Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KEGIATAN MINI PROJECT

Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat


Antihipertensi di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internship

Disusun Oleh:

Fetra Bagus Tira

Pembimbing:

dr. Hj. Evi Mutia Afriyeti

PUSKESMAS RAWAT INAP SIMPUR

KOTA BANDAR LAMPUNG

PROVINSI LAMPUNG

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Saat ini di Indonesia terjadi perubahan pola penyakit, dimana penyakit infeksi
menjadi penyakit tidak menular, seperti penyakit degenerative yang menjadi masalah
morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Semua itu disebabkan oleh perubahan
epidemiologi, demografi, serta teknologi. Beberapa penyebab terjadinya perubahan
epidemiologi diantaranya sosial ekonomi, lingkungan, dan perubahan struktur
penduduk, semua itu menyebabkan masyarakt Indonesia bergaya hidup tidak sehat
seperti makanan tinggi lemak dan kalori, kurangnya aktivitas fisik, merokok, serta
alkohol. Menurut WHO untuk kejadian penyakit tidak menular di tahun 2020
mendatang menyebabkan 73% angka kematian dan 60% angka kesakitan1.

Salah satu penyakit yang tidak menular dan hal tersebut merupakan masalah
terbesar di dunia adalah hipertensi atau dapat juga disebut sebagai the silent killer.
Menurut International Society of Hypertension (ISH) dan WHO, bahwasannya
penderita hipertensi saat ini telah mencapai angka 600 juta orang diseluruh dunia dan 3
juta diantaranya meninggal setiap tahun.

Hipertensi adalah penyebab kematian urutan ketiga (6,8%) setelah stroke dan
Tuberkulosis (Depkes, 2008). Berdasarkan data Depkes (2008) bahwa kejadian
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Ditingkat nasional, pulau jawa dan sumatera
memiliki kejadian prevalensi tertinggi di Indonesia.

Menurut Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan tahun 2007, 31,7% dari
penduduk Indonesia mengalami penyakit tekanan darah tinggi. Di Indonesia
berdasarkan penelitian Prof.DR.dr.H. Mochammad Sja’bani,M.Med.Sc,SpPD-KGH
(2008), di laporkan bahwa penderita hipertensi di Indonesia yang periksa teratur di
Puskesmas sebanyak 22,8%, sedangkan tidak teratur sebanyak 77,2%. Pada pasien
hipertensi dengan riwayat kontrol tidak teratur, tekanan darah yang belum terkontrol
mencapai 91,7%.4

2
Saat ini di provinsi Lampung gejala hipertensi menduduki peringkat ke-3 dari
10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Puskesmas. Data Puskesmas rawat
inap simpur bandar lampung pada bulan Januari–Mei 2017, didapatkan ada sekita 874
orang yang mengalami hipertensi. Angka tersebut menyatakan bahwa hipertensi
menduduki peringkat ke-2 terbanyak setelah angka kejadian ispa pada pasien rawat
jalan Puskesmas rawat inap simpur Kota Bandar Lampung. Berikut data jumlah
kunjungan pasien rawat jalan di Puskesmas Simpur pada bulan Januari – Mei 2017

No Nama Bulan Jumlah


Penyakit 1 2 3 4 5
1 Ispa 490 657 713 606 584 3050
2 Hipertensi 189 153 202 155 175 874
3 DM 122 116 116 125 116 595
4 Diare 79 104 96 119 93 491
5 Skabies 58 69 33 38 41 239
6 TB Paru 5 4 4 5 5 23
7 DBD 0 0 0 0 0 0
8 Malaria 0 0 0 0 0 0

Data pada saat observasi lapangan yang dilakukan ketika pelayanan BP,
posyandu lansia serta kegiatan prolanis, banyak diantara mereka yang mengalami
hipertensi tetapi tidak teratur dalam mengkonsumsi obat hipertensi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Rumusan Masalah Umum


Apa faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien minum obat
antihipertensi di Puskesmas Rawat inap simpur Bandar Lampung

2. Rumusan Masalah Khusus


a. Bagaimana gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien
minum obat antihipertensi di Puskesmas Rawat inap simpur Bandar Lampung

3
b. Bagaimana analisis hubungan faktor-faktor predisposisi dengan kepatuhan
pasien minum obat antihipertensi di Puskesmas Rawat inap simpur Bandar
Lampung

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum:

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien minum obat


antihipertensi di Puskesmas rawat inap simpur Bandar Lampung

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan


pasien minum obat antihipertensi di Puskesmas rawat inap simpur Bandar
Lampung
b. Mengetahui gambaran faktor-faktor perdisposisi; pendidikan, sarana
transportasi atau pengantar, jarak sumber daya kesehatan, dan pengetahuan
tentang hipertensi di Puskesmas simpur Bandar Lampung
c. Mengetahui analisis hubungan faktor-faktor predisposisi dengan kepatuhan
pasien minum obat antihipertensi di Puskesmas rawat inap simpur Bandar
Lampung

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi tenaga kesehatan untuk
memperhatikan pasien hipertensi melalui kepatuhan minum obat antihipertensi
sehingga dapat mencegah komplikasi dan menurunkan mortalitas.

2. Bagi Pasien

a) Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengobatan penyakit hipertensi


secara farmakologi
b) Meningkatkan kepatuhan minum obat antihipertensi pada pasien.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERTENSI

2.1. Definisi

Hipertensi diambil dari bahasa inggris “ Hypertension” yang artinya adalah


tekanan darah tinggi. Sedangkan menurut Wilson LM, Hipertensi adalaheadaan dimana
tekanan darah sistolik lebih dari 140 dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Sedangkan
alat untuk mengukur tekanan darah disebut Spygmomanometer. Cara menggunakan
spygmomanometer adalah sebelumnya pasien diminta untuk rileks atau beristirhat
dengan tenang, posisi bisa duduk tegak ataupun berbaring, lalu lengan atas pasien di tutup
oleh manset. Jika pasien sebelumnya telah merokok atau minum kopi maka pemeriksaan
dilakukan dengan jeda 5 sampai 30 menit.1,2

Hipertensi terbagi menjadi dua yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer
dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer ini tidak diketahui sebabnya, sedangkan
hipertensi sekunder yang sebab-sebabnya sudah diketahui. 3.

2.2. Epidemiologi

Pada zaman yang sudah semakin berkembang dan modern ini, penyakit hipertensi
telah menjadi masalah utama, terutama untuk masyarakat yang ada di Indonesia.Apalagi
semakin meningkatnya usia, pada usia lanjut penyakit hipertensi ini semakin bertambah.
Biasanya penyakit hipertensi adalah gejala awal dari penyakit-panyakit yang medasar. 1,3
Di prediksikan bahwa pada tahun 2025 kasus hipertensi dinegara yang
berkembang akan semakin meningkat dengan presentase sekitar 80%. Dari sejumlah 639
juta kasus hipertensi pada tahun 2000 akan menjadi 1,15 miliar pada tahun 2025. Prediksi
ini berdasarkan atas angka kasus penderita hipertensi pada tahun 2002. 1
Jumalah prevalensi yang mengalami hipertensi di Indonesia telah bnayak terjadi.
Beberapa mungkin ada yang tidak menunjukan gejala ataupun keluhan. Dan faktanya
masih banyak juga penderita hipertensi yang tidak mengatahui tentag hipertesi
dikarenakan jarak pelayanan kesehatan yang mana jangkauannya masih sangat terbatas.
4

5
2.3. Etiologi
Hipertensi primer sampai saat ini penyebabbya belum diketahui. Tetapi
beberapa penelitian menyabutkan bahwa hipertensi primer tidak hanya di sebabkan
oleh satu faktor saja. Jadi ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan hipertensi
primer. Sedangkan untuk hipertensi sekunder, itu disebabkan oleh beberapa faktor
primer yang diketahui. Beberapa faktor-faktor yang bisa dimodifikasi dan tidak bisa
dimodifikasi, anatara lain :5
Faktor yang tidak bisa dimodifikasi antara lain :
a. Faktor genetik
Faktor genetik ini sangatlah berpengaruh. Adanya faktor genetik didalam tubuh orang
tua mternyata setelah diteliti, hal ini berhubungan dengan meningkatnnya kadar sodium
intraseluller yang menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya hipertensi.
Peningkatan kadar sodium intraseluller ini akan menurunkan kadar potasodium yang
akhirnya akan meningkatkan terjadinya hipertensi.4

b. Umur
Seiring bertambahnya usia maka kejadian hipetensi akan semakin meningkat. Karena
menurut penelitian ternyata 50-60% saat orang-orang menginjak usia diatas 45 tahun
maka akan memiliki tekanan diatas 90/140 mmHg.7
Penyakit hipertensi juga adalah penyakit yang memiliki banyak faktor yaitu
brhubungan dengan beberapa faktor-faktor. Hpada orang yang diatas 45 tahun maka
dinding artesi akan semakin berkurang ke elasisitasannya karena zat kolagen didalam
otot akan mengalami penebalan. Oleh karena itu semikin pembuluh darah kaku maka
pembuluh darah akan semakin sempit hal tersebut akan menyebabkan tekanan daraha
yang meningkat sehingga terjadi hipertensi. 8

c. Jenis kelamin
Perbandingan yang mengalami hipertensi pada lai-laki dan perempuan hampir sama.
Tetapi ternyata perempuasn yang diatas 50 tahun memiliki kerentanan akan terjadinya
hipertensi. Hal tersebt dikarenakan perempuan yang diatas 50 tahun lebih tepatnya yang
sudh menoupose akan mengalami penurunan hormon. Terutama hormon estrogen.
Hormon estrogen ini akan enurunkan kasar HDL. Sehingga jika kadar HDL ini
menururn faktor terjadinya arteroklerosis akan semakin meningkat. Sehingga faktor
terjadinya kejadian hipertensi juga akan meningkat. Sehingga banyak yang

6
beranggapan bahwa hormon estrogen ini merupakan atau dianggap sebagai imunitas
pada seorang perempuan pada usia sebelum menoupose. 8

d. Ras
Menurut penelitian angaka kejadian terjadinya penyait hipertensi lebih banyak terjadi
pada orang yang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih. Hal ini
berhubungan dengan kadar renin. Kadar renin pada orang yang berukulit hitam lebih
rendah dari pada kadar renin yang ada di orang yang kulit putih. Hal ini menyebabkan
sensitifitas ornag yang berkulit hitam lebih rendah dari pada orang yang berkulit putih.
10

Faktor yang bisa dimodifikasi antara lain :

a. Kegemukan atau Obesitas


Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998) menjelaskan bahwa angaka
kejadian hipertensi pada orang dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) > 30 (obesitas)
sebesar 32 % untuk perempuan dan 38% untuk laki-laki, dibandingkan dengan IMT <
25 (gizi normal menurut standar internasional) dengan angka kejadian 17% untuk
perempuan dan 18% utnuk laki-laki. 9

b. Asupan diet garam


Menurut WHO (World Health Organization) mengemukakan dengan pola konsumsi
garam dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Pemberian garam dapur sehari
minimal adalaha 6 garam atau setara dengan 1 sendok teh. Hal terseut dikarenakan
oerang yang mengonsumsi garam yang berlebih didalam tubuhnya akan terjadi
peningkatan natrium. Peningkatan kadar natrium terutama didala cairan ektrasel akan
meningkatatkan cairan di intraseluller sehingga menyebabkan peingkatan volume darah
yang berakibat timbulnya hipertensi. Oleh karena itu dianjurkan mengkonsumsi garam
dapur tidak lebih dari 6 gram atau setara dengan satu sendok teh. 12, 11,10

7
Tabel 1. Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan 13

c. Merokok
Hubungan antara angaka kejadian merokok dengan pnyakit hipertensi adalah karena
adanya faktor resko dari terjadinya stenosis arteri renalis yang mengalami
arterisklerosis. Dalam sebuah penelitian, yaitu penelitian dari ST Bowman ada subjek
sebanyak 28.236 orang yang mana dari sabyek tersebut awalnya tidak ada riwayat
hipertensi. Tapi kemudian setelah diteusuri ternyata 51% subyek mempunyai riwayat
tidak merokok, 36 % merupakan perokok pemula dan 5% adalah perokok tapi hanya
menghabiskan 1-14 batang sehari dan sisanya 8% merupaka perokok lebih dari 15
batang perhari. Ternyata dari penelitian tersebut hasilny adalah adanya kejadian
hipertensi terdapat pada subyek yang merokok dan menghabiskan rokok lebih dari 15%
perhari. 1,14

d. Tipe kepribadian dan steress


Menurut penelitian dari Rosenman, ternyata ada perbedaan perilaku tipe A terhadap
adanya kejadian penyakit hipertensi. Ternyata dai penelitin tersebut perilaku tipe A
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan adanya kejadian hipertensi. Pada orang
yang mempunyai perilaku tipe A seperti sifatnya yang ambisius, suka marah-marah,
ingin menang sendiri, suka bersaing bekerja tidak henti dan tidak kenal lelah, selalu
dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat sifat itu akan mengerluarkan dari otak
suatau za yang dapat mempermudah terjadinya arterosklerosis yaitu zat ketekolamin.

8
Semakin kadar ketekolamin meningkat, maka semakin mudah terjadnya arterosklerosis
sehingga bisa mengkatkan terjadinya resiko hipertensi. 15
Dan hubungan stres dengan terjadinya hipertensi adalah adanya kerja aktifitas simpatis.
Pada orang stress yang berkelanjutan akan danya resistensi pembuluh darah, resistensi
pembuluh darah ini akan meningkatkan curah jantung sehingga menstimulus kerja dari
aktifitas saraf simpatis. Adanya peningkatan kerja saraf simpatis akan meningkatkan
tekanan darah. Apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus dan bekesinambungan
maka akan terjadi hipertensi. 1

2.4. Klasifikasi
Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluasion and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII).

