Anda di halaman 1dari 6
Bab 2 Apperceptive Distortion dan Konsep Dasar Psikoanalisis ada bab ini akan dibahas mengenai usaha untuk mengintegrasikan konsep-konsep Prseerenetorton dan konsep-konsep dasar psikoanalisis, serta beberapa problem Khusus di dalam apperceptive distortion. A. APPERCEPTIVE DISTORTION DAN PSIKOANALISIS Apperceptive Psychology dan peralatan klinisnya, sebenarnya adalah merupakan sebuah perpaduan yang berasal dari konsep psikoanalisis dan konsep-konsep psikologi nonanalitis (teori-teori Gestalt, khususnya mengenai learning dan perception). Meskipun demikian, masih sering dijumpai kurangnya integrasi di antara metode pendekatan kedua konsep tersebut, dan juga kurang adanya kesepakatan pendapat di antara eksponen-eksponen psikoanalisis dan eksponen-eksponen (pengikut-pengikut) psikologi non analitik. Suatukarya Dr. ABT, membahas secara sistematik konsep-konsep apperceptive distortion (projective psychology) di dalam konsep dasar psikoanalisis. Di sini ditunjukkan bagaimana konsep psikoanalisis dibuktikan secara eksperimental di dalam problem-problem teori belajar (Gestalt), khususnya mengenai apperceptive distortion. Psikoanalisis juga merupakan suatu teori belajar, khususnya membahas masalah- masalah : * Sejarah kehidupan seseorang yang dipengaruhi oleh berbagai persepsi; * Adanya hukum-hukum interaksi di antara persepsi-persepsi tersebut; + Pengaruh persepsi masa lalu terhadap persepsi yang kemudian. Formulasi ini merupakan dasar berpijaknya teori-teori apperception. Persepsi-persepsi yang dipelajari (persepsi-persepsi masa lalu), seperti yang dikemukakan di dalam teori libido, pada dasarnya merupakan suatu rangkaian genetik proposisi yang membentuk kepribadian individu. Hukum-hukum interaksi antara persepsi masa lalu dan ingatan, oleh Freud dikatakan sebagai dasar pembentukan simtom-simtom dan karakter- karakter pribadi. Pengaruh persepsi masa lalu (past percepts) terhadap appersepsi yang sekarang (contemporary apperception) dijelaskan (Freud) di dalam konsep defense mechanism dan interpretasi genetik tethadap tingkah laku sekarang (genetic interpretation of contemporary behavior), Misalnya : * Percept memory (ingatan masa lalu) mengenai ibu akan mempengaruhi persepsi- persepsi anak yang kemudian. Seorang anak yang mengidentifikasikan dirinya terhadap ibunya, ia akan menerima dan menyimpan percept memory mengenai ibunya, Di sini ia belajar mengasosiasikan kenikmatan-kenikmatan yang diperoleh dan belajar menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak menyenangkan, berdasarkan persepsi mengenai ibunya itu. + Persepsi tentang ibu tersebut, akan menjadi suatu image yang mengarahkan pembimbing (guiding image) di dalam tingkah laku-tingkah lakunya yang kemudian, dan ini akan menjadi suatu begian dari se/f system si anak, atau oleh Freud disebut : Ego Ideal. * Persepsi tentang ibu itu, akan berbeda-beda pada setiap tingkatan umur, dimana persepsi pada tingkatan umur yang lebih awal akan mempengaruhi persepsi pada tingkatan umur selanjutnya, dan persepsi ini akan mempengaruhi persepsi yang lebih kemudian lagi, dan seterusnya (sampai pada tingkatan umur 14 tahun). Jadi persepsi akhir tentang ibu, merupakan komposisi gabungan dari rangkaian persepsi masa-masa sebelumnya. Menurut teori Gestalt, komposisi gabungan tersebut akan melebihi hasil penjumlahan masing-masing persepsi pada masa-masa sebelumnya, dimana persepsi akhir akan mempunyai bentuk konfigurasi yang tersendiri. * — Konsep Gestalt adalah bahwa Whole is more than the sum of the details. Teori ego defense mechanism pada dasarnya juga merupakan suatu teori yang bertitik tolah dari pengertian mengenai pengaruh selektif dari persepsi masa lalu (percept memory) terhadap persepsi yang sekarang atau kemudian. Secara hipotetis dikatakan bahwa ada hukum-hukum interaksi di antara image masa lalu (persepsi masa lalu) dan kondisi-kondisi yang sekarang. Di dalam konsep Gestalt yang dijelaskan secara eksperimental, dikemukakan bahwa bila suatu good image dan bad image muncul secara simultan (berbarengan), akan terlihat bahwa good image diperkuat (reinforced) oleh modifikasi dari beberapa aspek bad image. Jadi di sini terjadi pengaruh-pengaruh selektif antara image-image tersebut B. PROBLEM KHUSUS DALAM APPERCEPTIVE DISTORTION L. Hypnosis Hipnosis merupakan salah satu apperceptive distortion, yaitu bahwa appersepsi subjek diubah sesaat dan sebagai akibatnya terjadilah distorsi-distorsi terhadap appersepsi subjek tersebut. Proses hipnotik dimulai dengan terjadinya suatu penurunan kesadaran yang bertahap sedikit demi sedikit sehingga di dalam fungsi-fungsi appersepsi subjek yang menurun 14 cstansoat.te dimana fungsi-fungsi appersepsi tersebut menjadi sempit dan terbatas pada appersepsi mengenai suara sang hipnotisnya saja. Proses pengeksklusifan (penyempitan) appersepsi tersebut mirip dengan seseorang yang mendengar suara orang lain sewaktu ia sudah hampir tertidur (lamat-lamat). Didalam teori hipnosis dari Ferenczi dikemukakan bahwa, seorang hipnotist merupakan image orang tua yang sedang menidurkan anaknya atau sedang menyuruh anaknya pergi tidur, pada masa-masa lalu si subjek. Menurut konsep Bellak, terjadi suatu apperceptive distortion mengenai sang hipnotist akibat munculnya ingatan tentang image orang tua si subjek. Berdasarkan konsep-konsep tersebut, maka proses hipnosis akan berjalan dengan buik bila sang hipnotist mampu menimbulkan image tentang orang tua subjek, sehingga dapat berfungsi sebagai kontrol yang kuat, yang mempengaruhi persepsi-persepsi subjek terhadap stimulus-stimulus yang lain, sehingga seakan-akan tidak dirasakan subjek adanya perbecaan antara apa yang ada di dalam pikirannya dan apa yang sesungguhnya menjadi kenyataan (realita). 2. Mass Psychological Phenomena (Fenomena psikologi yang terdapat di dalam masa) Proses terjadinya fenomena ini sangat mirip dengan proses hipnosis. Di dalam Group Psychology and The Analysis of The Ego, Freud mengemukakan bahwa setiap individu akan mengintroyeksikan massa dalam dirinya atau group sebagai suatu faktor transitorik di dalam Ego dan Superego, dimana bila individu menjadi salah satu anggota group, iaakan melihat segala sesuatu berdasarkan kaca mata group atau massa. Dalam hal ini, group terlihat sebagai suatu figure otorita, seperti halnya di dalam hipnosis, sehingga persepsi kelompok akan mengontrol image memory. Terjadinya pengeroyokan, kekacauan- kekacauan massal, perkelahian massal, merupakan akibat fasilitasi (dipermudah) kemunculan impuls-impuls primitif. 