Anda di halaman 1dari 16

PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT GABUNGAN

CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH


PENGHAMPARAN DENGAN
JOB MIX FORMULA

Muthia Anggraini
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lancang Kuning
Jl.Yos Sudarso Km.8 Rumbai-Pekanbaru
Email : thia.laziva@yahoo.com

Abstrak

Lapis perkerasan jalan pada sistem perkerasan lentur menggunakan material aspal dan material agregat.
Material aspal digunakan sebagai bahan pengikat material agregat, dimana agregat didistribusikan sesuai
dengan ukuran diameter partikelnya. Sebelum digunakan sebagai bahan campuran aspal, kedua material
ini harus melewati pemeriksaan propertis mengikuti persyaratan dalam buku spesifikasi 2010. Dalam
campuran beraspal, pada spesifikasi 2010 rancangan dan perbandingan campuran untuk gradasi agregat
gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang telah diberikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan gradasi agregat gabungan campuran
AC-WC sebelum penghamparan (AMP) dengan Job Mix Formula, mengetahui perbandingan gradasi
gabungan campurab AC-WC setelah penghamparan ( diambil dari belakang finisher ) dengan Job Mix
Formula. Metode yang digunakan dengan cara analisa saringan, dan untuk evaluasi terhadap gradasi
agregat gabungan dilakukan dengan extraction test, dengan menguraikan lagi gradasi agregat gabungan
dalam campuran, dimana aspal sebagai bahan pengikat sudah lepas dari agregat.
Terjadi perubahan gradasi antara sebelum penghamparan (AMP) dengan Job Mix Formula, angka deviasi
yang didapat sebesar -3,11 %. Dan perubahan gradasi antara setelah penghamparan (dari belakang
finisher) dengan Job Mix Formula, angka deviasi yang didapat sebesar -1,69 % .

Kata kunci : Gradasi agregat gabungan campuran AC-WC, Spesifikasi 2010

Abstract
Pavement road in flexible pavement systems using asphalt material and aggregate material . Asphalt
material is used as a binder material aggregate , where the aggregate is distributed according to the size
of the particle diameter . Before being used as a mixture of asphalt , the material must pass the inspection
of properties follow the requirements in the specifications book 2010. In a mixture of asphalt , the 2010
draft specification and mixing ratio for the combined aggregate gradation must have within the
boundaries that have been given.
The purpose of this study was to compare the combined aggregate gradation mix AC - WC before paving(
AMP ) with the Job Mix Formula , compare the combined gradation campurab AC - WC after paving
( taken from the rear finisher ) with the Job Mix Formula . The method used by means of sieving , and for
the evaluation of the combined aggregate grading is done with extraction test , describing again the
combined aggregate gradation in the mix , where the asphalt as a binder has been separated from the
aggregate .
There were changes in gradation between before paving ( AMP ) with the Job Mix Formula , figures
obtained deviation of -3.11 % . And changes in gradation between after paving ( from the rear finisher )
with the Job Mix Formula , figures obtained deviation of -1.69 % .

