Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri.


Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif
pada depresi, penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid,
borderline, antisosial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4
hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam
seting rawat inap di rumah sakit jiwa,
Kedua, Faktor–faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang
adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh dokter, komunikasi staf yang
lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang
pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di
rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan
atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara dokter. Oleh karena
itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang
cepat dan akurat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang bunuh diri (suicide).

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan memahami tentang definisi bunuh diri (suicide).
2. Mengetahui dan memahami tentang klasifikasi bunuh diri (suicide).
3. Mengetahui dan memahami tentang tahap-tahap prilaku bunuh diri (suicide).
4. Mengetahui dan memahami tentang etiologi bunuh diri (suicide).
5. Mengetahui dan memahami tentang patofisiologi bunuh diri (suicide).
6. Mengetahui dan memahami tentang pencegahan bunuh diri (suicide).
7. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan bunuh diri (suicide).

1.3 Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang suicide
2. Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik di Bagian Ilmu kejiwaan RSUD
HB sannin padang 2017.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bunuh Diri


Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri
sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Prilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan, (Stuart dan
Sundeen,1995).
Bunuh diri adalah kematian yang disebabkan diri sendiri dan di sengaja. Ide
bunuh diri dan usaha bunuh diri adalah keadaan gawat darurat yang paling sering
ditemukan. Masalah yang sering pada bunuh diri adalah krisis yang menyebabkan
penderitaan yang berat dan perasaan putus asa dan tidak berdaya, konflik antara
bertahan hidup dan stres yang tidak dapat ditahan, sempitnya pemilihan yang dimiliki
pasien dan harapan untuk dapat membebaskan diri. Ide bunuh diri terjadi pada orang
yang rentan sebagai respon dari berbagai stresor pada tiap usia dan dapat ditemukan
untuk jangka waktu yang lama tanpa menyebabkan suatu usaha bunuh diri
Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh
individu itu sendiri atau atas keinginannya. Bila seseorang meminta untuk dirinya
dibunuh karena pasrah akan kondisinya disebut Euthanasia. Bunuh diri merupakan
salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang
membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA
, skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisosial), suicide tidak
bisa disamakan dengan penyakit mental.

2.2 Klasifikasi Bunuh Diri


Perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1995) dibagi menjadi tiga kategori
yaitu sebagai berikut:
2.2.1 Upaya bunuh diri (Suicide attempt)
yaitu sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri, dan bila kegiatan itu
sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah
tanda peringatan terlewatkan atau di abaikan. Orang yang hanya berniat
melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin
akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2.2.2 Isyarat bunuh diri (Suicide gesture)
yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku
orang lain.
2.2.3 Ancaman bunuh diri (Suicide threat)
yaitu suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau
nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut
mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita
lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respons positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Tabel 1.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Bunuh Diri


