Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja dan


toksisitas obat, sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa
organik asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisinal.
Studi metabolisme obat dan senyawa organic asing lain telah berkembang
pesat pada dekade terakhir ini. Studi ini sangat penting oleh karena dapat
digunakan untuk ; menilai atau menaksir efikasi dan keamanan obat, merancang
pengaturan dosis, menaksir kemungkinan terjadinya resiko atau bahaya dari zat
pengotor, mengevaluasi toksisitas bahan kimia, mengembangkan bahan tambahan
makanan, peptisida dan herbisida, dengan mengetahui proses metabolismenya
pada manusia, hewan dan tanaman, dan sebagai dasar penjelasan terjadinya
proses toksik, seperti karsinogenik, teratogenik dan nekrosis jaringan.
Suatu obat dapat menimbulkan respon biologis dengan melaui dua jalur
yaitu; obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respons biologis dan pra – obat setelah masuk ke
peredaran darah mengalami proses metabolisme menjadi obat aktif, berinteraksi
dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis (bioaktivasi).
Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat manjadi
metabolit tidak aktif dan tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah
larut dalam air dan kemudian dieksresikan dari tubuh. Hasil metabolit beberapa
obat bersifat lebih toksik disbanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi), dan
ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai efek farmakologis bebrbeda
dengan senyawa induk. Pengertian umum metabolisme obat adalah mengubah
senyawa yang relative non polar, menjadi senyawa yang lebih polar sehingga
mudah di keluarkan dari tubuh.
I.2 Tujuan

1. Agar pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud denga Bioaktivasi,


Bioinaktivasi dan Biotoksifikasi
2. Mengetahui pengertian Metabolisme Obat

3. Mengetahui Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat

4. Mengetahui tempat metabolism obat

5. Mengetahui jalur umum metabolism obat


BAB II
ISI

Proses metabolisme dari suatu obat atau senyawa organik asing dapat
mempengaruhi aktivitas obat, masa kerja dan toksisitas obat oleh karena itu,
pengetahuan tentang proses metabolisme obat perlu dipelajari.
Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur,
yaitu:
 Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respons biologis.
 Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme
menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons
biologis (bioaktivasi).

II.1 Bioaktivasi, Bioinaktivasi dan Biotoksifikasi


1) Bioaktivasi
Bioaktivasi merupakan pengaktifan atau khasiat farmakologi suatu
obat menjadi diperkuat, karena reaksi-reaksi metabolism dalam hati dan
beberapa organ lain. Pra-Obat setelah masuk keperedaran darah mengalami
proses metabolism menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respon biologis. Respon biologis merupakan akibat interaksi
molekul obat dengan gugus fungsional molekul reseptor. Interaksi ini dapat
berlangsung karena terdapat kekuatan karena kekuatan ikatan kimia tertentu.

2) Bioinaktivasi
Bioinaktivasi atau disebut juga detoksifikasi karena obat mengalami
perubahan kimiawi secara enzimatis dan pada umumnya hasil perubahannya
tidak atau kurang aktif lagi.
3) Biotoksifikasi
Biotoksifikasi merupakan hasil metabolit beberapa obat bersifat
lebih toksik dibanding dengan senyawa induk. Dan ada pula hasil metabolit
obat yang mempunyai efek farmakologis berbeda dengan senyawa induk.

 Contoh bioaktivasi dan bioinaktivasi


Protonsil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamida, dalam
tubuh mengalami reduksi menjadi sulfanilamida yang aktif sebagai
antibakteri (bioaktivasi) dan kemudian terasetilasi membentuk asetil
sulfanil amida yang tidak aktif (bioinaktivasi).

Gambar 1. Bioaktivasi dan Bioinaktivasi

 Contoh Bioaktivasi dan Biotoksifikasi


Obat analgesik turunan p-aminofenol seperti asetanilid & 5
fenasetin, dalam tubuh mengalami metabolisme membentuk
parasetamol (asetaminofen), aktif sebagai analgesic (bioaktivasi).
Senyawa-senyawa ini kemudian di mtabolisme lebih lanjut menjadi p-
aminofenol, turunan anilin, N-oksida & hidroksilamin, yang diduga
sebagai penyebab terjadinya methemoglobin (biotoksifikasi).

