Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

DISUSUN OLEH :

M GUSYAMAN MEGA
A31701063

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2017
A. Pengertian
Defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) merupakan suatu
kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti
mandi (hygiene), berpakaian / berhias, makan dan BAB / BAK (toileting).
Sedangkan perawatan diri menurut Riyadi. S dan Harmoko (2012)
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu
harus bisa dilakukan secara mandiri ( Herman, 2011). Defisit perawatan
diri adalah situasi seseorang yang mengalami kelemahan dalam
kemampuan melakukan hal untuk melengkapi aktifitas perawatan diri
secara mandiri (Nita, 2009). Defisit perawatan diri adalah kemampuan
dasar yang dimiliki manusia dalam melengkapi kebutuhannya dalam
kelangsungan hidupnya sesuai kondisi kesehatannya. (Damaiyanti dan
Iskandar, 2012).
B. Jenis-jenis defisit perawatan diri menurut nanda 2017 dan Yosep (2011)
terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri: Mandi
2. Defisit perawatan diri: Perawatan Ganti Pakaian
3. Defisit perawatan diri: Makan dan Minum
4. Defisit perawatan diri: Eliminasi
C. Tanda dan gejala
1. Data objektif
a. Rambut kotor acak acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
2. Data subjektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya
D. Penyebab
Menurut Keliat (2007), masalah kurang perawatan diri meliputi
penyebab antara lain: Faktor Predisposisi meliputi Perkembangan,
Biologis, Kemampuan realitas turun, Sosial. Faktor Prespitasi menurut
Herman (2011) ialah Penurunan motivasi, kerusakan kognisi serta
cemas,lelah yang dialami klien sehingga kurang perawatan diri.
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Menurut Wartonah (2006) ada beberapa faktor persipitasi yang dapat
menyebabkan seseorang kurang perawatan diri. Faktor-faktor tersebut
dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosioekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus dia harus menjaga kebersihan kakinya.
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual,
hambatan lingkungan, cemas, lelah atau lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri (Nanda, 2006).
E. Akibat
1. Dampak fisik
a. Gangguan integritas kulit
b. Gangguan membran mukosa mulut
c. Infeksi pada mata dan telinga
d. Gangguan fisik pada kuku
2. Dampak psikososial
a. Gangguan kebutuhan rasa nyaman
b. Kebutuhan dicintai dan mencintai
c. Kebutuhan harga diri
d. Aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
F. Pohon masalah
Resiko tinggi isolasi sosial efek

Defisit perawatan diri core problem

Penurunan motivasi dan kemampuan causa

G. Fokus pengkaajian
Pengumpulan data yang di lakukan dengan klien yang mengalami
ketidakmampuan dalam perawatan diri, Damaiyanti dan Iskandar (2012)
antara lain: Identitas klien dan penanggung jawab, alasan di rawat,
pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang,
mekanisme koping, pengetahuan, aspek medik, daftar masalah.
H. Diagnosa keperawatan utama
Defisit perawatan diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK.
I. Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
3. Perkenalkan diri dengan sopan
4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Jujur dan menempati janji
7. Tunjukan sikap empati dan menerima klienapa adanya
8. Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar klien
9. Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri dan tandanya
10. Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan
11. Berikan pujian terhadap kemampuan klien menjawab pertanyaan
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Riyadi, S dan H. Harmoko. 2012. Standar Operating Procedure Dalam
Praktik Klinik Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Damaiyanti Mukhripah,dkk.2012.Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT
Refika Aditama
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Jiwa.Yogyakarta : Nuha Medica.
Keliat Anna Budi, dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas :
CMHN (basic course). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Iskandar, M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINAS

DISUSUN OLEH :

M GUSYAMAN MEGA
A31701063

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi atau tangapan dari paca idra tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart, 2013).
Halusinasi adalah sensasi panca indra tanpa adanya rangsangan ,
klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba meskipu tidak
ada sesuatu rangsagan yang tertuju pada kelima panca indra tersebut
(Izzudin, 2006).
Halusinasi adalah perubahan atau gnggua persepsi dimana klie
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (persepsi palsu)
(Maramis, 2005).

