Anda di halaman 1dari 41

Pedoman Praktek untuk Manajemen Darah Perioperatif

Laporan Diperbarui oleh American Society of Anesthesiologists Satuan


Tugas Manajemen Darah perioperatif *
Mereka menyediakan dasar rekomendasi yang didukung Apa pedoman lain yang tersedia tentang topik ini?
o ini Pedoman Praktik update "Pedoman Praktek untuk
oleh sintesis dan analisis literatur, ahli dan praktisi opini
Perioperatif Transfusi Darah dan Adjuvant Terapi:
saat ini, terbuka forum komentar, dan data kelayakan Sebuah Updated Laporan oleh American Society of
Anesthesiologists Task Force pada perioperatif
klinis.pedoman praktek secara sistematis dikembangkan
Transfusi Darah dan Terapi Adjuvant "diadopsi oleh
mendasi rekomendasi-yang membantu praktisi dan American Society of Anesthesiologists (ASA) pada
tahun 2005 dan diterbitkan di 2006.1
pasien di membuat keputusan tentang perawatan
o pedoman lain pada topik untuk pengelolaan darah
kesehatan. rekomendasi ini dapat diadopsi, dimodifikasi, transfusi telah diterbitkan oleh ASA, American
College Kardiologi / American Heart Association, 2
atau ditolak menurut klinis kebutuhan dan kendala, dan
Society of Thoracic Ahli bedah, Society of
tidak dimaksudkan untuk menggantikan local kebijakan Cardiovascular Anesthesiologists, 3 dan American
Association of Blood Banks.4 Bidang Con- Darah
institusional.di samping itu, pedoman praktek devel
konservasi telah maju pesat sejak publikasi Pedoman
OpEd oleh American Society of Anesthesiologists (ASA) ASA untuk transfusi dan Adjuvant Terapi di
Anesthesiology pada tahun 2006.
yang tidak dimaksudkan sebagai standar atau persyaratan
Mengapa pedoman ini dikembangkan?
mutlak, dan mereka menggunakan tidak dapat menjamin o Pada bulan Oktober 2012, Komite Standar dan Praktek
Parameter terpilih untuk mencari bukti baru untuk
hasil tertentu. pedoman praktek tunduk pada revisi
menentukan jika rekomendasi dalam pedoman praktek
sebagaimana dijamin oleh evolusi obat-pengetahuan kal, yang ada terus harus didukung oleh bukti-bukti saat
ini. Pedoman yang dihasilkan, disajikan dalam masalah
teknologi, dan praktek. mereka menyediakan dasar
ini, termasuk update dari ilmiah literatur dan temuan
rekomendasi yang didukung oleh sintesis dan analisis dari survei konsultan ahli dan dipilih secara acak
anggota ASA.
literatur, ahli dan praktisi opini saat ini, terbuka forum
Bagaimana pernyataan ini berbeda dari pedoman yang
komentar, dan data kelayakan klinis. ada?
o Bukti baru yang disajikan meliputi penekanan yang
Dokumen ini memperbarui "Pedoman Praktek
lebih besar dari Penilaian preoperatif pasien, penilaian
untuk Perioperative Transfusi Darah dan Adjuvant dari risiko transfusi, dan penggunaan obat tambahan
untuk mencegah dan / atau mengobati perdarahan
Terapi: Sebuah Updated Laporan oleh American Society
o pedoman praktek ASA diperbarui berbeda dari orang
of Anesthesiologists Task Forcepada perioperatif diterbitkan oleh organisasi lain dalam bahwa:
o Mereka termasuk penggunaan yang lebih besar dari
Transfusi Darah dan Adjuvant Terapi, "diadopsi oleh
terapi farmakologis untuk minimize transfusi darah,
ASA pada tahun 2005 dan diterbitkan pada tahun 2006. † seperti erythropoietin untuk pasien anemia, protrombin
kompleks berkonsentrasi untuk reversal mendesak
Metodologi
warfarin, dan terapi antifibrinolitik intraoperatif selama
Pengertian Manajemen Darah perioperatif seleksi jantung dan prosedur noncardiac memiliki
risiko tinggi untuk berdarah.
Manajemen darah perioperatif mengacu darah
o Mereka menganjurkan penggunaan algoritma transfusi,
perioperatif transfusi dan terapi adjuvan.darah khususnya yang didasarkan pada pengujian
thromboelastographic, jadwaal pesanan darah, dan
perioperative transfusi membahas pra operasi,
strategi transfusi restriktif.
intraoperatif, dan administrasi pasca operasi darah dan Mengapa pernyataan ini berbeda dari pedoman yang ada?
o Pedoman ASA ini berbeda dari pedoman yang ada
darah-komponen komponen-(misalnya, darah alogenik
karena mereka memberikan bukti baru yang diperoleh
atau autologous, sel darah merah, trombosit, dari literatur ilmiah baru-baru ini bersama dengan

1
temuan dari survei baru dari konsultan ahli

dan produk plasma, segar-beku plasma [FFP], PF24, atau Thawed Plasma). ‡ terapi Adjuvant mengacu
pada obat dan teknik untuk mengurangi atau mencegah darah kerugian dan kebutuhan transfusi darah
alogenik.
Tujuan dari Pedoman

2
Tujuan ini Pedoman diperbarui adalah untuk meningkatkan manajemen perioperatif transfusi darah dan
terapi adjuvan dan untuk mengurangi risiko yang merugikan keluar-datang yang terkait dengan
transfusi, perdarahan, atau anemia.

Fokus
Pedoman ini fokus pada manajemen perioperatif dari pasien yang menjalani operasi atau prosedur
invasif lainnya yang kehilangan darah yang signifikan terjadi atau diharapkan.ini termasuk namun tidak
terbatas pada (1) pasien yang menjalani cardiopulmonary byppass atau operasi jantung, prosedur
mendesak atau muncul, prosedur kebidanan, transplantasi organ, dan operasi noncardiac; (2) pasien
dengan kelainan darah yang sudah ada atau kekurangan koagulasi diperoleh; (3) pasien sakit kritis yang
menjalani prosedur intervensi bedah atau lainnya; dan (4) pasien yang memilih untuk tidak menjalani
transfusi perioperatif.dikecualikan dari fokus Pedoman ini neonatus, bayi, anak-anak dengan berat
kurang dari 35kg, dan pasien yang tidak menjalani prosedur.
Satuan Tugas mengakui bahwa fisiologi perdarahan mungkin dipengaruhi oleh efek vasodilatasi
anestesi; Oleh karena itu, untuk beberapa presentasi klinis atau situasi bedah, rekomendasi dalam
Pedoman ini mungkin tidak menerapkan. Praktisi akan perlu menggunakan penilaian mereka tentang
situasi klinis dalam menerapkan rekomendasi yang lebih umum yang terkandung dalam Pedoman ini.
Aplikasi
Pedoman ini berlaku untuk pengaturan bedah baik rawat inap dan rawat jalan, dan untuk prosedur
intervensi dilakukan di kamar operasi maupun di lokasi lain (misalnya, intervensi radiologi, unit
perawatan kritis) di mana transfusi darah atau terapi adjuvant lainnya diindikasikan.mereka langsung
berlaku untuk perawatan dikelola oleh ahli anestesi dan individu yang memberikan perawatan di bawah
arahan medis atau pengawasan ahli anestesi. Mereka juga dimaksudkan untuk melayani sebagai sumber
daya untuk dokter lainnya dan personil perawatan pasien yang terlibat dalam perawatan perioperatif
pasien ini.
Anggota dan Konsultan Angkatan tugas
Pada tahun 2012, Komite ASA Standar dan Parameter Praktek meminta agar Pedoman diperbarui
diterbitkan pada tahun 2006 dievaluasi kembali. Revisi saat ini terdiri dari evaluasi sastra dan evaluasi
temuan survei baru dari konsultan ahli dan anggota ASA.ringkasan
rekomendasi ditemukan pada lampiran 1.
Revisi ini dikembangkan oleh Task Force ASA ditunjuk dari 10 anggota, yang terdiri dari ahli anestesi
di kedua praktek swasta dan akademisi dari berbagai wilayah geografis Amerika Serikat, seorang ahli

3
patologi yang mengkhususkan diri dalam pengobatan transfusi, dan dua methodologists konsultasi dari
Komite ASA Standar dan Parameter Praktek.
The Task Force mengembangkan pedoman melalui proses tujuh langkah. Pertama, mereka mencapai
konsensus pada kriteria untuk mencari bukti transfusi darah dan terapi adjuvant yang efektif. Kedua,
studi riset asli yang telah dipublikasikan dari jurnal yang relevan dengan manejemen pasien yang
menjalani transfusi darah periopeatif yang telah ditinjau kembali. Ketiga, konsultan ahli panel diminta
untuk (1) berpartisipasi dalam survei opini pada efektivitas jenis strategi manajemen perioperatif dan
(2) meninjau dan mengomentari draft panduan yang telah dikembangkan oleh Task Force. Keempat,
survei pendapat tentang rekomendasi pedoman yang merupakan kebalikan dari random sample anggota
aktif ASA. Kelima, Task Force diselenggarakan secara terbuka pada dua pertemuan nasional yang
besar untuk menerima masukan mengenai rekomendasi draft tersebut. Organisasi-organisasi nasional
yang mewakili spesialisasi yang anggotanya khusus menangani pasien-pasien yang menjalani transfusi
perioperatif diundang untuk berpartisipasi dalam forum terbuka. Keenam, para konsultan dimintakan
pendapat terhadap penilaian opini mereka tentang kelayakan implementasi pedoman ini. Ketujuh,
Semua informasi yang tersedia, digunakan untuk membangun konsensus Task Force dalam
menyelesaikan pedoman ini.

Ketersediaan dan Kekuatan Bukti

Persiapan pembaharuan pedoman diikuti proses metodologi yang teliti. Bukti yang diperoleh dari dua
sumber utama seperti bukti berdasarkan ilmiah dan opini

Bukti Ilmiah

Bukti ilmiah yang digunakan dalam pengembangan panduan yang diperbaharui ini adalah berdasarkan
penemuan-penemuan kumulatif dari literatur yang diterbitkan dalam jurnal yang telah ditinjau. Kutipan
literatur diperoleh dari PubMed dan database kesehatan lainnya, pencarian di internet, Anggota Task
Force, hubungan dengan organisasi-organisasi lain dan pencarian secara manual dari referensi pada
artikel yang telah ditinjau.

Temuan dari gabungan literatur dilaporkan dalam bentuk pedoman berdasarkan bukti kategori, level
dan arah. Bukti Kategori merujuk secara spesifik pada kekuatan dan kualitas desain penelitian dari
studi tersebut. Bukti Kategori A mewakili hasil-hasil yang diperoleh dari hasil Randomized-controlled
trials (RCTs), dan bukti Kategori B mewakili hasil-hasil yang diperoleh dari desain studi Non-
randomized atau RCTs tanpa kelompok pembanding. Jika tersedia, Bukti Kategori A diberikan
4
prioritas melebihi Bukti Kategori B dalam pelaporan hasil. Bukti kategori ini lebih jauh dibagi dalam
beberapa tingkatan bukti. Tingkatan bukti yang mengacu pada kekuatan dan kualitas
rangkuman temuan studi (yaitu, penemuan statistik, jenis data, dan jumlah pelaporan studi/temuan-
temuan serupa) dalam dua kategori bukti. Untuk dokumen ini, hanya bukti dengan tingkatan tertinggi
yang disertakan dalam ringkasan laporan untuk setiap intervensi yang diberikan, termasuk didalamnya
penentuan manfaat, kerugian, ataupun ketidakjelasan untuk masing-masing hasil.

