Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Situasi dan kondisi aman, tertib serta tentramnya kehidupan masyarakat sebagai salah satu
prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan
nasional, ditandai dengan terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya
ketentuan yang mengandung kemampuan dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah
dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang
meresahkan masyarakat, termasuk issu terkini 10 Top Kerawanan a.l. : Bencana Alam,
Kemiskinan, Pengangguran, Terorisme, Krisis Energi, Krisis Pangan, Krisis Moral, Korupsi,
Konflik Horisontal, Konflik Vertikal, malahan Indonesia dianggap diambang gagal (failed state)
bila :

1. Keamanan rakyat tidak bisa dijaga : perkosaan, traficking, narkoba, dll.


2. Konflik etnis dan agama tidak kunjung usai : Poso, Kupang, Sambas, Ambon, Papua,
Ciketing, Sampang Madura, dll.
3. Korupsi merajalela : korupsi No.1 di Asia dan ke 5 di dunia (2005)
4. Legitimasi negara terus menipis : NGO Asing dgn bantuan kemanusiaan, HAM, Mogok
Buruh dll.
5. Pemerintah Pusat lemah mengatasi masalah Dalam Negeri : Separatisme, Terorisme,
Anarkisme, Radikalisme Agama dll.
6. Kerawanan terhadap tekanan Luar Negeri : Ambalat, Freeport, Newmont, Pulau-Pulau
Terluar dll.
7. Dan Masyarakat sendiri sangat apatis, fragmatis dll.

Peranan dan fungsi Tokoh Masyarakat, Umat Beragama dan Lembaga Kerukunan yang meliputi
pemeliharaan kedamaian, rukun dalam masyarakat, taat hukum dan perundang-undangan, serta
pelayanan kepada umat dilakukan oleh Lembaga keumatan selaku partner negara bersama seluruh
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Kedamaian, Keharmonisan, Kenyamanan hidup merupakan prasyarat umum karena dibutuhkan


oleh masyarakat, bangsa dan negara demi ketentraman dan kesejahteraannya. Bangsa Indonesia
menghendaki dengan kemerdekaannya itu menuju :

 Membentuk Negara Indonesia yang melindungi bangsa dan tanah air


 Menyelenggarakan masyarakat yang Adil dan Makmur (pendekatan kesejahteraan)
 Ikut dalam ketertiban dan perdamaian dunia (pendekatan ketertiban dunia).

Untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melindungi bangsa dan tanah air,
maka negara di dalam UUD 1945 pasal 29 menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Dalam hal ini Dharma Negara dan Dharma Agama untuk membangun kerukunan umat beragama
melalui legalitas kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Nation and Character Building).

DHARMA NEGARA : HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA


Negara dan agama merupakan dua lembaga yang secara hakiki berbeda, agama terutama
berkenaan dengan relasi antara manusia dengan Tuhannya, sementara negara lebih berkenaan
dengan hubungan antara manusia dalam suatu kehidupan bersama, namun demikian agamanya
juga terkait dengan hubungan antar manusia dalam kehidupan bersama, sehingga sesungguhnya
baik negara maupun agama keduanya sama bertujuan mengatur kehidupan manusia.

Walaupun wilayah berlakunya aturan Agama / agama-agama bersifat Universal, menembus batas-
batas wilayah negara yang bersangkutan, namun dapat dipahami bahwa pada titik tertentu subyek
dari kedua aturan tersebut sama yaitu warga negara dari suatu negara tertentu.

Dalam keadaan semacam itu timbul persoalan apakah aturan negara akan disatukan (dalam arti di
dasarkan) pada aturan agama tertentu, atau justru kedua aturan itu dipisahkan satu sama lain.
Penyatuan aturan negara dengan agama akan menimbulkan negara agama, sementara pemisahan
antara aturan negara dengan aturan agama / agama-agama menimbulkan persoalan mendasar
tentang bagaimana hubungan antara negara dengan agama / agama-agama itu sendiri.

Dalam model pembedaan dan kerjasama di antara negara dan agama/ agama-agama negara tidak
menyatukan diri dengan satu agama tertentu, urusan agama maupun urusan negara tidak
dipersatukan apalagi dicampur adukkan.

Negara melalui pemerintah mencoba mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan


dengan agama melalui berbagai lembaga keagamaan yang ada. Perbedaan fungsi yang tegas dan
kerjasama antara agama dan negara itu adalah sedemikian sehingga:

1. Negara tidak memasukkan agama kedalam dirinya, dan juga agama tidak mencaplok
negara menjadi wilayah bawahannya.
2. Negara menghormati agama dengan karakteristiknya sendiri sehingga tidak ada campur
tangan negara terhadap agama sebagai agama dan sebaliknya agama menghormati negara
dengan karakteristiknya sendiri, sehingga tidak ada campur tangan agama terhadap
penyelenggaraan negara.
3. Hukum negara tidak diangkat dari atau dibuat berdasarkan hukum agama.
4. Tidak ada agama yang diangkat menjadi agama negara yaitu agama satu-satunya yang
harus dianut oleh seluruh rakyat.
5. Negara membantu rakyatnya dalam kehidupan beragama, berdasarkan pandangan bahwa
kehidupan beragama adalah suatu jalan bagi manusia untuk memperoleh kebahagiaan
religius, sedangkan kebahagiaan religius merupakan suatu segi kesejahteraan yang menjadi
tujuan negara.

DHARMA AGAMA : MEMBANGUN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Manusia dalam penokohannya atau ditokohkan adalah makhluk religius yang artinya makhluk
yang sadar akan dirinya sebagai yang berada di dalam keterkaitan. Bentuk kongkrit pengungkapan
religius tentu sangat ditentukan oleh pengakuan dasar (iman) terhadap seseorang terhadap siapa
sang pencipta itu sesuai dengan apa yang dihayati sebagai yang benar, oleh karena itu menjamin
dan menghormati hak dan kebebasan orang lain untuk memeluk kepercayaan merupakan landasan
dalam membangun kerukunan umat beragama.
Indonesia mempunyai berbagai ragam suku bangsa dan beberapa agama (Islam, Katolik, Protestan,
Hindu, Budha, Kong Hu Cu) oleh karena itu perlu adanya Sinkretisme yaitu kebersamaan
kelompok-kelompok (agama-agama) yang berbeda-beda untuk menghadapi musuh bersama-sama.
Kerjasama antara agama di Indonesia dapat dengan mudah terjadi mengingat cara hidup
masyarakat dan bangsa Indonesia di latarbelakangi oleh semangat kebersamaan dan gotong
royong. Oleh karena itu sebagai Bangsa Indonesia menghilangkan ”Apriori Primodial” hal ini
dalam rangka menghilangkan rasa emosi dan kesadaran membangun kerukunan umat beragama.

Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama,
pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Dalam hidup berbangsa dan bernegara yang majemuk,
terdiri dari suku agama dan latar belakang kebudayaan yang berbeda sangatlah perlu untuk
mengingatkan di masing-masing bahwa kecuali kepentingan pembangunan kita sendiri baik
berupa aku, keluargaku, sukuku, partaiku, golonganku dan yang lain-lain yang diikuti ku ada juga
kepentingan orang lain yang juga ingin berbahagia dan mencapai tujuan seperti golongan kita.

Kita juga mengenal adanya Tri Kerukunan Umat Beragama yaitu :

1. Kerukunan Inter Umat Beragama


2. Kerukunan Antar Umat Beragama
3. Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah

Dari Tri Kerukunan Umat Beragama yang paling penting diwujudkan adalah kerukunan antar umat
beragama karena kalau kurang mendapat pembinaan dan pencerahan maka kerukunan akan
berkurang bahkan sebaliknya akan dapat mengakibatkan adanya perpecahan yang merugikan
persatuan dan kesatuan bangsa. Namun ada sebuah ungkapan kami di FKUB Bali : ‘Kerukunan
antar umat beragama memang sulit akan tetapi Kerukunan intern umat beragama jangan dianggap
lebih gampang’. Fakta lapangan menunjukkan banyak terjadi konflik-konflik yang diakibatkan ke
disharmonian hubungan intern umat beragama itu sendiri.

LEGALITAS DAN PEMBERDAYAAN UMAT BERAGAMA

Di dalam pasal 29 UUD 1945 menentukan :

1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Negara berdasarkan kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-
masing dan beribadat menurut agama dam kepercayaan itu.

Ketentuan ini menegaskan tugas negara dalam bidang hidup keagamaan yaitu bahwa negara
bertugas untuk memberikan jaminan perlindungan agar setiap penduduk, yang nota bene adalah
pemeluk agama tertentu, dapat secara bebas melaksanakan ajaran agama atau kepercayaannya.
Negara bertugas untuk menjaga harmoni antara kebebasan menjalankan ibadah agama dengan
upaya mewujudkan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Tugas tersebut dijalankan dengan
cara menjamin kesempatan yang sama dan adil bagi setiap warga negara untuk mengenalkan
konsepsinya tentang Tuhan sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.

Menurut Amin Suyitno dan Gultom (1981:57) ada empat tugas negara terhadap agama dan
penganutnya :

1. Mengakui dan menghormati serta menjamin hak hidup agama dan kepercayaannya;
2. Menjamin tiap-tiap penduduk menjalankan ibadahnya;
3. Memberikan perlindungan yang sama terhadap semua perkumpulan agama dan
kepercayaannya;
4. Membina sikap positif warga negara terhadap agama dan kepercayaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.

Legalitas dan pemberdayaan kerukunan umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat diatur
dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 Tahun 2006 dan
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah
dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama pemberdayaan forum kerukunan umat beragama
dan pendirian rumah ibadah.

Di dalam perlindungan terhadap kerukunan umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat sudah
menjadi tanggung jawab semua pihak, terutama bagaimana meningkatkan SDM dan Lembaga
Kerukunan sesuai dengan keinginan umat, bangsa dan negara kita.

Di samping Majelis Agama dalam kerangka pemeliharaan kerukunan umat beragama juga menjadi
tugas Kepala Daerah seperti yang tercantum dalam Peraturan Bersama Mendagri Nomor 9 Tahun
2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang pedoman tugas Kepala Daerah dalam pemeliharaan
kerukunan beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah
ibadah terdapat pada :

1. BAB II Tentang Tugas Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama
dalam pasal 2,3,4,5,6,7.
2. BAB III Forum Kerukunan Umat Beragama di dalam pasal 8,9,10,11,12.

Jadi kerukunan umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat sudah dilegalisir oleh Pemerintah
karena Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap
penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar dan
tertib, dan untuk daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban
melaksanakan urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang serta
kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan
negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kerukunan umat beragama merupakan bagian terpenting dari kerukunan nasional. Jadi pemerintah
dan Majelis Agama mempunyai kewajiban yang sama dalam memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat.
Kerukunan, persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya kerukunan antar umat beragama
merupakan syarat mutlak demi terwujudnya suasana aman, damai, tentram dan sentosa. Oleh sebab
itu tumbuhnya semangat demokratisasi harus bersamaan dengan tumbuhnya semangat :

1. Menghormati hak-hak manusia, melalui kesadaran kesamaan harkat sebagai sesama


makhluk Tuhan yang dikaruniai kehormatan dan kemuliaan.
2. Tumbuhnya semangat kebangsaan, semangat cinta tanah air sebagai karunia Tuhan yang
patut disyukuri.
3. Menjauhkan segala faktor yang akan merusak kebanggaan terhadap harga diri bangsa
dengan bermusuhan antar agama.

MULTIKULTUR DAN PLURALISME : ANTARA REALITAS, KESADARAN DAN


SIKAP

Pluralitas masyarakat di manapun adalah sebuah realitas eksistensial yang terbentuk dari
perbedaan yang ada secara kodrati dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Tak seorang
manusia pun sama dengan manusia lainnya walau mereka lahir sebagai saudara kembar. Tak ada
cap jempol yang sama adalah contoh paling nyata bahwa tak ada dua manusia yang absolut sama.
Mungkin saja sangat mirip tapi tidak mungkin persis sama. Sebuah masyarakat dunia terdiri dan
terbentuk dari banyak orang yang merupakan warganya. Kalaulah ada sebuah masyarakat
tradisional yang dianggap homogen namun homogenitasnya itu relatif sifatnya sebab di dalamnya
pasti ada unsur-unsur yang berbeda sehingga tak akan terelakkan adanya heterogenitas betapapun
kecilnya. Sebuah masyarakat bagaimanapun, bukanlah sebuah kumpulan makhluk organis yang
statis, yang tidak mengalami perubahan dan perubahan itu tentu sangat bervariasi coraknya
sehingga memperkaya dan menambah kompleksitas perbedaan. Karena itu tidak mungkin
dihindari bahwa pluralitas yang ada secara kodrati itu kemudian secara sosial dan kultural terus
mengalami perkembangan dalam gerak dinamika kehidupan manusia dan masyarakat yang
multidimensional sifatnya, dan dengan sendirinya akan melahirkan berbagai visi tentang
kehidupan dan masa depan.

Untuk batas tertentu pluralitas bisa dilihat sebagai kekayaan namun dalam perkembangannya ia
tidak hanya berhenti pada perbedaan sekedar dan sebagai perbedaan semata tapi mungkin saja
perbedaan itu bersifat diametral dan antagonistik sehingga sebenarnya bukan lagi perbedaan
melainkan sebuah pertentangan. Tantangan yang dihadapi oleh manusia dan masyarakat adalah
bukan menghilangkan perbedaan dan pertentangan sebagai realitas sosial dan kultural melainkan
bagaimana mengelolanya secara kreatif sehingga terwujud dalam “cooperation” dan
“competition”, kerjasama dan persaingan. Dalam perspektif ini “management of conflict” menjadi
sangat penting.

MULTIKULTURISME SEBUAH KENISCAYAAN DI BUMI PANCASILA

Pluralitas yang muncul dalam proses kehidupan dunia kita terwujud dalam dua bentuk : pluralitas
horizontal dan pluralitas vertikal. Yang pertama terlihat misalnya dalam perbedaan etnis atau ras
dan agama sedangkan yang kedua terlihat umpamanya dalam perbedaan peran politik antara
penguasa dan rakyat, dalam kemampuan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin, dan dalam
tingkat pendidikan antara kaum terpelajar dan masyarakat awam. Tentu saja pluralitas vertikal ini
tidak dikaitkan dengan pluralisme tradisional yang memberlakukan perbedaan strata sosial dalam
pelembagaan yang bersifat diskriminatif. Kedua-duanya, pluralitas horizontal dan
pluralisme modern yang menjunjung tinggi hak-hak manusia.

Mobilitas sosial yang didukung oleh kemudahan dalam dan untuk bepergian sebagai hasil
kemajuan sarana-sarana transportasi membuat kontak-kontak horizontal warga masyarakat dengan
warga masyarakat lainnya makin sering terjadi dan juga makin luas jangkauannya melampaui
batas-batas geografis, lokal, regional bahkan nasional dan internasional sehingga heteroginitas
masyarakat makin kompleks. Perbedaan tingkat dan kadar kemampuan warga masyarakat, baik
dilihat dari segi kebendaan, kecerdasan maupun kesempatan untuk memperoleh jalur lembaga
pendidikan maupun media massa, mengakibatkan perbedaan kemampuan untuk mengembangkan
diri dan meraih keberhasilan. Akibat lebih jauh adalah terjadinya pluralitas vertikal yang terwujud
dalam tingkatan strata politik, ekonomi maupun keterpelajaran. Perlu disadari dan dicatat bahwa
pluralitas walaupun dalam batas tertentu merupakan kekayaan yang membentuk mozaik kultural
sekaligus potensi dinamika masyarakat dan bangsa di dunia ini namun hal itu juga bisa menjadi
sumber konflik sosial. Karena itu diperlukan usaha untuk menumbuhkan kesadaran untuk
menerima perbedaan sebagai realitas natural maupun kultural sepanjang fungsional sifatnya dan
tidak melecehkan harkat dan martabat kemanusiaan. Dari perspektif ini kita bersinggungan dengan
konsep pluralisme.

Pluralisme tentu saja lahir dari kesadaran dan kesediaan menerima perbedaan untuk kemudian
mengolahnya, sebagai unsur kreatif masyarakat kita sebagai sebuah kesatuan yang mengandung
dan merangkum kemajemukan. Dalam perspektif masyarakat kita yang multietnik perlu disadari
bahwa masing-masing etnik tentu memiliki identitas budayanya sendiri. Tambahan lagi, kehadiran
berbagai agama yang menjadi anutan masyarakat kita telah memperkaya kemajemukan bangsa
kita. Kehadiran agama-agama itu tentu saja memasuki aspek batiniah budaya bangsa di dunia ini.
Karena itu pluralisme dengan sendirinya identik dengan dan memang pada hakikatnya muradif
atau sinonim multikulturisme. Semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai terpatri dalam lambang
negara Republik Indonesia : Garuda Pancasila menegaskan bahwa bangsa Indonesia secara tegas
menganut prinsip pluralisme. Dengan pluralisme di sini kita tidak dimaksudkan pluralisme
ekstrem sebagai reaksi terhadap monisme yang mengatakan bahwa dunia ini terdiri dari jumlah
tak terbatas dari unsur-unsur yang terpisah. Pluralisme yang perlu dan harus kita kembangkan
adalah pluralisme yang terwujud dalam sikap pluralistik, yakni sikap yang bersedia menerima
perbedaan, bukan hanya sebagai realitas objektif akan tetapi juga sebagai potensi dinamik yang
memberikan kemungkinan-kemungkinan dan harapan akan kemajuan di masa depan. Sebuah
pluralisme yang menyemangati sistem pergaulan sosial yang memungkinkan setiap unsur kultural
masyarakat dunia kita saling berinteraksi secara alamiah dalam proses yang saling memperkaya
dan diharapkan akan melahirkan sebuah masyarakat majemuk yang terbuka, multikultural dan
demokratis.

PLURALITAS KEAGAMAAN : ANTARA EKSKLUSIFISME DAN INKLUSIFISME

Pluralisme dalam konteks kehidupan keagamaan tidak hanya ditandai oleh kehadiran berbagai
agama yang secara eksistensial memiliki tradisi yang berbeda satu sama lain akan tetapi juga
ditandai oleh pluralisme penafsiran tidak hanya melahirkan berbagai aliran atau mazhab bahkan
juga sekte keagamaan akan tetapi juga melahirkan perbedaan kecenderungan pandangan dan sikap
: eksklusifisme dan insklusifisme. Pluralitas kelembagaan melalui itu agama mendunia, memasuki
ruang dan waktu, tampak dari dan terwujud dalam kehadiran, paling tidak, tokoh-tokoh agama,
organisasi-organisasi keagamaan dan komunitas-komunitas agama.

Perlu digarisbawahi bahwa pluralitas agama berkaitan dengan masalah yang sangat peka. Sebab
agama berkaitan dengan keyakinan tentang sesuatu yang absolut benar, sesuatu yang “ultimate”,
yang menyangkut keselamatan hidup manusia setelah “kematian”. Keyakinan tersebut
diejawantahkan dalam keberagamaan, tidak juga dalam wujud keyakinan teologis atau simbolisme
ritual melainkan juga dalam wujud kegiatan yang secara langsung atau tidak bernuansa bahkan
berdampak sosial.

Ada berbagai opsi dalam masyarakat kita menjawab pluralitas keagamaan itu,

Pertama adalah sikap menerima kehadiran orang lain atas dasar konsep hidup berdampingan
secara damai. Yang diperlukan adalah sikap tidak saling mengganggu.

Kedua adalah mengembangkan kerjasama sosial-keagamaan melalui berbagai kegiatan yang


secara simbolik (live in) memperlihatkan dan fungsional mendorong proses pengembangan
kehidupan beragama yang rukun.

Ketiga adalah mencari dan mengembangkan dan merumuskan titik-titik temu agama-agama untuk
menjawab problema, tantangan dan keprihatinan umat manusia :

Opsi pertama adalah sekedar tahap awal dan kondisi minimal untuk membangun kebersamaan
masyarakat kita.

Opsi kedua merupakan landasan “Teologis” bagi masing-masing umat untuk membangun sebuah
masyarakat di mana semua orang dapat hidup bersama dalam semangat persamaan dan kesatuan
umat manusia.

Opsi ketiga merupakan perwujudan nyata dari kebersamaan itu.

Dalam perspektif yang lain kita juga bisa menempatkan pluralisme keagamaan itu dalam kerangka
pendekatan tataran ’Menyama Braya’ (vasudeva kuthum bhakam) yang menempatkan
persaudaraan seagama, persaudaraan sebangsa dan persaudaraan sesama umat manusia dalam satu
nafas. Ketiga-tiganya tidak harus bertentangan dan masing-masing mempunyai tempat dan
relevansinya sendiri dalam kehidupan kita sebagai manusia pribadi, warga negara dan warga dunia
sehingga tidak perlu membuat kita dalam situasi dilematik apalagi di negara yang memiliki 4 pilar
kebangsaan al. Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.

TEOLOGI HINDU YANG PLURALIS DAN DIALOGIS

Pandangan agama Hindu tentang pluralisme dan dialogisme merupakan landasan atau dasar-dasar
kerukunan hidup beragama yang sejati seperti diamanatkan dalam mantra-mantra kitab suci Veda
berikut ini, menghargai pluralisme (perbedaan agama / kepercayaan dan budaya serta mewujudkan
kemakmuran bersama :
Jnanam bibharati bahudha vivacasam, Naandharmanam prthivi yathaikasam, Sahasram dhara
dravinasya me duham, Dhraveva dhenuranapasphuranti

Atharwaveda XII.1.45

(Berikanlah penghargaan kepada bangsamu yang menggunakan berbagai bahasa daerah, yang
menganut berbagai kepercayaan (agama) yang berbeda. Hargailah mereka yang tinggal bersama
di bumi pertiwi ini. Bumi yang memberi keseimbangan bagaikan sapi yang memberi susunya
kepada umat manusia. Demikian ibu pertiwi memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada
umat–Nya).

Mewujudkan persatuan dan kesatuan untuk mencapai tujuan bersama (kedamaian, kemakmuran
dan kebahagiaan) :

Sam vo manamsi sam vrata sam akutir namamsi, Ami ye vivrata sthana tan vah sam namayamasi

Atharwaveda III.8.5

(Aku satukan pikiran, dan langkahmu untuk mewujudkan kerukunan di antara kamu. Aku bimbing
mereka yang berbuat jahat menuju jalan yang benar)

Yena deva na viyanti no ca vidvisate mithah, Tat krnmo brahman vo grhe samjnana purunebhyah

Atharwaveda III.30.4

(Wahai umat manusia! Bersatulah, dan rukunlah kamu seperti menyatunya para dewata. Aku telah
anugrahkan hal yang sama kepadamu, oleh karena itu ciptakanlah persatuan di antara kamu).

Mewujudkan kehidupan yang harmonis serta dialogis :

Sam gacchadhvam sam vadadhvam, Sam vo manamsi janatam, Deva bhagam yatha purve
samjanana upasate

Rgveda X.191.2.

(Wahai umat manusia! Hiduplah dalam harmoni dan kerukunan. Hendaklah bersatu, dan bekerja
sama. Berbicaralah dengan satu bahasa, dan ambilah keputusan dengan satu pikiran. Seperti
orang-orang suci di masa lalu yang telah melaksanakan kewajibannya, hendaklah kamu tidak
goyah dalam melaksanakan kewajibanmu)

Mewujudkan kehidupan yang demokratis dengan bermusyawarah dan menumbuhkan saling


pengertian :

samano mantrah samitih samani, samanam manah saha cittam esam, samanam mantram abhi
mantarey vah, samanena vo havisa juhomi
Rgveda X.191.3

(Wahai umat manusia! Pikirkanlah bersama. Bermusyawarahlah bersama. Satukanlah hati, dan
pikiranmu dengan yang lain.Aku anugrahkan pikiran yang sama, dan fasilitas yang sama pula
untnk kerukunan hidupmu)

Samani va akutih samana hrdayani vah, Samanam astu vo mano yatha vah susahasati.

Rgveda X.191.4.

(Wahai umat manusia! Milikilah perhatian yang sama. Tumbuhkan saling pcngertian di antara
kamu. Dengan demikian engkau dapat mewujudkan kerukunan dan kesatuan)

Mengembangkan hati yang tulus ikhlas dan persahabatan yang sejati :

Sahrdayam sam manasyam avidvesam krnomi vah, Anyo anyam abhi haryata vatsam jatam ivagh-
nya

Atharvaveda III. 30.1

(Wahai umat manusia, Aku memberimu sifat ketulusikhlasan, mentalitas yang sama, persahabatan
tanpa kebencian, seperti halnya induk sapi mencintai anaknya yang baru lahir, begitu seharusnya
kamu mencintai sesamamu).

Mengembangkan keharmonisan yang sejati, baik kepada orang yang dikenal dan bahkan dengan
orang asing sekalipun :

Samjnanam nah svebhih samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina yuvam thasmasu ni yacchatam

Atharvaveda VII.52.1

(Hendaknya harmonis dengan penuh keintiman di antara kamu, demikian pula dengan orang-
orang yang dikenal maupun asing. Semogalah dewa Asvina menganugrahkan rahmat-Nya untuk
keharmonisan antar sesama).

Dalam usaha meningkatkan kerukunan intra, antar, dan antara umat beragama yang dilandasi
dengan teologi yang humanis, pluralis dan dialogis, dikutipkan pernyataan Svami Vivekananda
pada penutupan sidang Parlemen Agama-Agama sedunia, tepatnya tanggal 27 September 1893 di
Chicago, Amerika Serikat, karena pernyataan yang disampaikan oleh pemikir Hindu yang sangat
terkenal pada akhir abad yang lalu itu (sudah 119 tahun lewat) senantiasa relevan dengan situasi
saat ini. Pidato yang menggemparkan dunia, dan memperoleh penghargaan yang tinggi seperti
ditulis oleh surat kabar Amerika sebagai berikut: “An orator by divine right and undoubted
greatest in the Parliament of Religion” (Walker, 1983:580).
Di samping mantra tersebut di atas, dalam rangka mewujudkan kerukunan hidup beragama dalam
rangka integrasi nasional, kiranya perlu dipahami dasar-dasar teologis kehidupan berbangsa dan
bernegara seperti diamanatkan dalam kitab suci Veda dan susastra Hindu lainnya.

KELUAR DARI DUNIA KECURIGAAN DAN PERMUSUHAN

Kita tidak tahu kapan kita bisa keluar dari situasi yang masih mencekam. Krisis relasi sosial yang
secara langsung atau tidak menciderai kerukunan hidup antar umat berbagai agama sangat
menghantui kita sebab malapetaka yang diakibatkannya tidak bisa diperkirakan bahkan cenderung
tidak masuk akal sebagaimana kita alami berkali-kali akhir-akhir ini. Para cendikiawan agama
dihadapkan pada tantangan yang sebagian bukan tanggungjawab mereka. Masyarakat kita telah
terpuruk dalam kehidupan yang diliputi oleh suasana saling curiga. Terdapat berbagai persepsi
negatif satu sama lain di antara berbagai kelompok masyarakat kita sehingga kehidupan kita
sebangsa menyimpan potensi disintegrasi sosial. Masing-masing golongan merasa terancam
eksistensi mereka oleh golongan lain. Berbagai kasus tragis telah menimbulkan trauma yang
memerlukan waktu lama untuk dihilangkan dari memori. Selama itu yang sewaktu-waktu bisa
menjelma menjadi konflik sosial.

Dalam perspektif kultural, masyarakat Indonesia pada umumnya cinta damai. Dalam kehidupan
sehari-hari hubungan antartokoh / antarpemuka agama bisa berhubungan dengan baik. Namun
masalahnya menjadi lain ketika ada kepentingan politik masuk dalam kehidupan para tokoh
agama. Terkadang hal tersebut bisa menjadi pemicu persitegangan antarmereka. Sudah menjadi
rahasia umum teori yang berbunyi : there is no relation between religion and violence, neither in
Islam, nor in any religion for that matter, Violence is a social and political phenomenon.

Tidak diragukan lagi tokoh agama / pemuka agama adalah panutan, tokoh teladan. Oleh karena itu
diharapkan tidak akan terjadi komodivikasi agama karena jelas sangat berbahaya bagi
pemeliharaan kerukunan umat beragama. Dalam rangka mencegah sedini mungkin terjadinya
kecurigaan, permusuhan tentu pemerintah, tokoh agama, pemuka masyarakat perlu melakukan
tindakan preventif dan sekaligus memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang mengarah pada kerjasama
intern, antarumat dan pemerintah (live in).

MENYAMA BRAYA: TOLERANSI TERHADAP KEMAJEMUKAN

Aksi Terorisme seperti halnya Tragedi berdarah Bom Bali I & II di Kuta dan Jimbaran Bali
pada tanggal 12 Oktober 2002, beberapa hari menjelang perayaan Hari Suci Nyepi 1934 di
Denpasar disinyalir 5 (lima) orang teroris yang ditembak mati serta yang masih hidup dikejar,
diburu, ditangkap, Kasus Solo masih dalam suasana di Bulan Suci Ramadhan, Bom Depok dll.
Anarkhis massa di Buol, Ciketing (Ahmadiyah), Sampang Madura, kemudian masalah Pluralisme
: Kasus HKBP, Masalah Separatisme : RMS, GAM, OPM, dan seterusnya di belahan bumi ini,
tragedi demi tragedi berdarah terus berlanjut hingga kini, menjadikan paham kamejemukan
(pluralisme) dan toleransi semakin mendapat perhatian di seluruh dunia, termasuk dalam sidang
yang terhormat kali ini.

Fanatisme agama, yang berdasarkan truth claim, yang menganggap seolah-olah


kelompoknya sendiri saja yang memiliki kebenaran mutlak, mengandung potensi kekerasan dan
kebencian, dan bila itu diterjemahkan dalam praktek, sekalipun dilakukan oleh sekelompok kecil
orang, bisa membawa malapetaka atau tragedi kemanusiaan.

Budaya rohani agama Hindu (Bali) dapat memberikan sumbangan penting terhadap
pengembangan toleransi dan kemajemukan serta memberikan perubahan dalam membangun
kesetiakawanan untuk mewujudkan perdamaian dunia. Agama-agama panteisme di mana Hindu
(Bali) ada di antaranya dapat hidup berdampingan dengan agama-agama lain. Penyebarannya tidak
membawa gangguan terhadap kesinambungan budaya sebagaimana ditimbulkan oleh penyebaran
agama lain. Dalam masyarakat panteistik, nilai-nilai gagasan-gagasan dan hal-hal asing dapat
diterima. Masyarakat bersikap toleran terhadap hal-hal baru itu (Arnold J. Toynbee dan Daisaku
Ikeda : Perjuangkan Hidup). Dalam agama Hindu (Bali) dikenal dengan: menerima setiap
purubahan baru apapun yang terjadi dan datang dari manapun juga asalnya, asalkan
perubahan tersebut selalu berdasarkan atas dharma (kebenaran yang abadi = sanatana
dharma).

Ahli-ahli tentang sejarah agama menyatakan bahwa tidak terdapat bukti-bukti adanya
intoleransi beragama dalam agama Hindu. Pertentangan jarang dijumpai dan pertukaran agama
terjadi dalam suasana damai dan dengan tidak menimbulkan ketegangan dalam masyarakat.
Agama Hindu bersifat filosofis dan oleh karena itu dapat melihat dan menghargai kebenaran yang
ada dalam agama lain. Dengan demikian agama ini bersifat toleran. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa toleransinya terlalu besar sehingga dapat menerima agama-agama yang bersifat magis.
(Harun Nasution : Islam Rasional). Namun ada juga orang berpendapat lain tentang toleransi yang
diartikan negatif yaitu toleransi : sama dengan memperpanjang waktu kekalahan dan
kehancuran. Pendapat seperti inilah yang harus kita abaikan dan tidak harus ada.

Karena orang Hindu di Bali pada umumnya, dan mereka dengan pemahaman tentang Tuhan
yang lebih matang, lebih sadar tentang berbagai aspek berbeda dari Tuhan, dan melihat Tuhan
yang sama dalam semua agama, tidak ada friksi antara mereka dengan orang lain tanpa perlu
merasa bahwa setiap orang lain telah dikutuk masuk neraka, atau dikonversi supaya
’diselamatkan’. Orang-orang Hindu mengakui Tuhan yang sama sekalipun disembah dengan
berbagai cara. Jadi apa susahnya? Tidak ada masalah. Ini benar bagi pemuja yang tulus dari agama
apapun. Seorang Kristen yang tulus dan matang dengan mudah dapat bergaul dengan seorang
Hindu yang tulus, yang dapat dengan mudah hidup bersama seorang Muslim yang tulus dan
matang, yang dapat hidup bersama dengan seorang Sikh, Buddhis yang tulus dan seterusnya.
(Stephen Knapp : ’Mengapa Menjadi Hindu : Keuntungan Jalan Veda’, dalam Hindu Agama
Terbesar di Dunia).

Di Bali, di beberapa Kabupaten dan Kota, terdapat kampung-kampung Islam tradisional.


Artinya komunitas Islam ini sudah ada sejak jaman kerajaan Bali. Di Kabupaten Buleleng ada
Desa Pegayaman, di Kabupaten Jembrana ada Desa Loloan, di Kota Denpasar ada Desa Kepaon,
di Kabupaten Karangasem ada Desa Nyuh Kuning dan Desa Sidemen, di Kabupaten Klungkung
ada Desa Gelgel. Komunitas Islam ini ada yang berasal dari Blambangan, Pulau Madura di Jawa
Timur, Bugis dari Pulau Sulawesi dan Pulau Lombok. Mereka dibawa oleh para raja-raja Bali dari
tempat asal mereka sebagai prajurit. Orang-orang Bugis datang ke Desa Loloan Bali, karena
menghindari penjajahan Belanda.
Komunitas Islam ini hidup menyatu dengan masyarakat sekitarnya. Bahkan komunitas Islam
Pegayaman memakai nama-nama Bali di depan nama Muslim mereka contoh : Haji Wayan Samzul
Bachri). Tapi mereka tetap melaksanakan agamanya secara taat. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sebagai abdi raja, komunitas ini mendapat perlindungan dari raja. Mereka diberikan tempat
tinggal khusus, diberikan tanah untuk mendirikan masjid. Pada waktu pelaksanaan Naik Haji, raja
memberikan mereka bantuan. Komunitas Islam Kepaon di Kota Denpasar Bali sampai sekarang
menjaga hubungannya yang kuat dengan Puri Pemecutan. Setiap ada upacara di Puri Pemecutan,
orang-orang Muslim Kepaon selalu datang untuk membantu.

Di samping itu, komunitas ini tetap dapat memelihara dan menjalankan tradisi agamanya,
karena umat Hindu di sekitarnya tidak menganggu mereka. Misalnya dengan upaya
mengkonversikan mereka ke dalam agama Hindu dan umat Hindu menghormati keyakinan
mereka. Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung, demikianlah cara mereka untuk dapat
menyama braya yang hidup berdampingan secara harmonis, damai serta mereka sangat akrab
dengan masyarakat setempat dan turut serta menjaga alam lingkungannya.

GLOBAL ETIK : MENGEMBANGKAN ETIKA DIALOG

Dalam Deklarasi Etika Global (weltethos) yang diluncurkan di Chicago pada tahun 1993
disebutkan bahwa : “setiap orang harus diperlakukan secara manusiawi”. Kalimat tersebut
memiliki makna yang dalam bahwa setiap orang mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama
dan harus disadari dan dilaksanakan oleh semua pihak, berupa pertama, kewajiban dalam
memelihara budaya tanpa kekerasan dan kekejian dalam semua bentuk kehidupan; kedua,
kewajiban dalam memelihara budaya solidaritas bersama dalam mewujudkan keadilan di bidang
ekonomi; ketiga, kewajiban dalam memelihara budaya persamaan derajat dan kerjasama antara
laki-laki dan perempuan.

Tokoh Agama dan Lembaga Keagamaan harus mendorong dan membangun terciptanya The
Global Ethics yang berkeadilan sosial dalam Nation and Character Building pada masyarakatnya.
Cita-cita keadilan sosial dalam agama apapun termasuk semua agama di dunia dan salah satunya
dalam agama Hindu dalam konsep loksamgraha dan Menyama Braya, atau kesejahteraan untuk
seluruh masyarakat. Dalam kedua konsep tersebut, terkandung kesetiakawanan, kerelaan untuk
berkorban demi kepentingan orang lain yang kurang beruntung. Dan sangat tepat konsep ini
dikemukakan dalam sidang saat ini di mana kenyataan yang tidak bisa dihindari bahwa kita bangsa
Indonesia, bangsa-bangsa Asia malahan bangsa-bangsa di dunia ini yang terdiri dari
keanekaragaman kultur, bahasa, ras, geografi, sejarah, agama dan keimanan terpuruk akibat sering
agama digunakan untuk menghancurkan peradaban manusia yang beradab diluar ajaran agama itu
sendiri yang mengajarkan kita penuh kasih dan kedamaian.

Veda meneguhkan kehidupan dan ketika Veda menyanyikan SARVE BHAVANTU


SUKHINAH, mantra ini menekankan bahwa keselamatan pribadi bukanlah satu-satunya tujuan,
tetapi bahwa kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pemeluk Hindu, adalah sama
pentingnya bahkan jauh lebih penting.
Loksamgraha sebagai suatu yang ideal dari masyarakat Hindu, dapat diwujudkan melalui
suatu proses. Dimulai dengan proses tumbuhnya kesadaran sosial dikalangan para pemeluk agama,
bahwa masing-masing dari kita adalah bersaudara satu sama lain : WASUDEVA
KUTHUMBHAKAM. Bahkan hakikat diri kita sebetulnya sama. Penderitaan bagi yang satu
adalah penderitaan bagi yang lain. Kebahagiaan bagi yang satu adalah kebahagiaan bagi yang lain,
aku adalah engkau: TAT TWAM ASI.

Masyarakat yang sejahtera, adalah merupakan jumlah total dari individu dan keluarga yang
sejahtera dan merupakan bagian dari masyarakat dunia yang sejahtera pula. Pada hakikatnya setiap
individu para pemeluk agama, harus mampu menciptakan kesejahteraannya sendiri, melalui karma
atau tindakannya sendiri. Dan untuk itu dia haruslah memiliki kemampuan, kecerdasan, keahlian
dan pengetahuan serta keterampilan untuk menunjang profesinya, dengan mana dia mencapai
kesejahteraan diri dan keluarganya termasuk masyarakat dunia.

Kini adalah saatnya kita bersekutu untuk membangun dunia baru yang lebih aman, tenteram,
adil, damai penuh kasih dan sejahtera dengan memperluas makna yajna, tidak saja pengorbanan
dalam hubungannya dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama umat manusia, berdasarkan ’daya’
(compassion atau cinta kasih) dan ’dana’ (pemberian bantuan). Dana bukan untuk jangka pendek,
atau caritas sentimental, berupa sedekah untuk sekedar menghilangkan lapar dan sakit. Dana
haruslah untuk suatu yang bersifat strategis, jangka panjang, yaitu untuk peningkatan spiritualitas
umat manusia yang lebih beradab.

Marilah kita bersekutu untuk membangun dan peka terhadap penyakit masyarakat dan ikut
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh mereka yang tidak beruntung. Agama yang tidak
peka terhadap penyakit masyarakat dan tidak ikut ambil bagian dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi oleh masyarakat, tidak akan mendapat tempat dalam masyarakat modern, tidak
menarik bagi manusia modern (Sarvepalli Radhakrisnan) dan Konferensi WCRP, Kyoto 1970,
Genesis and contents of the Global Ethic project mengemukakan :

 No peace among the nations without peace among the religions,


 No peace among the religions without dialogue among the riligions,
 No dialogue among the riligions without a consensus on shared ethical values, a global
ethics,
 No new world order without a global ethics.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Peranan masing-masing
Tokoh Agama yang memahami benar Teologi di dalam kitab suci agama-agama di dunia ini
termasuk kitab suci Veda dan susastra Hindu disebut Brahmavidya atau pengetahuan ketuhanan,
yang di dalamnya mengajarkan berbagai aspek ketuhanan, utamanya yang berkaitan dengan
makhluk ciptaan-Nya, yakni umat manusia untuk mengembangkan kehidupan yang humanis,
pluralis dan dialogis. Kehidupan yang humanis dilandasi oleh ajaran bahwa semua makhluk
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan akan kembali kepada-Nya. Kesadaran bahwa atma (roh)
yang menghidupkan setiap makhluk berasal dari Tuhan Yang Maha Esa muncul ajaran yang
disebut Panca Mahavakya Upanishad yakni: Tat tvam asi (Thou are That), Aham Brahmasmi (I
am Brahman), Aham atma Brahman (This Self is Brahman), Prajnam Brahman (Consciousness
is Brahman), dan Sarvam khalu idam Brahman (All indeed is Brahman).

Kitab-Kitab suci mengamanatkan untuk menyadari adanya kebhinekaan (pluralisme) dan untuk
menumbuhkan kerukunan yang sejati mengembangkan sikap dialogis, dengan bermusyawarah
untuk mencapai mufakat guna mewujudkan tujuan bersama yaitu Harmonis, Damai, Bersatu padu
untuk membangun budaya rohani yang utuh demi kesejahteraan umat manusia yang merupakan
implementasi The Global Etics dalamNation and Character Building bangsa Indonesia. Di Bali
dikenal dengan istilah Tri Hita Karana (Tiga penyebab keharmonisan), pertama : harmonis
antara manusia dengan TuhanNya, kedua : harmonis antara manusia dengan manusia
sesamanya, dan ketiga : harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya.

Peranan Tokoh Agama yang dimaksudkan adalah mereka yang mengusung moderasi dalam
beragama, memiliki empati dan respect for others, mempunyai integritas tinggi dalam memegang
teguh ajaran fundamental masing-masing agamanya tetapi secara bersamaan mereka juga menjadi
sosok yang terbuka untuk bisa menerima perbedaan secara bijaksana. Selain itu mereka juga
diharapkan benar-benar tokoh yang berpengaruh di daerahnya masing-masing. Secara kultural
mereka mempunyai power yang bisa menggerakkan orang untuk sebuah tujuan mulia, yakni :
membangun saling pengertian, kebersamaan dan kerjasama intern dan antarumat beragama.

Sebagai penutup seluruh uraian di atas maka peranan Tokoh Agama harus dapat mendorong agar
fungsi sosial agama menurut para ahli sosiolog diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari di
manapun berada di Bumi Pancasila ini agar Nation and Character Building bisa terwujud dengan
baik guna meminimalkan berbagai konflik sosial dalam rangka menjaga keutuhan NKRI :

 Agama sebagai perekat sosial (intern, antar umat beragama dan pemerintah),
 Agama sebagai pemberi arti kehidupan,
 Agama sebagai sumber nilai,
 Agama sebagai faktor kontrol sosial,
 Agama sebagai pendorong perubahan sosial.

DAFTAR BACAAN

Alamsjah,H. 1982. Pembinaan Kerukunan Hldup Umat Beragama Departemen Agama RI.
Jakarta: Wilayah kajian Agama di Indonesia Depatemen Agama R I.

Durkheim, Emile, 1985. The Elementary Form of the Religious Life A study In Religious
Sociology. Joseph Ward Swain (Trans.).

Naim, Sahibi 1985. Kerukunan Antar Umat Beragama. Jakarta: Gunung Agung.

Koentjaraningrat 1977. Beberapa pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Budiman, Arief. 1993. ”Dimensi Sosial Ekonomi dalam Konflik Antar Agama di Indonesia”
dalam dialog Kritik & Identitas Agama. Yogyakarta: Interfidei.
Gedong Bagoes Oka, 1994. ”Spiritualitas baru dalam Agama Hindu” dalam Spiritualitas Baru :
Agama dan Asplrasi Rakyat. Yogyakarta: Interfidei

Dharmika, Ida Bagus. 1996. Kerukunan Hidup Beragama: Studi Kasus di Subak Medewi,
Jembrana Bali. dalam Profil Kerukunan Hidup Umat Beragama. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama, Departeman Agama RI.

Dharmika, Ida Bagus. 2000. Kerukunan Antar Umat Beragama Di desa Angantiga, Petang
Badung. Denpasar: Univ. Hindu Indonesia Denpasar.

DR.H. Moch. Qasim Mathar, MA., 2003. Sejarah, Teologi Dan Etika Agama-Agama. Penerbit
Dian/Interfidei, Jogyakarta.

Dharmika, Ida Bagus. 2005. Menyama Braya (Hakikat Hubungan Manusia Dengan Manusia Di
Bali), Denpasar : Musyawarah Majelis Agama dalam Forum Komunikasi Antar Umat Beragama
Prop. Bali di Hotel Oranje, 2005

Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 2005. Kompilasi Dokumen Literer 45 Tahun Parisada.

PBM Menteri Agama RI & Menteri Dalam Negeri RI, 2006. Surat Keputusan Bersama Menteri
Agama RI No.9 & Menteri Dalam Negeri RI No.10 Tentang Pembinaan Kerukunan Umat
Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah.

Wiyana, Ida Bagus Gede in Asian Inter-religious Leaders Conference“Being Peacemakers in Asia
Today” 12-16 November 2007, Lotus Hotel Pang Suan Kaew, Chiang Mai, Thailand

Dra. Kustini, Msi (Ed)., 2009. Efektivitas Sosialisasi PBM No.9 dan 8 Tahun 2006. Departemen
Agama RI – Badan LitBang dan Diklat, Pusdiklat Kehidupan Keagamaan.

Prof. Dr. HM. Atho Mudzar, 2009. Peran Pemuka Agama Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama melalui Peningkatan Kemandirian FKUB, BalitBang Departemen Agama RI, Jakarta.

Wiyana, Ida Bagus Gede, 2010. Latihan Kader II (Intermediate Training) Tingkat Nasional oleh
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Denpasar 25-01-2010.

Wiyana, Ida Bagus Gede, 2010, Interfaith Dialogue Evangelist Church : Be Peace Maker Today
‘de freider comm aus Bali’ , Freiburg – Germany, July 27 – August 26, 2010.

Hasil-Hasil Keputusan Musyawarah Majelis-Majelis Agama Propinsi Bali Tahun 2007 s/d Tahun
2011 yang diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama Propinsi Bali dan Biro Kesra
Setda Propinsi Bali.

Wiyana, Ida Bagus Gede, 2012, Seminar Agama-Agama oleh Senat Mahasiswa Fakultas Teologi
UKSW Salatiga dgn Thema : Menyikapi Radikalisme Agama-Agama di Bumi Pancasila (dr
Perspektif Hindu), 15 Mei 2012.
IDA BAGUS GEDE WIYANA

Realizing Interfaith Concordance

One of the figures that actively plays role in creating such concordance is Ida Bagus Gede Wiyana.
As Chairman of Interfaith Forum of Bali Province, he never gets bored to deliver ‘enlightenment’
to members of religious community in Bali, particularly those of Hindu. This father of two sons—
Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH, MH and Ida Bagus Bayu Brahmantya, SH should make a visit
to every nook and cranny delivering ‘dharma wacana’ or Hindu sermon on the importance of life
concordance even though of different religions. Other than that, the husband of Dra. Ida Ayu Ratna
Wesnawati, MM., should be able to accomplish some issues pertaining to interfaith concordance.
For instance, resolving problems on house of worship, graveyard and making decision should there
be any holidays of two or more religions falls on the same day. Once, the Nyepi (Silence) Day fell
on the same day as Friday prayer. Nyepi requires silence and is not allowed devotees to go out,
while the Moslem should go out to pay homage to mosque. Just as Nyepi that coincided with
church service on Sunday. Though he is busy with managing the Dwijendra Education Foundation
that organizes schools from kindergarten up to university, this man of Sanur-born (1 August 1951)
never declines when being asked for his time to deliver enlightenment. Moreover, after the Bali
Bomb I and II he progressively often appeared on television. According to him, the Interfaith
Communication Forum was established on the accord of the caretakers of Religious Assembly
existing in Bali like Parisadha (Hindu), MUI (Islam), Walubi (Buddha), MPAG (Protestant),
MAKIN (Kong Hu Cu) and Keuskupan (Catholic). The idea was sparked by the general election
1999. “The six religious assemblies felt there has been ‘violence’ in the reason of struggling for
each religion. Mass savagery occurs everywhere,” he said. “However,” he added,” the beginnings
of the establishment of the forum has existed since 1970s.” At that time, forum that has not
formally founded many a time executed discussion relating to location of graveyard, house of
worship, interfaith marriage and so forth. “Regional Office of Religious Affairs became its
facilitator then,” he added. (BaliTravelNews/015)

Share this:

 Share on Facebook (Opens in new window)


 Click to email (Opens in new window)
 Click to print (Opens in new window)

Related

MENYIKAPI RADIKALISME AGAMA-AGAMA DI BUMI PANCASILA (dari


PERSPEKTIF AGAMA HINDU)

QUESTIONS FOR DISCUSSION Religions are often accused of being co-opted by the powers-
that-be to achieve their selfish ends. Do you agree or disagree? Please state your reasons! How
does religion, which speak of love, compassion and mercy, also become a tool for violence? All
religions have an exclusivistic dimensions. How…

In "Articles"

PEDOMAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF HINDU

Maklumat Raja Ashoka : Janganlah kita menghormati agama kita sendiri dengan mencela agama
orang lain sebaliknya, agama orang lain hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu ... Dengan
berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri untuk berkembang, disamping
menguntungkan pula agama lain ... Dengan berbuat sebaliknya maka kita akan merugikan
agama…

In "Articles"

MASALAH DAN ANCAMAN TERHADAP KERUKUNAN DAN KEHARMONISAN


ANTAR UMAT BERAGAMA DI BALI

QUESTIONS FOR DISCUSSION : Religions are often accused of being co-opted by the
powers-that-be to achieve their selfish ends. Do you agree or disagree? Please state your reasons!
How does religion, which speak of love, compassion and mercy, also become a tool for
violence? All religions have an exclusivistic dimensions. How…

In "Articles"

Leave a comment

Filed under Articles

Leave a Reply

Search for:
 DAFTAR ISI
o 697
o Saiva Siddhanta
o Yama Purana Tattva
o 681
o FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM)
o BRAHMANA WANGSA
o DWIJENDRA TATWA
o INTERFAITH FORUM
o SUPUTRA
o PAWISIK
o BRAHMANA WANGSA TATWA
o CUPLIKAN LONTAR YAMA PURANA TATWA
o CUPLIKAN LONTAR SLOKANTARA
o CUPLIKAN LONTAR WIKSU PUNGU
o 649
o Doa Kerukunan
o Lontar ‘Wiksu Pungu’
o SivaRatri
o Penanaman Seribu Pohon
o 603
 Categories
o Articles
o Gallery Pengertian Agama
o
o Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata agama didefinisikan sebagai
suatu system, prinsip kepercayaan kepada tuhan (dewa dan sebagainya) dengan
ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
o Dalam Buddha Dhamma kata agama lebih dikenal dengan sebutan Sasana atau
Dhamma, yang secara harafiah berarti kebenaran atau kesunyataan. Agama
Buddha sering disebut Buddha Dhamma atau Buddha Sasana yang artinya ajaran
yang menghantarkan orang yang melaksanakannya agar hidup bahagia di dunia,
setelah kematian dapat terlahir di alam surga dan hingga pada akhirnya mencapai
tujuan tertinggi yaitu tercapainya Nibbana. Buddha Dhamma sebagai pedoman
untuk membebaskan diri dari penderitaan, sehingga mencapai kebahagiaan dalam
kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
o
o Peranan Agama-Agama
o
o Di dalam keyakinan umat beragama, umat Buddha hendaknya menanamkan
keyakinan yang kokoh kepada Tuhan Yang Maha Esa, Buddha, Dhamma dan
Sangha, sehingga terjalin suatu toleransi sesama agama yang ada di Indonesia.
Dasar keyakinan agar terbentuknya suatu kerukunan umat beragama dalam agama
Buddha, diikrarkan oleh raja Asoka Wardana yang merupakan salah satu raja
yang berkeyakinan terhadap Buddha. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
Prasasti Batu Kalinga No XXII Raja Asoka yang memeluk agama Buddha pada
abad ketiga sebelum masehi, yang berbunyi:
o
o
o “Janganlah kita menghormati (mazhab) sendiri dengan mencela agama orang lain
tanpa sesuatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain hendaknya dihormati
atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat demikian, kita telah membantu agama
kita sendiri untuk berkembang, disamping pula tidak merugikan agama orang lain.
Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua
orang hendaknya memperhatikan dan bersedia mendengarkan ajaran yang dianut
oleh orang lain”.
o Selebihnya Raja Asoka juga menuliskan bahwa ”barang siapa menghina agama
orang lain, dengan maksud menjatuhkan agama orang lain, bearti ia telah
menghancurkan agamanya sendiri”.
o Kerukunan antar umat beragama memang akan terwujud jika masing-masing
agama memiliki prinsip untuk saling menghargai agama yang lain. Jika saja tidak
demikian maka kerukunan tidak akan terwujud. Bukankah dengan adanya
perbedaan maka akan tahu bahwa warna hitam dan putih berbeda. Begitu juga
dengan agama. Perbedaan agama yang ada di Indonesia jangan dijadikan sebagai
penghalang persatuan, namun jadikan sebagai pembanding satu sama lain agar
dapat mengikuti prinsip yang terbaik menurut keyakinan masing-masing.
o Contoh-Contoh Kerukunan Dalam Perjalanan Sejarah Agama Buddha
o
o 1. Upali Sutta
o Diceritakan bahwa semasa hidup Sang Buddha, Nigantha Nataputha seorang guru
besar dari sekte agama Jaina mengutus Upali seorang siswanya yang cerdik,
pandai dan berpengaruh di masyarakat untuk berdialog, memperbincangkan
tentang ajaran Buddha yaitu Hukum Karma.
o Setelah berdialog cukup panjang Upali memperoleh kesadaran bahwa ajaran
Buddha tentang kamma adalah yang benar. Upali kemudian memohon kepada
Sang Buddha untuk diterima sebagai muridnya. Sang Buddha menyuruh Upali
untuk memikirkannya karena Upali adalah murid dari Guru Besar dan ternama, ia
juga orang berkedudukan dan terpandang di masyarakat.
o Akhirnya Sang Buddha menerima Upali sebagai muridnya dengan mengucapkan:
“Kami terima anda sebagai umatku, sebagai muridku, dengan harapan anda tetap
menghargai bekas agamamu dan menghormati bekas gurumu itu, serta
membantunya”.
o Dari cerita tersebut maka tampaklah bahwa masa kehidupan Sang Buddha telah
menunjukkan demikian besarnya toleransi Sang Buddha terhadap keyakinan atau
agama lain.
o
o 2. Maha Raja Asoka (Prasati Asoka)
o Raja Asoka dalam menjalankan pemerintahannya benar-benar menjaga toleransi
dan kerukunan hidup beragama, semua agama yang berkembang saat itu
diperlakukan adil. Untuk mewujudkan kerukunan hidup beragama tersebut, Raja
Asoka telah mencanangkan Kerukunan Hidup Beragama yang terkenal dengan
“Prasasti Batu Kalinga No. XXII Raja Asoka”.
o PRASASTI RAJA ASOKA
o “Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain
tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya
dihormati atas dasar-dasar tertentu.
o Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk
berkembang di samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat
sebaliknya kita telah merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama
orang lain.
o Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama
orang lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri
dengan berpikir; bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri. Dengan
berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu,
kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya
mendengarkan dan bersedia mendengar ajaran orang lain”.(Proyek Bimbingan P4,
1983/1984,: 28, SM Rasyid, 1988).
o
o 3. Era Kerajaan di Indonesia
o Pada jaman Keprabuan Majapahit telah berhasil menghantarkan bangsa di
nusantara kita ini memasuki jaman keemasan karena adanya kerukunan hidup
beragama, yakni kerukunan hidup antar umat beragama Hindu dan umat
beragama Buddha, yang berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan negara
tersebut.
o Pada masa tersebut seorang pujangga besar telah menyusun karya sastra
“Sutasoma”, yang di dalam mukadimahnya tersurat sebuah kalimat yang memiliki
makna terdalam guna membina kerukunan persatuan dan persatuan antar umat
beragama, yaitu: “Siwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangrwa”. Kalimat sakti tersebut sekarang telah dijadikan motto atau semboyan
Bhinneka Tunggal Ika di lambang negara garuda pancasila.
o
o Agama-Agama Besar Di Indonesia
o
o Agama-agama besar yang ada di Indonesia dan diakui oleh Negara republik
Indonesia yaitu Buddha, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Islam, Hindu. Dan
akhir-akhir ini muncul agama Konghucu.
o Agama Buddha di ajarkan oleh Buddha gotama, berasal dari suku sakya kerajaan
kapilawastu di India, dengan kitab sucinya Tipitaka bahasa pali dan sansekerta,
tempat ibadahnya Vihara, Arama, cetiya, pagoda, dan kuil. Ibadahnya disebut
dengan Puja Bakti dan biasanya dilakukan sesuai dengan kesepakatan oleh
masing-masing wihara. Idealnya umat Buddha puja bakti setiap pagi dan sore.
o Agama Kristen Protestan di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab
sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
o Agama Kristen Katholik di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab
sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
o Agama Islam diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W dari barab Saudi kitab
sucinya Alqur’an dan tempat ibadahnya masjid.
o Agama Hindu diajarkan oleh brahmana, kitab sucinya Weda dan tempat
ibadahnya pura.
o Agama Kong Hu Chu diajarkan oleh Confusius. Agama ini dahulunya di cina
dikenal sebagai tradisi yang berisi tatakrama, atau pesan-pesan moral, namun
berjalannya waktu membuat tradisi tersebut membentuk sebuah Agama atau
Kepercayaan dikalangan penduduk cina. Tempat ibadah dikenal dengan sebutan
Klenteng.
o
o
o Kerukunan Hidup Umat Beragama
o
o Kerukunan hidup umat beragama akan bisa tercapai apabila setiap golongan
agama memiliki prinsip “setuju dalam perbedaan” yang artinya mau menerima
dan menghormati orang lain dengan seluruh aspiraasi, keyakinan, kebiasaan dan
pola hidupnya. Memelihara kerukunan antar umat beragama tidaklah berarti
bahwa masing-masing agama harus mempertahankan status masing-masing
sehingga menghyambat kemajuan.
o Agar kerukunan hidup beragama dapar dipelihara dengan baik, kita wajib
membina dan melaksanakan usaha-usaha kearah terbinanya kerukunan hidup
yaitu:
o Tidak memaksakan kehendak atau keyakinan kepada orang lain.
o Bekerjasama dan gotong royong untuk mengerjakan sesuatu yang menyagkut
kepentingan bersama.
o Tidak membeda-bedakan antar umat dal hal agama dan keyakinan yang dianut.
o Memberi kesempatan penuh kepada orang lain untuk menjalankan ibadahnya.
o Menghormati orang lain yang sedang menjalankan ibadahnya.
o Saling menghormati perayaan hari besar agama.
o
o Agama Buddha adalah agama yang menjunjung tinggi keerukunan umat
beragama. Sejarah perkembangan agama Buddha telah membuktikan bahwa
apabila kerukunan umat beragama dapat terbina, maka dengan sendirinya akan
terwujud pula persatuan dan kesatuan bangsa.
o Untuk memelihara kerukunan hidup antar umat beragama, sang Buddha
telah memberi petunjuk berupa “enam Faktor yang Membawa Keharmonisan”
atau (Saraniya Dhamma) yaitu:
o
o 1. Cinta kasih diwujudkan dalam cinta kasih
o 2. Cinta kasih diwujudkan dalam tutur kataq
o 3. cinta kasih diwujudkan dalam pikiran dan pemikiran dengan itikad baik
kepada orang lain
o 4. memberi kesempatan yang wajar kepada sesamanya untuk menikmati apa
yang diperoleh secara halal.
o 5. Didepan umum maupun pribadi, ia menjalankan kehidupan bermoral, tidak
berbuat sesuatu yang melukai orang lain.
o 6. Didepan umum maupun pribadi, memiliki pandangan yang sama yang
bersifat membebaskan dari penderitaan dam membawanya bebuat sesuai dengan
pandangan tersebut, hidup harmonis, tidak bertengkar karena perbedaan pendapat
(Anguttara Nikaya III, 288-289).
o
o Tiga kerukunan hidup umat beragama yaitu:
o Kerukunan intern umat beragama, artinya harus ada kerukunan dalam satu agama
sendiri. Contohnya antara aliran agama Buddha yaitu Theravada, Mahayana, dan
Tantrayana.
o Kerukunan antar umat beragama, artinya terdapat kerukunan antara agama satu
dengan yang lainya Contohnya antara agama Buddha dengan Islam, Kristen
dengan Hindu.
o Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, artinya setiap kegiatan
keagamaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan kebijaksanaan
pemerintah. Contohnya dalam hal pendataan, pengandaan kitab suci, dan
pembinaan umat.
o
o Tiga kerukunan hidup beragama merupakan landasan utama yang dapat
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
o
o Sikap-Sikap Dalam Kehidupan Bermasyarakat
o
o 1. Eksklusivisme
o Adalah suatu paham yang mempunyai kecenderungan untuk melihat
kelompoknya sendiri sebagai satu-satunya yang ada, sedangkan keberadaan
kelompok lain tidak termasuk dalam perhitungan atau dipandang sebagai serba
kurang dari kelompoknya sendiri.
o
o 2. Inklusivisme
o Adalah suatu paham yang mencakup atau terbuka artinya kenyataan diluar
lingkungannya tidak ditolak, melainkan dicakup, diakui keberadaannya dan diberi
perhatian, bukan untuk menghilangkan tetapi untuk menghargainya.
o
o 3. Paralelisme atau Pluralisme
o Orang-orang yang menganut paham ini bertumbuh dari sikap eksklusivisme
menjadi terbuka kepada orang lain. Keberadaan kelompok paham ini dapat
memperkaya kelompoknya, sikap menghargai kelompok lain dengan memandang
sebagai bermakna dalam dirinya sendiri, dan terbuka menerima kelompok lain
juga disebut paralelis, artinya sikap sejajar karena menerima kemajemukan.
o
o 4. Utuh terbuka
o Adalah sikap menghormati orang lain dan budaya lain, serta sekaligus tradisi
mereka sehingga nilai-nilai budaya tidak menjadi prinsip-prinsip tetapi
penghayatan yang membentuk tradisi. Sikap ini tumbuh melalui perkembangan
sikap inklusivisme dan pluralisme.
o Berikut ini merupakan bentuk dan wujud yang dapat mempengaruhi hubungan
antar umat beragama yakni:
o 1. Konflik atau pertentangan
o Adalah sebuah suasana hubungan dimana mereka yang berbeda agama dan
budaya, baik pribadi maupun kelompok saling bententangan.
o 2. Toleransi
o Suatu sikap yang tidak menolak perbedaan-perbedaan. Dalam toleransi, bahan
komunikasi sangat terbatas dan konflik yang disadari bersama dapat menjadi awal
tumbuhnya toleransi di antara sesame umat beragama.
o 3. Dialog
o Sebuah situasi untuk mengatasi konflik. Meskipun masih dengan bahan yang
sangat terbatas, dan menjadi situasi tukar menukar inspirasi dimana nilai-nilai
luhur masing-masing agama saling diungkap untuk dimungkinkan menjadi
kekayaan bersama.
o Persaudaraan Sejati
o Adalah sebuat sarana yang dapat dibangun berdasarkan toleransi dan dialog,
yakni ketika orang –orang sudah merasakan banyak hal sebetulnya sama dengan
ajaran-ajaran agama.
o
o F. Tujuan Hidup Merurut Agama Buddha
o
o Tujuan Akhir umat Buddha adalah Nibbana. Nibbana adalah padamnya
keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu dan kekotoran-kekotoran batin. Nibbana
disebut Asankhata Dhamma yang sulit dibabarkan sebagaimana keadaan gelap
yang hanya dapat dialami jika dukkha telah disadari. Disatu sisi Buddha pernah
mengungkapkan ”ketika seseorang mengenali rasa manis pada gula, begitu juga ia
akan mengetahui rasa gula. Ketika seseorang telah mampu melenyapkan
kekotoran batin, maka ia akan tahu bahwa Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.
o Pengertian Agama
o
o Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata agama didefinisikan sebagai
suatu system, prinsip kepercayaan kepada tuhan (dewa dan sebagainya) dengan
ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
o Dalam Buddha Dhamma kata agama lebih dikenal dengan sebutan Sasana atau
Dhamma, yang secara harafiah berarti kebenaran atau kesunyataan. Agama
Buddha sering disebut Buddha Dhamma atau Buddha Sasana yang artinya ajaran
yang menghantarkan orang yang melaksanakannya agar hidup bahagia di dunia,
setelah kematian dapat terlahir di alam surga dan hingga pada akhirnya mencapai
tujuan tertinggi yaitu tercapainya Nibbana. Buddha Dhamma sebagai pedoman
untuk membebaskan diri dari penderitaan, sehingga mencapai kebahagiaan dalam
kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
o
o Peranan Agama-Agama
o
o Di dalam keyakinan umat beragama, umat Buddha hendaknya menanamkan
keyakinan yang kokoh kepada Tuhan Yang Maha Esa, Buddha, Dhamma dan
Sangha, sehingga terjalin suatu toleransi sesama agama yang ada di Indonesia.
Dasar keyakinan agar terbentuknya suatu kerukunan umat beragama dalam agama
Buddha, diikrarkan oleh raja Asoka Wardana yang merupakan salah satu raja
yang berkeyakinan terhadap Buddha. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
Prasasti Batu Kalinga No XXII Raja Asoka yang memeluk agama Buddha pada
abad ketiga sebelum masehi, yang berbunyi:
o
o
o “Janganlah kita menghormati (mazhab) sendiri dengan mencela agama orang lain
tanpa sesuatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain hendaknya dihormati
atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat demikian, kita telah membantu agama
kita sendiri untuk berkembang, disamping pula tidak merugikan agama orang lain.
Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua
orang hendaknya memperhatikan dan bersedia mendengarkan ajaran yang dianut
oleh orang lain”.
o Selebihnya Raja Asoka juga menuliskan bahwa ”barang siapa menghina agama
orang lain, dengan maksud menjatuhkan agama orang lain, bearti ia telah
menghancurkan agamanya sendiri”.
o Kerukunan antar umat beragama memang akan terwujud jika masing-masing
agama memiliki prinsip untuk saling menghargai agama yang lain. Jika saja tidak
demikian maka kerukunan tidak akan terwujud. Bukankah dengan adanya
perbedaan maka akan tahu bahwa warna hitam dan putih berbeda. Begitu juga
dengan agama. Perbedaan agama yang ada di Indonesia jangan dijadikan sebagai
penghalang persatuan, namun jadikan sebagai pembanding satu sama lain agar
dapat mengikuti prinsip yang terbaik menurut keyakinan masing-masing.
o Contoh-Contoh Kerukunan Dalam Perjalanan Sejarah Agama Buddha
o
o 1. Upali Sutta
o Diceritakan bahwa semasa hidup Sang Buddha, Nigantha Nataputha seorang guru
besar dari sekte agama Jaina mengutus Upali seorang siswanya yang cerdik,
pandai dan berpengaruh di masyarakat untuk berdialog, memperbincangkan
tentang ajaran Buddha yaitu Hukum Karma.
o Setelah berdialog cukup panjang Upali memperoleh kesadaran bahwa ajaran
Buddha tentang kamma adalah yang benar. Upali kemudian memohon kepada
Sang Buddha untuk diterima sebagai muridnya. Sang Buddha menyuruh Upali
untuk memikirkannya karena Upali adalah murid dari Guru Besar dan ternama, ia
juga orang berkedudukan dan terpandang di masyarakat.
o Akhirnya Sang Buddha menerima Upali sebagai muridnya dengan mengucapkan:
“Kami terima anda sebagai umatku, sebagai muridku, dengan harapan anda tetap
menghargai bekas agamamu dan menghormati bekas gurumu itu, serta
membantunya”.
o Dari cerita tersebut maka tampaklah bahwa masa kehidupan Sang Buddha telah
menunjukkan demikian besarnya toleransi Sang Buddha terhadap keyakinan atau
agama lain.
o
o 2. Maha Raja Asoka (Prasati Asoka)
o Raja Asoka dalam menjalankan pemerintahannya benar-benar menjaga toleransi
dan kerukunan hidup beragama, semua agama yang berkembang saat itu
diperlakukan adil. Untuk mewujudkan kerukunan hidup beragama tersebut, Raja
Asoka telah mencanangkan Kerukunan Hidup Beragama yang terkenal dengan
“Prasasti Batu Kalinga No. XXII Raja Asoka”.
o PRASASTI RAJA ASOKA
o “Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain
tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya
dihormati atas dasar-dasar tertentu.
o Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk
berkembang di samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat
sebaliknya kita telah merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama
orang lain.
o Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama
orang lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri
dengan berpikir; bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri. Dengan
berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu,
kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya
mendengarkan dan bersedia mendengar ajaran orang lain”.(Proyek Bimbingan P4,
1983/1984,: 28, SM Rasyid, 1988).
o
o 3. Era Kerajaan di Indonesia
o Pada jaman Keprabuan Majapahit telah berhasil menghantarkan bangsa di
nusantara kita ini memasuki jaman keemasan karena adanya kerukunan hidup
beragama, yakni kerukunan hidup antar umat beragama Hindu dan umat
beragama Buddha, yang berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan negara
tersebut.
o Pada masa tersebut seorang pujangga besar telah menyusun karya sastra
“Sutasoma”, yang di dalam mukadimahnya tersurat sebuah kalimat yang memiliki
makna terdalam guna membina kerukunan persatuan dan persatuan antar umat
beragama, yaitu: “Siwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangrwa”. Kalimat sakti tersebut sekarang telah dijadikan motto atau semboyan
Bhinneka Tunggal Ika di lambang negara garuda pancasila.
o
o Agama-Agama Besar Di Indonesia
o
o Agama-agama besar yang ada di Indonesia dan diakui oleh Negara republik
Indonesia yaitu Buddha, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Islam, Hindu. Dan
akhir-akhir ini muncul agama Konghucu.
o Agama Buddha di ajarkan oleh Buddha gotama, berasal dari suku sakya kerajaan
kapilawastu di India, dengan kitab sucinya Tipitaka bahasa pali dan sansekerta,
tempat ibadahnya Vihara, Arama, cetiya, pagoda, dan kuil. Ibadahnya disebut
dengan Puja Bakti dan biasanya dilakukan sesuai dengan kesepakatan oleh
masing-masing wihara. Idealnya umat Buddha puja bakti setiap pagi dan sore.
o Agama Kristen Protestan di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab
sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
o Agama Kristen Katholik di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab
sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
o Agama Islam diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W dari barab Saudi kitab
sucinya Alqur’an dan tempat ibadahnya masjid.
o Agama Hindu diajarkan oleh brahmana, kitab sucinya Weda dan tempat
ibadahnya pura.
o Agama Kong Hu Chu diajarkan oleh Confusius. Agama ini dahulunya di cina
dikenal sebagai tradisi yang berisi tatakrama, atau pesan-pesan moral, namun
berjalannya waktu membuat tradisi tersebut membentuk sebuah Agama atau
Kepercayaan dikalangan penduduk cina. Tempat ibadah dikenal dengan sebutan
Klenteng.
o
o
o Kerukunan Hidup Umat Beragama
o
o Kerukunan hidup umat beragama akan bisa tercapai apabila setiap golongan
agama memiliki prinsip “setuju dalam perbedaan” yang artinya mau menerima
dan menghormati orang lain dengan seluruh aspiraasi, keyakinan, kebiasaan dan
pola hidupnya. Memelihara kerukunan antar umat beragama tidaklah berarti
bahwa masing-masing agama harus mempertahankan status masing-masing
sehingga menghyambat kemajuan.
o Agar kerukunan hidup beragama dapar dipelihara dengan baik, kita wajib
membina dan melaksanakan usaha-usaha kearah terbinanya kerukunan hidup
yaitu:
o Tidak memaksakan kehendak atau keyakinan kepada orang lain.
o Bekerjasama dan gotong royong untuk mengerjakan sesuatu yang menyagkut
kepentingan bersama.
o Tidak membeda-bedakan antar umat dal hal agama dan keyakinan yang dianut.
o Memberi kesempatan penuh kepada orang lain untuk menjalankan ibadahnya.
o Menghormati orang lain yang sedang menjalankan ibadahnya.
o Saling menghormati perayaan hari besar agama.
o
o Agama Buddha adalah agama yang menjunjung tinggi keerukunan umat
beragama. Sejarah perkembangan agama Buddha telah membuktikan bahwa
apabila kerukunan umat beragama dapat terbina, maka dengan sendirinya akan
terwujud pula persatuan dan kesatuan bangsa.
o Untuk memelihara kerukunan hidup antar umat beragama, sang Buddha
telah memberi petunjuk berupa “enam Faktor yang Membawa Keharmonisan”
atau (Saraniya Dhamma) yaitu:
o
o 1. Cinta kasih diwujudkan dalam cinta kasih
o 2. Cinta kasih diwujudkan dalam tutur kataq
o 3. cinta kasih diwujudkan dalam pikiran dan pemikiran dengan itikad baik
kepada orang lain
o 4. memberi kesempatan yang wajar kepada sesamanya untuk menikmati apa
yang diperoleh secara halal.
o 5. Didepan umum maupun pribadi, ia menjalankan kehidupan bermoral, tidak
berbuat sesuatu yang melukai orang lain.
o 6. Didepan umum maupun pribadi, memiliki pandangan yang sama yang
bersifat membebaskan dari penderitaan dam membawanya bebuat sesuai dengan
pandangan tersebut, hidup harmonis, tidak bertengkar karena perbedaan pendapat
(Anguttara Nikaya III, 288-289).
o
o Tiga kerukunan hidup umat beragama yaitu:
o Kerukunan intern umat beragama, artinya harus ada kerukunan dalam satu agama
sendiri. Contohnya antara aliran agama Buddha yaitu Theravada, Mahayana, dan
Tantrayana.
o Kerukunan antar umat beragama, artinya terdapat kerukunan antara agama satu
dengan yang lainya Contohnya antara agama Buddha dengan Islam, Kristen
dengan Hindu.
o Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, artinya setiap kegiatan
keagamaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan kebijaksanaan
pemerintah. Contohnya dalam hal pendataan, pengandaan kitab suci, dan
pembinaan umat.
o
o Tiga kerukunan hidup beragama merupakan landasan utama yang dapat
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
o
o Sikap-Sikap Dalam Kehidupan Bermasyarakat
o
o 1. Eksklusivisme
o Adalah suatu paham yang mempunyai kecenderungan untuk melihat
kelompoknya sendiri sebagai satu-satunya yang ada, sedangkan keberadaan
kelompok lain tidak termasuk dalam perhitungan atau dipandang sebagai serba
kurang dari kelompoknya sendiri.
o
o 2. Inklusivisme
o Adalah suatu paham yang mencakup atau terbuka artinya kenyataan diluar
lingkungannya tidak ditolak, melainkan dicakup, diakui keberadaannya dan diberi
perhatian, bukan untuk menghilangkan tetapi untuk menghargainya.
o
o 3. Paralelisme atau Pluralisme
o Orang-orang yang menganut paham ini bertumbuh dari sikap eksklusivisme
menjadi terbuka kepada orang lain. Keberadaan kelompok paham ini dapat
memperkaya kelompoknya, sikap menghargai kelompok lain dengan memandang
sebagai bermakna dalam dirinya sendiri, dan terbuka menerima kelompok lain
juga disebut paralelis, artinya sikap sejajar karena menerima kemajemukan.
o
o 4. Utuh terbuka
o Adalah sikap menghormati orang lain dan budaya lain, serta sekaligus tradisi
mereka sehingga nilai-nilai budaya tidak menjadi prinsip-prinsip tetapi
penghayatan yang membentuk tradisi. Sikap ini tumbuh melalui perkembangan
sikap inklusivisme dan pluralisme.
o Berikut ini merupakan bentuk dan wujud yang dapat mempengaruhi hubungan
antar umat beragama yakni:
o 1. Konflik atau pertentangan
o Adalah sebuah suasana hubungan dimana mereka yang berbeda agama dan
budaya, baik pribadi maupun kelompok saling bententangan.
o 2. Toleransi
o Suatu sikap yang tidak menolak perbedaan-perbedaan. Dalam toleransi, bahan
komunikasi sangat terbatas dan konflik yang disadari bersama dapat menjadi awal
tumbuhnya toleransi di antara sesame umat beragama.
o 3. Dialog
o Sebuah situasi untuk mengatasi konflik. Meskipun masih dengan bahan yang
sangat terbatas, dan menjadi situasi tukar menukar inspirasi dimana nilai-nilai
luhur masing-masing agama saling diungkap untuk dimungkinkan menjadi
kekayaan bersama.
o Persaudaraan Sejati
o Adalah sebuat sarana yang dapat dibangun berdasarkan toleransi dan dialog,
yakni ketika orang –orang sudah merasakan banyak hal sebetulnya sama dengan
ajaran-ajaran agama.
o
o F. Tujuan Hidup Merurut Agama Buddha
o
o Tujuan Akhir umat Buddha adalah Nibbana. Nibbana adalah padamnya
keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu dan kekotoran-kekotoran batin. Nibbana
disebut Asankhata Dhamma yang sulit dibabarkan sebagaimana keadaan gelap
yang hanya dapat dialami jika dukkha telah disadari. Disatu sisi Buddha pernah
mengungkapkan ”ketika seseorang mengenali rasa manis pada gula, begitu juga ia
akan mengetahui rasa gula. Ketika seseorang telah mampu melenyapkan
kekotoran batin, maka ia akan tahu bahwa Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.
o

Anda mungkin juga menyukai