Anda di halaman 1dari 22

PNEUMOTHORAKS

A. PENGERTIAN
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya, udara di dalam
kavum/rongga pleura. Tekanan di Rongga pleura pada orang sehat selalu
negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang
(inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan
pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumotoraks artifisial. Kemajuan teknik maupun peralatan
kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-
kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura,
TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi
pleura, ventilasi mekunik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab terjadinya
pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada juga jalan masuknya udara ke
dalam rongga pleura, yaitu :
1. Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2. Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus
atau abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk
dalam rongga pleura.
3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk
gas misalnya pada empiema.
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan kejadian.
2. Berdasarkan lokalisasi.
3. Berdasarkan tingkat kolaps janngan paru.
4. Berdasarkan jenis fistel.
Berdasarkan kejadian
(a) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit.
(b) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita sebelumnya telah menderita
penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru,
tuberculosis pain, asma kistaflbrosis dan karsinoma bronkus.
(c) Pneumotoraks traumatika
pneumotoraks yang disebabkan robeknya pleura viserahs maupun pleura
parietalis sebagai akibat dari trauma.
(d) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam
rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga
dapat beristirahat. Pada zaman dahulu pneumotoraks artifisialis sering
dikerjakan untuk terapi tuberculosis paru.

Berdasarkan Lokalisasi
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis

Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru


(a) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks
mengalami kolaps.
(b) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian.

Berdasarkan jenis fistel


(a) Pneumotoraks ventil
Dimana fistelnya bertungsi sebagai ventil sehingga udara dapat
masuk kedalam rongga pleura taoi tidak dapat keluar kembali. Akibatnya
tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat
mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.
(b) Pneumotoraks terbuka
Dimana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai
hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar, tekanan
didalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas.
(c) Pneumotoraks terturup
Dimana fistelnya tertutup udara didalam rongga pleura, terkurung,
dan biasanya akan diresobsi spontan.
Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-
waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat
berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi
pneumotoraks ventil.

B. PATOFISIOLOGI NARASI
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat
mengakibatkan kebocoran/tusukan/laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru
kolaps sebagian/komplit berhubungan dengan udara/cairan masuk ke dalam
ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi.
maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan
tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan
sirkulasi sistemik ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi,
maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan
tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan
sirkulasi sistemik.
 PATOFISIOLOGI SKEMA

Trauma Dada

Kebocoran/Tusukan/Laserisasi Viseral

Udara/Cairan masuk ke dalam ruang pleura

Volume ruang pleura meningkat

Distress pernapasan
Gangguan pertukaran gas
Penekanan pada struktur mediasional

 MANIFESTASI KLINIS
Hampir seluruh pasien mengeluhkan nyeri dada ringan sampai berat
pada salah satu sisi dada dan dispnea. Gejala biasanya bermula pada saat
istirahat dan berakhir dalam 24 jam.
Pneumotoraks dengan kegagalan pernapasan yang mengancam jiwa
dapat pula terjadi bila asma dan PPOK yang mendasari muncul, hal ini benar-
benar terlepas dari ukuran pneumotoraks. Jika ukuran pneumotoraks kecil.
Adanya tension pneumotoraks perlu dicurigai bila terjadi takikardi
berat, hipotensi, dan pergeseran mediastinum/trakea, serta terdengar resonansi
yang tinggi.

 KOMPLIKASI
Tension pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan
hal ini mungkin mengancam jiwa. Pneumo-mediastinum dan emfisema
subkutan dapat terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika
pneumo-mediastinum terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur
esophagus/bronkus.
Adapun komplikasi lain antara lain :
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema, dan
hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika. pacla pneumotoraks yang hebat, seluruh
mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan
mengakibatkan penurunan kardiak “output”, dengan demikian dapat
menimbulkan syok kardiogenik.
3. Enifisema, dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia dan alkalosis
respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukanlah masalah
yang penting. Pada pemeriksaan EKG, pneumotoraks primer sebelah kiri
dapat menyebabkan aksis QRS dan gelombang T berubah sehingga
rnemungkinkan terjadinya kesalahan interprestasi sebagai infark miokard akut.
Diagnosa didukung oleh garis pleura visceral yang tampak pada
pemeriksaan radiologi konvensional dengan pasien diposisikan terlentang
akan memberikan gambaran siklus kostofrenik radiolusen yang abnormalss

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
 Farmakologi
1. Terapi oksigen dapat meningkatkan reabsorpsi udara dan ruang pleura.
2. Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter
berdiameter kecil (seperti 16 gauge angio-chateter/kateter drainase
yang lebih besar).
3. Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katup helmic
untuk memberikan perlindungan terhadap serangan tension
pneumotoraks.
4. Obat simotomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada.
5. Pemeriksaan radiology.

