Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Pengertian Kelarutan
Sistem biner fenol air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat solubilitas timbal balik
antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Solubilitas (kelarutan) adalah
kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solut), untuk larut dalam suatu pelarut
(solven). Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut
di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut
dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan
jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta
(part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan
sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi). Molekul komponen-
komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan,
tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut
dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk
suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut; hal ini memungkinkan interaksi antara zat
terlarut dan pelarut tetap stabil. Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke
dalam pelarut, pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi.
Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik
padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam
larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik
tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti
temperature, tekanan, dan kontaminasi (Isnaeni, 2013).
Larutan ideal mem punyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Pada pengenceran komponennya todak mengalami perubahan sifat.
2. Tidak terjadi perubahan panas pada pembuatan atau pengenc eran.
3. Volume total ad alah jumlah volume komponennya.
4. Mengikuti huku m Raoult tentang tekanan uap.
5. Sifat fisiknya addalah rata-rata sifat fisika penyusun.
( Sukardjo,1989 )

II-1
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

II.1.2 Faktor – Faktor Kelarutan


Faktor yang mempe ngaruhi kelarutan adalah :
1. Sifat dari solut dan solvent
Solut yang polar akan larut dalam solven yang polar pula. M isalnya garam-
garam anorganik larut dalam air. Solut yang nonpolar larut dalam solvent yang
nonpolar pula. Misalnya alkaloid basa ( umumnya senyawa organik) larut dalam
klorroform.
2. Cosolvensi
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya
penambahan pelarut lain atau modif ikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin atau solution petit.
3. Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar
larut memerlukan banyak p elarut.
Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah :
a. Dapat larut dalam air
Semua garam klorid a larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut
kecuali nitrat base.Semua garam sulfat larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.
b. Tidak larut dalam air
Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3. Semua oksida dan
hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH, BaO, Ba(OH)2, semu a garam phosfat
tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3.
4. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat pa dat tersebut
dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
5. Salting Out
Salting Out adalah Peri stiwa adanya zat terlarut tertentu yang mem punyai kelarutan
lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kela rutan zat utama
atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelaruta n minyak
atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl je
nuh.
6. Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kela rutan zat utama
dalam solven menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut dala m air
tetapi larut dalam larutan yang mengandun g Nicotinamida.
7. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi anta ra senyawa tak
larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya Iodium
larut dalam larutan KI atau NaI jenuh. Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh :
a. Ukuran partikel : Makin halus solute, makin kecil ukuran partikel makin luas
permukaan solute yang kontak d engan solvent, solute makin cepat larut.
b. Suhu : Umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelarutan solute.
c. Pengadukan.
8. Tekanan
Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat pada zat cair, tetapi
berpengaruh pada daya larut gas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

(Sukardjo, 2002)

II.1.2 Larutan Elektrolit


A. Elektrolit Kuat
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya han tar listrik yang kuat,
karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi ion-
ion (alpha = 1). Yang tergolong elektrolit kuat adalah:
a. Asam-asam kuat, sep erti : HCl, HClO3, H2SO4, HNO3 dan lain-lai n.
b. Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH,
KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 d an lain-lain.
c. Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-lain
B. Elektrolit Lemah
Larutan elektrolit lema h adalah larutan yang daya hantar listrikny a lemah dengan harga
derajat ionisasi sebesar: 0 < alpha < 1.Yang tergolong elektrolit lemah adalah:
a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain.
b. Basa-basa lemah sepe rti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain.
c. Garam-garam yang su kar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan l ain-lain
C. Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena
zat terlarutnya di dala m pelarut tidak dapat menghasilkan ion- ion (tidak mengion).
Tergolong ke dalam laru tan non-elektrolit misalnya:
Larutan urea, larutan sukrosa, larutan glukosa, larutan alkohol dan lain-lain
(Chemistnidu, 2011)
II.1.3 Fenol
Fenol dapat diguna kan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister
saat mempraktikkan pembedah an antiseptik. Fenol merupakan komponen u tama pada
anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorofenol). Fenol juga
merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik. (Wi
kipedia, 2013)
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan Bagian dari produksi aspirin,
pembasmi rumput liar, da n lainnya. Selain itu fenol juga berfungsi dalam sintesis senyawa
aromatis yang terdapat da lam batu bara. Turunan senyawa fenol (f enolat) banyak terjadi
secara alami sebagai flavo noid alkaloid dan senyawa fenolat yang lain. Contoh dari senyawa
fenol adalah eugenol yang merupakan minyak pada cengkeh (Wikipedia, 2013).
Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang
terbuka. Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan ini sering
digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di
kamp-kamp konsentrasi, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh
dokter ke vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke jantung dapat
mengakibatkan kematian la ngsung (Wikipedia, 2013).
Senyawa fenol dibedakan atas dua jenis utama yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

A. Berdasarkan jalur pembuatannya :


1. Senyawa fenol yang b erasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.
2. Senyawa fenol yang b erasal dari aseta malonat.
3. Ada juga senyawa fe nol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur biosintesadari
senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shiki mat dan senyawafenol
yang berasal dari asetta malonat yaitu senyawa-senyawa flavonoid.
B. Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang dapat diganti oleh gugus hidroksil maka ada tiga
golongan senyawa fenol yaitu :
1. Fenol monovalen
Jika satu atom H da ri inti aromatik diganti oleh satu gugusan OH atau bisa disebut
dengan fenol yang hanya mengikat satu gugus hidroksil. Contoh: Phenol, o-
Chorophenol, m-Cres ol, p-Hydroxybenzoic acid.
2. Fenol divalen
Adalah senyawa yanng diperoleh bila dua atom hidrogen pada inti aromatik diganti
dengan dua gugus hiddroksil. Dan merupakan fenol bervalensi dua.
3. Fenol trifalen
Adalah senyawa yan g diperoleh bila tiga atom hidrogen pada inti aromatik diganti
dengan tiga gugus hi droksil.
(Saputri, 2010).
Sifat-sifat fenol :
a. Mengandung gugus OH, terikat pada sp2-hibrida b. Mempunyai titik didih yang tinggi
b. Mempunyai rumus molekul C6H6O atau C6H5OH
c. Fenol larut dalam pelarut organik
d. Berupa padatan (kristal) yang tidak berwarna
e. Mempunyai massa molar 94,11 gr/mol
f. Mempunyai titik didih 181,9°C
g. Mempunyai titik beku 4 0,9°C
h. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat
yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anionfenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan
dalam air.
i. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat
mempraktikkan pembe dahan antiseptik. Fenol merupakan ko mponen utama pada
anstiseptik dagang, trik lorofenol atau dikenal sebagai TCP (trich lorofenol).Fenol juga
merupakan bagian komp osisi beberapa anestitika oral, misalnya sem protan kloraseptik.
4. g. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi
rumput liar, dan lainnya . Selain itu fenol juga berfungsi dalam sintesis senyawa aromatis
yang terdapat dalam b atu bara. Turunan senyawa fenol (fenolat) banyak terjadi secara
alami sebagai flavonoi d alkaloid dan senyawa fenolat yang lain. Contoh dari senyawa
fenol adalah eugenol ya ng merupakan minyak pada cengkeh.
5. h. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang
terbuka.
(Wikipedia, 2013)
II.1.4 Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

Keadaan air yang b erbentuk cair merupakan suatu keadaan yang tidak umum dalam
kondisi normal, terlebih lag i dengan memperhatikan hubungan antara hiidridahidrida lain
yang mirip dalam kolom oksigen pada tabel periodik yang mengisyaratkan bahwa air
seharusnya berbentuk gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan memperhatikan tabel
periodik, terlihat bahwa unsur-unsur yang m engelilingi oksigen adalah nitrogen, flour, fosfor,
sulfur, dan klor. Semua elemen-elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen akan m
enghasilkan gas pada temperature dan tekanan normal. Alasan mengapa hidrogen berikatan
dengan oksigen membentuk fase berkeadaan cair, adalah karena oksigen lebih bersifat
elektronegatif dibandingkan elemen-elemen lain tersebut kecuali flor (Wikipedia, 2013).
Tarikan atom oksig en pada elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang
dilakukan oleh atom hidrogen, meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom
hidrogen, dan jumlah muatan negatif pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap atom
tersebut membuat molekull air memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik listrik
antar molekul-molekul air akibat adanya dipol ini membuat masing- masing molekul saling
berdekatan, membuatnya s ulit untuk dipisahkan dan yang pada akhirnya menaikkan titik
didih air. Gaya tarik-menarik ini disebut sebagai ikatan hidrogen (Wikipedia, 2013).
Air sering disebut sebaga pelarut universal karena air melarut kan banyak zat kimia.
Air berada dalam kesetim bangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan
temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen
(H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-). Tingginya konsentrasi
kapur terlarut membuat warna air dari Air Terjun Havasu terlihat berwarna turquoise
(Wikipedia, 2013).
Sifat-sifat air, yaitu :
a. Dua molekul hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen.
b. Air bersifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa pada kond isi standar,yaitu pada
tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0°C).
c. Air merupakan suatu peelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberap a jenis gas dan
banyak macam pelarut organik.
d. Air menempel pada sesa manya (kohesi) karena air bersifat polar. Air juga mempunyai
sifat adesi yang tinggi disebabkan oleh sifat alami kepolarannya.
e. Air memiliki tegangan permukaan yang besar yang disebabkanole h kuatnya sifat kohesi
antar molekul-molekul air.
f. Mempunyai massa molar:18,0153 gr/mol. Air mempunyai densitas 0,998 gr/cm3 (berupa
fase cairan pada 20°C) , dan mempunyai densitas 0,92 gr/cm3 (berupa fase padatan).
g. Mempunyai titik lebur: 0°C, 273,15 K, 32°F. Mempunyai titik did ih: 100°C, 373,15 K,
212°F. Kalor jenis air ya itu 4184 J/(kg.K) berupa cairan pada 20°C.
(Wikipedia, 2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

II.2 Aplikasi Industri


Pada akhir bulan Mei 2006 lalu telah terjadi peristiwa meluapnya lumpur panas di
Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan lumpur panas tersebut berjarak 150-500 m dari
sumur Banjar Panji-1 (BJP-1) yang merupakan sumur eksplorasi gas milik perusahaan
tambang PT Lapindo Brantas Inc. (Anonim, 2006). Berdasarkan data yang dikutip dari
Wikipedia, bahwa hasil pengujian terhadap kandungan lumpur yang dilakukan di tiga
laboratorium (Sucofindo, Corelab, dan Bogorlab) menunjukkan adanya sejumlah senyawa
kimia baik senyawa organik maupun anorganik. Diantara senyawa organik yang paling
menonjol yang terdapat dalam lumpur dan air lumpur Lapindo adalah fenol dan triklorofenol.
Bahkan berdasarkan hasil uji dari tim peneliti Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP)
yang melakukan pengujian terhadap beberapa sampel air lumpur dari pond lumpur maupun
rembesan dan air treatment, menunjukkan konsentrasi senyawa fenol di atas baku mutu yakni
lebih besar dari 1 mg/L. Senyawa fenol merupakan salah satu bahan pencemar yang sering
menimbulkan masalah di lingkungan. Bahkan menurut Dong et al., (1992) senyawa fenol
merupakan jenis polutan yang berbahaya karena bersifat toksik. Senyawa fenol dalam
perairan memiliki sifat racun terhadap organisme hidup seperti ikan yaitu pada kisaran 1000
g/L untuk fenol, 200 g/L untuk kresol, 50 g/L untuk 4-klorofenol, 15 g/L untuk 2-klorofenol,
dan 5 g/L untuk 2,4-diklorofenol. Senyawa fenol lainnya yang juga beracun adalah penta
klorofenol (PCP). Fenol dikenal sangat reaktif terhadap jaringan tubuh manusia, dapat
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Fenol juga beracun terhadap sistem
pernafasan dan dapat mengakibatkan rusaknya jaringan sistem saraf apabila termakan atau
terhisap terus-menerus. Efek racun ini akan bertambah besar dengan banyaknya substituen
yang terikat pada fenol terutama gugus klor. Senyawa fenol seringkali dijumpai dalam
lingkungan perairan yang berasal dari aliran air lumpur pemboran minyak bumi, buangan
limbah rumah tangga, dan industri.
Penentuan kadar fenol total dalam sampel dilakukan dengan menguapkan pelarut
(metilen klorida) dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak fenol. Ditambahkan
aquadest sampai 10 mL kemudian di vorteks selama 30 detik. Selanjutnya ditambahkan
reagen folin-ciocalteau sebanyak 0,2 mL dan karbonat-tartrat sebanyak 2 mL dengan segera.
Campuran di vorteks kembali dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar atau ambient
temperatur selama 30 menit (Widadi, 2005). Percobaan ini dilakukan dengan dua kali
pengulangan, kemudian dianalisis dengan UV-Vis Merck Perkin Elmer Lamda 25 pada
panjang gelombang 740 nm. Ekstrak fenol diidentikasi menggunakan GC-MS Merck
Shimadzu QP2010 pada kondisi kolom (Wall Coated Open Tubular (WCOT) panjang dan
diameter kolom (30 m, 2 mm), suhu injektor, detektor, awal kolom, dan akhir kolom (200 0C,
250 0C, 120 0C, dan 270 0C), suhu program kolom ( 8 0C/menit), detektor (MS), gas
pembawa (helium), dan laju aliran (0,93 mL/menit).
Berdasarkan hasil tersebut terlihat kadar fenol dari masing-masing sampel masih
memenuhi persyaratan ambang batas maksimum konsentrasi fenol dalam lumpur kental,
encer, dan cairan lumpur sesuai standar dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) No.42
yakni sebesar 2 mg/L. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai F yang diperoleh
berdasarkan hasil perhitungan (F hitung) sebesar 7,292 pada pengukuran I dan 6, 483 pada
pengukuran II. Sedangkan nilai F tabel dengan tingkat signifikansi 5 % dan nilai df sebesar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

10, adalah 4,96 (Nazir, 1985). Oleh karena F hitung ≥ F tabel , maka hipotesis diterima.
Artinya, terdapat perbedaan kadar fenol yang signifikan antara tambak yang tercemar dengan
tambak yang tidak tercemar air lumpur Lapindo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2

Anda mungkin juga menyukai