Keywords : The combined aggregate gradation mix AC - WC , 2010 Specifications


A. PENDAHULUAN
Material aspal menjadi salah satu pilihan utama untuk dipergunakan sebagai
lapis permukaan. Material tersebut mempunyai sifat plastis dan berada dalam keadaan
baik dalam suhu normal, tetapi dalam suhu panas material tersebut akan melunak dan
berkurang kepadatannya. Proses pencampuran antara material aspal dengan agregat
kasar maupun halus dilakukan dalam suhu yang sangat tinggi. Ketika suhu menurun
maka campuran beraspal tersebut akan mengeras dan membentuk suatu lapisan
permukaan perkerasan..
Pada sistem perkerasan lentur, jalan terdiri dari beberapa lapis perkerasan. Lapis
perkerasan ada 2 (dua) macam, yaitu lapis perkerasan tanpa bahan pengikat dan lapis
perkerasan dengan bahan pengikat (aspal). Lapis perkerasan tanpa bahan pengikat
difungsikan sebagai subbase course dan base course. Subbase course ditempatkan di
atas subgrade, dan base course ditempatkan di atas subbase. Lapis perkerasan beraspal
dapat difungsikan sebagai base course dan sebagai surface. Gradasi agregat
menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam campuran. Agregat
campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak,
karena tidak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga yang
terjadi. Hal ini disebabkan rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran
besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih kecil.
Agregat berperan penting dalam pembentukan lapis perkerasan, dimana daya
dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat. Gradasi
merupakan salah satu sifat agregat yang berpengaruh terhadap kualitas campuran aspal.
Setiap jenis campuran aspal untuk lapisan perkerasan jalan mempunyai gradasi agregat
tertentu. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan,
yang dihitung berdasarkan berat agregat dengan menggunakan satu set saringan agregat.
Dalam campuran beraspal, pada spesifikasi 2010 rancangan dan perbandingan
campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas
yang telah diberikan, yaitu batas atas dan batas bawah, dimana pada batas-batas gradasi
tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap karakteristik campuran
Laston. Semakin ke bawah garis gradasi suatu campuran agregat dalam rentang
spesifikasinya, semakin kasar susunan agregatnya. Kondisi ini menghasilkan campuran
yang dominan terdiri atas agregat kasar dengan sedikit agregat halus dan filler, begitu
pula sebaliknya.
Untuk mendapatkan campuran agregat yang baik diusahakan menjaga gradasi
campuran agregat berada pada pertengahan rentang spesifikasinya. Gradasi tengah
merupakan gradasi ideal yang terdiri atas campuran agregat kasar, agregat halus serta
filler yang sesuai proporsinya dan memberikan pengaruh yang baik terhadap
karakteristik Laston. Namun pada kenyataan di lapangan untuk mendapat kondisi
gradasi campuran agregat yang ideal tidak mudah. Hal yang seringkali terjadi di
lapangan, gradasi campuran agregat yang didapatkan berada di antara batas atas dan
batas ideal serta di antara batas ideal dannbatas bawah. Untuk itu perlu diketahui
perbandingannya antara gradasi sebelum dan setelah penghamparan dengan Job Mix
Formula. Untuk memisahkan agregat dengan aspal dilakukan dengan cara extraksi test.
Dengan mengkaji kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada perbedaan
gradasi agregat, sehingga nantinya dapat menjadi acuan bagi orang-orang yang terlibat
dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi jalan, sehingga dapat dicarikan solusi
penyelesaiannya. Untuk pengujian gradasi agregat dilakukan dengan pengujian analisa
saringan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Klasifikasi Agregat
Agregat dapat diklasifikasikan menjadi (Sukirman, 2003) :
1. Berdasarkan Proses pengolahannya agregat yang dipergunakan dalam perkerasan
lentur dapat dibedakan :
a. Agregat alam, agregat yang dapat dipergunakan sebagai mana bentuknya di
alam dengan cara sedikit proses pengolahan, yaitu pasir dengan ukuran partikel
<1/4 inch tetapi lebih besar dari 0.075 mm (saringan no.200), kerikil dengan
ukuran partikel >1/4 inch (6.35).
b. Agregat yang melalui proses pengolahan atau agregat yang melalui proses
pemecahan terlebih dahulu supaya diperoleh bentuk partikel bersudut,
diusahakan berbentuk kubus, permukaan partikel kasar sehingga mempunyai
gesekan yang baik dan gradasi sesuai yang diinginkan. Proses pemecahan
agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga
ukuran partikel-partikel yang dihasilkan dapat terkontrol, berarti gradasi yang
diinginkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
c. Agregat buatan, agregat yang merupakan mineral filler / pengisi (partikel dengan
ukuran <0.075 mm), diperoleh dari terak hasil pencairan pabrik besi dan baja,
pabrik semen dan pemecah batu.
2. Berdasarkan ukuran butiran agregat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
yaitu :
A. Agregat Kasar Agregat kasar adalah butiran yang tertahan saringan No. 4 (4,75
mm).
Fungsi agregat kasar dalam campuran aspal beton adalah :
a. Memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci dari masing-
masing agregat kasar dan tahanan suatu aksi perpindahan.
b. Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar
(kubus dan kasar).
Agregat yang digunakan dalam pembuatan aspal beton adalah batu pecah
atau kerikil dalam keadaan kering dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin los angeles pada 500
putaran harus mempunyai nilai maksimum 40%.
b. Kelekatan terhadap aspal harus lebih besar dari 95%.
c. Indeks kepipihan agregat maksimum 25%.
d. Peresapan agregat terhadap air maksimun 3%.
e. Berat jenis semu agregat minimum 2,50.
f. Gumpalan lempung agregat maksimum 0,25%.
g. Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5% .
h. Fraksi agregat kasar untuk pengujian harus terdiri atas batu pecah dan halus.
i. Disediakan dalam ukuran-ukuran nominal tunggal. Fraksi agregat kasar
dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas saringan No.8 (2,38
mm).
j. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan
agregat kasar kotor dan berdebu serta jumlah bahan lolos ukuran 0,075 mm
tidak boleh lebih besar dari 1%.
k. Agregat kasar harus bersih, keras, awet, bebas dari lempung atau bahan-
bahan lain yang tidak dikehendaki dan harus memenuhi persyaratan yang
diberikan pada Tabel 3.1 Ketentuan Agregat Kasar spesifikasi 2010
B. Agregat Halus Agregat halus adalah butiran yang lolos saringan No. 4 (4,75
mm) dan tertahan No. 200 (0,075mm). Fungsi agregat halus dalam campuran
aspal beton adalah :
a. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling
mengunci dari agregat kasar dan untuk mengurangi rongga udara agregat
kasar.
b. Semakin besar tekstur permukaan agregat halus akan menambah stabilitas
campuran dan menambah kekasaran permukaan perkerasan jalan.
c. Agregat halus pada saringan No. 8 sampai dengan saringan No. 30 penting
dalam memberikan kekasaran yang baik untuk kendaraan.
d. Pada gap graded, agregat halus saringan No. 8 sampai dengan saringan No.
30 dikurangi agar diperoleh rongga udara yang memadai untuk jumlah aspal
tertentu sehingga permukaan gap graded cenderung halus.
e. Agregat halus pada saringan No. 30 sampai dengan No. 200 penting untuk
menaikkan kadar aspal, sehingga akan bertambah awet.
Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan halus penting agar
diperoleh permukaan yang tidak licin dengan jumlah kadar aspal yang
diinginkan.