 Peranan pemeriksaan radiologi antara lain:


1. Kunci diagnosis.
2. Penilaian luasnya pneumotoraks.
3. Evaluasi penyakit-penyakit yang menjadi dasar.
 Trakeostomi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengevakuasi udara di ruang pleura. Selang
dada yang digunakan dengan diameter kecil (28F) dipasang dekat ruang
interkostal kedua. Ruang ini digunakan karena merupakan bagian tertipis dari
dinding dada meminimalkan bahaya menyentuh saraf toraks, dan akan
meninggalkan jaringan parut lebih sedikit. Sekali selang dada terpasang,
biasanya terjadi dekompresi ruang pleura yang cepat dan efektif.

E. TANDA DAN GEJALA


 Sesak napas berat
 Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan
 Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk
 Pengembangan dada tidak simetris
 Sianosis

F. PENYEBAB
 Trauma dada karena luka tusuk benda tajam (mis., pisau,
peluru) yang menyebabkan luka dada terbuka.
 Trauma dada karena benturan benda tumpul yang
menekan rongga dada.
 Komplikasi prosedur biopsi-aspirasi paru, fungsi pleura
paru
 Komplikasi pemasangan infus pada vena sentral.
 Penyebab spontan, penyakit asma, kondisi-kondisi yang
menyebabkan inflamasi pleura, peningkatan tekanan kapiler subpleura
(mis., CHF), penyakit pulmonar obstruktif kronik (PPOK), dan ARDS.

G. PENCEGAHAN DAN REHABILITASI


Pencegahan pneumothorik
 Pada penderia PPOM, berikanlah pengobatan dengan
sebaik-baiknya, terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator
anti tusif ringan sering sering dilakukan dan penderita dianjurkan kalau
batuk jangan keras-keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat barang
berat, atau mengejan terlalu kuat.
 Penderita TB paru, harus diobatai dengan baik sampai
tuntas. Lebih baik lagi. Bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal,
sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang
berarti.

Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan
pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.
2. untuk sementara waktu (dalam 1 beberapa minggu), penderita dilarang
mengejan, mengangkat barang berat, batuk/bersin terlalu keras.
3. bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk
sesak nafas.

H. THERAPY
- Chest tube/drainase udara (pneumothorax).
- WSD.
- Torakotomi.
- Pemberian oksigen.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994: 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 1999)
1. Riwayat keperawatan
Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang
meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering
ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau
empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang
mendadak yang memerlukan tindakan pembedahan.
2. Pemeriksaan
Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi
dada asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun,
perkursi dada redup menunjukan adanya pleural effusion, sering ditemui
sianosis perifer atau sentral, takikardia, hipotensi, dan nyeri dada pleural.
3. Faktor perkembangan/psikososial
Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau
kematian, karena penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau
klien terhadap tindakan ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi keadan
psikososial klien.
4. Pengetahuan klien dan keluarga
Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda
atau gejala yang menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan
dan kemauan untuk belajar.
Kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Henderson yang perlu
diperhatikan, antara lain :
1. Aktivitas/istirahat
Gejaia : dipnea dengan aktivitaa ataupun istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantung gallops, nadi apical
berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
3. Rasa aman
Tanda : ketakutan atau gelisah.

4. Makanan dan cairan


Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
5. Rasa nyaman
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam
dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi. Mengkerutkan
wajah.
6. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit
paru kronis, inflamasi./infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar,
keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak
ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak
sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental
ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik
tekanan positif.
7. Belajar
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
PEMERIKSAAN FlSIK
1. Inspeksi
mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk-
batuk, sianosis serta kordis tergeser kearah yang sehat

2. Palpasi
mungkin dijumpai spatium interkostahs yang melebar,
stemfremitus melemah, trakea tergeser kearah yang sehat dan iktus kordis
tidak teraba atau tergeser kearah yang sehat.
3. Perkusi
mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
4. Auskultasi
mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai hilang.

Diagnosispasti ditegakkan dengan pemeriksan Rontgen foto toraks.


Pada rontgen toto toraks P.A akan terlihat garis penguncupan para yang halus
seperti rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan cairan di dalam rongga
pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan
caftan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi
maksimal.
Pada pemeriksaaan fisik dapat juga dilihat hal-hal seperti :
 Ada/tidaknya dispnea (jika luas)
 Ada/tidaknya nyeri pleuritik hebat
 Ada/tidaknya trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumotoraks
 Ada/tidaknya takikardi
 Ada/tidaknya sianosis
 Pergeseran dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
 Perkusi hipersonar di atas paru-paru yang kolaps
 Suara napas yang berkurang pada sisi yang terkena
 Fremitus vokal dan raba berkurang
Data Subyektif
1. Pasien mengeluh nyeri
2. Pasien mengeluh sesak napas
3. Pasien mengeluhkan pusing
4. Pasien mengeluhkan dada berdebar
Data Obyektif
1. Nyeri dada unilateral , terutama diperberat saat napas dalam dan batuk
2. Pengembangan dada tidak simetris
3. Takipnea, peningkatan kerja napas
4. Bunyi napas menurun
5. Taktil fremitus menurun
6. Perkusi dada hipersonan
7. Kulit pusat,sianosis
8. Mental ansietas,bingung,gelisah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, gangguan muscuioskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
PERENCANAAN
 PRIORITAS MASALAH
1. Meningkatkan / mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/
ventilasi adekuat.
2. Meminimalkan / mencegah komplikasi.
3. Menurunkan ketidaknyamanan / nyeri.
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit , program pengobatan,
dan prognosis.
 RENCANA KEPERAWATAN

Dx I
Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
gangguan muscuioskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai :
 Dispnea, takipnea
 Perubahan kedalaman pernapasan
 Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
 Gangguan pengembangan dada
 Sianosis, GDA tak normal

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Setelah Menunjukkan 1.Mengidentifikasik 1.pemahaman penyebab
dilakukan pola an etiologi/factor kolaps paru perlu untuk
asuhan pernapasan pencetus ex : kolaps pemasangan selang dada
keperawatan normal/efektif spontan, trauma, yang tepat dan memilih
1 X 24 jam dengan GDA keganasan. tindakan terapeutik lain.
bersihan dalam batas
jalan napas normal
klien efektif 2.Peninggian kepala 2.meningkatkan
tempat tidur inspirasi
mempermudah maksimal,meningkatkan
fungsi pernapasan ekspansi paru dan
dengan ventilasi pada sisi yang
menggunakan tak sakit.
gravitasi. Namun,
pasien dengan
distres berat akan
mencari posisi yang
paling mudah untuk
bernapas.

3.catat 3.Pengembangan dada


pengembangan dada sama dengan ekspansi
dan posisi trakea. paru. Deviasi trakea dari
area sisi yang sakit pada
tegangan pneumothorak

4. kaji fremitus 4. suara dan taktil


fremitus (vibrasi)
menurun pada jaringan
yang terisi cairan/
konsolidasi

5.kaji pasien adanya 5.Sokongan terhadap


area nyeri tekan bila dada dan otot abdominal
batuk,nafas dalam membuat batuk lebih
efektif / mengurangi
trauma

6.tentukan lokasi 6.bila gelembung


kebocoran udara berhenti saat kateter di
(berpusat pada klem pada sisi
pasien atau pemasangan,kebocoran
system)dengan terjadi pada pasien(pada
mengklem kateter sisi pemasukan atau
thorak pada hanya dalam tubuh pasien)
bagian distal sampai
keluar dari dada

Dx II
Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Jalan napas a.Menunjukkan 1.Jelaskan klien 1.Pengetahuan
lancar/normal batuk yang tentang kegunaan yang diharapkan
efektif. batuk yang efektif akan membantu
b.Tidak ada lagi dan mengapa mengembangkan
penumpukan terdapat kepatuhan klien
sekret di sal. penumpukan sekret terhadap rencana
pernapasan. di sal. pernapasan teraupetik.
c.Klien nyaman.

2.Ajarkan klien 2. Batuk yang tidak


tentang metode terkontrol adalah
yang tepat melelahkan dan
pengontrolan tidak efektif,
batuk. menyebabkan
frustasi.

3.Napas dalam dan 3.Memungkinkan


perlahan saat ekspansi paru lebih
duduk setegak luas.
mungkin.

4. Lakukan 4. Pernapasan
pernapasan diafragma
diafragma. menurunkan frek.
napas dan
meningkatkan
ventilasi alveolar.

5. Tahan napas 5. Meningkatkan


selama 3 - 5 detik volume udara
kemudian secara dalam paru
perlahan-lahan, mempermudah
keluarkan pengeluaran sekresi
sebanyak mungkin sekret.
melalui mulut.
6.Lakukan napas 6.Pengkajian ini
ke dua, tahan dan membantu
batukkan dari dada mengevaluasi
dengan melakukan keefektifan upaya
2 batuk pendek dan batuk klien.
kuat.

