
hubungan tertentu terhadap sesuatu. d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal
tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. e. Sikap
mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. 3) Tindakan Menurut Notoatmodjo
(2003), terdapat hubungan yang erat antara sikap dan tindakan yang didukung oleh
pengertian sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk
bertindak. Tindakan nampak lebih konsisten dengan sikap bila sikap individu sama
dengan sikap kelompok dimana ia adalah bagiannya

Universitas Sumatera Utara


30

atau anggotanya. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan atau praktek, yaitu: a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih
makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya. b. Respon terpimpin (guided
response). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat
memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya, lamanya
memasak, menutup pancinya dan sebagainya. c. Mekanisme (mechanism). Apabila
seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu
itu merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. d. Adaptasi
(adaptation) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan sudah berkembang dengan
baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu
dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,
hari,

Universitas Sumatera Utara


31

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.3. Landasan Teori Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah konsep
Green dan Kreuter (2005), yang digunakan untuk menilai tindakan individu atau
kelompok masyarakat yang dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi
(pengetahuan individu, sikap, keyakinan, tradisi, norma sosial dan unsur-unsur lain
yang ada dalam individu), faktor pendukung (tersedianya sarana kesehatan dan
kemudahan untuk mencapainya) dan faktor pendorong (keluarga, teman, panutan, guru,
petugas kesehatan dan pembuat keputusan). Disamping itu dikombinasikan dengan teori
Kar yang dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat
seseorang, dukungan sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan
untuk bertindak. Sedangkan menurut Ajzen (1991), sikap dan kepribadian seseorang
berpengaruh terhadap perilaku tertentu. Selanjutnya

determinan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal


(Notoatmodjo 2003). Sedangkan menurut Robbin (1996), beberapa karakteristik
individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung
jawab dan status masa kerja. Berdasarkan beberapa teori tersebut, peneliti mencoba
untuk menganalisis determinan tindakan tersebut seperti pada gambar kerangka teori
berikut :

Universitas Sumatera Utara


32

Faktor predisposisi: 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Nilai-nilai 5.


Persepsi Faktor Pendukung : 1. Ketersediaan sumber daya 2. Kemudahan untuk mencapai
sumber daya 3. Peraturan/hukum 4. Ketrampilan 5. Ketersediaan waktu Perilaku
individu/kelompok Faktor Pendorong : 1. Sikap dan perilaku petugas kesehatan 2.
Panutan 3. Pekerja 4. Teman 5. Pembuat keputusan 6. Dukungan sosial

Faktor Internal : 1. Tingkat kecerdasan 2. Tingkat emosional 3. Jenis kelamin 4.


Kebangsaan 5. Umur 6. Masa kerja

Faktor Eksternal : 1. Lingkungan fisik 2. Lingkungan biologis 3. Lingkungan Sosial

Gambar 2.1 Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok dan Komunitas
Sumber : Green dan Kreuter (2005), Kar dalam Notoatmodjo (2003), Notoatmodjo (2003)
dan Robbin (1996).

Universitas Sumatera Utara


33

2.4. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori tersebut di atas, maka peneliti

merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Independen Faktor


Predisposisi Umur Masa Kerja Kebangsaan Pengetahuan Sikap Variabel Dependen Faktor
Pendukung Ketersediaan Sarana Ketersediaan Waktu Pengendalian Vektor Penular
Penyakit

Faktor Pendorong Dukungan Teman Seprofesi Dukungan Kapten Kapal Dukungan Petugas
KKP

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini
adalah faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kebangsaan, usia, masa kerja),
faktor pendukung (ketersediaan sarana, ketersediaan waktu) dan faktor pendorong
(dukungan teman seprofesi,

dukungan kapten kapal, dukungan petugas KKP). Sedangkan variabel dependen adalah
pengendalian vektor penular penyakit.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai