Referat Efusi Pleura
Referat Efusi Pleura
EFUSI PLEURA
Oleh:
Nisrina Fatin Mardiyah
Ops Siagarra
Pembimbing :
dr. Linda Nurdewati, SpP
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami dapat
menyelesaikan makalah diskusi topik ini yang berjudul “EFUSI PLEURA”.
Makalah diskusi topik ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di stase Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :
1. Dr. Linda Nurdewati, Sp.P selaku pembimbing diskusi topik ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah diskusi topik ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
makalah diskusi topik ini sangat kami harapkan.
Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam bidang pulmonologi.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pleura terdiri dari dua lapisan jaringan tipis yaitu pleura viseral sebelah dalam yang
membungkus jaringan paru dan pleura parietal sebelah luar yang melapisi bangian dalam
dinding dada. Rongga plaura dibentuk dari lapisan pleura parietalis dan viseralis. Rongga ini
bukanlah rongga sejat melainkan merupakan suatu rongga potensial yang terletak di antara
paru dan dinding dada. Tebal rongga pleura antara kedua lapisan pleura berkisar 10-20
mikron. Dalan keadaan normal rngga pleura mengandung sedikit cairan berupa lapisan tipis
antara kedua lapisan permukaan pleura, dimana lapisan tipis tersebut mengandung cairan
yang rendah protein dan berfunsi sebagai pelicin sehingga sewaktu bernapas paru dapat
bergerak lincah dan leluasa dari dinding dada.
Cairan pleura dihasilkan oleh proses filtrasi pembuluh kapiler pleura parietal dan
diserap kembali oleh pembuluh kapiler pleura viseral serta pembuluh getah bening.
Penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura berupa transudat atau eksudat
disebut efusi pleura. Istilah efusi pleura tidak dipakai tidak dipakai pada hematotoraks,
cilotoraks dan empiema. Efusi pleura bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu tanda
kelainan penyakit. Efusi pleura banyak ditemukan pada penyakit paru dan pleura, tetapi dapat
juga dijumpai di luar paru, seperti sindrom nefrotik, gagal jantung kongestif, sirosis hati
dengan asites, pankreatitis akut, dan lain-lain.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cairan pleura dihasilkan oleh proses filtrasi pembuluh kapiler pleura parietal dan
diserap kembali oleh pembuluh kapiler pleura viseral serta pembuluh getah bening.1
4
Pleura parietal diperdarahi oleh sirkulasi sistemik, yaitu:
Pembuluh getah bening pleura parietal berhubungan langsung dengan rongga pleura
melalui stomata. Stomata adalah lubang antara sel-sel mesotel dengan diameter 2-12 mikron
dan hanya dapat ditemukan di pleura parietal. Partikel yang besar seperti sel, protein diserap
dari rongga pleura melalui stomata masuk ke dalam saluran getah bening. Gerakan napas
yang bergantian inspirasi dan ekspirasi akan membantu memompakan partikel tersebut dari
stomata sampai ke saluran getah bening.1
Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran
limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan rongga peritoneum. Neergard
mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura sepenuhnya bergantung perbedaan
tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner.1
Perkiraan besar perbedaan tekanan yang memengaruhi pergerakan cairan dari kapiler
menuju rongga pleura. Tekanan hidrostatik pleura parietal sebesar 30 cmH2O dan tekanan
rongga pleura sebesar -5 cmH2O sehingga tekanan hidrostatik resultan adalah 30 – (-5) = 35
cmH2O. Tekanan onkotik plasma 34 cmH2O dan tekanan onkotik pleura 5 cmH2O sehingga
tekanan onkotik resultan 34 – 5 = 29 cmH2O. Gradien tekanan yang ditimbulkan adalah 35 –
5
29 = 6 cmH2O sehingga terjadi pergerakan cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga
pleura. Pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga koefisien filtrasi
pleura viseral lebih kecil dibandingkan pleura parietal. Koefisien filtrasi kecil pleura viseral
menyebabkan resultan gradien tekanan terhadap pleura viseral secara skematis bernilai 0
walaupun tekanan kapiler pleura viseral identik dengan tekanan vena pulmoner yaitu 24
cmH2O.2
6
Bila jumlah efusi pleura
< 100 cc: sulit ditentukan, belum ada gejala, pada foto toraks sinus kostofrenikus
menghilang, dapat terlihat di bagian posterior dan pada foto toraks lateral. Foto
toraks lateral dekubitus dapat membedakan cairan bebas atau penebalan pleura
100 sampai dengan 500 cc: pengurangan volume paru, terjadi gangguan restriksi
ventilasi. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas konkaf dan
lebih tinggi di bagian lateral, disebut meniskus pleura
>500 cc: dapat ditemukan secara klinis, terjadi pergeseran mediastinum ke sisi yang
berlawanan
Terlokalisir: terjadinya karena adesi/perlengketan, dapat interlobus, parietal,
perilobus, subperilobus atau subpulmoner
Secara umum efusi plera dibagi menjadi dua jenis yaitu efusi pleura transudat dan eksudat.