B. Jenis Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan medengar suara, terutama suara-suara
orang yang memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual)
Karaketeristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartu yang luas dan
kompleks, penglihata bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijika
seperti darah, urine atau feses. Kadang-kadang bau harum. Biasnya
berhubugan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi perasa (tactile)
Ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tapa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau
orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan.
6. Halusinasi sinestetik
Ditandai dengann merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vema atau arteri, makanan dicerna atau pembentuka urine.
7. Halusinasi kinestetik
Merasakan peregerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Tanda dan gejala
NANDA (2012-2014)
Data subyektif : pasien mengatakan
1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2. Mendegar suara yang mengajak bercakap-cakap
3. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hatu
atau monster
4. Mencium bau-bau seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan
5. Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses
6. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
7. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertetu saat sedang
sendirian
8. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasinya
Data Obyektif :
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendegar sesuatu
4. Menutup telinga
5. Menujuk-nunjuk kearah tertentu
6. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7. Mecium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit
D. Penyebab
1. Faktor predisposisi ( stuart and sundeen,2001 )
a) Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas
perkembangan yang berhubungan dengan pertumbuhan
interpersonal, bila dalam pencapaian tugas perkembangan tersebut
mengalami gangguan akan menyebabkan seseorang berperilku
menarik diri.
b) Faktir biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang
mal adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal
sebagai berikut : Penilaian pencitraan otak sudah mulai
menuunjukan keterlibatanotak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia:lesi pada area frontal temporal dan
limbic paling berhubunggan dengan perilaku psikotik,beberapa
kimia otak dikaitkan dengan gejalaskizofrenia antara
lain:dopain,neurotransmitter dan lain lain.
c) Faktor sosiokultural.
Teori social budaya atau lingkungan meyakini bahwa oang yang
berasal dari sosial ekonomi rendah aatu kondisi orang tua tunggal
dan tidak mempunyai kesempatan mendaptkan penghargaan dari
orang lain yang dapt mempengaruhi gangguan orientasi realita
sehingga memberikan reaksi yang salah dan tidak mampu berespon
terhdap stimulus dari luar.isolasi sosial merupakan factor dalam
gangguan berhubungan.akibat dari dari norma yanfg tuidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia,orang cacat
dan berpenyakit kronis
d) Faktor keluarga.
System keluarga yang terganggu dan Norma keluarga yang tidak
mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga
dengan pihak lain diluar keluarga dapat mengembangkan perilaku
menarik diri.faktor genetic dapat mendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial sehingga menimbulkan perilaku menarik
diri sampai dengan halusinasi.
2. Faktor presipitasi
a) Stressor sosio kultural
- Menurunnya stabilitasi unit keluarga.
- Berpisah dari orang yang berarti dalam keluarga dalam
kehidupannya missalnya karena dirawat di rumah
sakit,perceraian.
b) Stresor psikologik.
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
c) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologist
yang maladptif.
d) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi.
E. Akibat
1. Regresif (malas beraktifitas)
2. Proyeksi (mencoba menjelaskan gangguan persepsi dg mengalihkan
tanggung jawab)
3. Menarik diri
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana klien mengalami
panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-
benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan.
Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain
bahkan merusak lingkungan.
F. Pohon masalah
Menurut Keliat, B.A. (2006) :
Resiko meciderai diri, orang lain
Dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi efek


Pendengaran

Isolasi sosial : menarik diri core problem

Gangguan konsep diri : HDR Causa


G. Fokus pengkajian
H. Diagnosis keperawatan utama
a. Isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah
I. Intervensi
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respons pasien saat
halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien
agar mampu mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien
empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi,
yaitu sebagai berikut.
c. Menghardik halusinasi
d. Bercakap-cakap dengan orang lain.
e. Melakukan aktivitas yang terjadwal.
f. Menggunakan obat secara teratur.
3. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan
1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah
sakit maupun di rumah.
2) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien.

