Anda di halaman 1dari 2

Vaksin Difteri untuk orang dewasa. Perlukah?

Difteri merupakan penyakit akibat infeksi kuman Corynebacterium diphtheria. Penyakit


ini tergolong cukup berat karena dapat mengakibatkan kematian. Sekitar 5-10% dari total jumlah
penderita difteri meninggal. Adapun gejala penyakit ini antara lain lemah lunglai, pembengkakan
kelenjar di leher, demam serta plak di tenggorok. Penyakit ini juga dapat melibatkan dan merusak
jantung, ginjal maupun saraf sehingga penderita dapat mengalami komplikasi dan berakhir dengan
kematian. Kuman difteri dapat menyebar antar orang melalui droplet bersin atau batuk ataupun
kontak langsung dengan penderita.

Vaksin difteri merupakan vaksin yang berfungsi untuk mencegah penyakit difteri yang
diakibatkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Vaksin ini umumnya didapat dalam
kombinasi vaksin lain. Untuk anak yang berusia dibawah 7 tahun dapat diberikan vaksin DT untuk
mencegah Difteri dan tetanus atau vaksin DTaP untuk mencegah difteri, tetanus dan pertussis.
Sedangkan pada anak diatas 7 tahun, remaja maupun orang dewasa dapat diberikan vaksin Tdap
untuk mencegah difteri, tetanus dan pertussis atau vaksin Td untuk mencegah difteri dan tetanus.

Hingga November 2017, terdapat 20 provinsi yang telah melaporkan adanya kejadian
difteri dengan 593 kasus dan 32 kematian. Kementerian Kesehatan menetapkan tiga provinsi, yaitu
DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten sebagai provinsi yang paling tinggi angka kejadiannya. Di
Indonesia cukup banyak anak yang tidak melengkapi imunisasinya, sehingga angka kejadian kasus
ini masih cukup tinggi. Ditambah lagi, orang dewasa Indonesia masih sangat banyak yang tidak
mendapat booster vaksin difteri. Hal ini membuat transmisi penularan penyakit ini masih cukup
tinggi.

Mengapa vaksin ini perlu diberikan?


Sebenarnya penyakit difteri sudah mulai berkurang bila dibandingkan dengan masa-masa
sebelum vaksin difteri ditemukan. Namun berhubung penyakit ini sangat mudah menular, maka
vaksin difteri ini sangatlah perlu. Vaksin ini perlu diberikan pada tenaga kesehatan yang sering
kontak dengan pasien, serta orang-orang yang berada di lingkungan sekitar penderita difteri.
Namun pada mereka yang alergi terhadap vaksin ini, maka vaksin ini tidak boleh diberikan.
Orang dewasa sangat dianjurkan, sebab kebanyakan penderita difteri di Indonesia saat ini
adalah orang dewasa ataupun anak-anak remaja. Anak-anak kecil masih terlindungi oleh vaksin
DT atau DTaP kecuali anak yang belum diimunisasi ataupun imunisasinya yang tidak lengkap.

Kapan vaksin ini diberikan?


Pada orang dewasa dapat diberikan booster untuk setiap 10 tahun. Sedangkan pada wanita
hamil, vaksin ini diberi saat trimester ketiga setiap kehamilan. Untuk anak-anak yang sudah
mendapat vaksin DT atau DTaP (sesuai jadwal) tidak perlu diberikan kembali, kecuali anak yang
sudah berusia diatas 7 tahun, sebaiknya vaksin diberikan saat usia 11 atau 12 tahun.

Pemberian vaksin DTaP ataupun DT pada saat masih kecil belum cukup untuk melindungi
tubuh dari kuman difteri. Sebab masa vaksin ini tidak bertahan seumur hidup. Sehingga tetap harus
diberikan booster, paling tidak setiap 10 tahun sekali terutama pada orang yang berisiko.

Adakah efek sampingnya?


Sama halnya dengan obat atau vaksin lain, vaksin ini pun memiliki efek samping. Namun
biasanya bersifat ringan dan akan hilang dalam waktu beberapa hari. Efek samping vaksin ini
antara lain nyeri, bengkak maupun kemerahan pada lokasi injeksi vaksin, demam, mengigil, nyeri
kepala, cepat lelah, mual dan diare. Kejang dapat terjadi pada anak, namun kasus ini sangat jarang
terjadi.

Vaksin ini bisa diperoleh di pusat layanan kesehatan seperti di puskesmas maupun di rumah
sakit. Mari bersama-sama kita cegah dan putuskan penularan penyakit difteri ini!

(ditulis oleh: dr. Samuel Pola Karta Sembiring. Penulis adalah dokter umum RSU Martha Friska
Multatuli).

Anda mungkin juga menyukai