Kategori A. Laporan RCTs tentang perbandingan antara intervensi klinis untuk hasil yang spesifik.
Secara statistik bermakna (P < 0,01), hasil ini ditandai sebagai salah satu Beneficial (B) atau Harmful
(H) bagi pasien; secara stasistik penemuan yang tidak bermakna ditandai sebagai Equivocal (E).

Tingkat 1: literatur ini berisi jumlah RCTs yang memadai untuk dilakuan meta-analisis,║ dan
temuan meta-analisis dari studi gabungan ini dilaporkan sebagai bukti.

Tingkat 2: literatur yang berisi beberapa RCTs, tetapi jumlah RCTs tidak cukup untuk dilakukan
sebuah meta-analisis yang bertujuan untuk memperbaharui pedoman ini. Temuan dari RCTs
dilaporkan sebagai bukti.

Tingkat 3: literatur yang berisi RCT tungga, dan temuan dari studi ini dilaporkan sebagai bukti.

Kategori B. Studi observasional atau RCT tanpa kelompok pembanding diduga dapat memberikan
temuan yang menguntungkan atau merugikan, antara intervensi klinis dengan hasil yang didapat.
Disimpulkan bahwa temuan ini memberikaan penandaan langsung Beneficial (B), Harmful (H), atau
equivocal (E). Untuk studi penemuan statistic ini, ambang batas bermakna adalah P < 0,01.

Tingkat 1: literatur ini berisi perbandingan yang diamati (misalnya, cohort, case control design)
antara intervensi klinis untuk hasil yang spesifik.

Tingkat 2: literatur yang berisi studi observasional dengan statistik asosiatif (misalnya, Resiko yang
relatif, korelasi, sensitivitas/spesifik)

Tingkat 3: literatur yang berisi studi observasional bukan pembanding dengan statistik deskriptif
(misalnya, frekuensi, persentase).

Tingkat 4: literatur yang berisi laporan kasus.

Literatur yang tidak memadai

5
Kurangnya bukti ilmiah yang memadai dalam literatur mungkin terjadi bila salah satu bukti yang dicari
tidak tersedia (yaitu, tidak ditemukan bukti yang terkait) atau tidak adekuat. Literatur yang tidak
adekuat tidak dapat digunakan untuk menilai hubungan antara intervensi klinis dan hasil, seperti jika
literatur tersebut tidak mempunyai tafsiran yang jelas dari penemuan-penemuan akibat kepentingan
metodologi (misalnya, tidak ditemukan dalam studi desain atau implementasi) atau tidak memenuhi
kriteria untuk bahan yang didefinisikan dalam "Fokus" pada pedoman ini.

Bukti berdasarkan Opini

Semua bukti berdasarkan opini (misalnya, data survei, opini, komentar berdasarkan internet, surat dan
editorial) masing-masing topik berhubungan satu dengan lainnya, dipertimbangkan untuk
pengembangan pembaharuan pedoman ini, bagaimanapun hanya penemmuan yang ditemukan dari
survey formal yang dilaporkan

Survei pendapat yang dikembangkan untuk pembaharuan oleh Task Force yang ditujukak pada masing-
data intervensi klinis diidentifikasi dalam dokumen. Survei identitas dibagikan kepada konsultan ahli
dan anggota ASA secara acak.

Kategori A: Pendapat ahli. Respons survei dari Task Force merujuk kepada konsultan expert yang
dilaporkan dalam bentuk ringkasan pada teks, dengan sebuah daftar lengkap dari respon survei
konsultan yang dilaporkan dalam lampiran 2

Kategori B: Pendapat Keanggotaan. Respons survei dari anggota ASA yang aktif dilaporkan dalam
bentuk ringkasan pada teks, dengan sebuah daftar lengkap dari respon survei konsultan yang dilaporkan
dalam lampiran 2

Respons survei dari sumber-sumber keanggotaan dan ahli dicatat menggunakan 5 skala poin dan
dirangkum berdasarkan nilai rata-rata.

Sangat Setuju: Skor Rata-rata 5 (sedikitnya 50% dari responden adalah 5)

Setuju: Skor Rata-rata 4 (sedikitnya 50% dari responden adalah 4 atau 4 dan 5)

Equivocal: Skor Rata-rata 3 (sedikitnya 50% dari responden adalah 3, atau tidak ada kategori
responden lain atau kombinasi kategori serupa yang berisi sedikitnya 50% responden)

Tidak Setuju: Skor Rata-rata 2 (sedikitnya 50% dari responden adalah 2 atau 1 dan 2)

6
Sangat Tidak Setuju: Skor Rata-rata 1 (sedikitnya 50% dari responden adalah 1)

Kategori C: Pendapat Informal. Testimoni dari forum terbuka diperoleh selama pengembangan dari
pedoman ini, komentar berdasarkan Internet, surat dan bentuk tulisan apapun dievaluasi secara
informal dan dibahas selama perumusan rekomendasi pedoman ini. Apabila dibernarkan, Task Force
dapat menambahkan informasi pendidikan atau catatan peringatan berdasarkan informasi ini.

Pedoman

Evaluasi pasien

Evaluasi pasien preoperatif untuk mengenali faktor-faktor risiko pada pemberian transfusi darah atau
terapi adjuvan termasuk (1) meninjau catatan medis sebelumnya, (2) melakukan wawancara terhadap
pasien atau keluarga pasien, (3) meninjau hasil tes laboratorium yang ada, dan (4) meminta tes
laboratorium tambahan bila ada indikasi.

Temuan literatur: Walaupun diterima dengan baik, praktik klinik untuk meninjau catatan medis dan
melakukan wawancara kepada pasien, studi banding tidak cukup untuk mengevaluasi dampak dari
praktik ini. Studi observasional dan laporan kasus menunjukkan bahwa beberapa kelainan kongenital
atau kondisi tertentu yang didapat (misalnya, anemia bulan sabit, kekurangan faktor pembekuan darah,
hemofilia, dan penyakit hati) mungkin dikaitkan dengan transfusi darah (Bukti Kategori B3/B4-H )5-24

Selain itu, studi observasional mengindikasikan bahwa pemerikasaan laboratorium sebelum operasi
(misalnya: hemoglobin, hematokrit (proporsi sel darah merah dalam darah), tes koagulasi) dapat
memperkirakan kehilangan darah perioperatif, resiko transfuse darah, atau kejadian lainnya yang tidak
diharapkan (misalnya: kerusakan ginjal akut) yang berhubungan dengan transfusi darah (Bukti
Kategori B2-B).

Temuan survei : Para konsultan dan anggota ASA sangat setuju untuk (1) melihat rekaman medis dan
melakukan interview kepada pasien atau keluarganya untuk mengidentifikasi transfusi darah yang
sebelumnya, riwayat koagulopati (gangguan pembekuan darah) yang induksi oleh obat (drug-induced
coagulopathy), adanya koagulopati bawaan, riwayat kejadia trombus, dan faktor resiko terjadinya
iskemia organ; dan (2) Tinjauan dari hasil tes laboratorium termasuk hemoglobin, hematokrit, profil
koagulasi dan tes tambahan lainnya tergantung pada kondisi medis pasien (misalnya, koagulopati,

7
anemia). Para anggota ASA dan konsultan juga sangat setuju untuk (1) menginformasikan pada pasien
mengenai resiko yang mungkin terjadi dan manfaat dari tranfusi darah, serta mendapatkan pilihan
mereka dan (2) melakukan pemeriksaan medis terhadap pasien (misalnya, ecchymosis, petechiae,
pallor).

Rekomendasi untuk mengevaluasi pasien:

 Melihat rekam medis sebelumnya dan menanyakan kepada pasien atau keluarga mengenai:
o Transfusi darah sebelumnya
o Riwayat koagulopati yang diinduksi oleh obat (misalnya, warfarin, clopidogrel, aspirin
dan antikoagulan lain, begitu juga dengan vitamin atau suplemen herbal yang dapat
mempengaruhi koagulasi (lampiran 3)
o Adanya koagulopati bawaan
o Riwayat kejadian trombus (misalnya, Trombosis Vena Dalam, Emboli Paru)
o Faktor resiko pada iskemik organ (misalnya, penyakit kardio-respiratory) yang dapat
mempengaruhi pokok pemicu transfusi sel darah merah (misalnya, level hemoglobin)
 Memberikan informasi pada pasien yang mengenai potensi resiko maupun manfaat dari
tranfusi darah untuk menperoleh pilihan mereka
 Melihat hasil tes laboratorium yang tersedia termasuk hemoglobin, hematokrit, dan profil
koagulasi
 Meminta tes laboratorium tambahan pada penderita dengan kondisi tertentu (misalnya,
koagulopati, anemia)
 Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien (contoh ecchymosis, petechiae, pallor)
 Jika memungkinkan, lakukan evaluasi pre operatif yang cukup baik diawal (misalnya, beberapa
hari sampai beberapa minggu) sehingga memungkinkan persiapan yang tepat bagi pasien

Persiapan sebelum menerima pasien (Preadmission Patient Preparation)

8
Persiapan sebelum menerima pasien termasuk (1) pengobatan terhadap anemia, (2) menghentikan obat
antikoagulan dan anti platelet, dan (3) mempersiapkan darah dari pasien sendiri untuk nantinya
ditransfusi kembali (autologous).

Pengobatan Anemia. WHO mengidentifikasi anemia sebagai suatu kondisi dimana ambang batas
hemoglobin berada pada:

11.0 g/dL untuk anak berusia 0.50 – 4.99 tahun

11.5 g/dL untuk anak berusia 5.0 – 11.99 tahun

12.0 g/dL untuk anak berusia 12.0 – 14.99 tahun dan wanita berusia > 15 tahun (tidak hamil)

11.0 g/dL untuk wanita hamil

13.0 g/dL untuk pria berusia > 15 tahun.

Tindakan preadmission untuk anemia termasuk pemberian erythropoietin (hormon pertumbuhan yang
mengendalikan eritropoiesis-pembentukan sel darah merah) dan/atau zat besi untuk meningkatkan
level hemoglobin sebelum operasi.

Temuan literatur: Meta-analisis dari RCTs (randomized controlled trial) yang menggunakan placebo
(obat tanpa efek yang digunakan sebagai congroup) mengindikasikan bahwa erythropoietin dengan
atau tanpa zat besi ditemukan efektif untuk mengurangi jumlah pasien yang membutuhkan transfusi
alogenik (transfusi dari orang lain) sama baiknya dengan mengurangi volume darah alogenik yang
ditransufikan (Bukti Kategori A1-B). Literatur yang ada tidak cukup untuk mengevaluasi kemampuan
dari erythropoietin dengan zat besi jika dibandingkan dengan erythropoietin tanpa zat besi. RCTs
melaporkan temuan yang equivocal saat sebelum pemberian Fe per-oral dibandingkan dengan baik
placebo atau tanpa Fe terkait dengan level hemoglobin pre-operatif atau transfusi darah alogenik
perioperatif. (Bukti Kategori A2-E).

Temuan survei: Baik para konsultan maupun anggota dari ASA setuju bahwa erythropoietin dengan
atau tanpa Fe dapat diberikan ketika memungkinkan untuk mengurangi kebutuhan tranfusi darah
alogenik dalam memilih populasi pasien (misalnya, insufisensi renal - pasien dengan fungsi ginjal yang
buruk; pasien dengan penyakit anemia kronis; penolakan transfusi), dan keduanya juga sangat setuju
terhadap pemberian Fe pada pasien penderita anemia defisiensi besi jika waktu memungkinkan

9
Pemberhentian obat anti-koagulan dan anti-platelet

Temuan literatur: Suatu studi observasi komparatif non-randomized memberikan hasil yang
equivocal sehubungan dengan efek pemberhentian warfarin (anti-koagulan) dan menggantinya dengan
low-molecular-weight heparin (LMWH) pada pasien yang memerlukan transfusi darah jika
dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan warfarin (Bukri Kategori B1-E). Studi observasi
melaporkan terjadinya kehilangan darah berkisar antara 265-756 ml dan memerlukan transfuse darah
sebanyak ±0.08-0.5 unit darah apabila clopidogrel dihentikan penggunaannya pre-operatif (Bukti
Kategori B3). Literatur yang ada tidak cukup untuk mengevaluasi dampak dari pemberhentian aspirin
sebelum operasi walaupun ada dua studi RCTs yang membandingkan pemberian aspirin dengan
placebo sebelum operasi memberikan hasil yang equivocal (P>0.01 – tidak signifikan secara statistik)
pada kehilangan darah perioperatif, kebutuhan transfusi, dan kejadian yang tidak diinginkan pasca
operasi (misalnya, Miokard Infark, Perdarahan banyak atau kematian) (Bukti Kategori A2-E).

Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA sangat setuju tentang (1) pemberhentian terapi
antikoagulasi (warafin, obat anti-Xa, obat antitrombin) untuk operasi elektif yang dikonsultasikan
dengan spesialis yang tepat; (2) jika memungkinkan secara klinis dapat menghentikan obat antiplatelet
yang non aspirin (contohnya thienopyridines seperti clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel) dalam
waktu yang cukup untuk operasi yang besar, kecuali pada pasien yang memiliki riwayat Intervensi
Perkutaneus (3) bahwa resiko Penyumbatan darah maupun resiko peningkatan pendarahan harus
dipertimbangkan ketika memilih status antikoagulasi.

Sebelum Menerima Donor Darah Autolog

Temuan literatur: RCTs mengindikasikan bahwa sebelum penerimaan pasien donor darah autolog
dapat jumlah pasien yang memerlukan transfusi alogeneic dan mengurangi volume darah yang
ditransfusikan per pasien (Bukti Kategori A2-B ).

Temuan survey: Para konsultan dan anggota ASA sangat setuju terkait pada kepastian bahwa darah
dan komponen darah tersedia untuk pasien jika diperkirakan terjadi kehilangan darah yang berarti atau
membutuhkan tranfusi darah; keduanya setuju bahwa ketika memilih donor darah autolog, pasien harus
diberikan kesempatan untuk mendonasikan darahnya sebelum diterima masuk RS hanya jika
mempunyai waktu yang cukup untuk pemulihan sel darah merah.

10
Recommendation for Preadmission Patient Preparation (Rekomendasi untuk Persiapan pasien
masuk rumah sakit)

 Eritropoietin dengan atau tanpa pemberian Fe jika memungkinkan dapat mengurangi kebutuhan
darah alogeneik pada populasi yang dipilih pasien (misalnya insufisensi renal, anemia oleh
karena penyakit kronis; penolakan transfusi)
 Pemberian Fe pada pasien dengan anemia defisiensi besi jika waktu memungkinkan
 Dalam konsultasi dengan spesialis yang tepat, pemberhentian terapi antikoagulasi (warfarin,
obat anti-Xa, obat antitrombin) untuk operasi elektif:
o Transisi ke obat yang memberikan kerja lebih pendek (misalnya heparin, low molecular-
weight heparin) mungkin cocok pada pasien tertentu
o Jika memungkinkan secara klinis, hentikan obat antiplatelet yang non-aspirin
(contohnya thienopyridines seperti clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel) dalam waktu
yang cukup untuk operasi yang besar, kecuali pada pasien yang memiliki riwayat
Intervensi Perkutaneus
o Aspirin dapat dilanjutkan tergantung kasus

o Risiko penyumbatan darah maupun resiko peningkatan pendarahan harus dipertimbangkan


ketika memilih status antikoagulasi.
o Pastikan bahwa darah dan komponen darah tersedia untuk pasien jika diperkirakan terjadi
kehilangan darah yang berarti atau membutuhkan tranfusi darah;
o Jika memilih donor darah autolog, pasien harus diberikan kesempatan untuk mendonasikan
darahnya sebelum diterima masuk RS hanya jika mempunyai waktu yang cukup untuk pemulihan
sel darah merah.

Persiapan Pra Prosedur

Persiapan pra prosedur pasien meliputi strategi untuk mengurangi transfusi alogenik intraoperatif: (1)
protokol manajemen darah, (2) Membalikkan efek antikoagulan, (3) antifibrinolitik untuk profilaksis
pada kehilangan darah yang berlebihan, dan (4) hemodilusi normovolemic akut (ANH).

Protokol Manajemen darah. Protokol untuk manajemen darah perioperatif mencakup (1) protokol
multimodal atau algoritma, (2) Kriteria pembatasan maupun transfusi liberal, (3) menghindari transfusi,

11
(4) protokol transfusi masif (misalnya, perdarahan) dan (5) jadwal pesanan jumlah darah yang
diperlukan selama operasi

Multimodal protokol algoritma atau. Protokol multimodal adalah strategi yang biasanya terdiri atas
penetapan sebelum "bundel" intervensi dengan maksudkan untuk mengurangi kehilangan darah dan
kebutuhan transfusi. Komponen bundel mungkin termasuk konsultasi dengan beberapa spesialisasi
medis, dukungan institusi, penggunaan algoritma transfusi, dan percobaan hal penanganan pasien
sebagai tambahan lainya intervensi konservasi darah perioperatif. Algoritma dimaksudkan untuk
mengidentifikasi poin keputusan atau "jalur" selama prosedur dimana harus digunakan intervensi
tertentu.

Temuan Literatur: Laporan variabel RCTs protokol multimodal atau algoritma menemukan
perbandinagn penggunaan tes koagulasi atau konsentrasi hemoglobin dengan praktek manajemen darah
rutin, terkait darah dan produk tranfusi darah saat protokol tersebut implementasikan (Bukti Kategori
A2-E). RCTs menunjukan berkurangnya transfuse darah dan persentase pasien yang ditransfusikan
ketika thromboelastrography (TEG)-guided protokol atau algoritma yang dibandingkan dengan uji
koagulasi laboratorium standar pada pasien bedah jantung (Bukti Kategori A2-B). Sebuah RCTs
melaporkan pengurangan kebutuhan produk darah alogenik saat membandingkan tromboelastometri
rotasi (ROTEM) yang di pandu oleh algoritma dengan yang tidak menggunakan algoritma untuk
perdarahan pasien luka bakar (Bukti Kategori A1-B). Studi di atas melaporkan protokol multimodal
atau studi algoritma berisi berbagai macam komponen intervensi dan dampak dari setiap komponen
tunggal pada hasil yang tidak dilaporkan.

Temuan Survei: Baik para konsultan dan anggota ASA, keduanya sangat setuju mengenai kerja
protokol multimodal atau algoritma sebagai strategi untuk mengurangi penggunaan produk darah.

Strategi Pembatasan versus Tranfusi Liberal. Definisi untuk strategi pembantasan versus liberal
untuk transfusi darah bervariasi dalam literatur, meskipun kriteria hemoglobin untuk transfusi kurang
dari 8 g/dl dan hematokrit val-UES kurang dari 25% biasanya dilaporkan sebagai pembatasan.

Temuan Literatur: Meta-analisis dari RCTs membandingkan pembatasan dengan kriteria transfusi
liberal dan melaporkan bahwa lebih sedikit transfusi sel darah merah ketika strategi pembatasan
bekerja baik (Bukti Kategori A1-B). Temuan RCTs untuk kematian, jantung, neurologis atau
komplikasi paru, dan lama tinggal di rumah sakit yang equivocal. (Bukti Kategori A2-E)

12
Temuan Survei: Para anggota ASA dan konsultan sangat setuju bahwa strategi pembatasan pada
transfusi sel darah merah dapat digunakan untuk mengurangi kebutuhan transfusi.

Menghindari Transfusi.Sebuah protokol untuk menghindari transfusi atau untuk mengurangi volume
darah yang hilang mungkin lebih dipilih dalam kasus tertentu.

Temuan Literatur: Pada laporan studi observasional ditemukan adanya kehilangan sedikit volume
darah untuk prosedur utama atau kasus jantung lainnya ketika protokol diimplementasikan (Kategori
Bukti B3-B)

Temuan Survei: Baik konsultan maupun anggota ASA sangat setuju bahwa protokol untuk
menghindari transfusi dapat digunakan sebagai strategi untuk mengurangi kehilangan darah pada
pasien yang menolak tidak memungkinkan untuk dilakukan transfusi.

Protokol Transfusi Masif. Protokol transfusi masif diimplementasikan dalam kasus yang mengancam
jiwa seperti perdarahan setelah trauma dan / atau selama prosedur, yang dimaksudkan untuk
meminimalkan efek samping hipovolemia dan dilusi koagulopati. Protokol ini membutuhkan
ketersediaan dalam jumlah besar darah dan produk darah alogenik. Mereka sering meresepkan tranfusi
FFP dan trombosit dalam rasio yang tinggi (misalnya, 1:1) dengan transfusi sel darah merah.

Temuan Literatur: Sebuah studi observasional mengindikasikan bahwa rasio FFP terhadap sel darah
merah lebih tinggi setelah pelaksanaan protokol transfusi masif (Bukti Kategori B3-E).

Temuan survei: Baik para konsultan dan anggota ASA, keduanya sangat setuju untuk menggunakan
protokol transfusi masif jika tersedia sebagai strategi untuk mengoptimalkan pengiriman produk darah
pada pasien dengan perdarahan masif.

Jadwal pemesanan jumlah darah maksimal selama operasi

Temuan Literatur: Studi observasional mengindikasikan bahwa implementasi jadwal pemesanan


jumlah darah maksimal selama operasi atau menyamakan pemesanan darah untuk operasi sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pemesanan darah (Bukti Kategori B2-B). Sebuah RCT
membandingkan persamaan pemesanan darah untuk operasi (SBOE) dengan jadwal pemesanan jumlah
darah maksimal selama operasi menunjukkan suatu peningkatan rasio crossmatch transfusi untuk
SBOE (Bukti Kategori A3).

13
Temuan Survei: Baik para konsultan dan anggota ASA, keduanya sepakat mengenai penggunaan
jadwal pemesanan jumlah darah maksimal selama operasi, bila tersedia dan sesuai dengan kebijakan
institusi, sebagai sebuah strategi untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pemesanan darah.

Membalikkan Efek Antikoagulan.

Membalikkan efek antikoagulan mencakup topik-topik dari (1) pra prosedur pemberian konsentrat
protrombin kompleks (PCCs), (2) pemberian FFP, dan (3) pra prosedur pemberian vitamin K.

Temuan Literatur: Studi observasional dan laporan kasus menindikasikan bahwa empat faktor
pemberian PCCs diberikan saat preoperatif yang diikuti dengan pengurangan nilai INR (Bukti Kategori
B3 / 4-B), dengan kejadian tromboemboli dilaporkan pada 0,003% pada pasien yang diinfus (Bukti
Kategori B3). Literatur tidak cukup untuk mengevaluasi dampak dari penggunaan FFP dengan
membalikkan efek antikoagulan. Satu studi retrospektif membandingkan pemberian vitamin K segera
sebelum pembedahan dengan yang tidak diberikan vitamin K, dilaporkan temuan equivocal untuk
kebutuhan transfusi (Bukti Kategori B3-E).

Temuan Survei: Baik konsultan dan anggota ASA sangat setuju bahwa untuk membalikkan efek
warafin dalam keadaan urgent, pemberian PCCs yang dikonsultasi dengan spesialis yang tepat, atau
pemberian FFP. Para anggota ASA dan konsultan sangat setuju mengenai pemberian vitamin K untuk
membalikkan efek warafin dalam keadaan non-urgent kecuali bila pemulihan yang cepat dari
antikoagulan setelah operasi dibutuhkan.

Antifibrinolitik untuk Profilaksis Kehilangan Darah berlebih.

Temuan Literatur:

Asam ε-aminokaproat.

Meta-analisis dari plasebo terkontrol RCT menunjukkan bahwa penggunaan asam ε-aminokaproat yang
diberikan sebelum dan / atau selama prosedur efektif dalam mengurangi kehilangan darah perioperatif
dan jumlah pasien yang ditransfusi pada pembedah jantung, ortopedi, atau operasi liver (Bukti Kategori
A1-B); Temuan equivocal dilaporkan untuk volume darah yang ditransfusikan (Bukti Kategori A1-E).
Sebuah RCTs membandingkan asam ɛ-aminokaproat dengan placebo, melaporkan kehilangan darah
sedikit dari penurunan kebutuhan transfusi RBC ketika asam ɛ-aminokaproat diberikan untuk
14
profilaksis perdarahan yang berlebihan setelah operasi penggantian lutut total dan sebelum deflasi
tourniquet (Bukti Kategori A3-B).

Asam traneksamat. Meta-analisis dari plasebo terkontrol RCT menunjukkan bahwa pemberian asam
traneksamat untuk profilaksis perdarahan yang berlebihan diberikan sebelum dan / atau selama
prosedur efektif dalam mengurangi kehilangan darah perioperatif, jumlah pasien yang ditransfusikan
dan volume produk darah yang ditransfusikan (Bukti Kategori A1-B). RCTs membandingkan asam
traneksamat dengan plasebo atau yang tidak menggunakan asam traneksamat melaporkan tidak ada
perbedaan untuk stroke, infark miokard, gagal ginjal, perdarahan pada operasi berulang atau kematian
(Bukti Kategori A2-B).

Meta-analisis dari plasebo terkontrol RCT menunjukkan bahwa asam traneksamat untuk profilaksis
perdarahan yang berlebihan dimulai setelah artroplasti lutut dan pinggul dan sebelum deflasi tourniquet
dibandingkan dengan plasebo juga melaporkan volume kehilangan darah yang lebih rendah (Bukti
Kategori A1-B). Satu RCT tidak menunjukkan efikasi saat asam traneksamat diberikan setelah operasi
jantung dan dilanjutkan selama 12 jam (Bukti Kategori A3-E).

Temuan Survei: Konsultan dan anggota ASA setuju mengenai penggunaan terapi antifibrinolitik
profilaksis untuk mengurangi perdarahan dan risiko transfusi pada pasien yang berisiko terjadi
perdarahan yang berlebih. Konsultan dan anggota ASA setuju mengenai penggunaan terapi
antifibrinolitik untuk mengurangi transfusi darah alogenik pada pasien yang menjalani
cardiopulmonary bypass. Mereka juga sama-sama sepakat mengenai pertimbangan menggunakan
terapi antifibrinolitik dalam keadaan klinis lainnya berisiko tinggi untuk perdarahan berlebihan.

Hemodilusi Normovolemik Akut (HNA).


Temuan Literatur: Meta-analisis dari RCT mengindikasikan bahwa HNA efektif dalam mengurangi
volume tranfusi darah alogenik dan jumlah pasien yang ditransfusi dengan darah alogeneik untuk
pembedahan besar dari jantung, ortopedi, toraks, atau operasi liver (Kategori A1-B).165-178 Meta-analisis
tambahan dari RCT menunjukkan bahwa HNA dikombinasikan dengan sel darah merah intraoperatif
dibandingkan dengan pemulihan sel darah merah intraoperatif saja lebih efektif dalam mengurangi
volume tranfusi darah alogenik (Kategori A1-B) dan kurang jelas mengenai jumlah pasien yang
ditransfusi dengan darah alogenik (Kategori A1-E).179-188

15
Temuan Survei: Konsultan dan anggota ASA setuju mengenai penggunaan HNA untuk mengurangi
transfusi darah alogenik pada pasien berisiko tinggi untuk perdarahan yang berlebih (misalnya,
pembedahan besar dari jantung, ortopedi, toraks, atau operasi liver), jika memungkinkan.

Rekomendasi untuk Persiapan Pra Prosedur Protokol Manajemen Darah


 Protokol multimodal atau algoritma dapat digunakan sebagai strategi untuk mengurangi
penggunaan produk darah. Namun, tidak ada algoritma tunggal atau protocol yang dapat
direkomendasikan saat ini.
 Strategi pembatasan transfusi sel darah merah mungkin aman digunakan untuk mengurangi
pemberian transfusi. ***
o Penentuan apakah konsentrasi hemoglobin antara 6 dan 10 g/dl membenarkan atau memerlukan
transfusi sel darah merah, harus didasarkan pada potensi terjadinya perdarahan atau perdarahan
yang masih berlansung (kecepatan dan jumlah), status volume intravaskular, tanda iskemik
organ, dan cadangan kardiopulmoner yang adekuat
o Sel darah merah harus diberikan unit per unit, pada saat yang memungkinkan dengan penilaian
kembali
 Protokol untuk menghindari transfusi dapat digunakan sebagai strategi untuk mengurangi
kehilangan darah untuk pasien yang menolak atau tidak mungkin untuk ditranfusi
 Protokol tranfusi masif (yaitu, hemoragik) dapat digunakan bila tersedia sebagai strategi untuk
mengoptimalkan pengiriman produk darah pada pasien dengan perdarahan masif
 Gunakan jadwal pemesanan darah pembedahan secara maksimal, bila tersedia dan sesuai dengan
kebijakan institusi yang ada, sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pemesanan
darah.

Membalikkan Efek Antikoagulan.


 Untuk membalikkan efek warafin, pemberian PCCs yang dikonsultasi dengan spesialis yang tepat,
atau pemberian FFP.
 Pemberian vitamin K pada penderita yang diseleksi untuk membalikkan efek warafin pada keadaan
non-urgent kecuali bila pemulihan yang cepat dari antikoagulan setelah operasi dibutuhkan

Antifibrinolitik untuk Profilaksis Kehilangan yang berlebih

16
 Menggunakan terapi antifibrinolitik untuk profilaksis penggunaan transfusi darah alogenik pada
pasien yang menjalani cardiopulmonary baypass.
o Pertimbangkan penggunaan terapi antifibrinolitik untuk profilaksis dalam prosedur ortopedi
tertentu seperti operasi penggantian lutut.
o Pertimbangkan penggunaan terapi antifibrinolitik untuk profilaksis pada pembedahan liver atau
pada keadaan klinis lain yang berisiko tinggi untuk mengalami perdarahan yang berlebih.
Hemodilusi Normovolemik Akut (HNA).
 Pertimbangkan HNA untuk mengurangi tranfusi darah alogenik pada pasien dengan resiko tinggi
untuk terjadi perdarahan yang berlebih (misalnya, pembedahan besar dari jantung, ortopedi, toraks,
atau liver), jika memungkinkan.

Manajemen Kehilangan Darah Intra dan Pasca Operasi


Intraoperatif dan intervensi pasca operasi termasuk (1) transfusi alogenik sel darah merah, (2) Infus
kembali dari autolog sel darah merah, (3) pemantauan pasien intra dan pasca operasi, dan (4)
pengobatan dari perdarahan yang berlebihan

Tranfusi Alogenik Sel Darah Merah. Transfusi darah alogenik mencakup topik-topik dari (1) usia
simpanan darah dan (2) penurunan leukosit.
Usia Darah yang Disimpan.
Temuan Literatur: Studi komparatif non-randomized equivocal terkait efek dari simpanan darah yang
baru dan lama pada angka kematian di rumah sakit, kematian 30-hari setelah tranfusi, komplikasi
infeksi, lama tinggal di unit perawatan intensif atau rumah sakit (Kategori B1-E).189-198
Temuan Survei: Para konsultan equivocal dan anggota ASA tidak setuju mengenai pemberian darah
tanpa pertimbangan durasi penyimpanan.

Hal. 8
Penurunan Leukosit.
Temuan Literatur: hasil RCT ekuivokal sehubungan dengan infeksi pasca operasi dan komplikasi
infeksi saat deplesi leukosit sel darah merah dibandingkan dengan penurunan nonleukosit. (Bukti
Kategori A2-B).199-205

17
Temuan Survei: Anggota ASA dan para konsultan sangat setuju bahwa darah dengan leukosit yang
sudah direduksi dapat digunakan untuk transfusi dengan tujuan mengurangi komplikasi yang dikaitkan
dengan transfusi darah alogenik.

Reinfusi dari Pemulihan Sel Darah Merah.


Pemulihan Sel Darah Merah Intraoperasi.
Temuan Literatur: Meta-analisis dari RCT mengindikasikan bahwa pemulihan sel darah merah
intraoperatif dibandingkan dengan transfusi secara konvensional (ex: pemulihan sel non darah) efektif
dalam mengurangi volume transfusi darah alogenik (Bukti Kategori A1-B). 206-217
Pemulihan Sel Darah Merah Pasca Operasi.
Temuan Literatur: RCT mengindikasikan bahwa pemulihan darah pasca operasi dan reinfusi dengan
sel darah merah yang sudah pulih mengurangi frekuensi transfusi darah alogenik (Bukti Kategori A2-B)
pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi mayor.218-220
Temuan Survei: para konsultan dan anggota ASA sangat setuju sehubungan dengan reinfusi sel darah
merah yang sudah pulih sebagai intervensi dalam menyisakan darah pada periode intraoperatif dan/atau
pasca operasi.
Pemantauan Pasien Intra dan Pasca Operasi.
Pemantauan pasien saat intra dan pasca operasi terdiri dari: (1) kehilangan darah, (2) perfusi organ
vital, (3) anemia, (4) koagulopati, dan (5) efek samping dari transfusi.
Pemantauan untuk Kehilangan Darah.
Pemantauan pada pasien yang kehilangan darah terdiri dari penilaian visual dari bidang bedah,
termasuk adanya darah, perdarahan mikrovaskuler, spons bedah, ukuran dan bentuk bekuan, serta
volume ditabung hisap (suction canister).
Temuan Literatur: Literatur ini belum cukup untuk mengevaluasi dampak dalam penilaian berkala di
bidang bedah seperti adanya darah, adanya perdarahan mikrovaskular (misal, Koagulopati) atau
mengamati spons bedah, ukuran dan bentuk bekuan, atau volume darah dalam tabung suction untuk
mengukur kehilangan darah yang terjadi.§§§
Temuan Survei: para konsultan dan anggota ASA sangat setuju sehubungan dengan: (1) secara
berkala melakukan penilaian visual dari bidang bedah bersama-sama dengan ahli bedah untuk menilai
adanya pembedahan atau perdarahan mikrovaskular yang berlebihan (i.e., koagulopati) dan (2)
penggunaan metode standard untuk pengukuran kuantitatif kehilangan darah termasuk pemeriksaan
tabung suction, spons bedah, dan drain bedah.