4. Tindakan keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi Ana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi I, Jakarta :
EGC
Maramis, WF. 2004. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.
Stuart GW, Sundeen. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
Huda Nurarif Amin dkk. 2012-2014. NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Jilid 1.
Yogyakarta : Med Action Publishing
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

DISUSUN OLEH :

M GUSYAMAN MEGA
A31701063

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sediri,
hilangnya percaya diri da harga diri, merasa gagal mencapai keinginan
(Keliat, dalam Fitria, 2009).
Harga diri redah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak
diterima lingkungan da gambaran-gambaran negatif tentang dirinya
(Barry, dalam Yosep, 2009).
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berdaya, pesimis,
tidak ada harapan dan putus asa ( DEPKES RI, 2008 ).
Harga diri rendah adalah pengalaman menyendiri seorang individu
dan dirasakan dipaksa karena orang lain dan keadaan yang negatif atau
mengancam (NANDA, 2012-2014)
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. (
Yosep,2009)
B. Jenis harga diri rendah
Menurut Fitria (2009) harga diri rendah dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Harga diri rendah situasional
Adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri
positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon
terhadap suatu kejadian.
2. Harga diri rendah kronik
3. Adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif
mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.
C. Rentan Respon
1. Respon adaptif
a. Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses
dan dapat diterima.
c. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari
dirinya.(Eko P, 2014)
2. Respon Maladaptif
a. Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu
ketika dia tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
b. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk
menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari
orang lain.
c. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
d. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain.(Eko P,2014)

D. Tanda dan gejala


Menurut Keliat (2001) :
Subyektif :
1. Menolak interaksi degan orang lain
2. Merasa sendirian
3. Tidak berminat
4. Merasa tidak diterima
5. Perasaan berbeda dengan orang lain
6. Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
7. Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
Obyektif :
1. Tidak ada kontak mata / menunduk
2. Menyendiri / menarik diri
3. Tidak komunikatif
4. Tindakan tidak berarti / berulang
5. Afek tumpul
6. Afek sedih
7. Adanya kecacatan (misal : fisik dan mental)
E. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjadi tidak mau maupun
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri,
isolasi sosial menarik diri adalah ganggua kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, menggaggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 3363

F. Pohon masalah
Isolasi sosial : menarik diri efek

Gangguan konsep diri : harga diri rendah core problem

Tidak efektifnya koping individu causa

G. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).
Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak),
dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole
(untuk antipsikotik). (Hawari,2001)
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan
latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi
skizofrenia biasnya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.( Eko P,2014)
d. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara
artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang
satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis
terapi kejang listrik 4 – 5 joule/detik. (Maramis, 2005)
H. Diagnosis keperawatan utama
Gangguan konsep diri Harga Diri Rendah b.d tidak efektifnya koping
individu
I. Fokus intervensi
1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai
pasien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
7. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar
pasien

DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N.2009. Prinsip Dasar da aplikasi Penulisan Laporan Pendahulua
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan, Jakarta :
Salemba Medika
Keliat, BA, Dkk.2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Stuart & Sundden. 2009. Priciple & praktice of Psychiatric Nursing, ed.
Ke-5. St Louis : Mosby Year Book
Yosep, I, 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama
Keliat, c. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Yogyakarta:
egc.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH :

M GUSYAMAN MEGA
A31701063

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
A. Pengertian Menarik Diri
Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi
dan hubungan dengan orang lain (Rawlins, 2010).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Hubungan yang sehat dapat digambarkan dengan adanya komunikasi
yang terbuka, mau menerima orang lain, dan adanya rasa empati.
Pemutusan hubungan interpersonal berkaitan erat dengan ketidakpuasan
individu dalam proses hubungan yang disebabkan oleh kurang terlibatnya
dalam proses hubungan dan respons lingkungan yang negatif. Hal tersebut
akan memicu rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari
orang lain.
B. Rentang Respons Sosial
1. Suatu hubungan antarmanusia akan berada pada rentang respons
adaptif dan maladaptif seperti tergambar di bawah ini.
a. Adaptif Maladaptif
Menyendiri (solitude)• Otonomi• Bekerja sama (mutualisme)•
Saling bergantung (interdependence)• Merasa sendiri
(loneliness)• Menarik diri (withdrawal)• Tergantung
(dependent)• Manipulasi• Impulsif• Narsisme
C. Gangguan Hubungan Sosial
1. Menarik diri : menemukan kesulitan dalam membina hubungan
dengan orang lain.
2. Dependen: sangat bergantung pada orang lain sehingga individu
mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri.
3. Manipulasi: individu berorientasi pada diri sendiri dan tujuan yang
hendak dicapainya tanpa mempedulikan orang lain dan lingkungan
dan cenderung menjadikan orang lain sebagai objek.
D. Pengkajian Keperawatan
Objektif
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan
diri dari orang lain.
3. Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-
cakap dengan orang lain.
4. Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan
pembicaraan, atau pergi saat diajak bercakap-cakap.
7. Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri
kurang, dan kegiatan rumah tangga tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.

Subjektif
1. Pasien menjawab dengan singkat “ya”, “tidak”, “tidak tahu”.
2. Pasien tidak menjawab sama sekali.

E. Pohon Masalah

Risiko perubahan persepsi sensori:


halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri


rendah
F. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan
dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
G. Rencana Intervensi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal
berikut.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Berinteraksi dengan orang lain.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan
pasien.
2) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan
nama panggilan yang Anda sukai, serta tanyakan nama
dan nama panggilan pasien.
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang Anda akan
lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan
tempatnya di mana.
5) Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
Daftar Pustaka

Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2009. Keperawatan


Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Stuart dan Laraia. 2015. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing, 8th Edition.
St. Louis: Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2012. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Varcarolis. 2009. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St.Louis:
Elsevier.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH :

M GUSYAMAN MEGA
A31701063

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
A. Pengertian
Risiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart,
2006).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman,
Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara
lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.

Menurut Maramis (2004), bunuh diri (suicide) adalah segala perbuatan


dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan
sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin
pada waktu yang singkat.
B. Jenis Bunuh Diri
Ada macam-macam pembagian bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
Pembagian menurut Emile Durkheim dalam Maramis (2004) yaitu :
1. Bunuh diri egoistik
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang
menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Masyarakat
daerah pedesaan mempunyai integrasi sosial yang lebih baik daripada
daerah perkotaan sehingga angka percobaan bunuh diri juga lebih
sedikit.
2. Bunuh diri altruistik
Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat
dengan suatu kelompok, individu merasa bahwa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya. Contohnya yaitu seorang kapten yang
menolak untuk meninggalkan kapalnya yang tenggelam.
3. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi
antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut
meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan
pegangan dan tujuan, masyarakat dan kelompoknya tidak dapat
memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan
pengawasan terhadap kebutuhannya. Contohnya seseorang yang
mengalami perubahan ekonomi yang drastis lebih banyak melakukan
percobaan bunuh diri.
C. Rentan respon
a. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan
respon malaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat.
b. Respon maladaptif antara lain :
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak
berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena
merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat
sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping
yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis
akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri
yang semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
3. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada
saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
4. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhi
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
D. Tanda dan Gejala
Solomon dalam Maramis (2004) membagi besarnya risiko bunuh diri
dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu yaitu :
1. Tanda-tanda risiko berat
a) Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-
ulang bahwa individu ingin.
b) Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama
terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin
dihukum berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga,
menurunnya nafsu makan san sex, serta adanya gangguan tidur
yang berat.
c) Adanya psikosa, terutama penderita psikosa impulsive, serta
adanya perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin
berbahaya jika penderita mendengar suara yang memerintahkan
untuk membunun dirinya.
2. Tanda-tanda bahaya
a) Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
b) Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis yang
berat dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan
penyakitnya.
c) Ketergantungan obat dan alkohol, alkohol dan beberapa obat
mempunyai efek melemahkan kontrol dan mengubah dorongan
(impuls) sehingga memudahkan bunuh diri.
d) Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam
tanpa sebab organis dapat menimbulkan depresi yang berbahaya.
e) Bertambahnya umur, bertambahnya umur tanpa pekerjaan dan
kesibukan yang berarti dapat menambah perasaan bahwa hidupnya
tidak berguna.
f) Pengasingan diri, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak
dapat lagi menolong dan mengatasi depresi yang berat.
g) Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan
masa depan mempunyai gairah hidup yang kurang daripada
seseorang yang mempunyai keluarga dan kedudukan sosial yang
tinggi.
h) Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan
bunuh diri dianggap sebagai tanda bahaya.
i) Kesukaran penyesuaian diri yang kronis, individu dengan riwayat
hubungan antar individu yang tidak memuaskan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk melakukan suicide.
D. Penyebab
Menurut Yosep, 2010 Secara universal karena ketidakmampuan
individu untuk menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada
individu yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang
mengalami gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan
upaya bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
2. Faktor Biologis lain
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
1) Stroke
2) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
3) DiabetesPenyakit arteri koronaria
4) Kanker
5) HIV / AIDS
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan
negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif
yang berkembang, memandang rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial.
4) Cara untuk mengakhiri keputusan.
E. Akibat
Akibat perilaku bunuh diri adalah cedera atau kematian. Jika
perilaku bunuh diri mengakibatkan kematian maka tindakan yang
dilakukan adalah perawatan jenazah. Cedera yang disebabkan oleh
perilaku bunuh diri sangat dipengauhi oleh cara seseorang melakukan
percobaan bunuh diri, Jika perilaku bunuh diri dilakukan dengan
menggantung maka cedera yang terjadi adalah berupa jejas di leher. Jika
minum racun maka akan terjadi pencederaan di lambung dan saluran
pencernaan. Untuk itu intervensi yang dilakukan juga sangat tergantung
dengan cedera yang terjadi. Resiko bunuh diri dapat mengakibatkan
sebagai berikut :
a. Keputusasaan
b. Menyalahkan diri sendiri
c. Perasaan gagal dan tidak berharga
d. Perasaan tertekan
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan
g. Berbicara lamban, keletihan
h. Menarik diri dari lingkungan social
i. Pikiran dan rencana bunuh diri
j. Percobaan atau ancaman verbal
F. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

Resiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah

G. Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
H. Fokus pengkajian
1. Pengkajian pasien destruktif diri
Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri. Prestasi kehidupan yang
menghina/menyakitkan. Tindakan persiapan metode yang dibutuhkan,
mengatur rencana, membicarakan tentang bunuh diri, memberikan
milik berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.
Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan
pemahaman letalitas dari metode yang dipilih. Kewaspadaan yang
dilakukan agar tidak diketahui.
a. Petunjuk gejala
1) Keputusasaan
2) Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
alam perasaan depresi.
3) Agitasi dan gelisah
4) Insomnia yang menetap
5) Penurunan berat badan
6) Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan
sosial
b. Penyakit psikratrik
1) Upaya bunuh diri sebelumnya
2) Kelainan afektif
3) Alkoholisme dan/atau penyalahgunaan obat
4) Kelainan tindakan dan depresi pada remaja
5) Demensia diri dan status kekacauan mental pada lansia
6) Kombinasi dari kondisi diatas.
c. Riwayat Psikososial
1) Baru berpisah bercerai, atau kehilangan
2) Hidup sendiri
3) Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru
dialami stress kehidupan multiple (pindah, kehilangan, putus
hubungan yang berarti, masalah sekolah, ancaman terhadap
krisis disiplin).
4) Penyakit medik kronik
5) Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat

d. Faktor-faktor kepribadian
1) Impulsif, agresif, rasa bermusuhan
2) Kekakuan kognitif dan negatif
3) Keputusasaan
4) Harga diri rendah
5) Batasan atau gangguan kepribadian antisocial

e. Riwayat keluarga
1) Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri
2) Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme atau
keduanya.

