A. PENGERTIAN
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya, udara di dalam
kavum/rongga pleura. Tekanan di Rongga pleura pada orang sehat selalu
negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang
(inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan
pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumotoraks artifisial. Kemajuan teknik maupun peralatan
kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-
kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura,
TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi
pleura, ventilasi mekunik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab terjadinya
pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada juga jalan masuknya udara ke
dalam rongga pleura, yaitu :
1. Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2. Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus
atau abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk
dalam rongga pleura.
3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk
gas misalnya pada empiema.
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan kejadian.
2. Berdasarkan lokalisasi.
3. Berdasarkan tingkat kolaps janngan paru.
4. Berdasarkan jenis fistel.
Berdasarkan kejadian
(a) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit.
(b) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita sebelumnya telah menderita
penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru,
tuberculosis pain, asma kistaflbrosis dan karsinoma bronkus.
(c) Pneumotoraks traumatika
pneumotoraks yang disebabkan robeknya pleura viserahs maupun pleura
parietalis sebagai akibat dari trauma.
(d) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam
rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga
dapat beristirahat. Pada zaman dahulu pneumotoraks artifisialis sering
dikerjakan untuk terapi tuberculosis paru.
Berdasarkan Lokalisasi
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis
B. PATOFISIOLOGI NARASI
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat
mengakibatkan kebocoran/tusukan/laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru
kolaps sebagian/komplit berhubungan dengan udara/cairan masuk ke dalam
ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi.
maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan
tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan
sirkulasi sistemik ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi,
maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan
tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan
sirkulasi sistemik.
PATOFISIOLOGI SKEMA
Trauma Dada
Kebocoran/Tusukan/Laserisasi Viseral
Distress pernapasan
Gangguan pertukaran gas
Penekanan pada struktur mediasional
MANIFESTASI KLINIS
Hampir seluruh pasien mengeluhkan nyeri dada ringan sampai berat
pada salah satu sisi dada dan dispnea. Gejala biasanya bermula pada saat
istirahat dan berakhir dalam 24 jam.
Pneumotoraks dengan kegagalan pernapasan yang mengancam jiwa
dapat pula terjadi bila asma dan PPOK yang mendasari muncul, hal ini benar-
benar terlepas dari ukuran pneumotoraks. Jika ukuran pneumotoraks kecil.
Adanya tension pneumotoraks perlu dicurigai bila terjadi takikardi
berat, hipotensi, dan pergeseran mediastinum/trakea, serta terdengar resonansi
yang tinggi.
KOMPLIKASI
Tension pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan
hal ini mungkin mengancam jiwa. Pneumo-mediastinum dan emfisema
subkutan dapat terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika
pneumo-mediastinum terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur
esophagus/bronkus.
Adapun komplikasi lain antara lain :
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema, dan
hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika. pacla pneumotoraks yang hebat, seluruh
mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan
mengakibatkan penurunan kardiak “output”, dengan demikian dapat
menimbulkan syok kardiogenik.
3. Enifisema, dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia dan alkalosis
respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukanlah masalah
yang penting. Pada pemeriksaan EKG, pneumotoraks primer sebelah kiri
dapat menyebabkan aksis QRS dan gelombang T berubah sehingga
rnemungkinkan terjadinya kesalahan interprestasi sebagai infark miokard akut.
Diagnosa didukung oleh garis pleura visceral yang tampak pada
pemeriksaan radiologi konvensional dengan pasien diposisikan terlentang
akan memberikan gambaran siklus kostofrenik radiolusen yang abnormalss
D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Farmakologi
1. Terapi oksigen dapat meningkatkan reabsorpsi udara dan ruang pleura.
2. Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter
berdiameter kecil (seperti 16 gauge angio-chateter/kateter drainase
yang lebih besar).
3. Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katup helmic
untuk memberikan perlindungan terhadap serangan tension
pneumotoraks.
4. Obat simotomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada.
5. Pemeriksaan radiology.
F. PENYEBAB
Trauma dada karena luka tusuk benda tajam (mis., pisau,
peluru) yang menyebabkan luka dada terbuka.
Trauma dada karena benturan benda tumpul yang
menekan rongga dada.
Komplikasi prosedur biopsi-aspirasi paru, fungsi pleura
paru
Komplikasi pemasangan infus pada vena sentral.
Penyebab spontan, penyakit asma, kondisi-kondisi yang
menyebabkan inflamasi pleura, peningkatan tekanan kapiler subpleura
(mis., CHF), penyakit pulmonar obstruktif kronik (PPOK), dan ARDS.
Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan
pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.