18
Pemantauan Perfusi Organ Vital
Pemantauan perfusi organ vital masuk dalam standar pemantauan ASA. Pemantauan tambahan
meliputi ekokardiografi, pemantauan renal (urin output), pemantauan cerebral (seperti: oksimetri
cerebral dan near infrared spectroscopy [NIRS]), analisa gas darah, dan saturasi oksigen campuran
dalam vena (mixed venous oxygen saturation).
Temuan Literatur: Literatur ini belum cukup untuk mengevaluasi efikasi daripada metode monitoring
yang sudah dikatakan sebelumnya pada hasil klinis yang terkait dengan transfusi darah.
Temuan Survei: Baik konsultan maupun anggota ASA sangat setuju sehubungan dengan: (1)
pemantauan perfusi organ vital menggunakan pemantauan standar ASA (seperti; tekanan darah, nadi,
saturasi oksigen, elektrokardiografi) sebagai pemantauan tambahan untuk mengobservasi manifestasi
klinis dan hasil pemeriksaan fisik, dan (2) pemantauan tambahan dapat meliputi ekokardiografi,
pemantauan renal (urin output), pemantauan cerebral (oksimetri cerebral dan NIRS), analisis gas darah,
dan “saturasi oksigen campuran dalam vena” (mixed venous oxygen saturation).
Pemantauan Anemia
Pemantauan untuk anemia meliputi pemantauan hemoglobin/hematokrit.
Temuan Literatur: Literatur ini belum cukup untuk mengevaluasi efikasi dari pemantauan
perioperatif pada Anemia.
Temuan Survei: Baik para konsultan maupun anggota ASA sangat setuju bahwa apabila telah
dicurigai adanya anemia, maka diperlukan pemantauan nilai hemoglobin/hematokrit berdasarkan
estimasi/perkiraan volume kehilangan darah dan tanda klinis yang ada.
Pemantauan Koagulopati
Pemantauan terhadap koagulopati meliputi test standar koagulasi (seperti; INR, activated partial
thromboplastin time [aPTT], konsentrasi fibrinogen), serta jumlah Trombosit. Pemantauan tambahan
untuk koagulopati dapat mencakup tes fungsi trombosit, dan viscoelastic assays (seperti TEG,
ROTEM).
Temuan Literatur: Sebuah studi observasional mengenai pengukuran point of care daripada aPTT
dan waktu protrombin oleh portable laser fotometer melaporkan bahwa dalam mendapatkan hasil
pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang lebih singkat dengan monitoring/pemantauan point of
care (Bukti Kategori B2-B).221 Ditemukan korelasi yang signifikan antara fotometer dan hasil tes

19
laboratorium tradisional. Sebuah penelitian observasional menemukan bahwa jumlah trombosit selama
cardiopulmonary bypass untuk memprediksi jumlah darah yang hilang, memiliki nilai sensitivitas
sebesar 83% dan spesifisitas 58% (Bukti Kategori B2).222 Temuan sebuah laporan RCT meragukan
terkait jumlah darah yang hilang dan perlunya transfusi saat TEG dibandingkan dengan standar
koagulopati tes di laboratorium (bukti Kategori A3-E).223 Hasil yang sama juga meragukan ditemukan
dengan pemantauan versi ROTEM versus non fibrinolisis untuk RBC, FFP, dan perlunya transfusi
trombosit (Kategori A3-E).224 Sebagai catatan TEG dan Algoritma panduan-ROTEM menunjukkan
untuk mengurangi tingkat perlunya transfusi darah yang efektif (lihat protokol multimodal atau
algoritma diatas). Untuk ROTEM, hasil sensitivitas yang dilaporkan pada jumlah darah yang hilang
adalah 13%, spesifisitas antara 52% samapai 80%, dan nilai prediktif positifnya adalah 45% (Kategori
B2).225,226 Korelasi non-random yang dilaporkan dalam sebuah penelitian mempunyai korelasi yang
signifikan (P<0.01) dengan standar tes koagulasi untuk tingkat fibrinogen dan jumlah trombosit, namun
korelasi yang tidak signifikan ditemukan pada antara ROTEM dan protrombin time (PT) dan aPTT
(Kategori B2).227-232
Hasil Penelitian: baik konsultan dan anggota ASA menyetujui bahwa apabila koagulopati telah
dicurigai , diperlukan pemeriksaan viscoelastic assays (seperti; TEG dan ROTEM), dan jumlah
trombosit bilaperlu. Keduanya sangat setuju bahwa apabila viscoelastic assays tidak memungkinkan,
maka diperlukan tes standar koagulasi (seperti; INR, aPTT, konsentrasi fibrinogen), serta jumlah
trombosit dalam pemantauan.
Pemanatauan Efek Samping Transfusi darah
Pemantaun efek samping dari transfusi meliputi pemeriksaan berkala tanda dari ketidakcocokan ABO
seperti hipertermia, hemoglobinuria, perdarahan mikrovaskular, kerusakan jaringan paru, hipoksemia,
distress pernafasan dan peningkatan tekanan jalan napas; tanda dari kontaminasi bakteri seperti
hipertermia dan hipotensi; tanda dari reaksi alergi seperti urtikaria; dan tanda dari toksisitas sitrat
seperti hipokalsemia (lampiran 4).
Temuan Literatur: studi komparatif non randomized
Temuan Survei: Baik konsultan dan anggota ASA sangat setuju bahwa: (1) selama dan setelah
transfusi, perlu diperhatikan keadaan-keadaan seperti hipertermia, hemoglobinuria, perdarahan
mikrovaskular, hipoksemia, distress pernafasan, peningkatan tekanan jalan napas, urtikaria, hipotensi,
dan hipokalsemia, dan (2) setelah terapi untuk reaksi transfusi, menghentikan transfusi darah dan
melanjutkan dengan pemeriksaan lainnya yang sesuai.
Penanganan pada Perdarahan yang Banyak

20
Terapi perdarahan yang banyak pada intra-operatif dan post-operatif meliputi: (1) transfusi trombosit,
(2) transfusi FFP, (3) transfusi cryoprecipitate, dan (4) terapi farmakologi.
Transfusi Trombosit
Hasil Kepustakaan: kepustakaan terbaru yang ada masih kurang untuk menilai hasil dari transfusi
trombosit dalam menangani koagulopati.
Hasil Penelitian: Baik konsultan dan anggota ASA setuju dengan perlunya mendapatkan jumlah
trombosit sebelum transfusi , bila memungkinkan. Namun, para konsultan masih ragu sehubungan
dengan perlunya dilakukan tes fungsi trombosit, apabila memungkinkan , pada pasien yang telah
dicurigai atau drug-induced (seperti; clopidogrel) disfungsi trombosit.
Tranfusi FFP
Hasil kepustakaan: laporan RCT menemukan hasil yang berbeda dimana jumlah darah yang hilang
dan transfusi RBC diperlukan ketika transfusi FFP dibandingkan dengan transfusi non-FFP (Kategori
A2-E).240-241
Hasil Penelitian: Baik konsultan dan anggota ASA, keduanya setuju bahwa, pada pasien dengan
perdarahan yang banyak memerlukan tes koagulasi (seperti PT atau aPTT) sebelum transfusi FFP bila
memungkinkan.
Transfusi Cryoprecipitate
Hasil Kepustakaan: hasil kepustakaan masih belum cukup untuk menilai transfusi cryoprecipitate
intra-operatif atau post-operatif u ntuk penanganan yang aktual koagulopati.
Hasil Penelitian: Baik konsultan dan anggota ASA keduanya setuju bahwa, pada pasien dengan
perdarahan yang banyak, pemeriksaan kadar fibrinogen sebelum masuknya cryoprecipitate, bila
memungkinkan.
Penanganan Farmakologi pada Perdarahan yang Banyak
Penanganan farmakologi pada perdarahan yang banyak meliputi: (1) desmopressi, (2) antifibrinolitik
(seperti asam Ɛ-aminocaproic, asam traneksamat), (3) hemostatik topikal (seperti; benang fibrin,
trombin), (4) PCCs, (5) konsentrasi faktor koagulasi (faktor rekombinan VIIa), dan (6) penanganan
hipofibrinogenemia (cryoprecipitate, konsentrat fibrinogen).
Desmopressin:
Hasil Kepustakaan: Meta-analisis dari placebo-kontrol RCTs mengindikasikan keefektifan
desmopresin dalam mengurangi volume darah yang hilang post-operatif (Kategori A1-B).242-248

21
Hasil Penelitian: baik konsultan dan anggota ASA, keduanya setuju bahwa, pada pasien dengan
perdarahan yang banyak dan disfungsi trombosit, dengan mempertimbangkan penggunaan
desmopresin.
Antifibrinolitik:
Hasil Kepustakaan: Jumlah perdarahan yang hilang dan transfusi RBC diperlukan ketika asam Ɛ-
aminocaproic dibandingkan dengan placebo dalam penanganan perdarahan post-operatif pada pasien
dengan jumlah drainase >100 ml/h (Kategori A3-E).249 Hasil kepustakaan yang ada sekarang masih
belum cukup untuk menilai manfaat pemberian asam traneksamat post-operatif dalam mengatasi
jumlah perdarahan yang banyak.
Hasil Penelitian: baik konsultan dan anggota ASA, keduanya setuju bahwa pada pasien yang
mengalami perdarahan yang banyak, penggunaan antifibrinolitik perlu dipertimbangkan (seperti asam
Ɛ-aminocaproic, asam traneksamat), apabila belum digunakan.
Hemostatik Topikal

Penemuan Literatur: Meta analisis RCT menunjukkan bahwa lem fibrin efektif dalam mengurangi
jumlah darah yang hilang selama operasi dan jumlah pasien yang ditransfusi saat dibandingkan dengan
yang tidak menggunakan lem fibrin (Category A1-B evidence).250–261 RCT menunjukkan bahwa gel
trombin efektif dalam mengurangi jumlah kehilangan darah saat operasi dan waktu untuk hemostasis
(Category A2-B evidence).262–264

Penemuan Survei: Para konsultan dan anggota ASA setuju bahwa pasien dengan perdarahan hebat
dipertimbangkan untuk menggunakan hemostatika topikal seperti lem fibrin atau gel trombin.

Konsentrat Protrombin Kompleks

Penemuan Literatur: Penelitian observasional dan laporan kasus menunjukkan bahwa penggunaan
four-factor PCCs selama operasi akan diikuti oleh penurunan jumlah darah yang hilang dan normalisasi
nilai INR (Category B3/4-B evidence).265–268

Penemuan Survei: Para konsultan dan anggota ASA setuju bahwa pasien dengan perdarahan hebat
dan peningkatan INR dipertimbangkan menggunakan PCC

Konsentrat Faktor Koagulasi

22
Penemuan Literatur: Meta analisis terhadap placebo-controlled RCTs rekombinan faktor VII
teraktivasi melaporkan penemuan samar mengenai jumlah kehilangan darah, jumlah darah yang
ditransfusi, dan jumlah pasien yang ditransfusi (Category A1-E evidence).269–275

Penemuan Survei: Para konsultan dan anggota ASA setuju bahwa ketika pilihan tradisional tidak
mampu dalam menangani perdarahan hebat karena koagulopati dipertimbangkan pemakaian
rekombinan faktor VII teraktivasi.

Penanganan Terhadap Hipofibrinogenemia:

Penemuan Literatur: Hasil dari literatur tidak cukup dalam mengevaluasi transfusi cryoprecipitate
selama atau sesudah operasi untuk mengatasi hipofibrinogenemia. RCT membandingkan konsentrat
fibrinogen dengan laporan plasebo mengenai rendahnya jumlah transfusi sel darah merah dan
penurunan frekuensi jumlah pasien yang ditransfusi pada pemberian konsentrat fibrinogen saat operasi
(Category A2-B evidence).276,277

Penemuan Survei: Para konsultan dan anggota ASA setuju bahwa pasien dengan perdarahan hebat
dipertimbangkan menggunakan konsentrat fibrinogen.

Rekomendasi dalam menangani kehilangan darah saat dan sesudah operasi

Transfusi Sel Darah Merah Allogeneic

- Pemberian darah tanpa mempetimbangkan durasi penyimpanan


- Darah leukocyte-reduced bisa digunakan untuk transfusi dengan tujuan mengurangi komplikasi
terkait transfusi darah allogeneic

Reinfusi Sel Darah Merah yang Dipulihkan

Reinfusi sel darah merah yang dipulihkan sebagai intervensi blood-sparing saat periode intraoperatif,
jika sesuai.

Pengamatan Pasien Saat dan Sesudah Operasi

- Pengamatan visual yang dilakukan berkala bersama dengan bagian bedah dan ahli bedah untuk
menilai adanya perdarahan mikrovaskuler (seperti koagulopati) atau pembedahan hebat.
- Menggunakan metode standar untuk menghitung jumlah darah yang hilang, termasuk
pengecekan tabung hisap, spons bedah dan sistem pengaliran cairan.
23
- Memantau perfusi organ vital menggunakan monitor ASA standar (seperti tekanan darah,
denyut jantung, saturasi oksigen, elektrokardiografi) sebagai tambahan dalam mengamati gejala
klinis dan hasil pemeriksaan fisik.
o Pengamatan tambahan termasuk echocardiography, pemantauan ginjal (urin output),
pemantauan serebral (seperti cerebral oximetry dan NIRS), analisa gas darah, dan
saturasi oksigen vena gabungan.
- Jika dicurigai adanya anemia, pantau nilai hemoglobin/hematokrit dengan menghitung jumlah
darah yang hilang dan melihat tanda-tanda klinis.
- Jika dicurigai koagulopati, lakukan uji koagulasi standar (seperti INR, aPTT, konsentrasi
fibrinogen), uji viscoelastic (seperti TEG dan ROTEM), dan jika tersedia, hitung platelet.
- Selama dan setelah transfusi, cek berkala jika terdapat tanda-tanda reaksi transfusi seperti
demam, hemoglobinuria, perdarahan mikorvaskuler, hipoksemia, distress pernapasan,
peningkatan tekanan jalan napas puncak, urtikaria, hipotensi dan tanda-tanda hipokalemia.
o Jika terdapat tanda-tanda reaksi transfusi, hentikan transfusi, tangani secara suportif dan
mulai dengan terapi suportif
o Beritakan kepada bank darah mengenai kasus reaksi transfusi.

Penanganan Perdarahan Hebat

- Pada pasien dengan perdarahan hebat, rekomendasi berikut ini dibuat berdasarkan bukti
masing-masing intervensi pada penelitian tunggal atau ketika dibandingkan dengan plasebo.
Dampak kombinasi intervensi ini tidak dibahas pada panduan ini.
o Hitung jumlah platelet jika memungkinkan sebelum dilakukan transfusi platelet (lihat
tabel 1 untuk kriteria transfusi platelet yang disarankan). ### Sebagai tambahan,
lakukan uji fungsi platelet pada pasien dengan atau dicurigai disfungsi platelet karena
obat (seperti clopidogrel)
o Jika memmungkinkan lakukan uji koagulasi (seperti PT, INR, atau aPTT) sebelum
transfusi FFP (lihat tabel 1 untuk kriteria transfusi FFP yang dianjurkan).****
o Nilai tingkat fibrinogen sebelum diberikan cryoprecipitate, jika memungkinkan (lihat
tabel 1 untuk kriteria transfusi cryoprecipitate yang dianjurkan)
o Desmopressin dapat digunakan pada pasien dengan perdarahan hebat atau disfungsi
platelet
o Pertimbangkan penggunaan hemostatika topikal seperti lem fibrin atau gel trombin.

24
o Pertimbangkan penggunaan antifibrinolitik (seperti asam ɛ-aminokaproat, asam
tranexamat) jika dicurigai atau terdapat fibrinolisis dan obat ini belum digunakan.
o PCC dapat digunakan pada pasien dengan perdarahan hebat atau mengalami
peningkatan INR
o Pertimbangkan pemberian rekombinan faktor VII teraktivasi jika pilihan tradisional
sudah tidak mampu dalam menangani perdarahan hebat karena koagulopati
o Konsentrat fibrinogen dapat digunakan

APPENDIX 1. Rangkuman Rekomendasi

I. Evaluasi pasien
o Lihat rekam medis sebelumnya dan wawancara pasien atau keluarganya untuk
mengidentifikasi:
 Transfusi darah sebelumnya
 Riwayat koagulopati karena obat (contoh: warfarin, clopidogrel, aspirin dan
antikoagulan lain, juga vitamin atau suplemen herbal yang mempengaruhi
koagulasi [appendix 3])
 Adanya koagulopati kongenital
 Riwayat kejadian trombotik (seperti trombosis vena dalam, emboli pulmoner)
 Faktor risiko untuk organ iskemik (seperti penyakit kardiorespirasi) yang dapat
mempengaruhi ultimate transfusion trigger untuk sel darah merah (contoh nilai
hemoglobin)
o Beritahukan kepada pasien mengenai potensi risiko dan kelebihan transfusi darah, lalu
catat pilihan mereka.
o Lihat uji laboratorium yang ada, termasuk hemoglobin, hematokrit dan profil koagulasi.
o Uji laboratorium yang lain tergantung keadaan pasien (seperti koagulopati dan anemia)
o Lakukan pemeriksaan fisik pada pasien (seperi ekimosis, peteki, pallor)
o Jika memungkinkan, sebelumnya lakukan evaluasi pre-operatif sebaik mungkin (seperti
beberapa hari sampai minggu) agar dapat mempersiapkan pasien sebaik mungkin

II. Preparasi Pasien Sebelum Pemberian

25
o Eritropoietin dengan atau tanpa besi dapat diberikan jika memungkinkan untuk
mengurangi kebutuhan darah allogeneic pada beberapa pasien yang sudah dipilih (seperi
insufisiensi ginjal, anemia karena penyakit kronis, penolakan transfusi)
o Pemberian besi pada pasien anemia defisiensi besi jika waktu memungkinkan
o Konsultasi dengan ahlinya, hentikan terapi antikoagulan (seperti warfarin, obat anti-Xa,
agen antitrombin) untuk operasi elektif.
 Penggantian dengan terapi jangka pendek (seperti heparin, lowmolecular-weight
heparin) dapat dilakukan pada beberapa pasien.
o Jika secara klinis memungkinkan, hentikan pemberian agen antiplatelet non-aspirin
(seperti thienopyridines; clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel) dalam waktu yang
cukup sebelum operasi, kecuali pada pasien dengan riwayat intervensi koroner perkutan
 Aspirin dapat dilanjutkan dengan dasar case-by-case
o Risiko trombosis versus risiko peningkatan perdarahan harus dipertimbangkan ketika
mengubah status koagulasi
o Pastikan tersedia darah atau komponen darah pada pasien yang dicurigai kehilangan
banyak darah atau membutuhkan transfusi
o Jika darah autologous lebih dipilih, pasien dapat diberikan penawaran untuk
mendonorkan darahnya sebelum diberikan darah hanya jika terdapat waktu yang cukup
untuk rekonstitusi eritropoiesis

III. Persiapan Sebelum Prosedur


Protokol Penanganan Darah
o Protokol atau algoritma multimodal dapat digunakan sebagai strategi untuk mengurangi
jumlah pemakaian produk darah. Namun tidak ada algoritma atau protokol tunggal yang
dapat direkomendasikan saat ini.
o Strategi transfusi sel darah merah restriktif dapat digunakan dengan aman untuk
mengurangi pemberian transfusi
o Penentuan apakah konsentrasi hemoglobin antara 6 dan 10 mg/dL atau membutuhkan
transfusi sel darah merah harus berdasarkan perdarahan yang akan atau sedang terjadi
(kecepatan dan besarnya), status volume intravaskuler, tanda-tanda organ iskemik, dan
kecukupan cadangan kardiorespirasi

26
o Sel darah merah harus diberikan unit-per-unit, ketika memungkinkan, dengan interval
reevaluasi
o Protokol untuk menghindari transfusi dapat digunakan sebagai strategi untuk
mengurangi kehilangan darah pada pasien yang menolak atau tidak memungkinkan
untuk di transfusi
o Protokol transfusi masif (seperti perdarahan) dapat digunakan jika tersedia sebagai
strategi untuk memaksimalkan penyampaian produk darah kepada pasien dengan
perdarahan hebat
o Gunakan jadwal permintaan darah operasi secara maksimal, jika tersedia dan sesuai
peraturan institusi, sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi praktik permintaan
darah

Reversal Antikoagulan

o Bagi reversal antikoagulan yang darurat, berikan PCCs disertai konsultasi dengan
ahlinya atau berikan FFP
o Berikan vitamin k untuk pasien yang terpilih pada reversal warfarin, kecuali dibutuhkan
restorasi antikoagulasi cepat setelah operasi

Antifibrinolitik sebagai pencegahan perdarahan hebat

o Gunakan terapi antifibrinolitik sebagai profilaksis pada penggunaan transfusi darah


allogeneic di pasien yang menjalani operasi bypass kardiopulmoner
o Pertimbangkan penggunaan terapi antifibrinolitik untuk profilaksis pada beberapa
operasi ortopedi
o Pertimbangkan penggunaan terapi antifibrinolitik untuk profilaksis pada operasi hati dan
keadaan klinis yang berisiko tinggi untuk terjadinya perdarahan hebat

Hemodilusi Normovolume Akut (Acute Normovolemic Hemodilution / ANH)

o Pertimbangkan ANH untuk mengurangi transfusi darah allogeneic pada pasien yang
berisiko tinggi perdarahan hebat (contoh: operasi jantung mayor, ortopedi, dada, atau
hati), jika memungkinkan

IV. Penanganan Kehilangan Darah Saat dan Setelah Operasi

27
Transfusi sel darah merah allogeneic

o Berikan darah tanpa mempertimbangkan durasi penyimpanan


o Darah leukocyte-reduced bisa digunakan untuk transfusi dengan tujuan mengurangi
komplikasi terkait transfusi darah allogeneic

Reinfusi Sel Darah Merah yang Dipulihkan

o Reinfusi sel darah merah yang dipulihkan sebagai intervensi blood-sparing saat periode
intraoperatif, jika sesuai.

Pengamatan Pasien Saat dan Sesudah Operasi

o Pengamatan visual yang dilakukan berkala bersama dengan bagian bedah dan ahli bedah
untuk menilai adanya perdarahan mikrovaskuler (contoh: koagulopati) atau pembedahan
hebat.
o Menggunakan metode standar untuk menghitung jumlah darah yang hilang, termasuk
pengecekan tabung hisap, spons bedah dan sistem pengaliran cairan.
o Memantau perfusi organ vital menggunakan monitor ASA standar (seperti tekanan
darah, denyut jantung, saturasi oksigen, elektrokardiografi) sebagai tambahan dalam
mengamati gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik.
 Pengamatan tambahan termasuk echocardiography, pemantauan ginjal (urin
output), pementauan serebral (seperti cerebral oximetry dan NIRS), analisa gas
darah, dan saturasi oksigen vena gabungan.
o Jika dicurigai adanya anemia, pantau nilai hemoglobin/hematokrit dengan menghitung
jumlah darah yang hilang dan melihat tanda-tanda klinis.
o Jika dicurigai koagulopati, lakukan uji koagulasi standar (seperti INR, aPTT,
konsentrasi fibrinogen), uji viscoelastic (seperti TEG dan ROTEM), dan jika tersedia,
hitung platelet.
o Selama dan setelah transfusi, cek berkala jika terdapat tanda-tanda reaksi transfusi
seperti demam, hemoglobinuria, perdarahan mikorvaskuler, hipoksemia, distress
pernapasan, peningkatan tekanan jalan napas puncak, urtikaria, hipotensi dan tanda-
tanda hipokalemia.
 Jika terdapat tanda-tanda reaksi transfusi, hentikan transfusi, tangani secara
suportif dan mulai dengan terapi suportif
28
 Beritakan kepada bank darah mengenai kasus reaksi transfusi.

Penanganan Perdarahan Hebat

o Pada pasien dengan perdarahan hebat, rekomendasi berikut ini dibuat berdasarkan bukti
masing-masing intervensi pada penelitian tunggal atau ketika dibandingkan dengan
plasebo. Dampak kombinasi intervensi ini tidak dibahas pada panduan ini.
o Hitung jumlah platelet jika memungkinkan sebelum dilakukan transfusi platelet (lihat
tabel 1 untuk kriteria transfusi platelet yang disarankan). Sebagai tambahan, lakukan uji
fungsi platelet pada pasien dengan atau dicurigai disfungsi platelet karena obat (seperti
clopidogrel)
o Jika memmungkinkan lakukan uji koagulasi (seperti PT, INR, atau aPTT) sebelum
transfusi FFP (lihat tabel 1 untuk kriteria transfusi FFP yang dianjurkan).
o Nilai tingkat fibrinogen sebelum diberikan cryoprecipitate, jika memungkinkan (lihat
tabel 1 untuk kriteria transfusi cryoprecipitate yang dianjurkan)
o Desmopressin dapat digunakan pada pasien dengan perdarahan hebat atau disfungsi
platelet
o Pertimbangkan penggunaan hemostatika topikal seperti lem fibrin atau gel trombin.
o Pertimbangkan penggunaan antifibrinolitik (seperti asam ɛ-aminokaproat, asam
tranexamat) jika dicurigai atau terdapat fibrinolisis dan obat ini belum digunakan.
o PCC dapat digunakan pada pasien dengan perdarahan hebat atau mengalami
peningkatan INR
o Pertimbangkan pemberian rekombinan faktor VII teraktivasi jika pilihan tradisional
sudah tidak mampu dalam menangani perdarahan hebat karena koagulopati
o Konsentrat fibrinogen dapat digunakan

Lampiran 2. Metode dan Analisis

Untuk pedoman ini yang telah diperbarui, sebuah tinjauan dari studi yang digunakan dalam
pengembangan pembaruan sebelumnya digabungkan dengan penelitian yang diterbitkan setelah
persetujuan informasi pada tahun 2005. † Penilaian ilmiah dari pedoman ini didasarkan pada
keterkaitan bukti atau pernyataan mengenai hubungan potensial antara intervensi klinis dan hasil.
Intervensi yang tercantum diperiksa untuk menilai hubungan mereka dengan berbagai hasil terkait
dengan transfusi darah perioperatif dan terapi pembantu.

29
Evaluasi Pasien

Meninjau rekam medis (yang didapat atau congenital, tes laboratorium sebelumnya)
 Melakukan wawancara pasien
 Melaksanakan/mengajukan tes laboratorium baru ketika telah diindikasi
o Hemoglobin atau hematokrit
o Profil koagulasi (PT, aPTT, ACT, TEG)
o Jenis dan silang dibandingkan jenis dan screen
o Maksimum jadwal pemesanan darah untuk prosedur elektif

Persiapan pasien masuk

Pencegahan atau pengurangan anemia perioperatif


 Eritriopoietin
 Besi (Fe)
Penghentian Antikoagulan
 Warfarin
Penghentian agen antitrombotik
 Clopidogrel atau Thienopyridines lainnya
 Aspirin
Persiapan donor darah autologous (PAD)
 PAD dibandingkan darah alogenik atau produk darah
 PAD dibandingkan pra prosedur ANH
 PAD dibandingkan darah intraoperatif atau pasca operasi
Prosedur persiapan
Protokol manajemen Darah
 Protokol multimodalitas atau algoritma
 Membatasi dibandingkan protokol transfusi liberal
 Protokol Tanpa transfusion (misalnya, operasi tanpa adanya perdarahan)
 Protokol transfusi masif
 Maksimum jadwal pemesanan darah untuk prosedur elektif
Pengembalian antikoagulan

30
 Vitamin K
 PCCs
Antifibrinolitik untuk profilaksis oleh karena kehilangan darah yang berlebihan
 Asam ɛ-aminokaproat
 Asam traneksamat
ANH
 ANH versus tanpa ANH
 ANH dikombinasikan dengan pemulihan darah intraoperatif dibandingkan tiap ANH atau
pemulihan darah intraoperatif
Intraoperatif dan pasca operasi Intervensi
Alogenik transfusi sel darah merah
 Usia sel darah merah yang tersimpan
 Penurunan leukosit
Autologous transfusi sel darah merah
 Pemulihan darah intraoperatif
Perlindungan Sel darah
Darah Lengkap
 Pemulihan darah pascaoperasi
o Perlindungan Sel darah
o Darah lengkap
Pemantauan Intraoperatif dan pasien pasca operasi:
 Pemantauan kehilangan darah:
o penilaian Visual dari bidang bedah
o Tingkat adanya darah
o Adanya perdarahan mikrovaskular
o Bedah spons
o Ukuran bekuan dan bentuk
o Volume pengisapan ditabung
 Pemantauan untuk perfusi yang tidak memadai dan oksigenasi dari organ vital
o Pemantauan jantung (tekanan darah, denyut jantung, saturasi oksigen)
o Pemantauan ginjal (output urin)
o Pemantauan Otak
31
o Oksimetri Otak
o NIRS
o Pengukuran gas darah arteri
o Campuran saturasi oksigen vena (SVO2)
 Pemantauan untuk transfusi tanpa-sel darah merah-koagulopati
o Pemantauan fungsi trombosit
o Tes viskoelastik hemostatic
o TEG (tromboelastometri)
o ROTEM(tromboelastometri)
 Pemantauan (pemeriksaan periodik) untuk efek samping dari transfusi
 edera paru akut yang berhubungan dengan transfusi
 hemolitik (inkompatibilitas ABO) reaksi transfusi
 Toksisitas Citrate (hypocalcemia)
 kelebihan beban sirkulasi Transfusi
 Kontaminasi bakteri
 immunomodulasi (misalnya, penyakit graft versus host penyakit infeksi)
o Pengobatan perdarahan yang berlebihan
 perawatan Transfusi:
 transfusi trombosit
 transfusi FFP
 Kriopresipitat
o Perawatan farmakologis:
 Desmopressin
 Antifibrinolitik
 Asam ɛ-aminokaproat
 Asam traneksamat
 Hemostatik topikal
 Lem fibrin
 Gel Thrombin
 PCC
 PCC vs FFP
 Bebulin

32
 Profilnin
 Kcentra (Beriplex, Confidex)
 Konsentrat faktor pembekuan
 Rekombinan Factor VIIa
 Pengobatan untuk hipofibrinogenemia
 Kriopresipitat
 Fibrinogen konsentrat (Riastap)

Untuk tinjauan literatur, potensi relevan studi klinis diidentifikasi melalui pencarian elektronik dan
manual literatur. penelusuran yang diperbarui periode dari tahun 2004 sampai 2014. Selama 1800
kutipan baru yang ditujukan topik yang terkait dengan hubungan bukti diidentifikasi artikel ini
diperiksa dan mereka memenuhi kriteria yang seperti diuraikan dalam bagian "Fokus" di atas
digabungkan dengan artikel pra-2005 yang digunakan dalam informasi sebelumnya, sehingga total 520
artikel yang berisi bukti terkait adanya hubungan langsung. Sebuah bibliografi lengkap digunakan
untuk mengembangkan Pedoman ini, yang diselenggarakan oleh bagian, tersedia dalam konten 2, http:
// link.lww.com/ALN/B101.
Awalnya, setiap studi temuan yang terkait diklasifikasikan dan diringkas untuk menentukan
potensi meta-analisis. Literatur berkaitan dengan 11 bukti terkandung cukup banyak penelitian dengan
desain eksperimental yang jelas dan informasi statistik yang cukup untuk meta-analisis. keterkaitan ini
adalah (1) eritropoietin dibandingkan dengan plasebo, (2) asam ε-aminokaproat dibandingkan plasebo;
(3) asam traneksamat dibandingkan dengan plasebo diberikan sebelum atau selama operasi, (4) ANH
versus tanpa ANH; (5) ANH dengan pemulihan sel darah merah intraoperatif terhadap darah merah
pemulihan sel tunggal, (6) restriktif terhadap transfusi strategi liberal (7) pemulihan sel darah merah
intraoperatif dibandingkan transfusi konvensional, (8) desmopresin dibandingkan dengan plasebo, (9)
asam traneksamat dibandingkan dengan plasebo diberikan setelah operasi (10) lem fibrin versus tanpa
lem fibrin, dan (11) rekombinan Faktor aktivasi VII dibandingkan dengan plasebo (tabel 2).
(1)Hasil dari perioperative transfuse darah dan bantuan terapi. (2) survey pendapat dari pilihan
secara acak, (2) survei pendapat dari sampel yang dipilih secara acak dari anggota yang aktif ASA, (3)
pendapat peserta dari dua forum terbuka publik yang diselenggarakan di dua pertemuan anestesi
nasional, § (4) komentar Internet, dan (5) opini Task Force dan interpretasi. Survei pengembalian
adalah 31% (n = 21 dari 67) untuk konsultan, dan 29% (n = 87 dari 300) untuk responden keanggotaan.
Hasil survei yang dilaporkan dalam tabel 3 dan 4, dan diringkas dalam Guidelines.

33
Dari update sebelumnya, konsultan diminta untuk menunjukkan, jika ada, dari hubungan bukti
dari praktik klinis. Tingkat pengembalian 24% (n = 16 dari 67). Konsultan mengharapkan tidak ada
perubahan yang terkait seperti : pra operasi evaluasi-75%; penghentian antikoagulasi dan
keterlambatan operasi-94%; obat anemia untuk mengelola perioperatif -75%; obat untuk koagulasi dan
meminimalkan kehilangan darah-81%; darah autologous pra operasi 88%; pemantauan untuk perfusi
dan oksigenasi-94%; pemantauan untuk indikasi transfusi -88%; transfusi sel darah merah 94%,
transfusi darah-100%; transfusi trombosit 88%; transfusi beku plasma-88%; transfusi kriopresipitat-
94%; pengobatan pada perdarahan berlebilahn 88%; dan pemantauan laboratorium untuk reaksi
transfuse 88%.

Delapan puluh delapan persen dari responden menunjukkan bahwa Guidelines tidak
berpengaruh pada jumlah waktu yang dihabiskan untuk kasus yang khas. Dua responden (12%)
mengindikasikan bahwa akan ada peningkatan jumlah waktu yang mereka akan menghabiskan pada
kasus yang khas dengan pelaksanaan Guidelines. Jumlah meningkat waktu diantisipasi oleh responden
adalah 5 dan 10 menit.

Vitamin dan Suplemen Herbal yang memberi efek

Suplemen Herbal yang menurunkan trombosit Agregasi

Bilberry

Bromelain

Dong Quoi

Feverfew

Minyak ikan

Minyak biji rami

Bawang putih

Jahe

Ginkgo Biloba

34
Ekstrak biji anggur

Saw palmetto

Herbal yang menhambat pembekuan

Chamomile

Dandelion root

Dong Quoi

Horse chestnut

Vitamin yang mempengaruhi pembekuan

Vitamin K

Vitamin E

Efek samping terkait dengan transfuse

Reaksi transfusi intravaskular akut terjadi ketika sel darah merah memecah di ruang
intravaskular karena mekanisme komplemen-dimediasi (biasanya akibat ABO inkompatibilitas) atau
kerusakan fisik pada sel darah merah (osmotik atau terkait suhu). Kedua mekanisme menghasilkan
hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Namun, komplikasi yang sering fatal seperti shock dan
penyebaran koagulasi di intravascular biasanya hanya terlihat di ABO inkompatibilitas. Frekuensi
korban jiwa karena tidak kompatibel ABO, penyebab utama kematian transfusi, telah menurun tajam
selama dekade terakhir sebagai proses yang ketat untuk mengidentifikasi pasien dan unit darah yang
ditransfusikan. Di ruang operasi, reaksi transfusi akut dari ABO inkompatibilitas diwujudkan oleh
pendarahan yang sulit tertangani di bidang operasi, hipotensi dan shock, demam, dan hemoglobinuria.
Terapi terdiri dari menghentikan transfusi darah, mempertahankan darah tekanan, dan transfusi agresif
trombosit, FFP, dan kriopresipitat untuk melawan koagulopati untuk tetap membawa oksigen melalui
transfusi tipe O sel darah merah.