I. Diagnosis Keperawatan Utama


Resiko Bunuh diri b.d harga diri rendah
J. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik:
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2. Perkenalkan nama, nama panggilandan tujuan perawat berkenalan.
3. Tanyakan nama lengkap dan nama penggilan yang disukai klien.
4. Buat kontrak yang jelas.
5. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
6. Tunjukan sikap empati dan
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, 2008, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga


University Press
Stuart dan sundeen . 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. Jakarta :
EGC
Yosep, 2010, Keperawatan jiwa.(Edisi Revisi). Bandung : Refika Aditama.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH :

M GUSYAMAN MEGA
A31701063

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
A. Tanda dan Gejala
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang
dimana melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan
definisi ini, perilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Perilaku kekerasan dapat
terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat sedang berlangsung
atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).(Keliat,
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi
oleh seseorang yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan
kekerasan, baik pada diri sendiri orang lain maupun lingkungan secara
verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik
maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri
sendiri atau orang lain ( Menurut Towsend dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami
perilaku yang dapat membahayakan di klien sendiri, lingkungan termasuk
orang lain dan barang-barang (Menurut Maramis dalam buku Yosep 2011)
B. Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Data subjektif :
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda atua orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan
perilaku kekerasan
2. Data objektif :
a. Keinginan untuk melukai diri sendir, orang lain dan lingkungan
b. Klien suka membentak dan menyerang orang lain
c. Mengungkapkan perasaan marah atau kesal
(Rawlins and Heacoco, 2003).
C. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri:
harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.

D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-
tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya,
seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri
orang lain dan lingkungan.
E. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, efek
orang lain dan lingkungan

Resiko Perilaku kekerasan core problem

Gangguan konsep diri : harga diri rendah cause

F. Fokus pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi :


1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
psiritual.
a. Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, taki kardi, muka merah, pupil menebal, pengeluaran
urine meningkat. Paad gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatuk tangan di kepel, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang di keluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah karena tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, ngamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran pasca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya di olah dalam
proses intelaktual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara pasien marah, mengidentifikasi penyebab
kemarahan bagai mana informasi di proses, di klarifikasi dan di
integrasikan.
d. Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku orang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan
disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti
aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan nilai moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang di manifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat
dilukiskan sebagai berikut; aspek fisik terdiri dari muka merah,
pandangan tajam, napas pendek, dan cepat, berkeringat sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
Aspek emosi: tidak adekuat, tidak aman, debdam, jengkel. Aspek
intelektual : mendominasi bawel , sarkasme, berdebat,
meremehkan. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
G. Diagnosis Keperawatan utama
1. Resiko perilaku kekerasan b.d harga diri rendah
H. Intervensi
- Beri salam dan panggil nama klien
- Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
- Jelaskan maksud hubungan interaksi
- Jelaskan kontrak yang akan dibuat
- Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
- Lakukan kontak singkat tetapi sering
- Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/ kesal.
- Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
- Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.
DAFTAR PUSTAKA
Direja, A. H. (2011). Buku ajar keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha medika.
Keliat, B. A. (2012). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. jakarta: EGC.
Keliat, B. A. (2012). Model praktik keperawatan profesional jiwa. jakarta:
EGC.
Wati, F. K. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. jakarta: Salemba Medika.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. jakarta: revita aditama.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

DISUSUN OLEH :

