(1950-1966)
Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa
revolusi sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan
nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang
Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan
yang tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-
pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki
oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan
indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde
Lama. Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan sistem
kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas.
Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang
ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru
belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde
Lama. Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan
universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan
memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di
Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena
kurangnya persiapan dosen dan keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan
kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.[1]
Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di
bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan
dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa
mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial.[2]
Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi
muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke
tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis
yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai
tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa
bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 1
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas
demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang
pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita
pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak pemikir-pemikir yang
lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-betul dibuka dan tidak ada yang mendikte
peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadikan
pendidikan sebagai alat negara maupun kaum dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata:
“….sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu
adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat
‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak,”[3]
Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh
perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum di antaranya:
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa
Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis,
dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana
Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947
tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 2
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan
masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan
psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani.
Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran
Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu mata
pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih
diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam kurikulum ini siswa
masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu
pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru
pula yang menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
3) Kurikulum 1964
Fokus kurikulum 1964 adalah pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Panca wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi:
moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah
pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang
diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam
masyarakat.
Pendidikan diberi prioritas utama dan jumlah lembaga pendidikan meningkat secara
drastis. Antara tahun 1953-1960 jumlah anak yang mamasuki sekolah dasar meningkat dari 1,7
juta menjadi 2,5 juta orang. Tetapi sekitar 60% dari jumlah itu keluar sebelum tamat. Sekolah-
sekolah lanjutan negeri dan swasta (kebanyakan sekoah agama) dan lembaga-lembaga tingkat
universitas bermunculan dimana-mana, tetapi terutama sekali di Jawa dan banyak yang
menacapai standar yang tinggi. Dua keuntungan penting dari perluasan pendidikan ini segera
tampak nyata. Pada tahun 1939 jumlah orang dewasa yang melek huruf adalah 7,4% sedangkan
pada tahun 1961 jumlahnya sudah mencapai 46,7% dari jumlah anak-anak diatas usia 10 tahun
(56,6% di Sumatera dan 45,5 di Jawa). Untuk penduduk laki-laki berusia antara 10-19 tahun
jumlahnya diatas 76%. Angka-angka ini belum menunjukkan prestasi yang hebat sejak zaman
belanda. Lalu pemakaian bahasa Indonesia di seluruh sistem pendidikan dan juga semua
komunikasi resmi dan media masa, benar-benar menetapkan kedudukan sebagai bahasa
nasional[5].
Dalam masa transisi yang singkat RIS menjadi RI tidak memungkinkan pemerintah
melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang komprohensif yang berlaku untuk seluruh tanah
air. Belanda meninggalkan sekolah kolonial di daerah yang dikuasai oleh pemerintah RI telah
mulai dilaksanakan sistem pendidikan pendidikan yang direncanakan akan berlaku secara
nasional dengan segala kemampuan yang terbatas.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 3
Setelah RIS terbentuk pada bulan Desember 1949 pemerintah RIS dan pemerintah RI
yang menjadi inti dari negara kesatuan dan mempunyai aparat relatif paling lengkap
menandatangani suatu “Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan
Pemerintah Republik Indonesia”[6]. Piagam ini ditanda tangani oleh Perdana Menteri Republik
Indonesia Drs. Moh Hatta dan perdana menteri Republik Indonesia Dr. A Halim pada tanggal 19
Mei 1950. Isinya adalah:
Atas dasar piagam ini ada kaitan khusus dengan penyelenggraan pendidikan dan
pengajaran Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RIS dan Kementerian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI mengadakan “pengumuman Bersama pada tanggal
30 Juni 1950 yang bertujuan untuk sementara tahun ajaran 1950/1951 sistem pengajaran yang
berlaku dalam RI dahului berlaku untuk seluruh Indonesia sampai sistem itu ditinjau kembali.
Adapun isi pengumuman sementara tersebut adalah:
Sesudah libur puasa ini (untuk tahun penmgajaran 1950-1951) sementara sistem
pengajaran yang berlaku dalam RI dijalankan di seluruh Indonesia. Kemudian, (dalam waktu
singkat) sistem itu akan ditinjau kembali.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 4
5. Sekolah-sekolah partikelir yang mengikuti rencana pelajaran pemerintah dapat
diberi subsidi menurut perturan negeri untuk pemberian subsidi kepada sekolah
partikelir.
6. Semua sekolah partikelir harus memberikan Bahasa Indonesia sekurang-
kurangnya sebagai mata pelajaran.
7. Pemerintah mengawasi semua sekolah partikelir.
Atas dasar tugas-tugas itu maka berdasarkan surat keputusan kementerian PP dan K
nomor 4223/kab. Tanggal 15 Februari 1951 dan berlaku surut mulai 1 Oktober 1950
dibentuklah jawatan pengajaran yang menangani pendidikan dan pengajaran di sekolah-
sekolah, Jawatan pendidikan mayarakat untuk orang-orang dewasa dan jawatan yang bertugas
selain memelihara dan mengembangkan kebudayaan juga memelihara peninggalan-
peninggalan sejarah. Jawatan perlengkapan yang menyediakan perlengkapan pendidikan dan
pengajaran. Selain itu dibentuk Biro Perguruan Tinggi dan biro Hubungan Luar Negeri dalam
rangka kerjasama dengan UNESCO: Balai penyelidikan dan perancang pendidikan dan
pengajaran (BP4) untuk penelitian, majelis ilmu pengetahuan Indonesia (MIPI) kemudian
menjadi LIPI yang bertugas melakukan penelitian pada umumnya.
2. Perubahan Sekolah-sekolah
Setelah RIS kembali kenegara kesatuan RI, jawatanm inspeksi pengajaran kementerian PP dan K
di Yogyakarta pada tanggal 25 Agustur 1950 menegluarkan kepputusan menegani perubahan
sekoah-sekolah yang dilaksanakan di daerah-daerah RI. sejak tahun ajaran 1949/1950. Sekolah-
sekolah dibagi-bagi atas enam kelompok: model-model sekoah yang berasal dari masa sebelum
kembali kenegara keatuan di bekas-bekas daerah-daerah ferdeal atau pendudukan Belanda
yang pada dasarnya menurut model kolonial diubah dan disesuaikan dengan sistem pendidikan
dan pengajaran nasional.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 5
Adapun ketentuan system pendidikan dan pengajaran nasional adalah sebagai berikut:
1. Sekolah Rakyat
1. Sekolah Rakyat Negeri
Semua S.R negeri harus menjadi sekolah luar biasa dengan bahasa
Indonesia senagai bahasa pengantar.
Kelas-kelas pemulihan dibuka untuk murid-murid SR yang tadinya
memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar:
Bersubsidi
Bahasa pengantar bahasa Indonesia
Harus memakai rencana pelajaran SR Negeri dan boleh menembah
pelajaran lain dengan persetujuan kemeterian PP dan K
Tak bersubsidi
Bahas pengantar sesukannya
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang diwajibkan
Hak pengawas ada pada pemerintah.
Istimewa
Bahasa pengantar adalah bahasa Belanda
Untuk anak-anak warga negara Belanda yang bekerja pada
pemerintah Indonesia.
Tunjangan guru dari pemerintah berdasarkan jumlah murid.
Boleh menerima anak-anak warga negara asing
1. SMP Negeri:
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 6
o Murid-murid kelas III yang naik kelas VI (didaerah-daerah yang digabungkana
kepada RI sesudah diusakana April 1950 diusahakan: (1) masuk kekelas I SMA
dengan percobaan, (2) kalau terbukti tidak mungkin dikembalikan kekelas III
SMP.
M.S 4 tahun menjadi SMP 3 tahun perubahan sesuai dengan perubahan terhadap SMP 4
tahun ditambah dengan pergantian bahasa pengantar.
SMP/MS Partikelir
Baik yang bersubsidi tidak megikuti peraturan yang biasa berlaku untuk sekolah rakyat.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 7
2. Opleding Voor Voorbereidens Onderwijs (O.V.V.O), 2 tahun dimasukkan dalam
SGB dengan keteranagan:
Murid-murid kelas II yang lulus ke praktek 10% pilihan ke SGB kelas III.
Yang naik ke SGB kelas III
Yanh masuk SGB kelas I
3. Normale School (O.N.S) 2 tahun (dasar SM 2 tahun) menjaaadi SGB:
Kelas II yang lulus ke paktek yang tak lulus masuk SGB kelas IV.
Kelas I yang naik masuk SGB kelas IV yang tak naik kelas SGB kelas III.
1. Nieuwe KS (Kweek School) menjadi SGA
2. Sekolah Tinggi Pertukangan (S.ptk). Sekolah Teknik (ST) dan (Middelbare
Tehnische School) MTS.
3. Sekolah Tinggi Pertukangan (S.ptk) biasa dengan ditambah pelajaran ilmu pasti
4. Sekolah Teknik (ST) manjadi St hanya persesuaian bahasa dan rencana
pelajarannya.
5. Middelbare Tehnische School (MTS) menjadi STM dengan catatan:
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 8
3. Pelaksanaan UU Pokok Pendidikan dan Pengajaran
Mengenai pelaksanaan UU No 4 tahun 1950 (juncto UU no 12 tahun 1954) dapat dilihat pada
beberapa jenis pendidikan dan kegiatannya yaitu:
1. Pendidikan Jasmani
Di indonesia departemen olahraga menegejar prestasi olahraga. Sikap ambivalensi ini dapat
dilihat dari UGM yang memasukkan jurusan pendidikan jasmani dalam fakultas sastar.
Pendagogik dan filsafat yang berarti dalam ilmu kerohanian (Geiisteswissenshafft). Di UI yang
aakademi pendidian jasamaninya ada di bandung dimasukkan dalam fakultas kedokteran
artinya digolongkan dalam ilmu alam (naturrwissenchafft)
Pendidikan orang dewasa ini lebih dikenal dengan pendidikan masayarakat yang
diselenggarakan oleh jawatan pendidikan masyarakat. Kegiatan pendidikan masyarakat
ditentukan menurut kebjakan pemerintah berdasarkan atas surat keputusan menteri PP dan K
tanggal 15 Februari 1961 Nomor 4223/Kab. Dalam pasal 17 disebutkan:
Pada bulan Agustus 1955 diadakan konferensi Pendidikan masyarakat yang telah membuat
keputusan: “mengusahakan memelihara hubungan baik dan sehat dengan masyarakat dan
instansi/ badan-badan yang mempunyai tugas sama/sejenis dalam pembinaan dan
pembangunan masyarakat atas dasr pekerjaaan terhadap pejabat-pejabat dan instansi-instansi
pendidikan masyarakat.
Berdasarkan surat keputusan menteri PP dan K nomor /Kab. Tanggal 9 Agustus 1953 jawatan
pengajaran membentuk sebuah instansi urusan Pendidikan Luar Biasa yang bertugas
“mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan luar bias di Indonesia”.
Inspeksi pendidikan guru pun mempunyai “inspeksi sekolah guru luar biasa” yang
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 9
ditandatangani oleh Pendidikan Luar Biasa ini ilaha para tuna netra, tuna rungu, tuna wicara
dan lemah ingatan bahkan anak-anak cacad tubuh seperti Yayasan Pemeliharaan Anak-Anak
Cacad dari Dr. Soeharso. Kebanyakan pendidikan semacam ini banyak dikelola oleh yayasan-
yayasan sedangkan pemerintah turut memberi bantuan material, fungsional dan tenaga
pengajar.
4. Pendidikan Guru
Pada tahun 1951 jawatan pengajaran telah membuat rencana 10 tahun kewajiban belajar.
Diperkirakan pada tahun itu jumlah anak yang ersekolah kira-kira sebesar 5.921.200. Untuk itu
diperkirakan diperlukan tenaga guru sebesar 118.424 orang. Untuk maksud tersebut diperlukan
pengadaan guru yamg amat mendesak. Sehubungan dengan itu kementerian PP dan K melalui
kerjasama PGRI menyelenggarakan pendidikan guru darurat yaitu berupa kursus-kursus yang
berbnetuk kursuss pengajar untuk kursusu pengantar kewajiban balajar atau di singkat KPKPKB.
Di setiap kabupaten terdapat dua KPKPKB dengan masing-masing murid 80 orang.
5. Pendidikan kejuruan
Sehubungan dengan kurangnya alat pendidikan maka pada tahun 1951 pemerintah dengan
bantuan luar negeri mencoba memesan alat-alat untuk sekolah teknik, tetapi setelah bantuan
ada pelaksaaannya tidak lancar karena tidak ada tenaga yang menggunakannya dan
infrastruktur berupa gedung masih belum tersedia.
6. Pendidikan wanita
UU Nomor 4 tahun 1950 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para kaum wanita untuk
mengikuti semua jenis dan jenjang pendidikan sehiingga dapat menjamin kehidupan mereka
dalam masyarakat sebagai WNI yang sederajat dengan kaum pria. Sehubungan dengan itu
selain sekolah-sekoah umum yang dapat diikuti oleh kaum wanita sampai ke jenjang setinggi-
tingginya. Ketika itu pemerintah menyelenggarakan pula pendidikan-pendidikan kejuruan
wanita seperti Sekolah Kepandaian Puteri (SKP) dan Sekolah Guru kepandaian Puteri (SGKP). Di
SKP dibuka kejuruan-kejuruan seperti menjahit, memasak, kerajianan tangan, memimpin
rumah tangga, mengasuh anak.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 10
7. Pendidikan Agama
Berdasarkan peraturan bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama maka di setiap sekoah
rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama sebanyak dua
minggu sekali saejak di kelas IV kecuali untuk lingkungan istimewa diberikan sejak kelas I.
Pendidikan agama diberikan menurut agama murud masing-masing. Guru-guur agama diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri Agama serta biaya pendidikan di tanggung oleh kementerian
agama. Yang nantinya sistem ini juga berlaku di sekolah-sekolah swasta jika pengurusnya
mengkehendakinya dan orang tua murid memintanya.
8. Pendidikan Tinggi
9. Pendidikan Swasta
Pada zaman koonial Belanda mengijinkan berdiri sekolah-sekolah swata yang diselenggarakan
oleh misi katolik dan zending Protestan. Namun demikian terhadap masyarakat islam yang
sejak lama mempunyai lembaga-lembaga pendidikan tersendiri seperti madrasah-madrasah,
pemerintah kolonial melakukan kebijakan politik van onthouding (politik tidak campur).
Dalam masa kemerdekaan terutama dalam periode antara tahun 1950-1959 bermunculan
sekolah swasta, baik yang baru berdri ataupun melanjutkan kembali sekolah-sekolah swata
yang pernah ada sebelumnya. Sekolah-sekolah swata itu tidak ahnya atas dasar agama isalam
seperti Muhamadiyah tetapi juga atas dasar aagama protestan dan katolik.
Meskipun ada lembaga pendidikan dari berbagai bidang dan jenjang pendidikan yang
diselenggarakan oleh pihak swata ini, pemerintah PP dan K tetap melakukan tugas koordinasi.
Selain memberikan subsidi untuk sekolah swata yang belum memenuhi syarat, pemerintah juga
menyediakan tenaga-tenaga pengajar untuk diperbantukan.
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 11
Daftar Pustaka
[1] http://gracesmada.wordpress.com/mutu-pendidikan-indonesia/
[2] Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia. (Jogjakarta: Ar Ruz, 2009), hlm. 87
[4] Idem.
[5] M.C. Riklefs. 200. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. PT Serambi Ilmu Semesta. Hal 473-
474.
[7] Helius Sjamsuddin. 1993. Sejarah Pendidikan Di Zindonesia zaman kemerdekaan (1945-
1950). Depdikbud. Jakarta. Hal
ILMU PENDIDIKAN/PTSP/FT/UNY 12