7. Auskultasi paru 7. Sekresi kental


sebelum dan sulit untuk
sesudah klien diencerkan dan
batuk. dapat menyebabkan
sumbatan mukus,
yang mengarah
pada atelektasis.

8. Untuk
8. Ajarkan klien menghindari
tindakan untuk pengentalan dari
menurunkan sekret atau mosa
viskositas sekresi : pada saluran nafas
mempertahankan bagian atas.
hidrasi yang
adekuat;
meningkatkan
masukan cairan
1000 sampai 1500
cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
9.Hiegene mulut
9.Dorong atau yang baik
berikan perawatan meningkatkan rasa
mulut yang baik kesejahteraan dan
setelah batuk. mencegah bau
mulut

10. Expextorant
10.kolaborasi untuk memudahkan
dengan tim mengeluarkan
kesehatan lain lendir dan
(dokter) dalam menevaluasi
pemberian perbaikan kondisi
expektorant klien atas
pengembangan
parunya.

Dx III
Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Nyeri a.Nyeri berkurang/ dapat 1.Jelaskan dan 1.Pendekatan
berkurang/hilan diadaptasi. bantu klien dengan
g b.Dapat mengindentifikasi dengan menggunakan
aktivitas yang tindakan pereda relaksasi dan
meningkatkan/menurunka nyeri nonfarmakologi
n nyeri. nonfarmakologi lainnya telah
c.Pasien tidak gelisah. dan non invasif. menunjukkan
keefektifan
dalam
mengurangi
nyeri.

2. Ajarkan 2. Akan
Relaksasi : melancarkan
Tehnik-tehnik peredaran darah,
untuk sehingga
menurunkan kebutuhan O2
ketegangan otot oleh jaringan
rangka, yang akan terpenuhi,
dapat sehingga akan
menurunkan mengurangi
intensitas nyeri nyerinya.
dan juga
tingkatkan
relaksasi
masase.

3.Ajarkan 3.Mengalihkan
metode perhatian
distraksi selama nyerinya ke hal-
nyeri akut. hal yang
menyenangkan.

4. Berikan 4. Istirahat akan


kesempatan merelaksasi
waktu istirahat semua jaringan
bila terasa nyeri sehingga akan
dan berikan meningkatkan
posisi yang kenyamanan.
nyaman; misal
waktu tidur,
belakangnya
dipasang bantal
kecil.

5. Tingkatkan 5. Pengetahuan
pengetahuan yang akan
tentang: sebab- dirasakan
sebab nyeri, membantu
dan mengurangi
menghubungka nyerinya. Dan
n berapa lama dapat membantu
nyeri akan mengembangka
berlangsung. n kepatuhan
klien terhadap
rencana
teraupetik.

6.Kolaborasi 6.Analgetik
denmgan memblok
dokter, lintasan nyeri,
pemberian sehingga nyeri
analgetik. akan berkurang.

7. Observasi 7. Pengkajian
tingkat nyeri, yang optimal
dan respon akan
motorik klien, memberikan
30 menit perawat data
setelah yang obyektif
pemberian obat untuk mencegah
analgetik untuk kemungkinan
mengkaji komplikasi dan
efektivitasnya. melakukan
Serta setiap 1 - intervensi yang
2 jam setelah tepat.
tindakan
perawatan
selama 1 - 2
hari.
DAFTAR PUSTAKA

www.google .com

Sylvia & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit Edisi 6
Buku 2. Jakarta : EGC.

Dongoes, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddath. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 1.


Jakarta : EGC.
WOC PNEUMOTHORAKS

- Trauma dada - Komplikasi prosedur - Penyebab spontan


(karena tusukan, kebocoran, biopsy-aspirasi paru penyakit atau
Laserasi pleura Viseralis kondisi-kondisi
yang menyebabkan
inflamasi pleura

Udara masuk ke dalam


Rongga pleura
(pneumothoraks)

- Dispnea - kesulitan bernafas - nyeri


- Takipnea - bunyi nafas tak normal - ansietas
- Perubahan kedalaman - batuk menetap - kelemahan
Pernafasan dengan/tanpa sputum
- penggunaan otot aksesori
- gangguan pengembangan
dada
- sianosis
- GDA tak normal

Pola nafas tak efektif Bersihan jalan nafas Nyeri akut


tak efektif berhubungan dengan
trauma jaringan dan
reflek spasme otot
sekunder.

Komplikasi
- Pleuritis, empiema, hidropneumothorrks
- Gangguan hemodinamik
- empisema

Anda mungkin juga menyukai