7
Peningkatan kadar protein di dalam rongga pleura akan menambah volume cairan pleura.
Eksudat sering ditemukan unilateral, berbeda dengan transudat sering ditemukan bilateral.2
8
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri
penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus
paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli,
Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan
pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang
terinfeksi keluar dari rongga pleura.
4. Pleuritis tuberkulosa
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis.
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
Selain efusi pleura transudat dan eksudat, terdapat beberapa efusi pleura yang lain di
antaranya:
1. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena
faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan
pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal
dari trauma dinding dada. Hemotoraks biasanya terjadi karena cedera di dada.
Penyebab lainnya adalah:
9
- pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura
- kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
- gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku
secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum
atau selang.3
2. Nanah
Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru
menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
- Pneumonia
- Infeksi pada cedera di dada
- Pembedahan dada
- Pecahnya kerongkongan
- Abses di perut.3
D. PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh hal
sebagai berikut:
Meningkatnya tekanan hidrostatik di dalam sirkulasi mikrovaskuler
Menurunnya tekanan onkotik di dalam sirkulasi mikrovaskuler
Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura
10
Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura
Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening
Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura2
11
hipoproteinemia seperti sindrom nefrotik, sirosis hepatis, anemia berat. Cairan efusi pleura
yang terbentuk adalah transudat.2
12
pleura yang luas pada keganasan terutama disebabkan blok aliran getah bening selain
permeabilitas kapiler yang meningkat.2
Kelainan kongenital saluran getah bening pada Yellow nail syndrome, ditemukan
hipoplasia pembuluh getah bening sehingga aliran getah bening tidak lancar atau pelan.
Menurut Emerson gejalanya yaitu efusi pleura, limfedema, dan kuku kuning. Gejala baru
timbul setelah usia pertengahan karena perkembangannya lambat. Kira-kira 10% efusi pleura
ganas disebabkan oleh limfoma dan lebih sering pada limfoma non Hodgkin. Efusi pleura
pada limfoma karena gangguan aliran getah bening yang disebabkan adenopati mediastinum,
infiltrasi tumor ke pleura atau paru, dan obstruksi pembuluh getah bening torasikus.2
13
E. DIAGNOSIS
Manifestasi Klinis
Batuk
Nyeri dada
Sesak napas4
Pemeriksaan Fisik
Perkusi redup, vocal fremitus menurun, ekspansi dada yang asimetris, dada yang
terdapat efusi akan tertinggal, auskultasi vesikuler melemah sampai redup.
Mediastinum bergeser menjauhi daerah yang efusi pleura4
Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks
Didapatkan gambaran bayangan seperti kurva dengan bagian lateral lebih tinggi dari
medial. Diperlukan foto toraks degan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan
mengikuti posisi gravitasi.4
Torakosentesis
14
santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat karena trauma, infark paru, keganaan dan
adanya kebocoran aneurisa aorta. Kuning kehijuan dan agak purulen menunjukkan
empiema. Merah coklat abses karena amuba.4
Biokimia
Kadar pH dan glukosa rendah pada infeksi, artritis reumatoid, dan neoplasma. Kadar
amilase meningkat pada pankreatitis dan metastasis adenokarsinoma.4
Sitologi
Sel limfosit : infksi kronik seperti pleurtis tuberkulosa atau limfoma maligna
Bakteriologi
Biopsi Pleura
15
16
F. TATALAKSANA
1. Torakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri, dispneu.
Cairan sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru.
2. Antibiotik
3. Pleurodesis
Pemberian obat (tetrasiklin, kalk, bleomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan lapisan pleura dan mencegah akumulasi cairan.
4. Tirah baring
Tirah baring bertujuan menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan aktivitas
akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu.
5. WSD (Water Seal Drainage)
Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau
cairan dari cavum pleura (rongga pleura).5
G. KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan
ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran
pleura tersebut.6
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.6
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.6
17
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps paru.6
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya
(rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan
menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat
mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak
napas dan rasa sakit.6
H. PROGNOSIS
Prognosis dalam efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi ini.
Morbiditas dan mortalitas dari efusi pleura berhubungan langsung dengan penyebab
dan tahap penyakit yang mendasari dan temuan biokimia dalam cairan pleura. Morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan pneumonia dan efusi pleura lebih tinggi dibandingkan pada
pasien dengan pneumonia saja. Efusi parapneumonik yang diatasi, biasanya sembuh tanpa
gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak diobati atau tidak tepat
dalam pengobatan dapat menyebabkan empiema, fibrosis konstriktif, dan sepsis.
Efusi pleura ganas dikaitkan dengan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan
hidup rata-rata empat bulan dan rata-rata kelangsungan hidup kurang dari satu tahun.
Berdasarkan epidemiologi, paling umum keganasan terkait pada pria adalah kanker paru-paru
sementara pada wanita adalah kanker payudara. Survival berkisar 3-12 bulan, tergantung
pada keganasan. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma
atau kanker payudara, lebih mungkin untuk memiliki kelangsungan hidup lama,
dibandingkan yang berasal dari kanker paru-paru atau mesothelioma.
Temuan seluler dan biokimia dalam cairan juga dapat menjadi indikator prognosis. Misalnya,
pH cairan pleura lebih rendah sering dikaitkan dengan stage tumor dan prognosis yang lebih
buruk.4
18
BAB III
KESIMPULAN
1. Cairan pleura merupakan hasil filtrasi kapiler pleura parietal dan kemudian diserap
kembali oleh kapiler pleura viseral dan pembuluh getah bening
2. Efusi pleura terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan dengan
penyerapan kembali cairan pleura, dan juga karena merembesnya cairan dari
peritoneum ke dalam rongga pleura
3. Efusi pleura berbentuk transudat bila lapisan pleura masih utuh dan berbentuk eksudat
bila permeabilitas dinding kapiler pleura meningkat karena proses radang dan lain-
lainnya
4. Efusi pleura dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik, radiologi
toraks, dan torakosentesis
5. Penatalaksanaan efusi pleura meliputi torakosentesis, pemberian antibiotik, tirah
baring, pleurodesis, dan pemasangan WSD
6. Komplikasi yang mungkin terjadi pada efusi pleura antara lain fibrotoraks, atelektasis,
fibrosis paru, kolaps paru dan empiema
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Pratomo, Putra irandi. 2013. Anatomi dan Fisologi Pleura. CDK 205 volume 40 no 6.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran respirasi, FKUI. Jakarta
3. Sudoyo AW. 2011. Efusi Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
5. Yu, Hyeon. Management of Pleural Effusion, Empyema, and Lung Abscess. Semint
Intervent Radiol 2011: 28: 75-86
6. Adams, et al. 2005. Mason: Murray &Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 4th
ed. Elsevier Saunders: USA
7. Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto; Edisi 6. EGC Jakarta
8. Light RW ed. Pleural diseases. 5th ed. Ch2. Physiology of pleural space. tenesse.
Lippincott Williams & Wilkins; 2007
20