Anda di halaman 1dari 7

Displasia

Displasia menunjukan adanya perubahan atipik yang terjadi akibat irisan menahun. Displasia
dapat disebut sebagai reproduksi sel secara terkendali. Dan sering erat hubungannya dengan
keganasan, karena dapat berubah menjadi tidak terkendali. Paling sering terdapat pada sel-sel
epitel, yang mengalami perubahan bentuk dan ukuran, sehingga orientasinya arsitektur
normalnya hilang. Contoh nyata terdapat pada brokin seorang perokok menahun dan pada
serviks. (Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC. 2000. h 5-7)

Hipertrofi

Hipertropi menunjukan adanya pembesaran masing-,asing sel, yang berakibat membesarnya


massa jaringan seluruhnya, tanpa menambah jumlah selnya. Biasanya terjadi sebagai respons
organ tertentu terhadap peningkatan kerja jaringan tersebut. Contoh hifertrofi fisiologis
adalah membesarnya otot-otot akibat latihan. Hepertrofi juga dapat disebakan oleh kebutuhan
fungsi yang meningkat seperti hipertensi sistematik, dimana miokard harus memompa
dengan tekanan yang lebih besar dan ukuran sel otot miokard meningkat (Tambayong J.
Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC. 2000. h 5-7)

Hiperpalsia

Pada hiperplasia, pembesaran massa jaringan disebabkan oleh bertambahanya sel-sel yang
mennyusunnya. Apakah yang terjadi itu hiperplasia atau hipertrofi tergantung kemampuan
regenerasi sel-sel yang menyusunnya.

Hiperplasia fisiologis terjadi pada pubertas dan kehamilan. Hipeplasia kompensastorik terjadi
pada organ yang sanggup memulihkan jaringan yang hilang contohnya hati.

Hiperplasia patologis terjadi pada organ dengan sel-sel yang dapat bergenerasi, yang
dirangsang abnormal contonya tiroid dan paratiroid. Hiperpalsia diakibatkan oleh stimulus
yang tidak diketahui dan hampir selalu berhenti setelah stimulus dihilangkan, repdoduksi
yang terkontrol ini adalah gambaran penting yang membedakan hiperplasia dari neoplasia.
Terdapat hubungan yang erat antara hiperplasia patologis tertentu dan keganasan
(malignansi). (Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC. 2000. h 5-7)

Metaplasia adalah perubahan yang revensibel, yaitu satu jenis sel diganti oleh jenis sel lain.
Biasanya terdapat pada bronkitis menahun pada perokok: epitel bertingkat silindris bersilia
bersel goblet diganti oleh epitel berlapis gepeng, yang lebih tahan terhadap asap rokok.
Metaplasia sering merupaka awal dari proses keganasan. (Tambayong J. Patofisiologi untuk
keperawatan. Jakarta : EGC. 2000. h 5-7)

Adaptasi sel terjadi jika stresor fisologik atau patologik menimbulkan suatu keadan baru yang
menggubah sel tetapi sel tersebut tetap dapat mempertahankan viabilitasnya dalam
menghadapi stimuli eksogen tersebut.

Perubahan ini meliputi :

Hiperplasia ( peningkatan jumlah sel)

Hipertrofi ( peningkatan massa sel )

Atrofi (penurunan massa sel)

Metaplasia ( perubahan suatu jenis sel matur menjadi jenis lain)

- Jejas ireversibel menunjukan perubahan sel yang dapat kembali menjadi normal jika
rangsangan dihilangkan atau jika penyebab jejasnya ringan.
- Jejas ireversibel terjadi jika stresornya melampaui kemampuan sel untuk beradaptasi
dan menunjukan perubahan patologik permanen yang menyebabkan kematian sel.
Dua macam pola morfologik dan mekanik dari kematian sel adalah nekrosis dan
apoptosis. Nekrosis selalu mempresentasikan sebuah proses patologik, namun
apoptosi dapat pula berperan dalam beberapa fungi normal (misalnya dalam
embriogenesis ) dan tidak selalu berkaitan dngan jejas sel :
- Nekrosis merupakan tipe kematian sel yang lebih sering ditemukan dan melibatkan
pembengkakan sel yang berat, denaturasi serta koagulasi protein, pemecahan organel
sel, dan reptura sel. Biasanya, sejumlah besar sel dalam jaringan sekitarnya turut
terkena.
- Appoptasis terjadi jika sebuah sel mati karena pengaktifan program “bunuh diri” yang
bersifat internal dan melibatkan penguraian komponen-komponen sel secara
terkoordinasi ; hanya terjadi disrupsi minimal jaringan disekitarnya. Secara morfolgik,
terjadi kondensasi dan fragmentasi kromatin.

