Tujuan suatu audit adalah untuk meningkatkan keyakinan pengguna laporan keuangan yang dituju.
Hal itu dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disusun,
dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Pada
umumnya, dalam kerangka pelaporan keuangan dengan tujuan umum, opini tersebut menyatakan
apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, atau memberikan
gambaran yang besar dan wajar sesuai kerangka pelaporan keuangan.
Tahapan yang ditempuh auditor dalam mengembangkan tujuan audit adalah sebagai berikut :
1. Memahami tujuan dan tanggungjawab suatu audit.
2. Membagi laporan keuangan menjadi siklus-siklus.
3. Memahami asersi-asersi manajemen tentang laporan keuangan.
4. Memahami tujuan umum audit untuk golongan-golongan transaksi, akun-akun, dan
pengungkapannya.
5. Memahami tujuan khusus (spesifik) audit untuk kelompok golongan transaksi, akun-akun, dan
pengungkapannya.
TANGGUNGJAWAB MANAJEMEN
Tanggungjawab untuk mengadopsi kebijakan akuntansi yang tepat, menerapkan pengendalian
internal yang memadai, dan membuat penyajian yang wajar dalam laporan keuangan adalah
tanggungjawab manajemen, bukan tanggungjawab auditor. SA 200 (Para A2) menyatakan bahwa suatu
audit berdasarkan SA dilaksanakan dengan premis bahwa manajemen dan, jika relevan, pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola, mengakui dan memahami bahwa mereka memiliki tanggungjawab.
Dalam melaksanakan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan keseluruhan auditor adalah :
a. Memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruahan bebas dari
kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan oleh
karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan suatu opini tentang apakah laporan keuangan
disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku
b. Melaporkan atas laporan keuangan mengomunikasikannya sebagaimana dtentukan oleh SA
berdasarkan temuan auditor.
1
Kesalahan penyajian metrial
Sebagai basis untuk opini auditor, SA mengharuskan auditor untuk memperoleh keyakinan
memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian
material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Konsep materialitas diterapkan
oleh auditor dalam perencanaaan dan pelaksanaan audit, serta dalam pengevaluasian dampak kesalahan
penyajian dalam audit dan kesalahan dalam penyajian yang tidak dikoreksi (jika ada) yang
teridentifikasi terhadap laporan keuangan.
Keyakinan memadai
Keyakinan memadai merupakan suatu tingkat keyakinan tinggi. Keyakinan tersebut diperoleh
ketika auditor telah mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat untuk menurunkan risiko audit
(risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini yang tidak tepat ketika laporan keuangan mengandung
kesalahan penyajian material) ke suatu tingkat rendah yang bisa diterima.
Auditor bertanggungjawab untuk keyakinan memadai, bukan keyakinan absolut, karena alasan-
alasan berikut :
1. Kebanyakan bukti audit diperoleh dari pengujian atas suatu sampel dari suatu populasi, seperti
misalnya piutang usaha atau persediaan.
2. Akuntansi berisi estimasi yang kompleks, yang secara interen mengandung ketidakpastian dan bisa
dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di masa datang.
3. Penyajian laporan keuangan yang mengandung kecurangan sangat sulit (atau bahkan hamper tidak
mungkin) untuk dideteksi, terutama bila terdapat kolusi di kalangan manajemen.
Skeptisime Profesional
Skeptisime Profesional adalah suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu
mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan
penyajian, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan penilaian penting atas suatu
bukti audit.
2
Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan digunakan sebagai bukti audit
Keadaan yang mengidikasikan adanya kemungkinan kecurangan
Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain prosedur yang disyaratkan
oleh SA
Mempertahankan spektisisme professional selama audit diperlukan jika auditor berusaha untuk
mengurangi resiko seperti misalnya :
Kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi tidak lazim
Terlalu menyamaratakan kesimpulan ketika menarik kesimpulan tersebut dan observasi audit.
Menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam menetapkan sifat, saat, dan lusa prosedur audit serta
penilaian atas hasilnya.