2. untuk sementara waktu (dalam 1 beberapa minggu), penderita dilarang
mengejan, mengangkat barang berat, batuk/bersin terlalu keras.
3. bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk
sesak nafas.
H. THERAPY
- Chest tube/drainase udara (pneumothorax).
- WSD.
- Torakotomi.
- Pemberian oksigen.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994: 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 1999)
1. Riwayat keperawatan
Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang
meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering
ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau
empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang
mendadak yang memerlukan tindakan pembedahan.
2. Pemeriksaan
Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi
dada asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun,
perkursi dada redup menunjukan adanya pleural effusion, sering ditemui
sianosis perifer atau sentral, takikardia, hipotensi, dan nyeri dada pleural.
3. Faktor perkembangan/psikososial
Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau
kematian, karena penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau
klien terhadap tindakan ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi keadan
psikososial klien.
4. Pengetahuan klien dan keluarga
Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda
atau gejala yang menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan
dan kemauan untuk belajar.
Kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Henderson yang perlu
diperhatikan, antara lain :
1. Aktivitas/istirahat
Gejaia : dipnea dengan aktivitaa ataupun istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantung gallops, nadi apical
berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
3. Rasa aman
Tanda : ketakutan atau gelisah.
2. Palpasi
mungkin dijumpai spatium interkostahs yang melebar,
stemfremitus melemah, trakea tergeser kearah yang sehat dan iktus kordis
tidak teraba atau tergeser kearah yang sehat.
3. Perkusi
mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
4. Auskultasi
mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai hilang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, gangguan muscuioskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
PERENCANAAN
PRIORITAS MASALAH
1. Meningkatkan / mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/
ventilasi adekuat.
2. Meminimalkan / mencegah komplikasi.
3. Menurunkan ketidaknyamanan / nyeri.
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit , program pengobatan,
dan prognosis.
RENCANA KEPERAWATAN
Dx I
Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
gangguan muscuioskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai :
Dispnea, takipnea
Perubahan kedalaman pernapasan
Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Gangguan pengembangan dada
Sianosis, GDA tak normal
Dx II
Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Lakukan 4. Pernapasan
pernapasan diafragma
diafragma. menurunkan frek.
napas dan
meningkatkan
ventilasi alveolar.
8. Untuk
8. Ajarkan klien menghindari
tindakan untuk pengentalan dari
menurunkan sekret atau mosa
viskositas sekresi : pada saluran nafas
mempertahankan bagian atas.
hidrasi yang
adekuat;
meningkatkan
masukan cairan
1000 sampai 1500
cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
9.Hiegene mulut
9.Dorong atau yang baik
berikan perawatan meningkatkan rasa
mulut yang baik kesejahteraan dan
setelah batuk. mencegah bau
mulut
10. Expextorant
10.kolaborasi untuk memudahkan
dengan tim mengeluarkan
kesehatan lain lendir dan
(dokter) dalam menevaluasi
pemberian perbaikan kondisi
expektorant klien atas
pengembangan
parunya.
Dx III
Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
2. Ajarkan 2. Akan
Relaksasi : melancarkan
Tehnik-tehnik peredaran darah,
untuk sehingga
menurunkan kebutuhan O2
ketegangan otot oleh jaringan
rangka, yang akan terpenuhi,
dapat sehingga akan
menurunkan mengurangi
intensitas nyeri nyerinya.
dan juga
tingkatkan
relaksasi
masase.
3.Ajarkan 3.Mengalihkan
metode perhatian
distraksi selama nyerinya ke hal-
nyeri akut. hal yang
menyenangkan.
5. Tingkatkan 5. Pengetahuan
pengetahuan yang akan
tentang: sebab- dirasakan
sebab nyeri, membantu
dan mengurangi
menghubungka nyerinya. Dan
n berapa lama dapat membantu
nyeri akan mengembangka
berlangsung. n kepatuhan
klien terhadap
rencana
teraupetik.
6.Kolaborasi 6.Analgetik
denmgan memblok
dokter, lintasan nyeri,
pemberian sehingga nyeri
analgetik. akan berkurang.
7. Observasi 7. Pengkajian
tingkat nyeri, yang optimal
dan respon akan
motorik klien, memberikan
30 menit perawat data
setelah yang obyektif
pemberian obat untuk mencegah
analgetik untuk kemungkinan
mengkaji komplikasi dan
efektivitasnya. melakukan
Serta setiap 1 - intervensi yang
2 jam setelah tepat.
tindakan
perawatan
selama 1 - 2
hari.
DAFTAR PUSTAKA
www.google .com
Sylvia & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit Edisi 6
Buku 2. Jakarta : EGC.
Komplikasi
- Pleuritis, empiema, hidropneumothorrks
- Gangguan hemodinamik
- empisema