Gambar 2. Bioaktivasi dan Biotoksivikasi

Beberapa obat hasil metabolitnya mempunyai efek farmakologis


berbeda dengan senyawa induk misalnya iproniazid. Iproniazid adalah obat
perangsang sistem saraf pusat dan dalam tubuh dimetabolisis menjadi
isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkulosis.
Gambar 3. Metabolisme Isoniazid

Selain itu, ada juga beberapa obat jika diubah gugusnya dapat
mengubah aktivitas biologis misalnya pengubahan gugus ester pada prokain
menjadi gugus amina (prokain amida) akan mengubah aktivitas biologisnya
dari anaestetik menjadi anti ritmik.

Gambar 4. Pengubahan gugus ester pada prokain

II.2 Pengertian Metabolisme Obat


Metabolisme obat adalah proses pengubahan senyawa yang relatif non
polar, menjadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.
Banyak molekul senyawa organik mudah larut dalam lemak dan diserap oleh
saluran cerna dan masuk ke peredaran darah. Molekul tersebut kemudian
menembus membran biologis secara difusi pasif, mencapai organ sasaran dan
menimbulkan efek farmakologis. Karena ada reabsorbsi di tubulus ginjal, sangat
sedikit molekul lipofil diekskresikan sebagai urin. Jika obat bersifat lipofil
tersebut tidak mengalami metabolisme, obat tetap dalam peredaran darah atau
pada jarigan depo, dan akan menunjukkan efek biologis yang tidak terbatas.
Karena ada usaha tubuh untuk mengeliminasi senyawa asing, maka sebagian
besar obat mengalami metabolisme dan diubah menjadi senyawa yang bersifat
lebih polar, secara farmakologis tidak aktif dan relatif tidak toksik kemudian
diekskresi sebagai urin atau tinja.
Secara keseluruhan proses metabolisme molekul obat dan senyawa
endogen, seperti protein, lemak dan steroid, hanya melibatkan sejumlah besar
sistem enzim, baik yang khas maupun tidak khas. Secara skematik proses
metabolisme dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4. Skema metabolisme obat (reaksi fasa I dan II


II.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat

Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu prses kimiawi
dan enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah
metabolit ditentukan oleh kadar dari aktivitas enzim yang berperan pada proses
metabolisme. Kecepatan metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa
kerja obat. Kecepatan metabolisme ini kemungkinan berbeda-beda pada masing-
masing individu. Penurunan kecepatan metabolisme akan meningkatkan
intensitas dan memperpanjang masa kerja obat, dan kemungkinan meningkatkan
toksisitas obat. Kenaikan kecepatan metabolisme akan menurunkan intensitas
dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada
dosis normal.

Faktor—faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain adalah


faktor genetik atau keturunan, perbedaan spesies dan galur, perbedaan jenis
kelamin, perbedaan umur, penghambatan enzim metaboisme, induksi enzim
metabolisme dan faktor lain.

1. Faktor Genetik atau Keturunan

Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-


kadang terjadi dalam sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
genetik atau keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan
metabolisme obat.
Contoh : metabolisme isoniazid, suatu obat antituberkulosis, terutama
melalui proses N-asetilasi. Studi terhadap kecepatan asetilasi isoniazid
menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan asetilasi dari individu-
individu. Orang jepang dan Eskim merupakan asetilator cepat sedang orang
Eropa timur dan Mesir adalah asetilator lambat. Waktu paro isoniazid pada
asetilator cepat bervariasi antara 45-80 menit, dan pada asetilator lambat
antara 140-200 menit. Reaksi asetilasi melibatkan perpindahan gugus asetil
dan dikatalisis oleh enzim N-asetil transferase. Asetilator epat mempunyai
enzim N-asetil transferase yang jauh lebih besar dibandingkan asetilator
lambat.aktivitas antituberkulosis isoniazid sangat tergantung pada kecepatan
asetilasinya. Pada asetilator cepat, isoniazid cepat diekskresikan dalam bentuk
asetilisoniazid yang tidak aktif, sehingga obat mempunyai masa kerja pendek
dan memerlukan dosis pengobatan yang lebih besar. Pada asetilator lambat,
kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak dikehendaki lebih bsar,
misalnya neuritis perifer. Hidralazin, prokainamid dan dapson juga
menunjukkan kecepatan asetilasi yang berbeda secara genetik. Faktor genetik
juga berpengaruh terhadap kecepatan oksidasi dari fenitoin, fenilbutazon,
dikumarol dan nortriptilin.

2. Perbedaan Spesies dan Galur


Pada proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada
spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-
kadang ada perbedaan yang cukup besar pada reaksi metabolismenya.
Pengamatan pengaruh perbedaan spesies dan galur terhadap metabolisme obat
sudah banyak dilakukan, yaitu pada tipe reaksi metabolik atau perbedaan
kualitatif dan pada kecepatan metabolisme atau perbedaan kuantitatif.
Contoh :
a. Fenilasetat, pada manusia terkonjugasi dengan glisin dan glutamin, sedang
pada kelinci dan tikus terkonjugasi dengan glisin saja.
b. Asam benzoat, pada bebek diekskresikan sebagai asam arniturat, sedang
pada anjing diekskresikan sebagai asam hipurat.
c. Amfetamin, pada manusia, kelinci dan marmot mengalami deaminasi
oksidatif, sedang pada tikus mengalami hidroksilasi aromatik.
d. Fenol, pada kucing terkonjugasi dengan sulfat, sedangpada babi
terkonjugasi dengan asam glukuronat, karena kucing mengandung lebih
sedikit enzim glukuronil transferase.
e. Fenitoin, pada manusia mengalami oksidasi aromatik menghasilkan S(-)-
para-hidroksifenitoin, sedang pada anjing menghasilkan R(+)-orto-
hidroksifenitoin.

3. Perbedaan Jenis Kelamin


Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis
kelamin terhadap kecepatan metabilisme obat. Banyak obat dimetabolisis
dengan kecepatan yang sama baik pada tikus betina maupun tikus jantan.
Tikus betina dewasa ternyata memetabolisis beberapa obat dengan kecepatan
yang lebih rendah dibanding tikus jantan.
Contoh : N-demetilasi aminopirin, oksidasi heksobarbital dan
glukuronidasi O-aminofenol. Hal ini menunjukkan bahwa selain perbedaan
jenis kelamin, metabolisme juga tergantung pada macam substrat.
Studi efek hormon androgen, seperti testosteron, pada sistem
mikrosom hati menunjukkan bahwa rangsangan enzim oksidasi pada tikus
jantan ternyata berhubungan dengan aktivitas anabolik dan tidak berhubungan
dengan efek androgenik.
Pada manusia baru sedikit yang diketahui tentang adanya pengaruh
perbedaan jenis kelamin terhadap proses metabolisme obat.
Contoh : nikotin dan asetosal dimetabolisis secara berbeda pada pria dan
wanita.

4. Prbedaan Umur
Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim
mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisis obat relatif masih sedikit
sehingga sangat peka terhadap obat.
Contoh pengaruh umur terhadap metabolisme obat :
a. Heksobarbital, bila diberikan pada tikus yang baru lahir dengan dosis 10
mg/kg berat badan, menyebabkan tikus tertidur selama lebih dari 6 jam,
sedangkan pemberian dengan dosis yang sama pada tikus dewasa hanya
menyebabkan tertidur kurang dari 5 menit.
b. Tolbutamid, pada bayi yang baru lahir mempunyai waktu paro 40 jam,
sedangkan pada orang dewasa 8 jam. Hal ini disebabkan kemampuan bayi
untuk metabolisme oksidatif masih rendah.
c. Pemberian kloramfenikol pada bayi yang baru lahir dapat menimbulkan
sindrom bayi kelabu. Hal ini disebabkan bayi mengandung enzim
glukuronil transferase dalam jumlah yang relatif sedikit, sehingga
kemampuan memetabolisis kloramfenikol rendah, akibatnya terjadi
penumpukan obat pada jaringan dan menimbulakn efek yang tidak
diinginkan.
d. Bayi yang baru lahir mengandung enzim glukuronil transferase dalam
jumlah yang relatif sedikit. Pemberian turunan salisilat, kloramfenikol dan
klorpromazin dapat menimbulkan neonatal hyperbilirubinemia (kern
ichterus). Hal ini disebabkan terjadi kompetisi pada proses konjugasi
antara bilirubin, suatu senyawa endogen hasil pemecahan homoglobin,
dengan obat-obat di atas, sehingga bilirubin yang tidak teretabolisis
terkumpul pada jaringan dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

5. Penghambatan Enzim Metabolisme


Kadang-kadang, pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama
suatu senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat
meningkatkan intensitas efek obat, memperpanjang masa kerja obat dan
kemungkinan juga meningkatkan efek samping dari toksisitas.
Contoh :
a. Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamida dan fenilbutazon, dapat
menghambat enzim-enzim yang memetabolisis tolbutamid dan
klorpropamid, sehingga menyebabkan kenaikan respons glikemi.
b. Dikumarol, kloramfenikol dan isoniazid, dapat menghambat enzim
metabolisme dari fenitoin, sulfonamida, sikloserin dan para-amino
salisilat, sehingga kadar obat dalam serum darah meningkat dan
meningkat pula toksisitasnya.
c. Fenilbutazon, secara stereoselektif dapat menghambat metabolisme (S)-
warfarin, sehingga meningkatkan aktivitas antikoagulannya
(hipoprotrombonemi). Bila luka terjadi pendarahan yang hebat

6. Induksi Enzim Metabolisme


Kadang – kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama
suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan
memperpendek masa kerja obat. Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat
meningkatkan aktivitas atau jumlah enzim metabolisme dan bukan karena
perubahan permeabilitas mikrosom atau oleh adanya reaksi penghambatan.
Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau
proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan
kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan
masa kerjanya menjadi lebih singkat.
Contoh :
a. Fenobarbital, dapat menginduksi enzim mikrosom sehingga
meningkatkan metabolisme warfarin dan menurunkan efek
antikoaagulannya. Oleh karena itu, penderita yang diobati dengan warfarin
dan akan diberi fenobarbital, dosis warfarin harus di sesuaikan
(diperbesar).
b. Rokok mengandung polisiklik aromatik hidrokarbon, seperti
benzo(a)piren, yang dapat menginduksi enzim mikrosom, yatu sitokrom
P-450, sehingga meningkatkan oksidasi dari beberapa obat seperti teofilin,
fenaseti, pentazotin dan propoksifen.
Contoh : waktu paro teofilin pada perokok = 4,1 jam, sedangkan pada
orang yang tidak merokok = 7,2 jam.
c. Fenobarbital, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme griseofulvin,
kumarin, fenitoin, hidrokortison, testosteron, bilirubin, asitaminofen dan
obat kontrasepsi oral.
d. Fenitoin, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme kortisol, nortriptilin
dan obat kontrasepsi oral.
e. Fenilbutazon, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme aminopirin dan
kartisol.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena
dapat meningkatkan metabolisme dan pembentukan metabolit reaktif.
Contoh : induksi enzim sitokrom P-450 oleh fonobarbital akan meningkatkan
oksidasi asetaminofen, sehingga pembentukkan metabolit reaktif imidokuinon
meningkat dan efek hepatoksisitasnya menjadi lebih besar.

7. Faktor Lain-lain
Faktor lain-lain yang dapat mempengaruhi metabolisme obat adalah diet
makanan, keadaan kekurangan gizi, gangguan keseimbangan hormon,
kehamilan, pengikatan obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan
dan keadaan patologis hati, misalnya kanker hati.
II.4 Tempat Metabolisme Obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ –
organ hati, ginjal, paru – paru dan saluran cerna.

 Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolism obat oleh
karena mengandung lebih banyak enzim – enzim metabolisme disbanding
organ lain.

Setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk
kedalam peredaran darah dan kemudian kehati melalui efek lintas pertama.
Aliran darah yang membawa obat melewati sel – sel hati secara perlahan –
lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam air dan
kemudian dieksresikan melalui urin. Contoh obat yang dimetabolsme melalui
efek lintas pertama yaitu isoproterenol, lidokain, meperidin, morfin,
propoksifen, propanolol dan salisilamid.

Metabolisme obat dihati terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel.


Reticulum endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda, baik bentuk dan
fungsinya ;
a. Tipe 1 mempunyai permukaan membrane yang kasar, terdiri dari ribosom
– ribosom yang tersusun secara khas dan berfungsi mengatur susunan
genetik asam amino yang diperlukan untuk sintesis protein
b. Tipe 2 mempunyai permukaan membrane yang halus dan tidak
mengandung ribosom

Kedua tipe ini merupakan tempat enzim – enzim yang diperlukan untuk
metabolism obat.

 Usus mempunyai peranan penting dalam metablisme obat, adanya flora noral
diusus halus dan diusus besar dapat memetabolisme obat dengan cara kerja
yang sama dengan enzim – enzim mikrosom hati. Sejumlah konjugat
glukuroida diketahui dikeluarkan oleh empedu ke usus. Di usus konjugat
tersebut terhidrolisis oleh enzim beta – glukuronidase menghasilkan obat
bebas yang bersifat lipofil. Obat bebas ini diserap secara difusi pasif melalui
dinding usus, masuk peredaran darah dan kembali kehati. Dihati terjadi
konjugasi kembali menghasilkan konjugat yang hidrofil, kemudian
dikeluarkan lagi melalui empedu. Di usus konjugat terhidrolisis lagi, demikian
seterusnya sehingga merupakan suatu siklus. Proses siklik ini disebut siklus
enterohepatik. Konjugat obat yang tidak mengalami hidrolisis langsung
dieksresikan melalui tinja.

C. Jalur Umum Metabolisme Obat

Reaksi metabolisme obat terdapat dua tahap yaitu ;

I. Reaksi fasa 1 atau reaksi fungsionalisasi


Termasuk reaksi fasa 1 adalah reaksi – reaksi oksidasi, reduksi dan
hidrolisis. Tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus fungsional tertentu
yang bersifat polar, seperti OH, COOH, NH2 dan SH, ke struktur molekul
senyawa. Hal ini dapat dicapai dengan ;
 Secara langsung memasukkan gugus fungsional
Contoh : hidroksilasi senyawa aromatic dan alifatik
 Memodifikasi gugus – gugus fungsional yang ada dalam struktur
molekul.
Contoh : reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alcohol, oksidasi
alcohol menjadi asam karboksilat, hidrolisis ester dan amida
menghasilkan gugus – gugus COOH, OH, NH2, reduksi senyawa azo dan
nitro menjadi gugus NH2, dealkilasi oksidatif dari atom N, O dan S
menghasilkan gugus – gugus NH2, OH dan SH
Meskipun reaksi fasa I kemungkinan tidak menghasilkan senyawa yang
cukup hidrofil, tetapi secara umum dapat menghasilkan suatu gugus
fungsional yang mudah terkonjugasi atau mengalami reaksi fasa II.

Yang termasuk reaksi fasa I adalah :

 Reaksi Oksidasi
Banyak senyawa obat mengalami proses metabolisme yang melibatkan
reaksi oksidasi dengan bantuan sitokrom-P-450. Oksidasi senyawa
aromatik (arena) akan menghasilkan metabolit arenol. Proses ini melalui
pembentukan senyawa antara epoksida (arena oksida) yang segera
mengalami penataanulang menjadi arenol.

Banyak senyawa yang mengandung cincin aromatic, seperti


fenobarbital, amfetamin dan fenformin, fenitoin, fenilbuzaton, 17-
etinilestradiol, propanolol mengalami hidroksilasi pada posisi para.

Reaksi hidroksilasi ini (fasa I) dilanjutkan dengan reaksi konjugasi (Fasa


II) dengan asam glukuronat atau sulfat, membentuk konjugat polar dan
mudah larut dalam air, kemudian diekresikan melalui urin. Contoh :
metabolit utama fenitoin adalah konjugat O-glukuronida dari para-
hidroksifenitoin.
Kadang-kadang hasil metabolit merupakan senyawa yang lebih aktif
dibanding senyawa semula.

Contoh: fenilbutazon mengalami hidroksilasi pada posisi para


menghasilkan oksifenbutazon yang aktif sebagai anti radang

Adanya gugus lain pada cincin aromatik dapat berpengaruh terhadap


mudah atau tidaknya proses hidroksilasasi. Secara umum, reaksi
hidroksilasi berlangsung lebih cepat pada cincin aromatik teraktifkan
yang kaya elektron. Cincin aromatik yang tidak teraktifkan , misal
mengandung Cl (penarik elektron) tahan terhadap proses hidroksilasi
atau terhidroksilasi lebih lambat. Contohnya Klonidin dan antihipertensi,
dan probenesid, obat urikosurik.

Bila senyawa mengandung dua cincin aromatik, proses hidroksilasinya


terjadi pada cincin yang lebih kaya elektron. Contoh: Klorpromazin
terhidroksilasi pada posisi C7
Arena oksidasi merupakan elektrofil yang sangat reaktif dan bersifat
toksik detoksifikasi arena oksida terutama oleh proses penataulangan
spontan menghasilkan arenol, hidrasi enzimatik membentuk trans-
dihidrodiol dan konjugasi dengan glutation. Bila tidak terjadi
detoksifikasi arena oksidasi akan membentuk ikatan kovalen dengan
gugus – gugus nukleofil yang terdapat pada struktur protein dan asam
nukleat, seperti AND dan ARN, sehingga menimbulkan toksisitas sel
yang serius. Detoksifikasi oleh proses penataulangan secara spontan dari
arena oksidasi terjadi melalui perpindahan hidrida atau deuterida dalam
molekul.

Proses penataulangan spontan menghasilkan arenol (perubahan NIH)

Hidrasi enzimatik membentuk trans-dihidrodiol. Reaksi ini dikatalisis


oleh enzim epoksida hidrase
Arena oksida dapat bereaksi dengan gugus sulfhidril (SH) glutation
menghasilkan trans-1,2-dihidro-1-S-glutationil-2-hidroksi (glutathione
adduct). Reaksi ini dikatalisis oleh enzim glutation S-transferase.
Mengalami metabolisme lebih lanjut menjadi turunan asam merkapturat.

Pemberian brombenzen secara in vivo dan in vitro dapat menyebabkan


kerusakan hati karena brombenzen dimetabolisis menjadi 4-brombenzen
oksida reaktif, yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan jaringan
hati

Benzo(a)piren suatu seyawa yang bersifat karsinogenik, dimetabolisme


menjdi turunan 7-8 oksidasi dan kemudian diubah oleh enzim epoksida
hidrase menjadi (-)- 7R, 8R- dihidroksida – 7, 8 dihidrobenzo (a) piren.
a. Oksidasi Ikatan Rangkap Alifatik (Olefin)
Oksidasi metabolik ikatan rangkap akan menghasilkan epoksida yang
lebih stabil dibanding arena oksida
Contoh: karbamazepin, dimetabolisis menjadi karbamazepin-10, 11-
epoksida yang lebih stabil dan berkhasiat sebagai anti kejang,
selanjutnya karbamazepin-10.,11-epoksida mengalami hidrasi oleh
enzim epoksida hidrase, membentuk trans-10,11-
dihidroksikarbamazepin.

Karbamazepin Karbamazepin-10,11 –epoksida Trans – 10, 11-

Dihidroksikarbamazepin

b. Oksidasi Atom C-Benzilik


Atom C yang terikat cincin aromatik pada posisi benzilik, dapat
mengalami metabolik oksidatif menjadi alkohol. Metabolit alkohol
primer teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida dan asam karboksilat,
sedang metabolit alkohol sekunder teroksidasi menjadi keton.
Alternatif lain, metabolit alkohol secara langsung berkonjugasi dengan
asam glukuronat
c. Oksidasi Atom C-Alilik
Safrol mengalami hidroksilasi alilik dan benzilik pada atom C1 dan
segera terkonjugasi dengan sulfat membentuk ester reaktif, yang dapat
mengikat ADN dan ARN melalui ikatan kovalen, sehingga safrol
bersifat hepatokarsinogenik

d. Oksidasi Atom Cα-Karbonil dan Imin


Diazepam suatu turunan benzodiazepin, teroksidasi pada atom Cα-
imin, menghasilkan metabolit 3-hidroksidiazepam dan kemudian
mengalami N-demetilasi menjadi oksazepam yang aktif sebagai
penekan sistem saraf pusat

e. Oksidasi atom C alifatik dan alisiklik


Metabolik oksidatif dari pusat dapat terjadi pada gugus metil ujung
(oksidasi w) meghasilkan alkohol primer, atau pada pusat C sebelum
gugus ujung (oksidasi w-1) menghasilkan alkohol sekunder
Bromheksin, suatu senyawa mukolitik, mengandung gugus siklopentil
pada asam amino tersiernya, mengalami oksidasi C-alisiklik pada
posisi cis-3, trans-3 dan trans-4

f. Oksidasi sistem C-N, C-O dan C-S


Reaksi Umum :

 Oksidasi sistem C-N


Oksidasi amin tersier alifatik dan amin alisiklik (reaksi N-
dealkilasi oksidatif)
Pada reaksi oksidasi amin tersier alifatik, mula-mula terjadi
hidroksilasi pada Ca membentuk senyawa antara karbinolamin
yang tidak stabil dan secara spontan mengalami pemecahan
heterosiklik pada ikatan C-N menghasilkan amin sekunder dan
karbonil (aldehid atau keton)
Gugus alkil yang terikat pada atom N dengan jumlah atom C kecil
seperti metil, etil dan isopropil denan mudah terdealkilasi. N-
dealkilasi gugus butil tersier melalui cara diatas tidak
dimungkinkan karena tidak mengandung atom H pada Ca.
Bisdealkilasi amin alifatik tersier berlangsung sangat lambat
sehingga hasil metabolitnya sangat kecil.
Contoh : Imipramin

Amin tersier alisiklik dapat mengalami reaksi oksidasi N-


dealkilasi. Contoh: Meperidin

Morfin dan dekstrometorfan juga mengalami N-deakilasi serupa


dengan Meperidin.
 Oksidasi amin sekunder dan amin primer
Metabolit amin primer yang mempunyai atom H pada Ca
mengalami deaminasi oksidatif menghasilkan metabolit karbonil
dan amonia

Substituen yang terdapat pada atom Ca-amin primer sangat


menentukan terjadinya N-Oksidasi atau C-Oksidasi .
Contoh: amfetamin
Amfetamin mengalami Ca-hidroksilasi (deaminasi oksidatif)
menghasilkan senyawa antara karbinolamin, yang kemudian
menjadi fenilaseton. Selain itu amfetamin dapat mengalami reaksi
N-hidroksilasi menghasilkan N-hidroksiamfetamin, yang segera
berubah menjadi imin. Turunan imin ini selanjutnya teroksidasi
menjadi oksim dan terhidrolisis menjadi fenilaseton
Amin sekunder alifatik dan alisiklik teroksidasi menjadi metabolit
N-hidroksilamin yang kemudian teroksidasi lebih lanjut menjadi
turunan nitron

Contoh: N-benzilamfetamin dan fenmetrazin

 Oksidasi amin aromatik dan senyawa N-heterosiklik


Amin tersier aromatik dapat mengalami N-dealkilasi oksidatif
membentuk N-oksida atau mengalami Ca-hidroksilasi
menghasilkan senyawa natara karbinolamin, yang segera berubah
menjadi amin sekunder dan senyawa karbonil

Amin primer aromatik mengalami N-oksidasi menghasilkan


metabolit hidroksilamin, yang dapat berubah menjadi nitrozo
Contoh: anilin
Oksidasi atom N yang terdapat dalam senyawa aromatik
heterosiklik akan menghasilkan metabolit N-oksida

 Oksidasi amida
Gugus amida mengalami Ca-hidroksilasi menghasilkan senyawa
antara karbinolamid yang kemudian mengalami N-dealkilasi
Contoh: diazepam, mengalami Ca-hidroksilasi dan N-demetilisasi
menghasilkan desmetildiazepam yang aktif sebagai penekan sistem
saraf pusat

g. Oksidasi sistem C-O (O-dealkilasi oksidatif)


Pada oksidasi sistem C-O (eter), mula-mula terjadi Ca-hidroksilasi,
diikuti dengan pemecahan ikatan C-O secara spontan, menghasilkan
fenol atau alkohol dan aldehid atau keton. Gugus alkil, dengan jumlah
atom C kecil yang terikat pada atom O dengan mudah mengalami O-
dealkilasi

Contoh: fenasetin

h. Oksidasi sistem C-S


Gugus C-S dapat mengalami proses metabolisme S-dealkilasi,
desulfurasi dan S-oksidasi
*6-metiltio-purin mengalami S-dealkilasi menghasilkan 6-
merkaptopurin yang aktif sebagai obat kanker

*Tiopental mengalami desulfurasi (C=S→ C=O) menghasilkan


pentobarbital
*Paration mengalami desulfurasi (P=S→ P=O) menghasilkan
paraoksan yang aktif sebagai insektisida

i. Oksidasi Alkohol dan Aldehida


Alkohol primer akan ter oksidasi, dengan katalisator enzim alkohol
dehidrogenasi, menghasilkan aldehid. Aldehid yang terbentuk
mengalami oksidasi lebih lanjut, dengan katalisator enzim aldehid
oksidase, menjadi asam karboksilat

j. Reaksi oksidasi lain-lain


Obat yang mengandung halogen dimetabolisis melalui proses
dehalogenasi oksidatif
Contoh: halotan , obat anestesi sistematik, mengalami hidroksilasi
membentuk senyawa antara karbinol, dan secara spontan melepas HBr
menghasilkan asam trifluoroasetat reaktif yang dapat membentuk
ikatan kovalen dengan protein mikrosom hati

 Reaksi Reduksi
a. Reduksi gugus karbonil (aldehid dan keton)
Gugus aldehid dapat tereduksi menjadi alkohol primer, sedang gugus
keton tereduksi menjadi alkohol sekunder. Metabolit alkohol sekunder
kemungkinan bersifat stereoisomer

Contoh: kloralhidrat, melepas H2 menjadi kloral dan kemudian


tereduksi menjadi trikloretanol yang aktif sebagai sedatif-hipnotik
Fenilaseton , suatu hasil N-deaminasi dari amfetamin, mengalami
reduksi menjadi 1-fenil-2-propanol

b. Reduksi Gugus Nitro dan Azo


Senyawa aromatik yang mengandung gugus nitro, mula-mual tereduksi
menjadi nitrozo dan senyawa antara hidroksilamin, yang segera
tereduksi lebih lanjut menjadi amin aromatik primer

Reduksi gugus azo menghasilkan senyawa antara hidrazo, yang segera


tereduksi lebih lanjut menjadi amin aromatik primer
c. Reaksi reduksi lain-lain
Reduksi senyawa yang mengandung gugus disulfida, seperti disulfiram,
akan memecah ikatan disulfida menghasilkan asam N,N-
dietiltiokarbamat.
Reduksi senyawa yang mengandung gugus sulfoksida, seperti
dimetilsulfoksida (DMSO), menghasilkan dimetilsulfida

 Reaksi Hidrolitik
Metabolisme obat yang mengandung gugus ester atau amida dapat
menghasilkan metabolit asam karboksilat, alkohol dan amin yang bersifat
polar dan mudah terkonjugasi. Enzim mikrosom yang dapat menghidrolisis
ester dan amida adalah amidase, esterase dan deasilase, yang terdapat
dalam jaringan-jaringan hati, ginjal, usus dan plasma

Contoh klasik hidrolisis ester adalah perubahan metabolik asetosal menjadi


asam salisilat dan asam asetat
II. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi yang meliputi:
a. Reaksi Konjugasi
Reaksi konjugasi obat atau senyawa organik asing dengan asam
glukuronat, sulfat, glisin, glutamin dan glutation dapat mengubah
senyawa induk atau hasil metabolit fasa I menjadi metabolit yang leboh
polar, mudah larut dalam air, bersifat tidak toksik dan tidak aktif dan
kemudian di ekskresikan melalui ginjal atau empedu. Reaksi konjugasi
yang lain adalah reaksi metilasi dan asetilasi.
 Konjugasi Asam Glukuronat
Konjugasi dengan asam glukuronat (glukuronidasi)
merupakan cara konjugasi umum dalam proses metabolisme dan
hampir semua obat mengalami proses ini.

Gambar reaksi pembentukan β-glukuronida dari substrat (obat)


 Konjugasi Sulfat
Konjugasi dengan sulfat terutama terjadi pada senyawa yang
mengandung gugus fenol, dan kadang-kadang juga terjadi pada senyawa
alkohol, amin aromatik dan senyawa N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada
umumnya untuk meningkatkankelarutan senyawa dalam air dan
membuat senyawa menjadi tidak toksik.

Gambar konjugasi sulfat substrat

 Konjugasi dengan Glisin dan Glutamin


Glisin atau glutamin dapat berkonjugasi dengan substrat yang
mengandung gugus asam karboksilat.
Gambar reaksi konjugasi asam amino (glisin atau glutamin) dari substrat fenil asetat

 Konjugasi dengan Glutation atau Asam Merkapturat


Konjugasi glutation memegang peran penting pada proses
detoksifikasi senyawa elektrofil reaktif. Senyawa elektrofil reaktif dapat
menimbulkan toksisitas. Glutation terdapat dibanyak jaringan terutama di
hati.
Gambar pembentukan konjugat glutation dari senyawa elektrofil dan
perubahannya menjadi asam merkapturat
b) Reaksi Asetilasi
Asetilasi merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus
amin primer. Gugus asetil yang digunakan untuk reaksi asetilasi berasal dari
asetil koenzim A. Fungsi utama reaksi asetilasi adalah membuat senyawa
menjadi tidak aktif dan untuk detoksifikasi.
Gambar reaksi asetilasi dab biotoksifikasi isonazid

c) Reaksi Metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peranan penting pada proses biosintesis
beberapa senyawa endogen serta untuk proses bioinaktivasi obat. Koenzim
yang terlibat pada reaksi metilasi adalah S-adenosil-metionin.

Gambar reaksi metilasi substrat

Contoh jalur metabolisme pada reaksi fasa I dan fasa II dari beberapa
obat yaitu Turunan barbiturate, Turunan fenotiazin, Turunan sulfonamide,
Diazepam, Amfetamin, Meperidin, Efedrin, Propranolol, Lidokain, Indometasin,
Siproheptadin, Kokain, Hidralazin, Simetidin, dan prostaglandin.

Anda mungkin juga menyukai