Urutan Ranking Faktor
1 Usia (45 tahun dan lebih)
2 Ketergantungan alcohol
3 Kejengkelan, penyerangan, kekerasan
4 Perilaku bunuh diri sebelumnya
5 Laki-laki
6 Tidak mau menerima pertolongan
7 Episode depresi sekarang yang lebih dari
biasanya
8 Terapi psikiatrik rawat inap sebelumnya
9 Kehilangan atau perpisahan yang belum lama
terjadi
10 Depresi
11 Hilangnya kesehatan fisik
12 Pengangguran atau dipecat
13 Tidak menikah, janda/duda. Atau bercerai
Tabel 2.Penilaian Risiko Bunuh Diri
Variabel Risiko Tinggi Risiko Rendah
Sifat demografik dan sosial
Usia Lebih dari 45 tahun Di bawah 45 tahun
Jenis kelamin Laki-laki Wanita
Status mental Cerai atau janda Menikah
Pekerjaan Pengangguran Bekerja
Hubungan interpersonal Konflik Stabil
Latar belakang keluarga Kacau atau konflik Stabil
Kesehatan
Fisik Penyakit kronis Kesehatan baik
Hipokondriak Merasa sehat
Pemakaian zat yang Penggunaan zat
Mental berlebihan rendah
Depresi berat Depresi ringan
Psikosis Neurosis
Gangguan Kepribadian
kepribadian berat ringan
Penyalahgunaan zat Peminum sosial
Putus asa Optimisme
Aktivitas bunuh diri
Ide bunuh diri Sering, kuat, Jarang, rendah,
Usaha bunuh diri berkepanjangan sementara
Usaha berulang kali Usaha pertama
Direncanakan Impulsif
Penyelamatan tidak Penyelamatan tak
mungkin terhindarkan
Keinginan yg tak Keinginan utama
ragu untuk mati untuk berubah
Komunikasi di Komunikasi di
internalisasikan eksternalisasikan
(menyalahkan diri (kemarahan)
sendiri) Metoda dengan
Metoda mematikan letalitas rendah
dan tersedia dan tidak mudah
didapat
Sarana
Pribadi/ Sosial Pencapaian buruk Pencapaian baik
Tilikan buruk Penuh tilikan
Afek tak ada atau Afek tersedia dan
terkendali buruk terkendali
Rapport buruk Rapport baik
Terisolasi sosial Terintegrasi secara
Keluarga tidak sosial
responsif Keluarga yang
memperhatikan

2.3 Tahap-Tahap Perilaku Bunuh Diri


Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya:
2.3.1 Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak
akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat
perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan
untuk mati
2.3.2 Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri,
2.3.3 Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam ,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
2.3.4 Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau
menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu
memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati.
Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan
individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan
“Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak
mampu di selesaikan.

SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang

Skor 1 :Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri.

Skor 2 :Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.

Skor 3 :Mengancam bunuh diri, misalnya “Tinggalkan saya sendiri atau saya
bunuh diri”.

Skor 4 :Aktif mencoba bunuh diri.

Tanda-tanda risiko berat pada Bunuh Diri:


o Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang
bahwa ia ingin mati, yang bisa disertai dengan persiapan terinci.
o Adanya depresi dengan gejala rasa salah dan dosa, rasa putus asa, ingin
dihukum berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga lagi, sangat
berkurangnya nafsu makan, seks, dan kegiatan lain, serta adanya gangguan
tidur yang berat.
o Adanya psikosis, terutama yang impulsif, serta adanya perasaan curiga,
ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya bila pasien mendengar suara
(halusinasi) yang memerintahkan agar ia membunuh dirinya.

2.4 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Tidak ada teori tunggal yang mengungkapkan tentang bunuh diri dan
memberikan petunjuk mengenai cara melakukan intervensi yang terapeutik.
Teori Perilaku menyakini bahwa pencederaan diri merupakan hal yang
dipelajari dan diterima pada saat anak-anak dan masa remaja. Teori psikologi
memfokuskan pada masalah tahap awal perkembangan ego, trauma
interpersonal, dan kecemasan berkepanjangan yang mungkin dapat memicu
seseorang untuk mencederai diri. Teori Interpersonal mengungkapkan bahwa
mencederai diri sebagai kegagalan dari interaksi dalam hidup, masa anak-anak
mendapatkan perlakuan kasar serta tidak mendapatkan kepuasan (stuart dan
sundeen, 1995).
Faktor predisposisi yang lain adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
komunikasi (mengkomunikasikan perasaan), perasaan bersalah, depresi, dan
perasaan yang tidak stabil.
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:
 Diagnosis psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya risiko
bunuh diri adalah antipati, impulsive (daya pendorong yang tiba-tiba),
dan depresi.
 Lingkungan psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
 Faktor biokimia
Data menujukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti
serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG)
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya bunuh diri, terbagi menjadi:
1. Faktor genetic
Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor yang
tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan
peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian
menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak
insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Namun,
“kecenderungan genetik untuk bunuh diri sama sekali tidak menyiratkan
bahwa bunuh diri tidak terelakan”. kata Jamison.
Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak.
miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang
serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh
neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah
neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis
seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar
serotonin yang rendah dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi
minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan
bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang
mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.5

2. Faktor kepribadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi
untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli
mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk
bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-
menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang
mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian
mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan
menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang
berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya
(DomanLum).
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa
mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang
lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya
menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya
merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor
predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian,
dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya
bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi,
putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut
hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya
adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog,
seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua,
pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri
yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi
persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.

3. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan
sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara
yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa
masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam
persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang
tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.

4. Faktor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam
pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan
seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah
keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup,
mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya,
ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta anaknya karena tidak
memiliki uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini
biasanya lebih memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir
hidup.

5. Gangguan mental dan kecanduan


Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang
melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang
terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental
sudah tidak bisa bekerja dengan baik.
Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi,
gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba.
Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90
persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan
demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-
pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang sejenis itu,
angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara yang
mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan,
para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri
ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada
kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti
bunuh diri tidak bisa dielakan.
2.5 Patofisiologi Bunuh Diri

Luka yang terjadi karena disengaja sering terjadi dan pemeriksaannya


biasanya menjadi tugas ahli patologi dan dokter ahli forensik klinik. Kejadian-
kejadian ini terdiri dari : bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri berencana.,
pada akhirnya tidak adanya maksud untuk membunuh, meskipun kematian mungkin
terjadi karena kurang hati-hati.
Salah satu keputusan yang sulit di hadapi oleh ahli patologi dan pemeriksa
medis, dan untuk bertindak yang legal, seperti juga pemeriksa sebab dari kematian,
terdapat perbedaan antara bunuh diri, pembunuhan, dan perlukaan oleh diri sendiri
lainnya. Meskipun ini bukan merupakan juga fungsi yang legal ahli patologi dalam
,menghubung-hubungkan motif, pengalaman mereka dan latihan juga faktor-faktor
yang sering sehingga mereka dapat membuat keputusan dalam pengklasifikasian
kebiasaan-kebiasaan atau cara kematian serta perlukaan.

2.6 Rentang Respon Bunuh Diri


1. Respon Adaptif
Merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang
secara umum berlaku.
2. Respon Maladaptif
Merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat.
Respon maladaptif antara lain:
- Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah,
karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak
berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada
yang membantu.
- Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal
dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan
kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri
yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
- Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan
dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan
depresi berat.
- Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.

2.7 Gambaran Klinis dan Diagnosis


Penelitian menemukan bahwa jenis kelamin laki-laki, ras kulit putih, usia yang lanjut,
dan isolasi sosial meningkatkan risiko bunuh diri yang sepenuhnya. Pasien dengan riwayat
usaha bunuh diri atau tindakan bunuh diri adalah berada dalam risiko, seperti pasien dengan
riwayat penyakit kronis, pembedahan yang baru dilakukan, atau penyakit fisik yang kronis.
Pasien yang juga berada dalam risiko adalah pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, hidup
sendirian, melakukan hubungan gelap dengan terpaksa.
Harapan yang paling baik untuk mencegah bunuh diri adalah deteksi dini dan
pengobatan gangguan psikiatrik yang berperan. Peran usaha bunuh diri sebelumnya dalam
penentuan risiko bunuh diri adalah kompleks. Sebagian besar korban bunuh diri yang
sebenarnya tidak pernah melakukan usaha bunuh diri sebelumnya, dan mereka berhasil
melakuakn bunuh diri pada saat pertama kali. Walaupun setiap orang pernah melakukan
usaha bunuh diri sebelumnya menunjukkan kapasitas perilakunyang merusak diri sendiri,
hanya 10% orang yang berusaha bunuh diri berhasil melakukannya dalam 10 tahun.
Sejumlah bermakna orang yang agresif terhadap diri sendiri memotong atau
membakar dirinya sendiri dalam cara yang jelas tidak mematikan tanpa maksud membunuh
dirinya sendiri. Ditemukan berbagai motivasi, termasuk manipulasi dan penyerangan yang
tidak disadari terhadap orang lain. Secara diagnostik, pasien mungkin memenuhi kriteria
untuk gangguan kepribadian antisosial atau ambang