Pertimbangan Propesional
Paragrapf 16 SA200 menetapkan sebagai berikut :
Auditor harus menggunakan pertimbangan professional dalam merencanakan dan melaksanakan audit
atas laporan keuangan
3
Kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen,
pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan atau pihak ketiga, yang melibatkan
penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh suatu keuntungan secara tidak adil atau melanggar
hukum. Kecurangan dibedakan menjadi :
1. Penyalahgunaan asset
2. Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan
Tanggungjawab Auditor
Paragraf 5 SA 240 menyebutkan :
Auditor yang melaksanakan audit berdasarkan SA bertanggungjawab untuk memperoleh keyakinan
memadai apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas ari kesalahan penyajian material, yang
disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan. Karena keterbatasan bawaaan suatu audit, maka selalu ada
risiko yang tidak terhindarkan bahwa beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan
mungkin tidak akan terdeteksi, walaupun audit telah direncanakan dan dilaksanakan dengan baik
berdasarkan SA.
Karakteristik Kecurangan
Kecurangan dalam pelaporan keuangan atau penyalahgunaan asset dapat terjadi karena :
Dorongan atau tekanan untuk melakukan pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan dapat
timbul ketika manajemen berda dalam tekanan, baoik dari pihak luar maupun di dalam entitas,
untuk mencapai suatu harapan
Peluang untuk melakukan kecurangan mungkin ada jika individu percaya bahwa pengendalian
internal dapat diabaikannya,
Individu mungkin dapat mengemukakan alasan untuk pembenaran tindakan kecurangan.
Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan dapat dilakukan denfan cara sebagai berikut ;
4
Manipulasi, pemalsuan (termasuk penipuan)
Pertanyataan salah, atau penghilangan secara sengaja atas peristiwa,
Penerapan salah yang disengaja atas prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikas,
penyajian atau pengungkapan
Tanggungjawab Auditor
Standar Audit (SA) 250 mengatur tentang Pertimbangan Atas Peraturan Perundang-undangan
Dalam Audit Atas Laporan Keuangan. Ketentuan dalam SA tersebut dirancang untuk membantu
auditor dalam mengidentifikasi kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan yang disebabkan
oleh ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks dengan peraturan perundang-undangan, sebagai akibat keterbatasan bawaan ini,
dampak potensial terhadap kamampuan auditor untuk mendeteksi kesalahan penyajian material adalah
lebih besar, yang disebabkan beberapa alasan.
SA 250 (Para. 6) membedakan tanggungjawab auditor dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap
dua kategori peraturan perundang-undangan yang berbeda di bawah ini :
a) Ketentuan perundang-undangan yang secara umum berdmpak langsung dalam menentukan jumlah
dan pengungkapan material dalam laporan keuangan, seperti perundang-undangan pajak dan
pension.
5
b) Peraturan perundang-undangan lain yang tidak mempunyai pengungkapan dalam laporan keuangan
namun kepatuhannya merupakan bagian penting bagi aspek kegiatan operasi bisnis, bagi
kemampuan entitas untuk melanjutkan usahanya, atau untuk menghindari terjadinya sanksi berat.
Untuk setiap golongan transaksi tertentu, perlu dipenuhi sejumlah tujuan audit sebelum auditor
dapat menarik kesimpulan bahwa transaksi telah dicatat dengan tepat. Hal tersebut dinamakan tujuan
spesifik audit untuk golongan transaksi. Demikian pula, sejumlah tujuan audit tertentu perlu dipenuhi
untuk setiaqp saldo akun. Hal tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk saldo. Tujuan audit
kategori ketiga berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Hal
ini disebut tujuan spesifik audit penyajian dan pengungkapan.
ASERSI-ASERSI MANAJEMEN
SA 315 (Para. 25) menyatakan sebagai berikut:
7
Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material pada:
a) Tingkat Laporan Keuangan;
b) Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan, untuk menyediakan
suatu basis bagi perancangan, dan pelaksanaan prosedur audit lanjutan.
Asersi-asersi manajemen adalah pernyataan yang dibuat manajemen secara eksplisit atau implisit
tentang golongan transaksi dan saldo akun yang bersangkutan serta pengungkapan dalam laporan
keuangan. Sebagian besar pernyataan manajemen tersebut bersifat implisit.
Asersi manajemen berkaitan langsung dengan kerangka pelaporan keuangan yang digunakan
perusahaan (Standar Akuntansi Keuangan Indonesia atau IFRS), karena hal itu merupakan bagian dari
kriteria yang digunakan manajemen untuk mencatat dan mengungkapkan informasi akuntansi dalam
laporan keuangan.
Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh transaksi yang seharusnya dicantumkan dalam laporan
keuangan benar-benar telah dibukukan.