2. Agregat
Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk didalamnya
antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir.
Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana
agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90% -
95% dari berat total campuran. Agregat atau batuan didefinisikan secara umum sebagai
formasi kulit bumi yang keras dan solid. Agregat merupakan komponen utama dari
lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase
berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume ( Sukirman, 1999).
Sifat dan bentuk agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu
lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan
yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.
Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan
dapat dikelompokkan menjadi tiga (Sukirman, 1999).
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability).
2. Kemampuan dilapisi aspal yang baik,
3. Kemampuan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman.
Tekstur permukaan berpengaruh pada ikatan antara batu dengan aspal. Tekstur
permukaan agregat biasanya terdiri atas (Sukirman,1999) :
a.Licin.
Agregat berbentuk bulat pada umumnya mempunyai permukaan yang licin,
dan sering dijumpai disungai. Permukaan agregat yang licin menghasilkan
daya penguncian antar agregat rendah, dan mempunyai tingkat kestabilan
rendah.
b. Kasar ( rough ).
Permukaan agregat kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan antar butir
agregat kuat, sehingga lebih mampu menahan deformasi akibat beban lalu
lintas. Agregat yang berbentuk kasar adalah agregat berbentuk kubus,
sehingga agregat ini mempunya stabilitas lapisan yang baik.
c.Berpori (porous)
Dibedakan atas berpori sedikit dan berpori banyak. Agregat berpori banyak
mudah pecah, tingkat kekerasan rendah, dan terjadi degradasi.

3. Bentuk dan Struktur Agregat


Bentuk dari agregat dapat berpengaruh terhadap kemampuan kerja
(workability) dari pada pemadatan juga campuran lapis perkerasan dan jenis perkerasan.
Bentuk partikel juga mempengaruhi kekuatan dari suatu lapis perkerasan selama masa
layanan.
Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan
yang dibentuk oleh agregat tersebut (Sukirman, 1999). Partikel agregat dapat berbentuk
a. Bulat (rounded).
Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh
air sehingga umumnya bebentuk bulat. Partikel agregat saling bersentuhan dengan
luas bidang kontak kecil menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil dan lebih
mudah tergelincir.
b. Lonjong (elongated).
Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai-sungai atau bekas
endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya > 1.8 kali
diameter rata-rata. Sifat interlocking nya hampir sama dengan yang berbentuk bulat.
c. Kubus (cubical).
Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu
(stone crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga
memberikan interlocking / sifat saling mengunci yang lebih besar. Dengan demikian
lebih tahan terhadap deformasi yang timbul. Agregat berbentuk kubus ini paling
baik digunakan sebagai bahan konstrusi perkerasan jalan.
d. Pipih (flacky).
Partikel agregat berbentuk pipih juga merupakan hasil dari mesin pemecah batu
ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan
cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0.6 kali
diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran,
pemadatan, ataupun akibat beban lalu lintas.
e. Tak beraturan (irregular).
Partikel agregat yang tidak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan
diatas.

4. Lapis Aspal Beton


Lapis Aspal Beton adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang
mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The
Asphalt Institute dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus
dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada
suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan
digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang
menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai
dengan ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus
memiliki komposisi yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi
(filler) dan aspal (bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya mempunyai sedikit rongga
dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena itu
beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku.
Menurut spesifikasi campuran beraspal Direktorat Jenderal Bina Marga edisi
Desember 2006 maupun edisi November 2010, Laston (AC) terdiri dari tiga macam
campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston
Lapis Pondasi (AC-Base), dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran
adalah 19 mm, 25,4 mm, 3,75 mm.
Aspal yang dipergunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai
berikut (Sukrman, 1999) :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan sesama
aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada dalam butir
agregat itu sendiri.
Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan yaitu
proses pencampuran prahampar dan pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar
aspal yang dicampur dengan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir-butir
agregat, mengisi pori antar butir, dan meresap kedalam pori masing-masing butir. Pada
proses pascahampar aspal mengisi pori-pori lapisan agregat.
Untuk mendapatkan mutu aspal beton yang baik, dalam proses
perencanaan campuran harus memperhatikan karakteristik campuran
aspal beton, yang meliputi (Sukirman, 2003 ):
a. Stabilitas
Kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan
bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding.
b.Keawetan atau durabilitas
Kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan
dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan
akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur.
c. Kelenturan atau fleksibilitas
kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan
(konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi
retak.
d. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance)
Kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa
terjadi kelelahan berupa alur dan retak.
e. Kekesatan /tahanan geser ( skid resistance)
Kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya
gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip.
f. Kedap air ( impermeabilitas )
Kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara ke dalam
lapisan beton aspal.
g. Mudah dilaksanakan ( workability)
Kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan.
5. Analisa Saringan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butiran (gradasi)
agregat halus dan agregat kasar dengan mengggunakan saringan. Gradasi agregat adalah
distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang
sama (seragam), maka volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya
bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil, akan
mengisi pori diantara butiran yang lebih besar, sehingga pori-porinya menjadi sedikit,
dengan kata lain kemampatannya tinggi.

6. Ekstraksi
Proses Ekstraksi merupakan proses pemisahan campuran dua atau lebih bahan
dengan cara menambahkan pelarut yang bisa melarutkan salah satu bahan yang ada
dalam campuran tersebut dapat dipisahkan.
Rumus untuk menentukan kadar aspal hasil ekstraksi adalah sebagai berikut :
A− ( E + D )
H= x 100 (1)
A

Keterangan : H = kadar aspal sampel (%)