Penyebab jejas sel

- Kekurangan oksigen (hipoksia) memempengaruhi respirasi aerob dan dengan


demikian mempengaruhi kemampuan menghasilkan adenosis trifosfat (ATP).
Penyebab jejas dankematian sel yang sangat penting dan sering kita jumpai ini terkai
akibat :
 Iskemia (gangguan pasokan darah )
 Oksigenasi yang tidak adekuat (misalnya, kegagalan kardiorespirasi)
 Hilangnya kemampuan darah untuk membawa oksigen (misalnya, anemia,
keracunan karbon monoksida)
 Agen fisik yang meliputi trauma, suhu panas, suhu dingin, iradiasi dan
sengatan arus listrik
 Agen kimiawi dan obat-obatan yang meliputi preparat terapeutik, racun,
polutan lingkungan dan “stimuli sosial” (alkohol serta narkotika)
 Angen infeksius yang meliputi virus, bakteri, fungsi dan parasit

Apoptosis

Kematian sel yang terprogram (apoptosis) terjadi ketika sebuah sel mati dengan
mengaktifkan program bunuh-diri internal yang diatur dengan ketat. Fungsi apoptasis adalah
untuk menghilangkan secara selektif sel yang tidak dikehendaki, dengan seminimal mungkin
mengganggu sel di sekitar dan tubuh hospes. Membran plasma sel tetap utuh, tetapi
strukturnya berubah sehingga sel mengalami apoptosis tersebut menjadi sasaran
fagositosis.sel yang mmengalami apoptosis tersebut menjadi sasaran fagositosis. Sel yang
mati itu dengan cepat dibersihkan sebelum isinya merembas keluar, sehingga kematian sel
lewat lintasan ini tidak akan memicu reaksi inflamasi dalam tubuh hospes. Jadi, apoptosis
secara fundamental berbeda dengan nekrosis, yang ditandai oleh hilangnya integritas
membran, pencernaan enzimatik sel dan kerapkali oleh reaksi hospes. Namun, apoptosis serta
nekrosis acapkali terdapat secara bersama-sama danbia memiliki ciri serta mekanisme yang
sama.

Penyebab Apoptosis

Apoptosis dapat bersifat fisiologik atau patologik.

Penyebab fisiologik

 Destruksi sel yang terprogram selama embriogenesis


 Involusi jaringan yang bergantung-hormon (misalnya, endometrium, prostat pada
orang dewasa
 Penghapus sel dalam populasi sel yang mengadakan proliferasi (misalnya, epitel
kripta intestin) untuk mempertahankan jumlah sel yang tetap
 Kematian sel yang sudah melaksanakan tugasnya (misalnya sel neutrofil sesudah
respon inflamasi akut)
 Penghapusan limfosit swareaktif yang berpotensi berbahaya
 Kematian sel yang ditimbulkan oleh sel-sel T sitotoksik (untuk menghilangkan sel
yang terinfeksi virus atau sel neoplasma).

Penyebab patologik
 Kematian sel yang ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menyebabkan
jejas. Jika mekasisme perbaikan DNA tidak dapat mengatasi kerusakan yang
ditimbulkan (misalnya, oleh radiasi atau obat sitotoksis), membunuh dirinya
sendiri melalui apoptosis melakukan mutasi atau translokasi yang dapat
mengakibatkan malformasi maligna. Terdapat berbagai rangsangan yang
menyebabkan jejas ringan (termasuk panas dan hipoksia) dapat memicu apoptosis;
namun, rangsangan yang sama denga takaran yang lebih besar mengakibatkan
nekrosis. Peningkatan MPT karena sebab apa pun akan menimbulkan apoptosis.
Stres pada retikulum endoplasma yang ditimbulkan oleh akumulasi protein yang
tidak terlipat juga akan memicu apoptosis.
 Kematian sel pada beberapa infeksi virus tertentu ( misalnya hepatitis)
 Atrofi patologik dalam organ parenkimal pascaobstruksi saluran (misalnya,
pankreas)
 Kemtain sel pada tumor.

Atrofi

Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat menjadi suatu respon
adaptif yang timbul sewaktu terjadi penurunan beban kerja sel atau jaringan. Dengan
menurunnya beban kerja, maka kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini
menyebabkan sebagian besar struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma,
vesikel intrasel, dan protein kontraktil, menyusut.

Atrofi dapat terjadi akibat sel/ jaringan tidak digunakan misalnya, atot individu yang
mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (grativitasi nol). Atrofi juga dapat
timbul sebagai akibat penurunan rangsangan hormon atau saraf terdapat sel atau jaringan. Hal
ini tampak pada payudarah wanita pascamenopause atau atrofi pada otot rangka setelah
pemotongan korda spinalis. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai respons terhadap defisiensi
nutrisi dan dijumpai pada orang yang mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga
terjadi akibat insufisiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital dan oksigen
terhambat. (Corwin JE. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2007 Hal 23-25)

Penting di perhatikan bahwa terjadinya atrofi tidak hnaya berhentinya pertumbuhan tetapi
juga pengurangan yang aktif dari ukuran sel atau jumlah sel, yang diperantarai oleh
apoptosis. Proses atrofi terjadi baik dalam kondisi fisiologis maupun patologis.

- Atrofi fisiologis terjadi mulai awal kehidupan embriologik, sebagai bagian dari proses
morfogenesis, sampai memasuki umur lanjut, dimana hasil yang didapat merupakan
eksistensi yang merugikan. Contoh atrofi fisiologik pada jaringan sebagai berikut :
1. Embrio dan fatus di awal dewasa
2. Lipatan branklal notokard di timus
3. Duktus tiroglosus di akhir dewasa dan usia lanjut
4. Duktus mulleri (pria) di testis
5. Duktus wolifian (wanita) di uterus, endometrium
6. Pembuluh darah di gusi
7. Umbilikus di mandibula (terutama edentulus)
8. Kortek adreanal di celebrum

Atrofi patologis ada beberapa kondisi dimana atrofi dapat terjadi yaitu sebagai berikut :

1. Berkurangnya fungsi pada tungkai yang tidak di gunakan karena patah tulang
2. Hilangnya persyarafan pada otot seperti yang terlihat pada pemotongan saraf atau
pada poliomielitis, dima terdapat hilangnya sel tanduk anterior (anterior horn cells)
dari medula spinalis, pada paraplegia, hilangnya persarafan seluruh daerah kaki dapat
juga menyebabkan atrofi tulang yang kemudian meenderita osteoporotik.
3. Hilangnya pasokan darah keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya atrofi sebagi
hasil anoksia jaringan, yang juga bisa karena lambat dan berkurangnya aliran darah.
4. Atrofi tekanan terjadi pada jaringan yang mendapat tekanan baik karena faktor
eksogen (atrofi kulit dan jaringan lunak daerah sakrum pada penderita yang tidur lama
atau faktor endogen atrofi dinding pembuluh darah karena desakan tumor.
5. Kekurangan makanan dapat menyebabkan terjadinya atrofi jaringa lemak, usus, dan
pankreas atau pada keadaan yang ekstrem otot.
6. Hilangnya rangsangan endokrin atrofi pada organ tujuannya hormon dapat terjadi
apabila rangsagan endokrin tidak mencukupi. Contohnya kelenjar adrenal menjadi
atrofi karena berkurangnya sekresi ACTH.
7. Atrofi hormonal dapat dilihat pada kulit sebagai akibat aksi penghambat pertumbuhan
kortikosteroid. (Underwood JCE. Patologi umum dan sistematik. Vol.1/ J.C.E.
Underwood; editor edisi bahasa indonesia, Sarjadi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999. Hal
99-101)

Hipertrofi

Hipertrofi adalah bertambahnya ukurann suatu sel atau jaringan. Hipertrofi adalah suatu
respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan
sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur
intrasel, dan protein kontraktil. Kondisi ini membuat sintesis protein meningkat.