Keakurasian
Asersi keakurasian berhubungan dengan apakah transaksi-transaksi telah dibukukan dengan jumlah
yang benar.
Penggolongan
Asersi klasifikasi berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan dalam akun yang tepat.
Pisah Batas
Asersi pisah batas berhubungan dengan apakah transaksi-transaksi dibukukan pada periode akuntansi
yang tepat.
8
ASERSI-ASERSI TENTANG SALDO AKHIR AKUN
Keberadaan
Asersi keberadaan berhubungan dengan apakah aset, liabilitas, dan ekuitas yang dicantumkan dalam
neraca benar-benar ada pada tanggal neraca.
Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh akun dan seluruh jumlah yang seharusnya dicantumkan
dalam laporan keuangan sungguh-sungguh telah tercantum.
Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh pengungkapan yang disyaratkan telah dicantumkan
dalam laporan keuangan.
9
Setelah asersi-asersi relevan ditetapkan, selanjutnya auditor dapat merumuskan tujuan audit untuk
setiap kategori asesi. Tujuan audit yang ditetapkan auditor mengikuti dan berkaitan erat dengan asersi-
asersi manajemen. Hal ini tidak mengherankan karena tanggungjawab utama auditor adalah
menentukan apakah asersi-asersi manajemen tentang laporan keuangan dapat diterima.
Kelengkapan — Transaksi yang terjadi telah dibukukan. Tujuan audit ini sejalan dengan asersi
manajemen untuk golongan transaksi yaitu asersi kelengkapan.
Tujuan audit keterjadian dan tujuan audit kelengkapan mempunyai sasaran yang berkebalikan.
Keterjadian berkaitan dengan potensi terjadinya lebih saji, sedangkan kelengkapan berkaitan dengan
terjadinya kurangsaji.
Keakurasian — Transaksi telah dicatat dengan jumlah yang benar. Tujuan audit ini berkaitan dengan
keakurasian informasi untuk transaksi-transaksi akuntansi dan merupakan satu bagian dari asersi
keakurasian untuk goiongan transaksi.
Posting dan Pengikhtisaran — Transaksi yang dicatat telah dimasukkan dengan benar ke dalam Master
File dan dibuat ikhtisarnya dengan benar. Tujuan ini berhubungan dengan keakurasian transfer
informasi dari catatan transaksi dalnm jurnal ke buku besar dan buku pembantu.
Penggolongan — Transaksi yang dicatat dalam jurnal klien telah digotongkan dengan tepat. Tujuan ini
berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan dalam akun yang tepat.
Ketepatan waktu — Transaksi telah dibukukan pada tanggal yang tepat. Tujuan audit ini berhubungan
dengan apakah transaksi telah dibukukan pada tanggal yang tepat. Tujuan ini selaras dengan asersi
manajemen tentang pisah batas pembukuan transaksi.
Kelengkapan. Tujuan ini berhubungan dengan apakah semua jumlah yang seharusnya dimasukkan
telah diikutsertakan dengan jumlah yang benar.
Keakurasian. Tujuan ini berkaitan dengan apakah jumlah yang dicantumkan telah dinyatakan dalam
jumlah yang benar.
Penggolongan. Tujuan ini menyangkut penentuan apakah hal-hal yang dimasukkan dalam daftar oleh
klien telah dimasukkan dalam akun yang benar di buku besar.
Pisah Batas. Dalam melakukan pengujian tentang pisah batas saldo-saldo akun, tujuan auditor adalah
menentukan apakah transaksi telah dibukukan dan dimasukkan ke dalam saldo akun pada periode yang
tepat.
Kecocokan. Saldo-saldo akun yang tercantum dalam laporan keuangan didukung oleh catatan rinci di
dalam master file dan daftar yang dibuat klien.
Nilai Bersih Bisa Direalisasi. Tujuan ini berkaitan dengan apakah suatu saldo akun telah diturunkan
dari biaya perolehan historis (cost) menjadi nilai bersih bisa direalisasi atau bila standar akuntansi
mengharuskan menjadi nilai pasar.
11
Hak dan kewajiban. Selain harus ada, sebagian besar aset harus dimiliki sebelum bisa dimasukkan ke
dalam laporan keuangan. Demikian pula, kewajiban harus benar-benar merupakan utang perusahaan.
Hak milik selalu dikaitkan dengan aset, sedangkan kewajiban selalu berkaitan dengan utang.
13