3. Transference Transference merupakan hubungan emosional pasien terhadap psikoanalistnya. Sebagai bagian yang integral di dalam hubungan emosional itu, analist paling tidak harus berperan sebagai suatu figure yang tidak bertindak aktif (pasif) di dalam hubungan emosional tersebut, dan dapat menahan diri untuk tidak memberikan celaan atau pujian, ataupun reaksi-reaksi lain terhadap mood (suasana hati) pasien. Transference terjadi bila pasien mentransferkan sentimen-sentimennya yang terbentuk di masa-masa lalu kepada analistnya. Pasien akan mengharapkan adanya kritik-kritik, celaan-celaan atau hukuman, atau pujian-pujian dari analist dan seringkali akan terjadi apperceptive distortion terhadap reaksi-reaksi analist. Oleh karena itu, salah satu tugas analist adalah menunjukkan secara logis perbedaan-perbedaan antara distorsi-distorsi dan fakta-fakta yang ditanggapi pasien. 0°: aS DE REE Situasi transference dapat digambarkan sebagai suatu peristiwa dimana pasien mengalami distorsi di dalam appersepsinya (apperceptive distortion) terhadap analist, karena adanya Kemunculan image-image masa lalu tentang orang tuanya dan figure lain di dalam kehidupan masa lalunya. 4. Psychoses Pada delusi-delusi dan halusinasi-halusinasi psikotik terlihat adanya image-image masa lalu yang mendesak sedemikian kuat untuk muncul, sehingga sangat merusak appersepsi- appersepsi (distort the apperception) yang sekarang terhadap dunia. Kita mengatakan bahwa appersepsi merupakan suatu Gestalt, yaitu penjumlahan dari berbagai appersepsi pada masa-masa sebelumnya, maka secara skematis dapat kita katakan bahwa image ketakutan terhadap dunia, yang terbentuk di masa-masa silam, akan sangat memberikan pengaruh yang merusak appersepsi-appersepsi yang kemudian, sehingga dunia dirasakan teramat membahayakan dirinya (pasien). 5. Therapy Teori terapi dari psikoanalisis dapat kita bagi menjadi beberapa tahap yang berurutan, yaitu: a. Communication Komunikasi antara pasien dengan terapist, adalah melalui asosiasi bebas. Melalui asosiasi bebas ini, analist mempelajari atau menyelidiki tingkah laku pasien-pasiennya di dalam berbagai situasi, dan berusaha menemukan sejumlah common denominator (elemen-elemen terkecil) di dalam pola-pola tingkah laku pasien. b. Interpretation Bila terapist telah dapat menemukan bagaimana sitvasi kehidupan pasien, ia akan dapat melihat common denominator di dalam pola-pola tingkah laku pasiennya, dan kemudian berusaha menunjukkan kepada pasien pola-pola tingkah laku yang bagaimana yang sesuai bagi pasien di dalam mengarungi berbagai situasi kehidupan yang sekarang. Interpretasi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : . ri Yakni, terapis berusaha mencari suatu common denominator di dalam pola-pola tingkah laku dan hubungan interpersonal pasien di dalam kehidupan yang sekarang. + Vertical Study ‘Yakni, menggunakan asosiasi bebas ataupun cara-cara lain yang maksudnya untuk melacak sejarah perkembangan common denominator pola-pola tingkah laku pasien di masa-masa yang silam. rapist in Ter: Di dalam usaha melacak sejarah kehidupan pasien tersebut pada masa-masa silamnya, hubungan pasien terhadap terapistnya amatlah penting, sehingga memungkinkan dilakukannya analisis terhadap situasi transference (analysis of the transference situation). 16 Interpretasi dimaksudkan bahwa terapist menunjukkan kepada pasien common denominator dalam pola-pola tingkah lakunya melalui penyelidikan secara horizontal, vertikal dan di dalam hubungannya dengan terapist. Di dalam ketiga tahap tersebut, terapist berusaha menyadarkan pasien adanya apperceptive distortionnya terhadap situasi-situasi kehidupan. Jadi interpretasi juga berisikan penunjukkan denominator-denominator apperceptive distortion, dengan menjelaskan adanya hubungan antara percept memory pada masa- masa