Disusun Oleh:
Pembimbing:
PROVINSI LAMPUNG
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini di Indonesia terjadi perubahan pola penyakit, dimana penyakit infeksi
menjadi penyakit tidak menular, seperti penyakit degenerative yang menjadi masalah
morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Semua itu disebabkan oleh perubahan
epidemiologi, demografi, serta teknologi. Beberapa penyebab terjadinya perubahan
epidemiologi diantaranya sosial ekonomi, lingkungan, dan perubahan struktur
penduduk, semua itu menyebabkan masyarakt Indonesia bergaya hidup tidak sehat
seperti makanan tinggi lemak dan kalori, kurangnya aktivitas fisik, merokok, serta
alkohol. Menurut WHO untuk kejadian penyakit tidak menular di tahun 2020
mendatang menyebabkan 73% angka kematian dan 60% angka kesakitan1.
Salah satu penyakit yang tidak menular dan hal tersebut merupakan masalah
terbesar di dunia adalah hipertensi atau dapat juga disebut sebagai the silent killer.
Menurut International Society of Hypertension (ISH) dan WHO, bahwasannya
penderita hipertensi saat ini telah mencapai angka 600 juta orang diseluruh dunia dan 3
juta diantaranya meninggal setiap tahun.
Hipertensi adalah penyebab kematian urutan ketiga (6,8%) setelah stroke dan
Tuberkulosis (Depkes, 2008). Berdasarkan data Depkes (2008) bahwa kejadian
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Ditingkat nasional, pulau jawa dan sumatera
memiliki kejadian prevalensi tertinggi di Indonesia.
Menurut Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan tahun 2007, 31,7% dari
penduduk Indonesia mengalami penyakit tekanan darah tinggi. Di Indonesia
berdasarkan penelitian Prof.DR.dr.H. Mochammad Sja’bani,M.Med.Sc,SpPD-KGH
(2008), di laporkan bahwa penderita hipertensi di Indonesia yang periksa teratur di
Puskesmas sebanyak 22,8%, sedangkan tidak teratur sebanyak 77,2%. Pada pasien
hipertensi dengan riwayat kontrol tidak teratur, tekanan darah yang belum terkontrol
mencapai 91,7%.4
2
Saat ini di provinsi Lampung gejala hipertensi menduduki peringkat ke-3 dari
10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Puskesmas. Data Puskesmas rawat
inap simpur bandar lampung pada bulan Januari–Mei 2017, didapatkan ada sekita 874
orang yang mengalami hipertensi. Angka tersebut menyatakan bahwa hipertensi
menduduki peringkat ke-2 terbanyak setelah angka kejadian ispa pada pasien rawat
jalan Puskesmas rawat inap simpur Kota Bandar Lampung. Berikut data jumlah
kunjungan pasien rawat jalan di Puskesmas Simpur pada bulan Januari – Mei 2017
Data pada saat observasi lapangan yang dilakukan ketika pelayanan BP,
posyandu lansia serta kegiatan prolanis, banyak diantara mereka yang mengalami
hipertensi tetapi tidak teratur dalam mengkonsumsi obat hipertensi.
3
b. Bagaimana analisis hubungan faktor-faktor predisposisi dengan kepatuhan
pasien minum obat antihipertensi di Puskesmas Rawat inap simpur Bandar
Lampung
1. Tujuan Umum:
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi tenaga kesehatan untuk
memperhatikan pasien hipertensi melalui kepatuhan minum obat antihipertensi
sehingga dapat mencegah komplikasi dan menurunkan mortalitas.
2. Bagi Pasien
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI
2.1. Definisi
Hipertensi terbagi menjadi dua yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer
dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer ini tidak diketahui sebabnya, sedangkan
hipertensi sekunder yang sebab-sebabnya sudah diketahui. 3.
2.2. Epidemiologi
Pada zaman yang sudah semakin berkembang dan modern ini, penyakit hipertensi
telah menjadi masalah utama, terutama untuk masyarakat yang ada di Indonesia.Apalagi
semakin meningkatnya usia, pada usia lanjut penyakit hipertensi ini semakin bertambah.
Biasanya penyakit hipertensi adalah gejala awal dari penyakit-panyakit yang medasar. 1,3
Di prediksikan bahwa pada tahun 2025 kasus hipertensi dinegara yang
berkembang akan semakin meningkat dengan presentase sekitar 80%. Dari sejumlah 639
juta kasus hipertensi pada tahun 2000 akan menjadi 1,15 miliar pada tahun 2025. Prediksi
ini berdasarkan atas angka kasus penderita hipertensi pada tahun 2002. 1
Jumalah prevalensi yang mengalami hipertensi di Indonesia telah bnayak terjadi.
Beberapa mungkin ada yang tidak menunjukan gejala ataupun keluhan. Dan faktanya
masih banyak juga penderita hipertensi yang tidak mengatahui tentag hipertesi
dikarenakan jarak pelayanan kesehatan yang mana jangkauannya masih sangat terbatas.
4
5
2.3. Etiologi
Hipertensi primer sampai saat ini penyebabbya belum diketahui. Tetapi
beberapa penelitian menyabutkan bahwa hipertensi primer tidak hanya di sebabkan
oleh satu faktor saja. Jadi ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan hipertensi
primer. Sedangkan untuk hipertensi sekunder, itu disebabkan oleh beberapa faktor
primer yang diketahui. Beberapa faktor-faktor yang bisa dimodifikasi dan tidak bisa
dimodifikasi, anatara lain :5
Faktor yang tidak bisa dimodifikasi antara lain :
a. Faktor genetik
Faktor genetik ini sangatlah berpengaruh. Adanya faktor genetik didalam tubuh orang
tua mternyata setelah diteliti, hal ini berhubungan dengan meningkatnnya kadar sodium
intraseluller yang menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya hipertensi.
Peningkatan kadar sodium intraseluller ini akan menurunkan kadar potasodium yang
akhirnya akan meningkatkan terjadinya hipertensi.4
b. Umur
Seiring bertambahnya usia maka kejadian hipetensi akan semakin meningkat. Karena
menurut penelitian ternyata 50-60% saat orang-orang menginjak usia diatas 45 tahun
maka akan memiliki tekanan diatas 90/140 mmHg.7
Penyakit hipertensi juga adalah penyakit yang memiliki banyak faktor yaitu
brhubungan dengan beberapa faktor-faktor. Hpada orang yang diatas 45 tahun maka
dinding artesi akan semakin berkurang ke elasisitasannya karena zat kolagen didalam
otot akan mengalami penebalan. Oleh karena itu semikin pembuluh darah kaku maka
pembuluh darah akan semakin sempit hal tersebut akan menyebabkan tekanan daraha
yang meningkat sehingga terjadi hipertensi. 8
c. Jenis kelamin
Perbandingan yang mengalami hipertensi pada lai-laki dan perempuan hampir sama.
Tetapi ternyata perempuasn yang diatas 50 tahun memiliki kerentanan akan terjadinya
hipertensi. Hal tersebt dikarenakan perempuan yang diatas 50 tahun lebih tepatnya yang
sudh menoupose akan mengalami penurunan hormon. Terutama hormon estrogen.
Hormon estrogen ini akan enurunkan kasar HDL. Sehingga jika kadar HDL ini
menururn faktor terjadinya arteroklerosis akan semakin meningkat. Sehingga faktor
terjadinya kejadian hipertensi juga akan meningkat. Sehingga banyak yang
6
beranggapan bahwa hormon estrogen ini merupakan atau dianggap sebagai imunitas
pada seorang perempuan pada usia sebelum menoupose. 8
d. Ras
Menurut penelitian angaka kejadian terjadinya penyait hipertensi lebih banyak terjadi
pada orang yang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih. Hal ini
berhubungan dengan kadar renin. Kadar renin pada orang yang berukulit hitam lebih
rendah dari pada kadar renin yang ada di orang yang kulit putih. Hal ini menyebabkan
sensitifitas ornag yang berkulit hitam lebih rendah dari pada orang yang berkulit putih.
10
7
Tabel 1. Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan 13
c. Merokok
Hubungan antara angaka kejadian merokok dengan pnyakit hipertensi adalah karena
adanya faktor resko dari terjadinya stenosis arteri renalis yang mengalami
arterisklerosis. Dalam sebuah penelitian, yaitu penelitian dari ST Bowman ada subjek
sebanyak 28.236 orang yang mana dari sabyek tersebut awalnya tidak ada riwayat
hipertensi. Tapi kemudian setelah diteusuri ternyata 51% subyek mempunyai riwayat
tidak merokok, 36 % merupakan perokok pemula dan 5% adalah perokok tapi hanya
menghabiskan 1-14 batang sehari dan sisanya 8% merupaka perokok lebih dari 15
batang perhari. Ternyata dari penelitian tersebut hasilny adalah adanya kejadian
hipertensi terdapat pada subyek yang merokok dan menghabiskan rokok lebih dari 15%
perhari. 1,14
8
Semakin kadar ketekolamin meningkat, maka semakin mudah terjadnya arterosklerosis
sehingga bisa mengkatkan terjadinya resiko hipertensi. 15
Dan hubungan stres dengan terjadinya hipertensi adalah adanya kerja aktifitas simpatis.
Pada orang stress yang berkelanjutan akan danya resistensi pembuluh darah, resistensi
pembuluh darah ini akan meningkatkan curah jantung sehingga menstimulus kerja dari
aktifitas saraf simpatis. Adanya peningkatan kerja saraf simpatis akan meningkatkan
tekanan darah. Apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus dan bekesinambungan
maka akan terjadi hipertensi. 1
2.4. Klasifikasi
Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluasion and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII).
2.5. Patofisiologi
9
sedikit. Untuk mencegah hal tersebut maka tubuh akan bereaksi dengan cara
meningkatkan volume dari ekstraseluller denagn cara menarik cairan intraselulle. Hal
tersebut akan mengkibatkan peningkatan volume darah sehingga tekanan darah akan
meningkat.11
Aksi kedua adalah dengan menstimulus hormon aldosteron yang diproduksi
oleh kortes adrenal di ginjal. Salah satu fungsi dari hormon aldosteron adalah mengatur
volume cairan ekstraseluller, aldesteron akan mengurangi ekskresi dari dari NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsi dari tubulus ginjal. Jika NaCl meningkat maka akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan kembali volume cairan ekstraselluller
yang akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.12
10
2.6. Terapi Hipertensi
Rekomendasi JNC 8 berbeda dengan rekomendasi JNC 7 yang dikeluarkan
sebelumnya, terkait perubahan dalam tatalaksana terapi farmakologi dan klasifikasi
tekanan darah yang lebih spesifik dibandingkan JNC 7. Pedoman tatalaksana hipertensi
menurut JNC 8 dibuat berdasarkan laporan dari anggota panel yang ditunjuk, antara
lain Paul A James MD, Suzanne Oparil MD, dan Barry L Carter PharmD. Rekomendasi
yang diusulkan adalah sebagai berikut13:
Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi dimulai
ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg. Target terapi
adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 150 mmHg dan diastolik menjadi
< 90 mmHg. (Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A). Pada populasi umum yang
berumur ≥ 60 tahun, bila terapi farmakologi menghasilkan penurunan tekanan darah
sitolik yang lebih rendah dari target (misalnya < 140 mmHg) dan pasien dapat
mentoleransi dengan baik, tanpa efek samping terhadap kesehatan dan kualitas hidup,
maka terapi tersebut tidak perlu disesuaikan lagi (Opini ahli, tingkat rekomendasi E).
Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya adalah <
90 mmHg. (Untuk umur 30 – 59 tahun, rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A)
(Untuk umur 18 – 29 tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E).
Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg (Opini ahli, rekomendasi E).
Rekomendasi 4
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik
menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
Rekomendasi 5
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes, terapi farmakologi
dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau diatoliknya ≥ 90 mmHg.
11
Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan
diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang menderita
diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, atau penghambat reseptor
angiotensin. (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes,
terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida atau penghambat
saluran kalsium. (Untuk populasi kulit hitam secara umum: rekomendasi sedang,
tingkat rekomendasi B) (Untuk ras kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi lemah,
tingkat rekomendasi C)
Rekomendasi 8
Pada populasi berumur ≥ tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk penghambat enzim ACE atau
penghambat reseptor angiotensin untuk memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini berlaku bagi
semua pasien penderita penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau status diabetes.
(Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga target
tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu sebulan terapi,
naikkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari kelompok obat hipertensi pada
rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium, penghambat enzim
ACE, dan penghambat reseptor angiotensin). Penilaian terhadap tekanan darah
hendaknya tetap dilakukan, sesuaikan regimen terapi sampai target tekanan darah
tercapai. Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi oleh 2 jenis obat,
tambahkan obat ketiga dari kelompok obat yang tersedia. Jangan menggunakan obat
golongan penghambat ACE dan penghambat reseptor angiotensin bersama-sama pada
satu pasien.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat antihipertensi yang
tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena kontra indikasi atau kebutuhan untuk
menggunakan lebih dari 3 macam obat, maka obat antihipertensi dari kelompok yang
12
lain dapat digunakan. Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke spesialis hipertensi.
Pemilihan obat antihipertensi bergantung pada indikasi maupun kontraindikasi yang
sesuai untuk pasien; beberapa indikasi dan kontraindikasi dari berbagai obat
antihipertensi adalah sebagai berikut12 :
Tiazid –terutama diindikasikan untuk hipertensi pada lansia; kontraindikasi pada
gout.
Beta bloker –meskipun tidak lagi disukai untuk pengobatan awal hipertensi tanpa
komplikasi, indikasi yang lain meliputi infark miokard, angina; kontraindikasi
meliputi asma, blokade jantung.
Penghambat ACE - indikasi meliputi gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri dan
nefropati akibat diabetes; kontraindikasi meliputi penyakit renovaskular dan
kehamilan.
Antagonis reseptor angiotensin II merupakan alternatif untuk pasien yang tidak
dapat mentoleransi penghambat ACE karena efek samping batuk kering yang
menetap, namun antagonis reseptor Angiotensin II mempunyai beberapa
kontraindikasi yang sama dengan penghambat ACE.
Antagonis kalsium. Terdapat perbedaan yang penting antara berbagai antagonis
kalsium. Antagonis kalsium dihidropiridin bermanfaat dalam hipertensi sistolik
pada lansia apabila tiazid dosis rendah dikontraindikasikan atau tidak dapat
ditoleransi. Antagonis kalsium “penggunaan terbatas” (misalnya diltiazem,
verapamil) mungkin bermanfaat pada angina; kontraindikasi meliputi gagal jantung
dan blokade jantung.
Alfa bloker –indikasi yang mungkin adalah prostatism; kontraindikasi pada
inkontinensia urin.
Kelas terapi obat yang dapat digunakan pada anak-anak dengan hipertensi
meliputi penghambat ACE , alfa bloker, beta bloker, antagonis kalsium dan
diuretika. Informasi mengenai penggunaan antagonis reseptor angiotensin II pada
anak-anak masih terbatas. Diuretika dan beta bloker mempunyai riwayat efikasi dan
keamanan yang cukup pada anak-anak. Obat antihipertensi generasi terbaru,
meliputi penghambat ACE dan antagonis kalsium telah diketahui aman dan efektif
pada studi jangka pendek pada anak-anak. Pada hipertensi yang sulit diatasi dapat
diberikan tambahan obat seperti minoksidil atau klonidin.
13
2.7. Komplikasi
Komplikasi dari hipertensi ada bermacam macam dan beberapa organ juga
bisa terkena dan menjadi komplikasi dari hal tersebut. koplikasinya yaitu terjadinya
penyakit jantung, gagal jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan, gangguan
ginjal dan lain sebagainya. Jika hipertensi tidak diobati maka akan mempengaruhi
semua organ dan akan memperpendek harapan untuk hidup sebesar 10-20 tahun. 12
Angka rmatian terjadinya hipertesnia akan semakin mengnkat jika
hipertensi tidak segera ditangani atau hipertensi itu tidak terkontrol. Beberapa
komplikasi yang sering menyebabkan kematian diantaranya adalah penyakit
jantung, stroke dan gagal ginjal. Adapun komplikasi-komplikasi yang disebabkan
oleh hipertensi, diantaranya:
14
KEPATUHAN
1. Pengertian
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter
yang mengobatinya (Caplan, 1997). Kepatuhan berasal dari kata patuh yaitu suka
menurut perintah, taat kepada perintah/aturan dan disiplin yaitu ketaatan melakukan
sesuatu yang dianjurkan atau yang ditetapkan (kamus Besar Bahasa Indonesia).
berhubungan dengan kepatuhan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik penderita seperti usia, latar
belakang sosial, nilai, sikap dan emosi yang disebabkan oleh penyakit. Faktor eksternal
kesehatan dan dukungan dari keluarga, petugas kesehatan dan teman sedangkan
professional kesehatan dan pasien; isolasi sosial dan keluarga serta keyakinan, sikap
pengukuran kepatuhan berobat yang dinyatakan oleh Sacket, dkk (1985) dan Sarafino
(1990). Sacket, dkk (1985) menyatakan bahwa kepatuhan berobat dapat diketahui
melalui 7 cara yaitu: keputusan dokter yang didasarkan pada hasil pemeriksaan,
perhitungan jumlah tablet/pil pada akhir pengobatan, pengukuran kadar obat dalam
15
darah dan urin, wawancara pada pasien dan pengisian formulir khusus (Notoatmodjo,
2003).
PERILAKU
1. Perilaku Kesehatan17
Perilaku pada hakekatnya adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. Perilaku
kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit atau penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Respon atau reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan
sikap) dan sifat aktif yaitu tindakan nyata (practice). Sedangkan stimulus terdiri dari 4
unsur pokok yaitu sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan dan lingkungan.
perilaku (Behavior cause) dan faktor nin perilaku (Non behavior cause). Perilaku
mendahului sebelum terjadinya suatu perilaku, yang menjelaskan alasan dan motivasi
kesehatan
16
c. Faktor-faktor Penguat (reinforcing faktors), merupakan faktor penyerta perilaku yang
memberiakan peran bagi menetapnya suatu perilaku. keluarga, teman sebaya, guru,
A. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
B. Persepsi
Menurut David Krech dalam Rugoyah (2003) persepsi adalah suatu proses
kognitif yang konkrit, yang menghasilkan suatu gambaran unik tentang sesuatu yang
barang kali sangat berbeda dengan kenyataan. Persepsi seseorang dapat dipengaruhi
oleh:
1) Frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki, yang diperoleh dari
2) Filed of experience yaitu pengamalan yang telah dialami yang tidak terlepas dari
lingkungan sekitarnya
C. Pengetahuan
1) Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi melalui panca indera seseorang
17
diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu pengetahuan merupakan
2) Tingkat Pengetahuan
a) Tahu (know)
keseluruhan bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b) Memahami (comprehension)
secara benar.
c) Menerapkan (application)
d) Analisa (Analysis)
18
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
faktor, yaitu:
a) Pengalaman
b) Tingkat Pendidikan
c) Keyakinan
d) Fasilitas
e) Penghasilan
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk
f) Sosial Budaya
19
4) Pengukuran Pengetahuan
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
D. Dukungan Keluarga
keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menemukan tentang
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan, dan ini akan mengakibatkan
terhadap komunikasi verbal dan non verbal pasien akan menghasilkan suatu
G. Pendidikan
merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam usaha
20
pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
berhubungan antara orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
Semakin jauh jarak dari rumah pasien dari tempat pelayanan kesehatan dan
pelayanan kesehatan (Hartono, dkk 1999). Hal ini sependapat dengan Philipus
(1997) yang dikutip dari wahyu tahun 2003 bahwa transportasi merupakan salah
Goni (1981) yang dikutip dari Wahyu 2002 menyebutkan bahwa faktor
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Green dan Andersen dalam teori yang
pelayanan kesehatan yang ditujukan oleh adanya rasa sakit baik secara fisik maupun
psikis yang dirasakan untuk upaya penyembuhan. Rapport (1982) dalam Ismawati
21
KERANGKA TEORI
Faktor predisposisi:
- Umur
- Jenis kelamin
- Sosial ekonomi
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Nilai
- Sikap
- Kepercayaan
Kepatuhan pasien
Faktor pemungkin: minum obat
antihipertensi
- Ketersediaan sumber
daya kesehaan
- Keterjangkauan
sumber daya
kesehatan
- Keterampilan
petugas kesehatan
Faktor pendorong
Modifikasi Teori Lawrence W. Green, W. Kreuter (2005), dan Departemn kesehatan (2008)20
22
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Dari kerangka teori tersebut diatas dapat dikelompokan menjadi dua faktor
utama yaitu: faktor independen ( internal dan eksternal ) dan faktor dependen, seperti
Internal
- Usia
- Jenis kelamin
- Kepercayaan
- Sosial ekonomi
- Pendidikan
- Pengetahuan
Eksternal
23
A. Keterangan kerangka konsep
faktor independen internal yang terdiri dari; usia, jenis kelamin, kepercayaan,
dan perilaku petugas kesehatan, dan faktor dependen; kepatuhan pasien minum
obat antihipertensi. Dari faktor independen ( internal dan eksternal ) dan faktor
antihipertensi.
24
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Populasi
2. Sampel
1. Lokasi
2. Waktu
1. Variabel terikat
hipertensi.
2. Variabel bebas
Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan minum
25
E. Definisi istilah/operasional
dikatakan patuh bila disiplin minum obat sesuai anjuran petugas kesehatan.
Kepatuhan yang di ukur dengan observasi nama obat, dosis obat, jumlah
Pertama (SMP).
1.3 Transportasi atau Pengantar : Adanya sarana transportasi dari tempat tinggal
inap simpur).
1.4 Jarak sumber daya kesehatan : Jarak dari tempat tinggal ke sumber daya
kesehatan ( Puskesmas rawat inap simpur). Dekat untuk jarak kurang dari 2
km, dan jauh untuk jarak lebih dari sama dengan 2 km.
hipertensi, dan minum obat hipertensi. Tahu, untuk pasien yang memahami
lebih dari sama dengan tiga informasi hipertensi. Tidak tahu, untuk pasien
26
F. Prosedur Penelitian/Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses
a. Editing
Kegiatan editing bertujuan untuk meneliti apakah pada kuisioner sudah cukup
baik supaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut. Yang perlu
b. Coding
Klasifikasi ini ditandai dengan memindahkan data dari daftar yang akan
c. Tabulating
27
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan, diolah dan disajikan dalam bentuk distribusi
Pengolahan data menggunakan perangkat lunak SPSS static 16.0 dan analisis data
dilakukan dengan uji Chi Square (X2 test) untuk menguji hipotesis dengan langkah-
a. Merumuskan Ho dan H1
c. Menghitung nilai X2 pada df dan taraf signifikasi yang telah ditentukan (X2
tabel)
d. Mencari nilai X2
5. Interpretasi Data
Data diinterpretasikan secara deskriptif asosiatif antara variabel- variabel yang telah
ditentukan.
6. Pelaporan Data
28
G. Alur Penelitian
Persiapan penelitian
Informed consent
Pengolahan data
Analisis data
H. Etika Penelitian
Responden yang diminta untuk diwawancara pada penelitian ini dijamin
kerahasiannya terhadap data-data yang diberikan.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
14. Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled Hypertension In The
United States. NEJM 2001;345:479-486
15. Sacks FM et al. Effects On Blood Pressure Of Reduced Dietary Sodium And The
Dietary Approaches To Stop Hypertension (Dash) Diet. DASH Collaborative Research
Group. NEJM 2001;344:3-10
16. Kabo, Peter. Hipertensi dalam Bagaimana menggunaka obat-obatan kardiovaskular
secara rasional. Edisi 1. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
17. Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
18. Widagdo,Wahyu, 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Pasien Mengenai Pengobatan Tuberkulosis dalam Konteks Keperawatan Komunitas di
Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan Tahun 2002. Tesis
Pasca FIK-UI.
19. Niven, N, 2002. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Professional
Kesehatan Lain. Jakarta: EGC.
20. Green, L.W., Kreuter, Marshall, 1998. Health Program Planning an Educational and
Ecological Approach. New York: The McGraw Hill Companies.
31