2.7 Pemeriksaan dan Penatalaksanaan


1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri pada pasien individual berdasarkan
pemeriksaan klinis. Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan riisko
bunuh diri dituliskan dalam Tabel 14-1. Bunuh diri juga dikelompokkan ke dalam
faktor yang berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko rendah.
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangna meninggalkan mereka
sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan berbahaya dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri, nilailah
apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara impulsif dan
tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan (sebagai contohnya,
apakah pasien sendirian dan apakah pasien memberitahukan orang lain?), dan
reaksi pasien karena diselamatkan (apakah pasien kecewa atau merasa lega ?), dan
apakah faktor-faktor yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien dengan
gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai pasien rawat jalan jika
keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika pengobatan dapat
dimulai secara cepat. Selain hali tersebut, perawatan di rumah sakit mungkin
diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia
dalam beberapa hari. Tidak diperlukan pengobatan spesifik pada sebagian besar
kasus. Jika deprsei menetap setelah tanda psokologis dari putus alkohol
menghilang, diperlukan kecurigaan yang tinggi adanya gangguan depresif berat.
Semua pasien yang berusaha bunuh diri yang terintoksikasi oleh alkohol atau obat
harus dinilai kembali jika mereka sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena
mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang akcau dengan
letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari konfrontasi
empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan rasional dan bertanggung
jawab terhadap masalah yang mencetuskan krisis dan bagaimana mereka biasanya
berperan. Keterlibatan keluarga atau teman dan manipulasi lingkungan mungkin
membnatu dalam menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang adalah diindikasikan pada keadaan yang
menyebabkan mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak
mempengaruhi perilaku habitual tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan
manfaat dari rehabilitasi jangka panjang, dan periode singkat stabilisassi mungkin
diperlukan dari waktu ke waktu, tetapi tidak ada pengobatan jangka pendek yang
dapat diharapkan mengubah perjalanannya secara bermakna.
Pencegahan

- Pasien:
1. mengidentifikasi/mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan
pasien
2. melakukan kontak treatment
3. mengajar cara mengendalikan dorongan bunuh diri
4. mendorong pasien untuk berfikir positif dan menghargai diri
5. mengenali pola koping yang digunakan pasien dan menganjurkan pola koping
yang konstruktif kepada pasien
6. membincangkan masa depan pasien dan member dorongan agar pasien dapat
mencapai masa depan yang realistis.

- Keluarga:
1. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis perilaku
bunuh diri yang dialami pasien.
2. Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
3. Melatih keluarga cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri
4. Mendiskusikan sumber rujukan yang ada yang bias dijangkau keluarga
5. Pengawasan ahli keluarga terhadap pasien juga harus diperhatikan.

2.8 Terapi Obat


Seorang pasien yang berada dalam krisis karena kematian atau peristiwa lainnya dengan
lama waktu yang terbatas dapat berfungsi dengan lebih baik setelah mendapatkan sedasi
ringan sesuai keperluan, khususnya jika tidur telah terganggu. Benzodiazepine adalah obat
yang terpilih, dan regimen yang tipikal adalah lorazepam (Ativan) 1 mg satu sampai tiga kali
sehari selama dua minggu. Iritabilitas pasien dapat meningkat dengan pemakaian
benzodiazepine secara teratur, dan iritabilitas adalah faktor risiko untuk bunuh diri, sehingga
benzodiazepine harus digunakan dengan berhati-hati pada pasien yang menunjukkan sikap
bermusuhan. Hanya sejumlah kecil medikasi yang harus diberikan, dan pasien harus diikuti
dalam beberapa hari.
Antidepresan adalah pengobatan definitif untuk banyak pasien yang datang dengan ide
bunuh diri, tetapi adalah tidak umum untuk memulai antidepresan di ruang gawat darurat.
Tetapi, jika depresan, perjanjian follow-up yang pasti harus dilakukan, lebih baik pada hari
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai