Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Boyke Putra, Sp.PD
dr. Rahmat Akbar
dr. Desri Marlina
dr. Yulna Hanim
RSUD SELASIH
KABUPATEN PELALAWAN, RIAU
PERIODE 5 NOVEMBER 2017-5 NOVEMBER 2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT, dengan rahmat dan hidayah-Nya
laporan kasus ini dapat diselesaikan untuk memenuhi salah satu tugas sebagai dokter internsip di
RSUD Selasih, Kabupaten Pelalawan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, yaitu :
2. dr. Rahmat Akbar dan dr Desri Marlina, Pembimbing dokter Internsip RSUD Selasih
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
mendatang. Demikian laporan kasus ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) paru dan Diabetes Melitus (DM) merupakan dua masalah kesehatan
yang cukup besar secara epidemiologi dan berdampak besar secara global karena keduanya
merupakan penyakit kronik dan saling berkaitan. Tuberkulosis paru tidak akan sembuh dengan
baik pada diabetes yang tidak terkontrol. TB paru pada penderita DM mempunyai karakteristik
berbeda, sehingga sering tidak terdiagnosis dan terapinya sulit mengingat interaksi obat TB dan
obat antidiabetik oral. Studi TB paru pada penderita DM telah banyak dilakukan, namun tetap
Meskipun strategi kontrol kasus TB paru cukup berhasil, World Health Organization
(WHO) menduga pengendalian TB paru makin dipersulit dengan peningkatan jumlah penderita
diabetes melitus (DM). Hubungan antara TB paru dan DM sebenarnya sudah dilaporkan sejak
tahun 1000 M. Tahun 1883, dokter berkebangsaan Amerika, Windle, melakukan autopsi
terhadap 333 jenazah penderita DM, hasilnya pada lebih dari 50% ditemukan TB paru. Penderita
DM memiliki risiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi untuk mengidap penyakit TB paru dibandingkan
KASUS
Nama : Tn. D
Umur : 52 tahun
No.MR: 044509
2.2. Anamnesa
3 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluhkan sesak nafas, batuk semakin kuat dengan
dahak berwarna kehijauan, dan demam terus menerus. Nafsu makan menurun. Berat badan
pasien menurun 7 kg selama 2,5 bulan. Nyeri dada, pilek, mual, muntah disangkal. BAB dan
2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluhkan batuk kering terus menerus, disertai
badan meriang dan keringat malam. Pilek dan sesak nafas disangkal. Pasien pernah beberapa kali
berobat ke praktik dokter dan diberikan obat (lupa nama obatnya), tetapi tidak membaik.
Pasien memiliki riw. DM sejak satu tahun terakhir, tetapi tidak mengkonsumsi obat
secara teratur. Pasien memiliki riwayat merokok sejak muda, 1-2 bungkus per hari. Kebiasaan
minum alkohol disangkal. Pasien mengaku rumahnya dalam keadaan terang, sinar matahari
Tanda vital :
– Nadi : 88x/m
– Suhu : 36,1’c
– Pernafasan : 28x/m
Kepala :
• Mata : Simetris, edema palpebrae (-), konjunctiva anemis (-), sclera icteric (-),
• Hidung : Simetris, pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), tidak ada
• Mulut : Bibir lembab, perdarahan gusi (-), lidah bersih, frenulum linguae icteric
(-).
Leher
• JVP R±2
Pulmo
• Inspeksi :
• Palpasi :
• Perkusi:
o Sonor pada lapang paru kanan, redup pada lapang paru kiri setinggi SIC V-VI
• Auskultasi :
o Ronki kasar pada lapang paru kanan, penurunan vesikular pada lapang paru kiri
o Wheezing (+/-)
Cor
• Inspeksi :
• Palpasi :
• Perkusi:
Abdomen
• Inspeksi :
– Datar
– massa (-)
• Auskultasi:
• Perkusi :
– CVA -/-
• Palpasi :
Extremitas
Ekstremitas atas :
– Akral hangat
– Petechiae (-)
– Sianosis -/-
– Akral hangat
– Edema -/-
– Sianosis -/-
P: 12-15 Gr/dl
P: 36-48%
Kesan:
Opasitas berdensitas massa batas tegas tepi reguler membentuk sudut tumpul dengan
parenkim paru, DD:
1. massa mediastinum
2. massa paru
Multiple nodul di kedua lapang paru DD:
1. proses metastasis
2. interstisial pneumonia
Efusi pleura bilateral
- Sesak nafas
- Demam
- Keringat malam
- RR : 28 x/menit
- Wheezing +/-
- Rontgen thorax : opasitas dan multiple nodul dikedua lapang paru, efusi pleura bilateral
Assessment :
1. Pneumonia
2. TB paru
Plan Dx :
1. O2 3 lpm
3. Syr. Ambroxol 3 x I C
Plan monitoring :
1. Frekuensi napas
2. Saturasi oksigen
Assessment :
Plan Tx :
1. Novorapid 3 x 10 IU
Plan monitoring :
4/1/2018
Problem 1
O CM
TD: 130/80
N: 78x, RR: 30x ,T37.1
Paru: wheezing +/-, RBK +/+, penurunan vesikular -
/+
BTA +2
A TB paru
ALUR PIKIR
TB paru
DM tipe II
Pneumonia
hasilnya BTA +2
TB paru
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Epidemiologi
Delapan dari sepuluh negara dengan insidens tertinggi DM di dunia juga diklasifikasikan
sebagai negara dengan beban TB paru tinggi(WHO). Prevalensi DM tertinggi yaitu di regio utara
dengan persentase 27,9%, diikuti oleh regio timur dengan persentase 24,7%, regio sentral yaitu
sebesar 23,7%, dan regio selatan dengan prevalensi terendah yaitu 18,2%. Diperkirakan 1 juta
dari 9.6 juta pasien baru dengan TB aktif setiap tahun komorbid dengan DM didunia. Saat ini,
Berdasarkan penelitian oleh Alishbana (2007), menyatakan bahwa lebih dari 10% penderita
TB paru di dunia adalah penduduk Indonesia. Penelitiannya di Indonesia pada tahun 2001-2005,
melaporkan 40% penderita TB paru memiliki riwayat DM. Pada penderita DM, ditemukan 60
kasus TB paru di antara 454 penderita; risiko penderita DM untuk mengalami TB paru sebesar
4.2. Patofisiologi
Pulmo merupakan salah satu organ yang menjadi target komplikasi dari diabetes. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa salah satu penyebab penurunan fungsi paru pada pasien diabetes
khususnya tipe 2 adalah adanya perubahan pada kolagen dan elastin paru5. Neutrofil dan monosit
merupakan agen yang penting dalam menghentikan invasi bakteri dan agen infeksius lainnya.
Hiperglikemia kronik yang terjadi pada penderita diabetes melitus menyebabkan gangguan pada
fungsi neutrofil dan monosit. Selain itu terjadi perubahan pada endotel kapiler. Oksigen yang
dihantarkan ke jaringan menjadi berkurang, sehingga mikroorganisme anaerob akan mudah
menginfeksi. Kondisi ini dapat membaik jika kadar gula darah terkontrol6.
Infeksi yang paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan organisme gram
Bakteri anaerob yang menyebabkan pneumonia disebabkan oleh motilitas esofagus, motilitas
ciliar, dan clearance mechanism bronkus terganggu. Pasien diabetes memiliki risiko mortalitas
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang berkaitan dengan gangguan fungsi
imunitas tubuh, sehingga penderita lebih rentan terserang infeksi, termasuk TB paru. Penyebab
infeksi TB paru pada penderita DM adalah karena defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme
pertahanan tubuh, termasuk gangguan fungsi dari epitel pernapasan serta motilitas silia. Paru
pada penderita DM akan mengalami perubahan patologis, seperti penebalan epitel alveolar dan
lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat sekunder dari komplikasi mikroangiopati
sama seperti yang terjadi pada retinopati dan nefropati. Gangguan neuropati saraf autonom
berupa hipoventilasi sentral dan sleep apneu. Perubahan lain yang juga terjadi yaitu penurunan
elastisitas rekoil paru, penurunan kapasitas difusi karbonmonoksida,dan peningkatan endogen
produksi karbondioksida.
Insidensi tuberkulosis meningkat pada pasien dengan diabetes tidak terkontrol dan pasien
yang membutuhkan dosis insulin yang besar. Semakin buruk kontrol gula darah, semakin tinggi
pula kemungkinan terjadinya kavitasi dan destruksi paru, serta resistensi obat tuberkulosis yang
lebih tinggi6.
Inflamasi sistemik yang kronik merupakan denominator antara COPD dan diabetes.
Penelitian epidemiologi menunjukkan diabetes lebih sering terjadi pada pasien COPD dan
kemudian menurunkan volume paru dan terbatasnya pertukaran udara. Diabetes juga dapat
menyebabkan pasien COPD menjadi lebih rentan terhadap infeksi. COPD juga menyebabkan
klinis. Gejala klinis ditemukan lebih banyak pada pasien TB paru yang juga menderita DM dan
berdasarkan indeks Karnofsky, keadaan umumnya juga lebih buruk. Dikatakan hasilnya tidak
Tuberkulosis yang aktif juga dapat memperburuk kadar gula darah dan meningkatkan
risiko sepsis pada penderita diabetes. Demam, kuman TB paru aktif, dan malnutrisi menstimulasi
hormon stres seperti epinefrin, glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan, yang secara
sinergis bekerja meningkatkan kadar gula dalam darah hingga lebih dari 200 mg/dL. Kadar IL-1
dan TNF plasma juga meningkat dan menstimulasi hormon anti-insulin, sehingga memperburuk
keadaan infeksinya1.
Gambaran x-ray tuberkulosis pada pasien diabetes tidak berpola. Biasanya lesi terletak
pada lobus bawah dan bisa melibatkan lebih dari satu lobus. Kavitasi dan efusi pleura memiliki
insidensi yang lebih tinggi pada penderita diabetes dibandingan dengan non-diabetes6.
4.4. Tatalaksana
Pengobatan pada penderita diabetes melitus dengan pneumonia harus dilakukan sedini
Management harus dilakukan secara komprehensif. Kadar gula darah harus dikontrol untuk
berikut;
• Panduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan panduan OAT bagi pasien
• Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dilanjutkan sampai 9
bulan
• Hati-hati efek samping dengan penggunaan etambutol karena pasien DM sering memiliki
• Rifampisin menurunkan efektivitas obat oral anti diabetes golongan sulfonilurea dan
• Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi bila terjadi kekambuhan.
BAB V
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki, 38 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari terakhir
dengan batuk semakin kuat dan berwarna kehijauan. Selama 2 bulan terakhir, pasien
mengeluhkan batuk terus menerus dan badan merasa meriang. Pasien juga mengaku adanya
keringat malam dan penurunan berat badan. Pasien merupakan perokok sejak muda.
Pemeriksaan dada ditemukan adanya ronki dan penurunan suara paru di paru kanan dan kiri.
Hasil pemeriksaan darah didapatkan angka leukosit yang meningkat, Hb rendah, rontgen paru
terdapat multinodul dan efusi pleura bilateral, dan ditemukan hasil BTA +2. Hal ini
Dari hasil pemeriksaan gula darah didapatkan gula darah sewaktu dan gula darah 2
jam PP yang tinggi dari batas normal. Pasien juga memiliki riwayat DM sejak 1 tahun terakhir.
DM tipe II menjadi penyakit komorbid dan bahkan dapat memperberat TB paru yang dialami.
Penanganan untuk kasus TB paru pada pasien diabetes mellitus harus komprehensif
dan diperhatikan interaksi antar obat. Penyembuhan mungkin akan lebih lama dengan pasien non
diabetes, sehingga diperlukan pengawasan ketat pada kepatuhan minum obat dan kontrol teratur.
DAFTAR PUSTAKA
3. Dobler CC, Flack JR, Marks GB. Risk of tuberculosis among people with diabetes
mellitus: An Australian nationwide cohort study. BMJ Open. 2012;2:1-8.
5. Irfan M, Jabbar A, Haque AS, et al. Pulmonary functions in patients with diabetes