Transfusi terkait dengan cedera paru akut sekarang merupakan penyebab utama kematian
dengan kegagalan transfusi. Ini dikarenakan antibody donor dalam komponen darah plasma (biasanya

35
FFP atau platelet, dan sel darah merah) berinteraksi dengan antigen pada granulosit (leukosit antigen
atau granulosit spesifik) mengakibatkan agregasi granulosit dan komponen aktif dalam kapiler paru.
Gejala – gejala ( demam, hipoksemi, kegagalan pernapasan akut, peningkatan tekanan udara) terjadi
dalam 6 jam setelah transfuse. Kecuali adanya demam, gejala – gejala yang tidak stabil dari transfusi
berlebihan. Terapi untuk menghentikan transfusi dan tindakan suportif lainnya.

Kontaminasi bakteri dari komponen darah yang paling sering dikaitkan dengan transfusi
trombosit disimpan 20 ° -24°C yang memfasilitasi pertumbuhan bakteri. Ada penurunan yang
signifikan dalam kematian yang terkait dengan kontaminasi bakteri sejak tahun 2001, sebagai proses
untuk mendeteksi kontaminasi bakteri dalam trombosit telah dimasukkan ke dalam wadah.
Kontaminasi bakteri dimanifestasikan oleh hipertermia dan hipotensi. Pengobatan terdiri dari
menghentikan transfusi, mulai antibiotik, dan langkah-langkah lainnya.

Reaksi alergi disebabkan oleh imunoglobulin antibodi E pada pasien terhadap protein dalam
plasma dari komponen darah yang ditransfusikan. Sebagai jumlah yang sangat kecil dari protein alergi
diperlukan untuk menimbulkan reaksi, setiap komponen darah dapat dikaitkan dengan reaksi kecuali
untuk cuci darah. Gejala biasanya dibatasi dengan urtikaria dan manifestasi kulit eritematosa lain dan
menghilang secara spontan atau dengan administrasi diphenhydramine. Kadang-kadang, reaksi alergi
yang lebih parah dan mengakibatkan anafilaksis.

Sitrat adalah antikoagulan yang digunakan untuk mengumpulkan komponen darah dan dalam
jumlah yang signifikan di semua komponen darah. Ini mudah mengikat kalsium dan magnesium.
Ketika sejumlah besar komponen darah yang ditransfusikan selama periode waktu yang singkat,
metabolisme sitrat kewalahan dan pasien mengembangkan toksisitas sitrat (hipokalsemia dan
hipomagnesemia) yang dapat mengakibatkan manifestasi jantung yang merugikan.

Trombosit

 Transfusi trombosit dapat diindikasikan meskipun jumlah trombosit tampaknya cukup atau
tidak adanya trombosit menghitung disfungsi trombosit jika ada yang diketahui atau dicurigai
(misalnya, kehadiran agen antiplatelet ampuh, kardiomiopati memotong paru, disfungsi
trombosit bawaan dan perdarahan) †

 Pada pasien bedah atau kebidanan, transfusi platelet jarang diindikasikan jika jumlah platelet
diketahui lebih besar dari 100 × 109 / l dan biasanya ditunjukkan ketika hitungan kurang dari 50
× 109 / l di hadapan bleed- berlebihaning
36
Produk plasma (misalnya, FFP, PF24, atau Thawed Plasma) ‡

 FFP diindikasikan:

o Untuk koreksi mikrovaskular berlebihan perdarahan (yaitu, koagulopati) di hadapan


sebuah INR lebih besar dari 2.0, dengan tidak adanya heparin

o Untuk koreksi mikrovaskuler berlebihan perdarahan sekunder terhadap defisiensi faktor


koagulasi pada pasien ditransfusi dengan lebih dari satu volume darah (sekitar 70ml /
kg) dan ketika PT atau INR dan aPTT tidak bisa diperoleh secara tepat waktu

o Untuk reversal mendesak terapi warfarin ketika PCCs tidak tersedia

o Untuk koreksi dikenal kekurangan faktor pembekuan yang konsentrat spesifik tidak
tersedia

 FFP tidak diindikasikan:

o Jika PT atau INR dan aPTT normal

o Semata-mata untuk pembesaran volume plasma atau konsentrasi albumin

 Berikan FFP dalam dosis dihitung untuk mencapai minimal 30% dari konsentrasi faktor
plasma. Empat sampai lima trombosit konsentrat, 1 unit apheresis single-donor trombosit, atau
1 unit utuh segar blood§ menyediakan kuantitas faktor koagulasi yang sama dengan yang
terkandung dalam satu unit FFP

Kriopresipitat

 Kriopresipitat diindikasikan:

o Ketika tes aktivitas fibrinogen menunjukkan fibrinolisis a

o Ketika konsentrasi fibrinogen kurang dari 80-100mg / dl di hadapan perdarahan yang


berlebihan ║

o Sebagai tambahan pada pasien secara besar-besaran ditransfusi ketika konsentrasi


fibrinogen tidak dapat diukur secara tepat waktu mode

o Untuk pasien dengan defisiensi fibrinogen kongenital

37
o Bila mungkin, keputusan mengenai pasien dengan defisiensi fibrinogen kongenital harus
dilakukan dikonsultasi dengan ahli hematologi pasien

 Transfusi kriopresipitat jarang diindikasikan jika konsentrasi fibrinogen lebih besar dari 150mg
/ dl pada pasien yang tidak hamil.

 Perlakukan perdarahan pasien dengan von Willebrand jenis penyakit 1 dan 2A dengan
desmopresin dan kemudian dengan specific VWF / FVIII konsentrat, jika
tersedia. Cryoprecipate harus diberikan jika tidak ada respon atau memanfaatkan-kemampuan
desmopressin atau VWF / FVIII konsentrat

 Perlakukan perdarahan pasien dengan von Willebrand jenis penyakit 2B, 2M, 2N, dan 3 dengan
spesifik konsentrat VWF / FVIII, jika tersedia. Jika VWF / FVIII konsentrat tidak tersedia,
cryoprecipita te diindikasikan

38
Hal. 16 Jurnal

Reaksi alergi yang terjadi pada pasien disebabkan oleh antibodi Imunoglobulin E yang disebabkan oleh
protein plasma yang terdapat dalam komponen darah yang ditransfusikan. karena reaksi alergi dapat
terjadi hanya dengan jumlah protein allergen yang sangat sedikit maka segala komponen darah dapat
menimbulkan reaksi, kecuali darah yang sudah dicuci. Biasanya gejala yang terjadi hanya terbatas pada
urtikaria dan gejala eritema kulit lainnya dan akan sembuh baik spontan atau dengan pemberian
difenhidramin. Terkadang reaksi alergi yang terjadi sangat berat dan dapat menyebabkan anafilaksis.

Sitrat merupakan antikoagulan yang digunakan pada saat pengambilan darah dan biasanya terdapat
dalam jumlah yang signifikan dalam semua komponen darah. Sitrat mengikat kalsium dan magnesium.
Ketika transfusi darah diberikan dengan jumlah banyak dalam waktu yang singkat, terjadi metabolisme
yang berlebihan dari sitrat sehingga pada pasien dapat terjadi toksisitas sitrat (hipokalsemia dan
hipomagnesium) yang akhirnya dapat menimbulkan efek samping pada kardiak/jantung.

Hal. 17 Jurnal

Trombosit

- Transfusi trombosit dapat diberikan walaupun jumlah trombosit adekuat atau tidak adanya
hitung trombosit atau kita suspek adanya disfungsi trombosit. (misal: adanya agen antiplatelet
yang poten, cardiopulmonary bypass, disfungsi platelet kongenital dan perdarahan).

- Pada pasien obstetric atau bedah, transfuse trombosit jarang diindikasikan jika jumlah trombosit
lebih dari 100x109/l dan biasanya diindikasikan saat jumlah trombosit kurang dari 50 x 109/l
dengan adanya perdarahan berlebih.

Produk-produk Plasma (misal: FFP, PF24, atau Thawed Plasma)

Indikasi FFP:

- Untuk mengoreksi perdarahan mikrovaskular yang berlebih (misal: koagulopati) dengan adanya
jumlah INR lebih dari 2,0 , tanpa heparin.

- Untuk mengoreksi perdarahan mikrovaskular sekunder yang berlebih akibat defisiensi factor
koagulasi pada pasien yang ditransfusi dengan lebih dari satu kantong volume darah (kurang
lebih 70 ml/kgBB) dan jika PT atau INR dan aPTT tidak bisa diperoleh dalam waktu yang
seharusnya.

39
- Untuk pembalikan efek terapi warfarin pada keadaan urgen, apabila PCCs tidak tersedia.

- Untuk mengoreksi defisiensi faktor koagulasi yang diketahui apabila konsentrat spesifik tidak
tersedia.

FFP tidak diindikasikan apabila:

- PT atau INR and aPTT normal

- Hanya dengan tujuan untuk pembentukan/penambahan volume plasma atau konsentrasi


albumin

Pemberian FFP dengan dosis yang sudah ditentukan agar mencapai konsentrasi faktor plasma
minimal 30%. 4 sampai 5 kantong konsentrasi trombosit, 1 unit single-donor apheresis trombosit,
atau 1 unit darah segar meyediakan faktor koagulasi yang memiliki kuantitas setara dengan satu
unit FFP.

Cryoprecipitate

Indikasi Kryopresipitat:

- Hasil tes aktivitas fibrinogen mengindikasikan adanya fibrinolysis

- Konsentrasi fibrinogen kurang dari 80-100 mg/dl dengan adanya perdarahan berlebih

- Sebagai terapi tambahan pada pasien yang ditransfusi secara massif namun nilai konsentrasi
fibrinogen tidak dapat diukur dalam lama waktu yang seharusnya.

- Pasien dengan defisiensi fibrinogen kongenital

- Saat tersedia/memungkinkan, keputusan untuk diberikan kryopresipitat pada pasien dengan


defisiensi fibrinogen kongenital harus dirundingkan/dikonsultasikan dengan hematolog

Transfusi kryopresipitat jarang sekali diindikasikan jika kadar konsentrasi fibrinogen lebih dari 150
mg/dl pada pasien yang tidak hamil.

Jika tersedia/memungkinkan, terapi pasien dengan penyakit von Willebrand tipe 1 dan 2A
menggunakan desmopresin dan setelah itu diberikan konsentrat spesifik VWF/FVIII. Kryopresipitat
harus diberikan jika setelah pemberian desmopresin dan konsentrat VWF/FVIII tidak ada respon atau
tidak tersedianya kedua produk tersebut.

40
Jika tersedia/memungkinkan, terapi pasien dengan penyakit von Willebrand tipe 2B, 2M, 2N, dan 3
menggunakan konsentrat spesifik VWF/FVIII. Apabila konsentrat VWF/FVIII tidak tersedia maka
kryopresipitat dapat digunakan.

*Tabel ini menunjukkan beberapa kriteria transfusi yang menyarankan kapan waktu yang tepat
diberikan produk darah diatas. Keputusan atau beberapa kriteria diatas tergantung pada konteks klinis
dan keputusan dari dokter. Tabel ini tidak sebagai acuan atau catatan yang lengkap. Bukti ilmiah belum
cukup untuk mengevaluasi keuntungan peri-operatif dalam penggunaan kriteria diatas. Dosis yang tepat
dari trombosit harus didasarkan pada rekomendasi dari komite transfusi lembaga local. FFP mengacu
pada Frozen Plasma pada 8 jam setelah flobotomi, PF24 mengacu pada Frozen Plasma dalam 24 jam
setelah flobotomi, dan Thawed Plasma mengacu pada FFP yang disimpan hingga 5 hari pada suhu 1-6o
setelah dicairkan. Di US,

Hal. 18

41

Anda mungkin juga menyukai