M GUSYAMAN MEGA
A31701063

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah
termasuk gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah
seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada penderita skizofrenia.
B. PROSES TERJADINYA WAHAM
1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need) Waham diawali
dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya
pasien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi
yang salah. Hal itu terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan
(reality), yaitu tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri
(self ideal) yang sangat ingin memiliki berbagai kebutuhan, seperti
mobil, rumah, atau telepon genggam.
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem) Kesenjangan antara
ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu,
dan tidak berharga.
3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and
external) Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa
apa yang ia yakini atau apa yang ia katakan adalah kebohongan,
menutupi kekurangan, dan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun,
menghadapi kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting, dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara
adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak
merugikan orang lain.
4. Fase dukungan lingkungan (environment support) Dukungan
lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam
lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan
pasien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai
terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (superego)
yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase nyaman (comforting) Pasien merasa nyaman dengan keyakinan
dan kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu
akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai
halusinasi pada saat pasien menyendiri dari lingkungannya.
Selanjutnya, pasien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi
sosial (isolasi sosial).
6. Fase peningkatan (improving) Apabila tidak adanya konfrontasi dan
berbagai upaya koreksi, keyakinan yang salah pada pasien akan
meningkat. Jenis waham sering berkaitan dengan kejadian traumatik
masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham
dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
C. KLASIFIKASI WAHAM
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya
ini direktur sebuah bank swasta lho..” atau “Saya punya beberapa
perusahaan multinasional”.
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi
tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua
memasukkan racun ke dalam makanan saya”.
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya,
“Kalau saya mau masuk surga saya harus membagikan uang kepada
semua orang.”
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular ganas”, setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi
pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Ini
kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh”.
D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan
dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan, atau
kekayaan luar biasa, serta pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh
orang lain atau sekelompok orang. Selain itu, pasien menyatakan perasaan
mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi,
sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang
berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara
memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa
tidak percaya kepada orang lain, dan gelisah. Menurut Kaplan dan Sadock
(2010) beberapa hal yang harus dikaji antara lain sebagai berikut.
1. Status mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat
normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Suasana hati (mood) pasien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang
peningkatan identitas diri dan mempunyai hubungan khusus
dengan orang yang terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan
adanya kualitas depresi ringan.
f. Pasien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang
menonjol/menetap kecuali pada pasien dengan waham raba atau
cium. Pada beberapa pasien kemungkinan ditemukan halusinasi
dengar.
2. Sensorium dan kognisi (Kaplan dan Sadock, 2010)
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali
yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif pasien dengan utuh (intact).
c. Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight)
yang jelek.
d. Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan
dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan
kondisi pasien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa
sekarang, dan yang direncanakan. Tanda dan gejala waham dapat
juga dikelompokkan sebagai berikut.
1) Kognitif
1. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
2. Individu sangat percaya pada keyakinannya.
3. Sulit berpikir realita.
4. Tidak mampu mengambil keputusan.
2) Afektif
1. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Afek tumpul.
3) Perilaku dan hubungan sosial
1. Hipersensitif
2. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
3. Depresif
4. Ragu-ragu
5. Mengancam secara verbal
6. Aktivitas tidak tepat
7. Streotif
8. Impulsif
9. Curiga
4) Fisik
1. Kebersihan kurang
2. Muka pucat
3. Sering menguap
4. Berat badan menurun
5. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur
E. Pohon Masalah

Risiko kerusakan komunikasi verbalPerubahan

Perubahan proses pikir: waham

Gangguan konsep diri:harga diri rendah: kronis


F. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah.
G. RENCANA INTERVENSI

Tindakan Keperawatan untuk Pasien

1. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali
bertemu pasien.
b. Bantu orientasi realitas.
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari.
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya,
dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal
sampai pasien berhenti membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai
dengan realitas.
c. Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan
marah.
1) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pasien.
2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki.
3) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
4) Berdiskusi tentang obat yang diminum.
5) Melatih minum obat yang benar.
3. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan
1) Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.
2) Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi
kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya.
3) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien
secara optimal.
b. Tindakan

1) Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami


pasien.
2) Diskusikan dengan keluarga tentang hal berikut.
a. Cara merawat pasien waham di rumah.
b. Follow up dan keteraturan pengobatan.
c. Lingkungan yang tepat untuk pasien.
d. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama
obat, dosis, frekuensi, efek samping, akibat penghentian
obat).
e. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang
memerlukan konsultasi segera.
Daftar Pustaka

Kaplan dan Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis. Jilid I. Edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara.
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:
Surabaya.
Stuart dan Laraia. 2009. Principles dan Pratice of Psychiatric Nursing. 8th Edition.
St.Louis: Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2009. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Varcarolis. 2010. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St. Louis:
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai