Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang
paling sering terjadi. Sekitar 10% orang yang datang ke pelayanan unit gawat darurat pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan di daerah epigastrium. Hal ini mengarahkan kepada suatu diagnosa gastritis, dimana untuk memastikannya dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang lainnya seperti endoscopi. Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinyagastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Sekitar empat juta penduduk Amerika Serikat mengalami gangguan asam lambung dengan tingkat mortalitas sekitar 15.000 orang per tahun. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Menurut data dari World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke empat dengan jumlah penderita gastritis terbanyak setelah negara Amerika, Inggris dan Bangladesh yaitu berjumlah 430 juta penderita gastritis. Insiden gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2008). Gastritis termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit dengan posisi kelima pasien rawat inap dan posisi keenam pasien rawat jalan di rumah sakit. Rata-rata pasien yang datang ke unit pelayanan kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit mengalami keluhan yang berhubungan dengan nyeri ulu hati (Profil Dinkes Nasional, 2010). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009,Penyakit gastritis termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit rawat inap di rumah sakit tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah pasien yang keluar karena meninggal sebanyak 1,45% dari jumlah pasien yang sesuai dengan Persentase angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Penyakit gastritis yang terjadi di negara maju sebagian besar mengenai usia tua. Hal ini berbeda dengan di negara berkembang yang banyak mengenai usia dini. Kasus gastritis umumnya terjadi pada penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun. Menurut penelitian Maulidiyah (2006), 57,8% responden penelitiannya yaitu penderita gastritis berusia ≥ 40 tahun dan 77,8% responden mempunyai jenis kelamin perempuan. Penelitian Yunita (2010), menemukan 70% dari responden penelitiannya berjenis kelamin perempuan. 2. MANIFESTASI KLINIS Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda tanda penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut antara lain perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan (abdominal cramping and pain) ; mual (Nausea) ; muntah (vomiting); kehilangan selera (loss of appetite) ; kembung (Belching or bloating) ; terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan; dan kehilangan berat badan (weight loss). Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan rasa nyeri seperti terbakar ( burning pain) / rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul/ ringan (dull pain ) pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan beberapa gigitan. Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun. Nyeri yang dirasakan adalah merupakan respon sistem saraf yang distimulasi oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan lebih lanjut. Mekanisme terjadinya nyeri pada gastritis adalah akibat dirangsang oleh peregangan (distensi), kontraksi otot dan peradangan yang dirasakan pada daerah epigastrium. Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom yaitu saraf vagus. Impuls nyeri akibat peradangan dihantarkan melalui serabut aferen saraf vagus. Distensi pada saluran pencernaan akan menginduksi nyeri melalui reseptor saraf simpatis menuju ke sistem saraf pusat. Penelitian terkait respon nyeri yang dirasakan penderita gastritis telah dilaksanakan antara lain respon nyeri yang dikeluhkan penderita ulkus pada lambung adalah berupa distensi (gas), cramping, bloating , perasaan tidak nyaman atau perasaan penuh setelah makan. Nyeri yang dirasakan penderita gastritis akut dapat mengalami kekambuhan. Episode berulang atau kekambuhan berulang gastritis akut dapat menyebabkan gastritis berkembang menjadi gastritis kronik. Kekambuhan penyakit gastritis dapat disebabkan karena kontak berulang atau peningkatan faktor ofensif atau faktor yang menyebabkan kerusakan mukosa lambung yang terdiri dari asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylory yang bersifat gram-negatif, OAINS (obat anti inflamasi non steroid), alkohol, dan radikal bebas. Episodik berulang atau kekambuhan berulang gastritis juga dapat disebabkan oleh stres psikologis. Stres psikologis menyebabkan keparahan atau kekambuhan penyakit gastritis akibat mekanisme neuroendokrin yang mempengaruhi saluran pencernaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa hampir semua penderita gastritis mengalami kekambuhan. Salah satu faktor yang paling dominan menyebabkan kekambuhan gastritis adalah stres psikologis.