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII 1

2.5. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi oeh karena terbentuknya angiotensin II dari


angitensin I oleh angotensin converting enzyme (ACE). ACE ini berperan dalam
fisiologis yaitu dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang dihasilkan oleh hati. Selanjutnya renin akan diubah menjadi angitensin I. Oleh
ACE yang ada diparu-paru, menjadi angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang berpengaruh untuk meningkatkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.10
Aksi pertama adalah adanya peningkatan dari ADH dan peningkatan rasa haus.
Hipotalamus akan memproduksi ADH, sehingga ADH ini akan bekerja diginjal yang
kerjanya adalah mengatur osmolaritas dan mengatur produksi urin. Adanya
peningkatan ADH akanmembuat produksi urin berkurang, maka urin yang keluar akan

9
sedikit. Untuk mencegah hal tersebut maka tubuh akan bereaksi dengan cara
meningkatkan volume dari ekstraseluller denagn cara menarik cairan intraselulle. Hal
tersebut akan mengkibatkan peningkatan volume darah sehingga tekanan darah akan
meningkat.11
Aksi kedua adalah dengan menstimulus hormon aldosteron yang diproduksi
oleh kortes adrenal di ginjal. Salah satu fungsi dari hormon aldosteron adalah mengatur
volume cairan ekstraseluller, aldesteron akan mengurangi ekskresi dari dari NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsi dari tubulus ginjal. Jika NaCl meningkat maka akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan kembali volume cairan ekstraselluller
yang akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.12

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi

10
2.6. Terapi Hipertensi
Rekomendasi JNC 8 berbeda dengan rekomendasi JNC 7 yang dikeluarkan
sebelumnya, terkait perubahan dalam tatalaksana terapi farmakologi dan klasifikasi
tekanan darah yang lebih spesifik dibandingkan JNC 7. Pedoman tatalaksana hipertensi
menurut JNC 8 dibuat berdasarkan laporan dari anggota panel yang ditunjuk, antara
lain Paul A James MD, Suzanne Oparil MD, dan Barry L Carter PharmD. Rekomendasi
yang diusulkan adalah sebagai berikut13:
 Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi dimulai
ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg. Target terapi
adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 150 mmHg dan diastolik menjadi
< 90 mmHg. (Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A). Pada populasi umum yang
berumur ≥ 60 tahun, bila terapi farmakologi menghasilkan penurunan tekanan darah
sitolik yang lebih rendah dari target (misalnya < 140 mmHg) dan pasien dapat
mentoleransi dengan baik, tanpa efek samping terhadap kesehatan dan kualitas hidup,
maka terapi tersebut tidak perlu disesuaikan lagi (Opini ahli, tingkat rekomendasi E).
 Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya adalah <
90 mmHg. (Untuk umur 30 – 59 tahun, rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A)
(Untuk umur 18 – 29 tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E).
 Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg (Opini ahli, rekomendasi E).
 Rekomendasi 4
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik
menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
 Rekomendasi 5
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes, terapi farmakologi
dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau diatoliknya ≥ 90 mmHg.

11
Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan
diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
 Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang menderita
diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, atau penghambat reseptor
angiotensin. (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
 Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes,
terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida atau penghambat
saluran kalsium. (Untuk populasi kulit hitam secara umum: rekomendasi sedang,
tingkat rekomendasi B) (Untuk ras kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi lemah,
tingkat rekomendasi C)
 Rekomendasi 8
Pada populasi berumur ≥ tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk penghambat enzim ACE atau
penghambat reseptor angiotensin untuk memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini berlaku bagi
semua pasien penderita penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau status diabetes.
(Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
 Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga target
tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu sebulan terapi,
naikkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari kelompok obat hipertensi pada
rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium, penghambat enzim
ACE, dan penghambat reseptor angiotensin). Penilaian terhadap tekanan darah
hendaknya tetap dilakukan, sesuaikan regimen terapi sampai target tekanan darah
tercapai. Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi oleh 2 jenis obat,
tambahkan obat ketiga dari kelompok obat yang tersedia. Jangan menggunakan obat
golongan penghambat ACE dan penghambat reseptor angiotensin bersama-sama pada
satu pasien.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat antihipertensi yang
tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena kontra indikasi atau kebutuhan untuk
menggunakan lebih dari 3 macam obat, maka obat antihipertensi dari kelompok yang

12
lain dapat digunakan. Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke spesialis hipertensi.
Pemilihan obat antihipertensi bergantung pada indikasi maupun kontraindikasi yang
sesuai untuk pasien; beberapa indikasi dan kontraindikasi dari berbagai obat
antihipertensi adalah sebagai berikut12 :
 Tiazid –terutama diindikasikan untuk hipertensi pada lansia; kontraindikasi pada
gout.
 Beta bloker –meskipun tidak lagi disukai untuk pengobatan awal hipertensi tanpa
komplikasi, indikasi yang lain meliputi infark miokard, angina; kontraindikasi
meliputi asma, blokade jantung.
 Penghambat ACE - indikasi meliputi gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri dan
nefropati akibat diabetes; kontraindikasi meliputi penyakit renovaskular dan
kehamilan.
 Antagonis reseptor angiotensin II merupakan alternatif untuk pasien yang tidak
dapat mentoleransi penghambat ACE karena efek samping batuk kering yang
menetap, namun antagonis reseptor Angiotensin II mempunyai beberapa
kontraindikasi yang sama dengan penghambat ACE.
 Antagonis kalsium. Terdapat perbedaan yang penting antara berbagai antagonis
kalsium. Antagonis kalsium dihidropiridin bermanfaat dalam hipertensi sistolik
pada lansia apabila tiazid dosis rendah dikontraindikasikan atau tidak dapat
ditoleransi. Antagonis kalsium “penggunaan terbatas” (misalnya diltiazem,
verapamil) mungkin bermanfaat pada angina; kontraindikasi meliputi gagal jantung
dan blokade jantung.
 Alfa bloker –indikasi yang mungkin adalah prostatism; kontraindikasi pada
inkontinensia urin.
Kelas terapi obat yang dapat digunakan pada anak-anak dengan hipertensi
meliputi penghambat ACE , alfa bloker, beta bloker, antagonis kalsium dan
diuretika. Informasi mengenai penggunaan antagonis reseptor angiotensin II pada
anak-anak masih terbatas. Diuretika dan beta bloker mempunyai riwayat efikasi dan
keamanan yang cukup pada anak-anak. Obat antihipertensi generasi terbaru,
meliputi penghambat ACE dan antagonis kalsium telah diketahui aman dan efektif
pada studi jangka pendek pada anak-anak. Pada hipertensi yang sulit diatasi dapat
diberikan tambahan obat seperti minoksidil atau klonidin.

13
2.7. Komplikasi

Komplikasi dari hipertensi ada bermacam macam dan beberapa organ juga
bisa terkena dan menjadi komplikasi dari hal tersebut. koplikasinya yaitu terjadinya
penyakit jantung, gagal jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan, gangguan
ginjal dan lain sebagainya. Jika hipertensi tidak diobati maka akan mempengaruhi
semua organ dan akan memperpendek harapan untuk hidup sebesar 10-20 tahun. 12
Angka rmatian terjadinya hipertesnia akan semakin mengnkat jika
hipertensi tidak segera ditangani atau hipertensi itu tidak terkontrol. Beberapa
komplikasi yang sering menyebabkan kematian diantaranya adalah penyakit
jantung, stroke dan gagal ginjal. Adapun komplikasi-komplikasi yang disebabkan
oleh hipertensi, diantaranya:

Tabel 3. Komplikasi Hipertensi 14

14
KEPATUHAN

1. Pengertian

Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter

yang mengobatinya (Caplan, 1997). Kepatuhan berasal dari kata patuh yaitu suka

menurut perintah, taat kepada perintah/aturan dan disiplin yaitu ketaatan melakukan

sesuatu yang dianjurkan atau yang ditetapkan (kamus Besar Bahasa Indonesia).

Dalam beberapa penelitian (Dimatteo dan Dinicola, 1986; Thorne, 1990;

Kyngas, 1995 dalam Cameron 1999) di diskusikan bahwa faktor-faktor yang

berhubungan dengan kepatuhan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik penderita seperti usia, latar

belakang sosial, nilai, sikap dan emosi yang disebabkan oleh penyakit. Faktor eksternal

meliputi dampak pendidikan kesehatan, hubungan antara penderita dengan petugas

kesehatan dan dukungan dari keluarga, petugas kesehatan dan teman sedangkan

menurut Niven, faktor-faktor yang berhubungan antara ketidakpatuhan dikelompokan

menjadi 4 bagian yaitu: pemahaman tentang instruksi; kualitas interaski; antara

professional kesehatan dan pasien; isolasi sosial dan keluarga serta keyakinan, sikap

dan kepribadian (Niven, 2002).

2. Cara Mengukur Kepatuhan

Beberapa ahli mengemukakan cara mengukur kepatuhan berobat antara lain

pengukuran kepatuhan berobat yang dinyatakan oleh Sacket, dkk (1985) dan Sarafino

(1990). Sacket, dkk (1985) menyatakan bahwa kepatuhan berobat dapat diketahui

melalui 7 cara yaitu: keputusan dokter yang didasarkan pada hasil pemeriksaan,

pengamatan terhadap jadwal pengobatan, penilaian pada tujuan pengobatan,

perhitungan jumlah tablet/pil pada akhir pengobatan, pengukuran kadar obat dalam

15
darah dan urin, wawancara pada pasien dan pengisian formulir khusus (Notoatmodjo,

2003).

PERILAKU

1. Perilaku Kesehatan17

Perilaku pada hakekatnya adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. Perilaku

kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang

berkaitan dengan sakit atau penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta

lingkungan. Respon atau reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan

sikap) dan sifat aktif yaitu tindakan nyata (practice). Sedangkan stimulus terdiri dari 4

unsur pokok yaitu sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan dan lingkungan.

Menurut Green, masalah kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor

perilaku (Behavior cause) dan faktor nin perilaku (Non behavior cause). Perilaku

sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

a. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing faktors), merupakan faktor yang

mendahului sebelum terjadinya suatu perilaku, yang menjelaskan alasan dan motivasi

untuk berperilaku tertentu. Yang termasuk dalam faktor predisposisi adalah

pengetahuan, keyakinan, nilai sikap dan demografi.

b. Faktor-faktor Pemungkin (enabling faktors), agar terjadi suatu perilaku tertentu

diperlukan perilaku pemungkin suatu motivasi. Ketersediaan sumber daya kesehatan,

keterjangkauan sumber daya kesehatan, keterampilan yang berkaitan dengan

kesehatan

16
c. Faktor-faktor Penguat (reinforcing faktors), merupakan faktor penyerta perilaku yang

memberiakan peran bagi menetapnya suatu perilaku. keluarga, teman sebaya, guru,

dan petugas kesehatan (Green, 1980).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku17

A. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya.

B. Persepsi

Menurut David Krech dalam Rugoyah (2003) persepsi adalah suatu proses

kognitif yang konkrit, yang menghasilkan suatu gambaran unik tentang sesuatu yang

barang kali sangat berbeda dengan kenyataan. Persepsi seseorang dapat dipengaruhi

oleh:

1) Frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki, yang diperoleh dari

pendidikan, pengamatan, atau bacaan.

2) Filed of experience yaitu pengamalan yang telah dialami yang tidak terlepas dari

lingkungan sekitarnya

C. Pengetahuan

1) Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi melalui panca indera seseorang

(penginderaan) terhadap suatu obyek tertentu, yaitu melalui indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

17
diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang.

2) Tingkat Pengetahuan

Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yakni:

a) Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya.

Seperti mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b) Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

c) Menerapkan (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah di pelajari pada kondisi yang sebenarnya.

d) Analisa (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam

komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih

ada kaitannya satu sama lainnya.

18
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu:

a) Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

b) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

c) Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi pengetahuan

seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negative

d) Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

e) Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk

menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f) Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

19
4) Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan domain diatas.17

D. Dukungan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan

keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menemukan tentang

program pengobatan yang dapat mereka terima.

E. Keterjangkauan Tempat Pelayanan Kesehatan

Modifikasi perilaku sering kali memerlukan frekuensi kontak yang sering

antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan, dan ini akan mengakibatkan

mahalnya biaya dari segi waktu dan uang.

F. Dukungan Petugas Kesehatan

Penelitian DiNicola dan DiMatteo, tentang faktor-faktor interpersonal yang

mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan menunjukan sensitifitas dokter

terhadap komunikasi verbal dan non verbal pasien akan menghasilkan suatu

kepatuhan sehingga akan menghasilkan kepuasan.18

G. Pendidikan

Pendidikan menurut kamus besar bahasa Indonesia bahwa pendidikan

merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam usaha

mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran dan latihan sedangkan

20
pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

berhubungan antara orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh perilaku pendidikan.

H. Transfortasi dan Jarak18

Semakin jauh jarak dari rumah pasien dari tempat pelayanan kesehatan dan

sulitnya transportasi maka, akan berhubungan antara dengan keteraturan berobat

(Sujudi, 1996). Kurangnya sarana transportasi merupakan kendala dalam mencapai

pelayanan kesehatan (Hartono, dkk 1999). Hal ini sependapat dengan Philipus

(1997) yang dikutip dari wahyu tahun 2003 bahwa transportasi merupakan salah

satu faktor yang berhubungan antara keteraturan berobat.

Goni (1981) yang dikutip dari Wahyu 2002 menyebutkan bahwa faktor

jarak adalah suatu faktor penghambat untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Green dan Andersen dalam teori yang

menyatakan bahwa transportasi termasuk faktor pendukung untuk memanfaatkan

pelayanan kesehatan, tersedianya sarana transportasi akan memberi kemudahan

dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini menimbulkan bahwa adanya

kemauan memanfaatkan pelayanan kesehatan karena faktor kebutuhan terhadap

pelayanan kesehatan yang ditujukan oleh adanya rasa sakit baik secara fisik maupun

psikis yang dirasakan untuk upaya penyembuhan. Rapport (1982) dalam Ismawati

berpendapat bahwa pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh

kebutuhan, pemanfaatanm yang didapat bila memanfaatkan pelayanan kesehatan

serta akses keterjangkauan terhadap pelayanan tersebut .

21
KERANGKA TEORI

Berdasarkan modifikasi teori Lawrence W. Green, W. Kreuter (2005), dan

Departemen Kesehatan (2008) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan pasien minum obat antihipertensi, maka terbentuklah kerangka teori

seperti di bawah ini

Faktor predisposisi:

- Umur
- Jenis kelamin
- Sosial ekonomi
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Nilai
- Sikap
- Kepercayaan
Kepatuhan pasien
Faktor pemungkin: minum obat
antihipertensi
- Ketersediaan sumber
daya kesehaan
- Keterjangkauan
sumber daya
kesehatan
- Keterampilan
petugas kesehatan

Faktor pendorong

- Sikap dan perilaku


petugas kesehatan
- Kelompok atau teman
sebaya
- Orang tua, pekerja, dll

Modifikasi Teori Lawrence W. Green, W. Kreuter (2005), dan Departemn kesehatan (2008)20

Gambar 6 : Kerangka Teori

22
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Dari kerangka teori tersebut diatas dapat dikelompokan menjadi dua faktor

utama yaitu: faktor independen ( internal dan eksternal ) dan faktor dependen, seperti

kerangka konsep dibawah ini.

Faktor Independen Faktor Dependen

Internal

- Usia
- Jenis kelamin
- Kepercayaan
- Sosial ekonomi

- Pendidikan
- Pengetahuan

Kepatuhan pasien minum


obat antihipertensi
Faktor Independen

Eksternal

- Jarak sumber daya kesehatan


- Sarana transportasi/ pengantar

- Ketersediaan sumber daya kesahatan


- Keterampilan sumber daya kesehatan
- Sikap dan perilaku petugas kesehatan

Gambar 7 : Kerangka Konsep

23
A. Keterangan kerangka konsep

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, setiap konsep mempunyai

variabel sebagai indikasi pengukuran digambarkan pada 2 konsep utama, yaitu

faktor independen internal yang terdiri dari; usia, jenis kelamin, kepercayaan,

sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, dan faktor independen eksternal yang

terdiri dari jarak sumber daya kesehatan, sarana transportasi/ pengantar,

ketersediaan sumber daya kesehatan, keterampilan petugas kesehatan, sikap

dan perilaku petugas kesehatan, dan faktor dependen; kepatuhan pasien minum

obat antihipertensi. Dari faktor independen ( internal dan eksternal ) dan faktor

dependen akan diperoleh hasil kepatuhan pasien dalam minum obat

antihipertensi.

24
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan rancangan deskriptif-analitik

dengan metode cross-sectional dan dianalisa secara kuantitatif.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Subjek penelitian ini adalah pasien hipertensi yang datang berobat ke

Puskesmas rawat inap simpur Bandar Lampung

2. Sampel

Diambil secara total sampling

C. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas rawat inap Simpur Bandar Lampung

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 30 hari kerja

D. Penentuan variabel penelitian

1. Variabel terikat

Dalam penelitian ini variabel terikat yang ditentukan adalah penderita

hipertensi.

2. Variabel bebas

Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan minum

obat antihipertensi, pendidikan, pengetahuan, sarana transportasi atau

pengantar, dan jarak sumber daya kesehatan.

25
E. Definisi istilah/operasional

1.1 Tingkat Kepatuhan minum obat antihipertensi : Derajat dimana pasien

hipertensi mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya untuk

mengkonsumsi obat hipertensi (Caplan, 1997). Derajat kepatuhan adalah

tingkat kepatuhan dimana pasien hipertensi patuh minum obat antihipertensi

dikatakan patuh bila disiplin minum obat sesuai anjuran petugas kesehatan.

Kepatuhan yang di ukur dengan observasi nama obat, dosis obat, jumlah

obat, instruksi dokter dan sisa obat.

1.2 Pendidikan : Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah

diselesaikan oleh responden. Rendah untuk pasien yang menyelesaikan

pendidikan formal hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tinggi untuk

pasien yang menyelesaikan pendidikan formal lebih dari Sekolah Menengah

Pertama (SMP).

1.3 Transportasi atau Pengantar : Adanya sarana transportasi dari tempat tinggal

ke sumber daya kesehatan (Puskesmas rawat inap Simpur) atau, adanya

pengantar yang mengantar ke sumber daya kesehatan (Puskesmas rawat

inap simpur).

1.4 Jarak sumber daya kesehatan : Jarak dari tempat tinggal ke sumber daya

kesehatan ( Puskesmas rawat inap simpur). Dekat untuk jarak kurang dari 2

km, dan jauh untuk jarak lebih dari sama dengan 2 km.

1.5 Pengetahuan : Merupakan suatu pemahaman pasien mengenai informasi

hipertensi yaitu tentang pengertian, gejala, komplikasi, faktor risiko, diit

hipertensi, dan minum obat hipertensi. Tahu, untuk pasien yang memahami

lebih dari sama dengan tiga informasi hipertensi. Tidak tahu, untuk pasien

yang memahami kurang dari tiga informasi hipertensi.

26
F. Prosedur Penelitian/Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Langkah dan teknik / prosedur pengumpulan

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek dan diperlukan dalam suatu penelitian.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik

wawancara, yaitu pengumpulan data dengan menanyakan hal-hal yang telah

tercantum dilembar kuesioner.

3. Teknik Pengolahan data

Teknik pengolahan data deskriptif berupa :

a. Editing

Kegiatan editing bertujuan untuk meneliti apakah pada kuisioner sudah cukup

baik supaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut. Yang perlu

diperhatikan pada tahap ini adalah kelengkapan jawaban, kesesuaian tulisan,

konsistensi jawaban dan keseragaman suatu ukuran.

b. Coding

Coding adalah suatu usaha pengklasifikasi jawaban menurut criteria tertentu.

Klasifikasi ini ditandai dengan memindahkan data dari daftar yang akan

memberikan informasi data yang diubah menjadi bentuk angka untuk

mempermudah perhitungan selanjutnya.

c. Tabulating

Penyusunan data merupakan pengorganisasian data agar mudah dapat

dijumlahkan, disusun dan di tata untuk disajikan dan di analisis.

27
4. Analisis Data

Data yang diperoleh dikumpulkan, diolah dan disajikan dalam bentuk distribusi

frekuensi, kemudian dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan kepatuhan pasien minum obat antihipertensi.

Pengolahan data menggunakan perangkat lunak SPSS static 16.0 dan analisis data

dilakukan dengan uji Chi Square (X2 test) untuk menguji hipotesis dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Merumuskan Ho dan H1

b. Menentukan df dan taraf signfikasi ( α )

c. Menghitung nilai X2 pada df dan taraf signifikasi yang telah ditentukan (X2

tabel)

d. Mencari nilai X2

e. Menyimpulkan untuk menolak atau menerima Ho

5. Interpretasi Data
Data diinterpretasikan secara deskriptif asosiatif antara variabel- variabel yang telah

ditentukan. 


6. Pelaporan Data

Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian. Selanjutnya akan dipresentasikan

di hadapan Kepala Puskesmas rawat inap simpur Bandar Lampung

28
G. Alur Penelitian

Persiapan penelitian

Identifikasi subyek yang sesuai dengan penelitian

Informed consent

Wawancara dan pengisian kuesioner

Pengolahan data

Analisis data

Gambar 8 : Alur Penelitian

H. Etika Penelitian
Responden yang diminta untuk diwawancara pada penelitian ini dijamin
kerahasiannya terhadap data-data yang diberikan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin Hypertens.


2004; 6(11):636-42.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta :
2002.
3. Smeltzer S dan Bare B, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth edisi 8 Volume 1. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran Indonesia EGC.
4. Depkes RI, 2008. Laporan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007.
Jakarta: CV Metronusa prima.
5. Suhardjono, 2008. Diskusi Seminar Kepatuhan Minum Obat akan Selamatkan Hidup Anda.
Diakses dari (redaksi@medicastore.com) , pada tanggal 15 September 2010.
6. Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
7. Chobaniam AV et al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 2003;289:2560-
2572
8. Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of
Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA 2003;290:199-206
9. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and
Human Services. 2003.
10. Oparil S et al. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med 2003;139:761-776
11. James, Paul et al. 201 Evidence based guideline for the managementof high blood
presure in adults report from the panel members appointed to the english joint national
commitee (JNC 8). JAMA 2014;311(5):507-520
12. Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults. J.Fam Pract
2001;50:707-712
13. Vasan RS et al, Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of Cardiovascular
Disease, NEJM 2001;345:1291-1297

30
14. Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled Hypertension In The
United States. NEJM 2001;345:479-486
15. Sacks FM et al. Effects On Blood Pressure Of Reduced Dietary Sodium And The
Dietary Approaches To Stop Hypertension (Dash) Diet. DASH Collaborative Research
Group. NEJM 2001;344:3-10
16. Kabo, Peter. Hipertensi dalam Bagaimana menggunaka obat-obatan kardiovaskular
secara rasional. Edisi 1. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
17. Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
18. Widagdo,Wahyu, 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Pasien Mengenai Pengobatan Tuberkulosis dalam Konteks Keperawatan Komunitas di
Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan Tahun 2002. Tesis
Pasca FIK-UI.
19. Niven, N, 2002. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Professional
Kesehatan Lain. Jakarta: EGC.
20. Green, L.W., Kreuter, Marshall, 1998. Health Program Planning an Educational and
Ecological Approach. New York: The McGraw Hill Companies.

31

Anda mungkin juga menyukai