Hipertrofi terutama dijumpai pada sel-sel yang tidak dapat beradaptasi terhadap peningkatan
beban kerja dengan cara meningkatkan jumlah mereka (hiperplasia) melalui mitosis. Contoh
sel yang tidak mengalami mitosis, tetapi mengalami hipertrofi, adalah sel otot rangka dan
jantung. Otot polos dapat mengalami hipertrofi mau pun hiperplasia. Terdapat tiga jenis
utama hipertrofi: fisiologis, patologis, dan kompensasi.

Hipertrofi fisiologis, terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat
yaitu peningkatan massa/ ukuran otot setelah berolahraga).

Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit, misalnya, hipertrofi
ventrikel kiri sebagai respons terhadap hipertensi kronik dan peningkatan beban kerja
jantung.
Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang
telah mati. Contoh, hilangnya suatu ginjal menyebabkan sel-sel di ginjal yang masih ada
mengalami hipertrofi sehingga terjadi peningkatan ukuran ginjal secara bermakna. (Corwin
JE. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2007 Hal 23-25)

Hiperplasia

Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat pengkatan
mitosis. Hiperplasia dijumpai pada sel-sel yang dirangsang oleh peningkatan beban kerja,
sinyal hormon, atau sinyal yang dihasilka secara lokal sebagai respons terhadap penurunan
kepadatan jaringan. Hiperplasia hanya dapat terjadi pada sel-sel yang mengalami mitosis,
misalnya sel, hati, ginjal, dan jaringan ikat. Hiperplasia dapat bersifat fisiologis, patologis,
atau dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap kehilangan atau cedera jaringan.

Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama stadium
folikular pada siklus mestruasi.

Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat perangsangan hormon yang berlebihan. Hal ini di
jumpai pada akromegali, suatu penyakit jaringan ikat yang di tandai oleh kelebihan hormon
pertumbuhan.

Hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti jumlah sel
yang sebelumnya mengalami penuruna. Hiperplasia ini di jumpai di sel hati, setelah
pengangkatan sebagian jaringan hati melalui pembedahan. Hiperplasia kompensasi terjadi
dengan kecepatan yang sagat mencolok. (Corwin JE. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta
: EGC ; 2007 Hal 23-25)

Metaplasia

Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtipe ke subtipe lain-nya. Metaplasia biasanya
terjadi sebagai respon terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan
kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yag lain mampu bertahan
terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula. Walaupun sel
metaplasia adalah sebuah tanda iritasi selular yang signifikan.

Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel
kolumanar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebgai respons terhadap merokok
jagka panjang. Sel bersilia, yang penting untuk mengeluarkan kotoran, mikroorganisme, dan
toksin di saluran pernapasan, mudah mengalami cedera oleh asap rokok. Sel epitel bertingkat
lebih mampu bertahan terhadap kerusakan asap rokok. Sayangnya sel-sel ini tidak memiliki
peran pelindung seperti sel-sel bersilia. Karsinoma sel skuamosa adalah jenis kanker paru
tersering di Amerika serikat. (Corwin JE. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC ;
2007 Hal 23-25)

Displasia

Displasia adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang berbeda
ukuran, bentuk, dan penampakannya dibandingkan sel asalnya. Displasia tampak terjadi pada
sel yang terkena iritasi dan peradangan kronik. Walaupun perubahan sel ini tidak bersifat
kanker, displasia adalah saluran pernapasan (terutama sel skuamosa yang muncul akibat
metaplasia) dan serviks wanita. Displasia serviks biasanya terjadi akibat infeksi sel oleh virus
papiloma manusia (human papilloma virus, HPV). Displasia biasaya diklasifikasikan dalam
suatu skala untuk menggambarkan derajatnya, dari ringan samapi berat. (Corwin JE. Buku
saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2007 Hal 23-25)

Hipoplasia adalah kegagalan pembentukkan organ, ialah kegagalan mencapai ukuran normal
sebagi konsekuensi kegagalan perkembangan. Karenanya hipoplasia merupkan kegagaglan
marfogenesis contoh hipoplasia adalah kegagalan pembentukan tungkai pada orang dewasa
yang menderita spina bifida yang berat dan kurangnya persarafan pada tungkai bawah.
(Underwood JCE. Patologi umum dan sistematik. Vol.1/ J.C.E. Underwood; editor edisi
bahasa indonesia, Sarjadi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999. Hal 99-101)

Anda mungkin juga menyukai