A = Berat sample sebelum ekstraksi (gram)
D = Berat masa dari kertas filter (gram)
E = Berat samplesetelah ekstraksi (gram)
Ada empat faktor penting yang secara dominan mempengaruhi laju ekstraksi:
1. Ukuran Partikel Semakin kecil ukuran solute, akan semakin mudah
mengekstraksinya selain itu hendaknya ukuran butiran partikel tidak memiliki range
yang jauh satu sama lain, sehingga setiap partikel akan menghabiskan waktu
ekstraksi yang sama.
2. Pelarut (Solvent) Pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi, artinya kelarutan zat
yang ingin dipisahkan dalam pelarut harus besar, sedangkan kelarutan dari padatan
pengotor kecil atau diabaikan. Dan viskositas pelarut sebaiknya cukup rendah
sehingga dapat bersirkulasi dengan mudah.
3. Temperatur Dalam banyak kasus, kelarutan material yang diekstraksi akan
meningkat dengan naiknya temperatur, sehingga laju ekstraksi semakin besar.
Koefisien difusi diharapkan meningkat dengan naiknya temperatur untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Agitasi fluida Agitasi fluida (solvent) akan memperbesar transfer material dari
permukaan padatan ke larutan. Selain itu agitasi dapat mencegah terjadinya
sedimentasi. Metode operasi leaching dengan sistem bertahap tunggal, bekerja
dengan cara mengontakkan antara padatan dan pelarut sekaligus, dan kemudian
disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemui dalam
operasi industri, karena perolehan solute yang rendah .
Peralatan dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi adalah :
1. Peralatan
a. Centrifuge Extractor.
b. Saringan Ekstraksi atau Kertas filter.
c. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
d. Oven.
e. Talam.
f. Baskom.
2. Bahan
a. Campuran aspal mix design (Mix Design).
b. Pertamax plus.
Prosedur pelaksanaanya adalah sebagai berikut :
1. Menimbang sampel dan saringan ekstraksi sebelum melakukan ekstraksi aspal.
2. Meletakan mesin centrifuge extractor pada lantai dasar yang keras .
3. Melepaskan pengunci penutup centrifuge extractor lalu memasukan sampel dan
bensin sebanyak 500 ml kemudian memasang saringan ekstraksi dan memasang
penutup centrifuge ekstractor, serta menguncinya.
4. Menyalakan mesin centrifuge ekstractor dan mengulanginya hingga bersih atau
jenuh.
5. Pada proses ke 4, bensin yang terakhir keluarkan yang sudah bersih atau jenuh
ditadah di gelas ukur untuk digunakan pada sampel berikutnya.
6. Setelah selesai lalu, mengeluarkan sampel hingga bensinnya melayang atau
habis.
7. Setalah itu didiamkan sampai dingin, lalu ditimbang beserta wadahnya.
8. Menghitung nilai kadar aspal.
9. Mengulangi prosedur tersebut untuk sampel berikutnya .

C. DATA DAN ANALISIS DATA


1. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Job Mix Formula Campuran
AC-WC gradasi kasar yang nantinya dibandingkan dengan data yang telah diolah
dilaboratorium yaitu data gradasi agregat yang didapat dari analisa saringan.

2. Teknik Penelitian
Teknik penelitian yang digunakan adalah :
a. Studi Literatur.
Yaitu mencocokan perolehan data dilapangan dengan hasil Job Mix Design (JMF).
Selanjutnya diaplikasikan dengan rumus-rumus yang sesuai yang diperoleh dari
beberapa textbook yang berkaitan dengan ekstraksi kadar aspal. Dimana hasilnya
disesuaikan dengan Spesifikasi Umum 2010.
b. Observasi Lapangan .
Bertujuan untuk mendapatkan data-data dari sampel yang akan diuji. Pengamatan
yang dilakukan yaitu pengambilan aspal dari AMP, pengambilan aspal gembur dari
belakang finisher.
c. Test Laboratorium.
Untuk mendapatkan gradasi agregat dari hasil ekstraksi aspal, sampel yang didapat
dilapangan diuji di laboratorium.
3. Tahapan Penelitian
a. Persiapan bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini campuran AC-WC gradasi kasar dengan
menggunakan Spesifikasi umum Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 revisi
2 (dua), dan agregat yang digunakan dari quary Solok Sumatera Barat.
b. Pengujian ekstraksi kadar aspal
Selain untuk menentukan kadar aspal, ekstraksi ini fungsinya untuk memisahkan
aspal dari agregat. Agregat setelah ekstraksi ini nantinya digunakan untuk
perbandingan gradasi agregat.
c. Pengujian analisa saringan
Untuk mengetahui gradasi agregat dilakukan dengan melakukan pengujian analisa
saringan

4. Analisi Data
Evaluasi terhadap gradasi agregat gabungan dilakukan dengan extraction test,
dengan menguraikan lagi gradasi agregat gabungan dalam campuran, dimana aspal
sebagai bahan pengikat sudah lepas dari agregat. Agregat yang tanpa bahan pengikat
tersebut sudah lepas satu sama lainnya, dikeringkan kemudian diayak di atas susunan
saringan. Susunan ukuran saringan sama dengan ukuran saringan sewaktu membuat
percobaan dalam menemukan gradasi agregat gabungan. Gradasi agregat campuran AC-
WC dari AMP dibandingkan dengan gradasi agregat Job Mix Formula AC-WC gradasi
kasar. Kemudian gradasi agregat dari finisher dibandingkan dengan gradasi agregat Job
Mix Formula AC-WC gradasi kasar. Dari sini akan nampak perabandingan gradasi
agregat sebelum dan setelah penghamparan dengan Job Mix Formula.
Perbandingan gradasi agregat didapat dari hasil analisa saringan agregat setelah
ekstraksi sebelum dan setelah penghamparan. Gradasi agregat dinyatakan dalam
persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat
dengan menggunakan satu set saringan agregat. Nilai yang didapat dimasukkan dalam
kurva yang nantinya dibandingkan dengan gradasi gabungan dari Job Mix Formula

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Campuran AC-WC Sebelum Penghamparan
(AMP).
Sampel yang diambil adalah 6 sampel. Data hasil pengujian ekstraksi kadar
aspal dari AMP dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan memasukkan ke dalam rumus
ekstraksi, masing-masing sampel akan menghasilkan nilai kadar aspal. Dari keenam
sampel diambil nilai ekstraksi rata-rata yang nantinya dibandingkan dengan kadar aspal
JMF.
Tabel 1. Hasil Pengujian Ekstraksi Kadar Aspal Sebelum Penghamparan (AMP)
N Sample Kadar aspal Kadar Deviasi Tolerans Keteranga
o Hasil aspal (%) i Spek n
Ekstraksi JMF (%) (%)
(%)
1 Benda uji 5,57 5,56 0,01 ± 0, 3 Memenuhi
-1
2 Benda uji 5,58 5,56 0,02 ± 0, 3 Memenuhi
-2
3 Benda uji 5,53 5,56 -0,03 ± 0, 3 Memenuhi
-3
4 Benda uji 5,56 5,56 0,00 ± 0, 3 Memenuhi
-4
5 Benda uji 5,49 5,56 -0,07 ± 0, 3 Memenuhi
-5
6 Benda uji 5,51 5,56 -0,05 ± 0, 3 Memenuhi
-6
Rata-rata 5,54 5,56 -0,02

Kadar aspal rata-rata didapat 5,54%, kecil dari kadar aspal JMF yaitu 5,56%
dengan deviasi -0,02%, tetapi masih masuk dalam toleransi kadar aspal yang
disyaratkan dalam spesifikasi 2010 revisi 2 adalah ± 0,3%.
Setelah dilakukan ekstraksi, agregat setelah ekstraksi diayak menggunakan
analisa saringan untuk mendapatkan gradasi agregat. Jumlah persentase (%) agregat
lolos saringan hasil ekstraksi dari benda uji yang diambil dari AMP dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC dari AMP

Dari Gambar terlihat bahwa persentase agregat lolos saringan hasil ekstraksi
masih dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum
Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua) pada. Berbedanya persentase lolos saringan
masing-masing sampel disebabkan oleh homogenitas campuran AC-WC pada saat
pengujian.
Berikut adalah Tabel rekapitulasi gradasi hasil ekstraksi dari AMP, dibandingkan
dengan gradasi dari JMF.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pengujian Ekstraksi % Lolos Saringan AC-WC Dari


AMP dengan JMF
REKAPITULASI GRADASI EKSTRAKSI DARI AMP
1 Ukuran Saringan (mm) Satuan 19 12,5 9,53 4,76 2,38 1,19 0,6 0,3 0,14 0,075
9
2 % Lolos dari AMP % 100 92,51 79,4 47,3 33,1 24,3 18,0 15,0 11,19 7,46
1 8 9 2 8 1
3 % Lolos Job Mix Formula % 100 93,00 86,2 49,7 31,11 21,1 16,4 12,8 8,66 6,11
7 9 9 6 5
4 Spesifikasi Maks. 100 100,0 90,0 63,0 39,1 25,6 19,1 15,5 13,0 10,00
0 0 0 0 0 0 0 0
Gradasi Agregat Min. 100 90,00 72,0 43,0 28,0 19,0 13,0 9,00 6,00 4,00
0 0 0 0 0