kehidupan awal, di saat terjadinya apperceptive distortion tersebut. Insight Seringkali insight dimaksudkan sebagai keadaan atau situasi dimana pasien sudah menyadari akan keadaan mentalnya yang sedang sakit (pada pasien-pasien psikotik). Di dalam konteks dynamic psychotherapy, insight diartikan sebagai kemampuan pasien melihat hubungan antara simtom-simtom yang dideritanya dan appercepiive distortion yang tidak disadarinya, yang mendasari terwujudnya simtom tersebut. Secara lebih singkat, insight dapat didefinisikan sebagai appersepsi pasien (atau persepsinya) terhadap common denominator di dalam pola-pola tingkah lakunya, seperti apa yang ditunjukkan oleh terapist. Proses insight dapat dianalisis dari 2 (dua) segi, yaitu : * Intellectual Insight Yakni, pasien mampu melihat adanya inter relasi perbedaan antara pola-pola horizontal dan pola-pola vertikal pada dirinya. Di sini pasien melihat inter relasi tersebut secara gestalt. Petilan peristiwa yang terisolir akan dapat terangkum menjadi suatu memory whole, sehingga ia akan dapat mempelajari dan melakukan penyusunan kembali pola-pola tingkah lakunya. + Emotional Insight Yakni, pasien mereproduksi (menunjukkan) afeksi-afeksi yang mengikuti terjadinya intellectual insight, seperti misalnya, kelegaan (rasa plong), kecemasan, rasa bersalah, rasa bahagia, dan lain-lain. Jika hanya intellectual insight saja yang timbul (tanpa emotional insight), pemberian terapi boleh dikatakan tidak membawa hasil, karena emotional insight merupakan bagian yang esensial di dalam proses-proses terapeutik. Working Through Yaitu merealisir insight yang telah atau baru diperolehnya, dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut : * — Secara Intelektual (Intellectually) Pasien mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya (di dalam proses psikoterapeutik) di dalam berbagai situasi yang ditunjukkan terapist, ke dalam sejumlah situasi-situasi lain, 7 eavatee Jeeps gue men mar ersen irra e sitegae apa Aberdeen BhbSetohe ABS Pola-pola tingkah laku emosional di dalam transference, oleh pasien diaplikasikan di dalam tingkah laku-tingkah laku emosionalnya pada situasi kehidupan yang selanjutnya (di luar proses terapeutik). Insight yang diperoleh diterapkan di dalam situasi-situasi yang nyata, dimana dengan suatu mental set yang baru, pasien dapat bereaksi secara lebih progresif terhadap situasi-situasi nyata yang dihadapi, berdasarkan arah yang ditunjukkan terapistnya. LATIHAN SOAL 1. Psikoanalisis jaga merupakan suatu teori belajar, khususnya membahas masalah- masalah apa saja ? 2. Jelaskan pengaruh persepsi masa lalu (past percepts) terhadap appersepsi yang sekarang (contemporary apperception), serta berikan contohnya ! 3. Jelaskan konsep Gestalt yang mengatakan bahwa “Whole is more than the sum of the details” ! 4. Pada dasarnya, pengertian apa yang menjadi titik tolak dari teori ego defense mechanism? 5, Sebutkan beberapa masalah khusus yang dibahas dalam apperceptive distortion | 6. Berdasarkan konsep, kemampuan apa yang diperlukan sang hipnotist agar proses hipnosis dapat berjalan dengan baik ? 7. Bilamana transference itu terjadi ? 8. Jelaskan beberapa tahap teori terapi dari psikoanalisis ! 9. Jelaskan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam interpretasi ! 10. Apa yang dimaksud dengan insight ? 11. Jelaskan dua segi analisis dalam proses insight ! 12. Jelaskan tahap-tahap dalam working through !

Anda mungkin juga menyukai