Pada Tabel.2 diperlihatkan pada saringan 9,53 mm (saringan No.3/8” ) terdapat


deviasi positif yang tertinggi yaitu + 6,86% terhadap gradasi JMF, sedangkan deviasi
negatif yang tertinggi pada saringan 1,19 mm (saringan No.16) yaitu – 3,13%. Secara
keseluruhan penjumlahan semua deviasi tersebut menghasilkan deviasi total sebesar
– 3,11%. Hal ini disebabkan deviasi negatif lebih banyak dan lebih besar dari pada
deviasi positif. Deviasi negatif terhadap gradasi JMF berarti kurva gradasi ekstraksi
berada di atas gradasi JMF dan berada di bawah batas maksimum spesifikasi Umum
Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua).
Terlihat perbedaan gradasi ekstraksi dari AMP dengan gradasi JMF yang
menandakan terjadi perubahan gradasi menjadi lebih halus dari yang sebelumnya.
Gambar perbandingan antara gradasi di AMP dengan gradasi JMF dang dengan batas
atas dan batas bawah sesuai dengan spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2
(dua) dapat dilihat pada Gambar 2. Perbandingan ini memperlihatkan gradasi agregat
setelah ekstrasi yang diambil dari AMP berada di atas garis JMF dan di bawah batas
atas. Ini menandakan kalau garadasi agregat susunannya semakin halus. Faktor sumber
daya manusia sering diakibatkan oleh sikap para operator sering mengabaikan
pentingnya pengukuran dan kalibrasi gradasi gabungan di AMP.
Gambar 2. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC dari AMP
dengan JMF

Dari Gambar terlihat bahwa hasil gradasi ekstraksi masih dalam batas nilai
gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun
2010 revisi 2 (dua).

2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat AC-WC Setelah Penghamparan (Dari


Belakang Finisher).
Sampel yang diambil adalah 6 sampel. Data hasil pengujian ekstraksi kadar aspal
dari belakang finisher dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan memasukkan ke dalam
rumus ekstraksi, masing-masing sampel akan menghasilkan nilai kadar aspal. Dari
keenam sampel diambil nilai ekstraksi rata-rata yang nantinya dibandingkan dengan
kadar aspal JMF.
Dari hasil ekstraksi nantinya terjadi pemisahan agregat dengan aspal, dimana aspal
sebagai bahan pengikat sudah lepas dari agregat. Agregat hasil ektraksi ini nantinya
diayak sehingga didapat gradasinya.
Tabel 3. Hasil Pengujian Ekstraksi Kadar Aspal Finisher

N Sampel Kadar aspal Kadar Deviasi Tolerans Keteranga


o Hasil aspal (%) i Spek n
Ekstraksi JMF (%) (%)
(%)
1 Benda uji 5,47 5,56 -0,09 ± 0,3 Memenuhi
-1
2 Benda uji 5,43 5,56 -0,13 ± 0,3 Memenuhi
-2
3 Benda uji 5,56 5,56 0,00 ± 0,3 Memenuhi
-3
4 Benda uji 5,42 5,56 -0,14 ± 0,3 Memenuhi
-4
5 Benda uji 5,38 5,56 -0,18 ± 0,3 Memenuhi
-5
6 Benda uji 5,55 5,56 -0,01 ± 0,3 Memenuhi
-6
Rata-rata 5,47 5,56 -0,09

Kadar aspal rata-rata didapat 5,47%, kecil dari kadar aspal JMF yaitu 5,56%
dengan deviasi -0,09%, tetapi masih masuk dalam toleransi kadar aspal yang
disyaratkan dalam spesifikasi 2010 revisi 2 adalah ± 0,3%.
Setelah dilakukan ekstraksi, agregat setelah ekstraksi diayak menggunakan
analisa saringan untuk mendapatkan gradasi agregat. Jumlah persentase (%) agregat
lolos saringan hasil ekstraksi dari benda uji di belakang Finisher dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC di finisher


Dari Gambar terlihat bahwa persentase agregat lolos saringan hasil ekstraksi
masih dalam batas nilai gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum
Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua). Nilai yang didapat mendekati batas minimum
spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua) pada Tabel 3.3. Berbedanya
persentase lolos saringan masing-masing sampel disebabkan oleh homogenitas
campuran AC-WC pada saat pengujian.

Berikut adalah Tabel rekapitulasi gradasi hasil ekstraksi dari finisher,


dibandingkan dengan gradasi dari JMF.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Pengujian Ekstraksi % Lolos Saringan AC-WC Dari


finisher dengan JMF
REKAPITULASI GRADASI EKSTRAKSI DARI FINISHER
1 Ukuran Saringan (mm) Satuan 19 12,5 9,53 4,76 2,38 1,19 0,6 0,3 0,149 0,075

2 % Lolos dari finisher % 100 92,21 78,48 49,83 33,37 24,01 17,83 14,24 10,48 6,68

3 % Lolos Job Mix Formula % 100 93,00 86,27 49,79 31,11 21,19 16,46 12,85 8,66 6,11

4 Spesifikasi Maks. 100 100,00 90,00 69,00 53,00 40,00 30,00 22,00 15,00 10,00

Gradasi Agregat Min. 100 90,00 72,00 54,00 39,10 31,60 23,10 15,50 9,00 4,00

Pada Tabel.4 diperlihatkan pada saringan 9,53 mm (saringan No.3/8” ) terdapat


deviasi posotif yang tertinggi yaitu + 7,79% terhadap gradasi JMF, sedangkan deviasi
negatif yang tertinggi pada saringan 1,19 mm (saringan No.16) yaitu – 2,82%. Secara
keseluruhan penjumlahan semua deviasi tersebut menghasilkan deviasi total sebesar –
1,69%. Hal ini disebabkan deviasi negatif lebih banyak dan lebih besar dari pada deviasi
positif. Deviasi negatif terhadap gradasi JMF berarti kurva gradasi ekstraksi berada di
atas gradasi JMF spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua).
Terlihat perbedaan gradasi ekstraksi dari finisher dengan JMF dimana persentase
lolos saringan agregat di finisher yang menandakan terjadi perubahan gradasi menjadi
lebih halus dari yang sebelumnya. Perubahan gradasi pada ekstraksi finisher disebabkan
karena degradasi agregat kasar menjadi halus akibat pelaksanaan pekerjaan di lapangan
mulai dari proses keluarnya campuran aspal dari dum truk ke asphalt finisher dan
proses blending ( pencampuran ) pada asphalt finisher.
Gambar perbandingan antara gradasi di AMP dengan gradasi JMF dapat dilihat
pada Gambar 4. Perbandingan ini memperlihatkan gradasi agregat setelah ekstrasi yang
diambil dari finisher berada di atas garis JMF dan di bawah batas atas. Ini menandakan
kalau garadasi agregat susunannya semakin halus.
Gambar 4. Gradasi agregat % lolos saringan ekstraksi AC-WC dari finisher dengan
JMF

Dari Gambar terlihat bahwa hasil gradasi ekstraksi masih dalam batas nilai
gradasi agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun
2010 revisi 2 (dua).

E. KESIMPULAN
Dari penelitian dan prmbahasan mengenai Perbandingan gradasi agregat
gabungan campuran AC-WC sebelum dan setelah penghamparan dengan Job Mix
Formula, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Terjadi perubahan gradasi antara sebelum penghamparan (AMP) dengan Job
Mix Formula, angka deviasi yang didapat sebesar -3,11 % dimana nilai gradasi
ekstraksi yang didapat masih masuk dalam batas nilai gradasi agregat gabungan
campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua).
2. Terjadi perubahan gradasi antara setelah penghamparan (dari belakang finisher)
dengan Job Mix Formula, angka deviasi yang didapat sebesar -1,69 % dimana
nilai gradasi ekstraksi yang didapat masih masuk dalam batas nilai gradasi
agregat gabungan campuran menurut spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010
revisi 2 (dua).

Daftar Pustaka
Ariawan, 2010, Pengaruh Gradasi Agregat Terhadap Karakteristik Campuran
Laston, Jurnal Rekayasa Sipil Universitas Udayana, Denpasar.
Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010, Spesifikasi Umum Binamarga 2010 Revisi 2,
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.
-------------------------------------, Standar Nasional Indonesia. Metode Pengujian Kadar
Aspal Dari Campuran Beraspal Dengan Cara Sentrifus, SNI 03-6894-2002.
Sukirman, S., 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya,Nova, Bandung.
Sukirman, S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Bandung.
Utomo, R. Antarikso, 2008, Studi Komparasi Pengaruh Gradasi Gabungan di
Laboratorium dan Gradasi Hotbin Asphalt Mixing Plant Campuran
Laston AC-Wearing Course Terhadap Karakteristik Uji Marshal, Tesis,
Program Magister Universitas Diponegoro, Semarang
Wirahaji, I.B., 2011, Analisis Gradasi Agregat Gabungan Laston Binder Pada Ruas
Jalan Simpang Tohpati-Simpang Sakah, Jurnal Program Studi Teknik Sipil,
FT UNHI.

Anda mungkin juga menyukai