Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

Osteoarthritis Genu Dengan Hematemesis e.c Gastropati NSAID

Oleh:
Dimas Bagus Pamungkas
Ops Siagara
Mustafidah

Pembimbing:
dr. Fachrurrazi, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
2015
BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

I. Identitas Pasien
No. RM : 01187726

Nama : Ny. A

Usia : 60 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kampung Cirumput RT 08 RW 02 Desa Lumustunggal

II. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 30 September 2015. Pasien
masuk ruangan teratai lantai 5 pada tanggal 30 September 2015 jam. Data diambil
pada tanggal 30 September 2015

Keluhan utama

Muntah darah sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh muntah darah sejak 2 hari SMRS saat bangun tidur. Darah berwarna
merah kehitaman. Pasien mengaku muntah darah sudah 2 kali sejak kemarin, dan
diperkirakan banyaknya hampir sebotol air mineral besar. Keluhan disertai badan terasa
lemas dan kepala terasa pusing. Pasien menyangkal keluhan nyeri perut sebelumnya, demam,
BAB hitam dan batuk. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit kuning atau liver
sebelumnya. Pasien juga menyangkal pernah melakukan tranfusi darah sebelumnya. Namun
diketahui pasien memiliki riwayat rutin minum obat untuk nyeri sendi ( meloxicam ) selama
lebih dari 2 tahun untuk mengobati nyeri di lutut kaki kanan dan kirinya yang sudah
didiagnosa mengalami radang sendi sejak 2 tahun yang lalu. Saat ini lutut kaki kanannya
dirasakan membengkak dan terasa nyeri bila digerakkan. Sendi lutut kannan dan kirinya juga
sulit untuk digerakkan. Apabila lututnya digerakkan terdengar bunyi “kretek”. Keluhan nyeri
sendi dirasakan berkurang apabila sendi diistirahatkan. Riwayat hipertensi, diabetes melitus,
asma, alergi, dan TB disangkal.

Riwayat Penyakit dahulu

1 tahun yang lalu pasien sempat dirawat dengan keluhan yang sama seperti saat ini.
Riwayat taruma pada sendi lutut disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak terdapat keluhan serupa pada keluarga pasien.

Riwayat sosial

Pasien menyangkal memiliki riwayat memiliki kebiasaan merokok, konsumsis


alkohol, dan premaskuitas.

II. PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 September 2015

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
BB : 60 kg
TB : 160 cm
Tanda vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
o
Suhu : 36,7 C
Pernapasan : 20 x/menit

Kepala : Normocephali, rambut tersebar merata


Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-)
THT : normotia/normotia, kedua liang telinga lapang, sekret -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVP 5- 2 cmH2O
Thoraks
Paru depan
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis scar (-) , massa (-) , emfisema subkutis (-), tidak ada
penggunaan otot bantu nafas

Palpasi : tidak ada benjolan dan emfisema subkutis, tidak ada pelebaran sela
iga, ekspansi dada simetris pada kedua lapang paru, vokal fremitus
simetris
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/-

Paru belakang
Inspeksi : bentuk dada normal, tidak ada scar, benjolan dan emfisema
subkutis, pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : tidak ada benjolan dan emfisema subkutis, tidak ada pelebaran
sela iga, vokal fremitus normal
Perkusi :Sonor /Sonor
Auskultasi :vesikuler +/+, ronkhi-/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra

Batas jantung kiri ICS V linea midklavikula sinistra

Pinggang jantung ICS II linea parasternalis sinistra

Auskultasi : SI SII normal, murmur (-), gallop (-)


Abdomen
Inspeksi : Datar, dilatasi vena tidak ada, scar tidak ada
Palpasi : Hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), tidak ada nyeri ketok CVA
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), crt <3 detik, keempat ekstremitas tidak edema
Status lokalis : look : swelling +/-, feel : nyeri VAS 2, hangat +/-, bulging sign +/-
, undulasi +/-, diameter genu dextra 37 cm dan sinistra 31 cm.
move : ROM terbatas

III. PemeriksaanPenunjang

Lab
Pemeriksaan Hasil NilaiRujukan
30/07/2015 31/07/2015
Hematologi
Hemoglobin 3,6 7,3 13-16 g/dl
Hematokrit 15 24 40-48 %
Leukosit 7400 4300 5.0-10.0 ribu/ul
Trombosit 204 ribu 179 ribu 150-450 ribu/ul
Eritrosit 1,93 juta 2,98 juta 4,5-5,5 juta/ul
LED 2-30 mm/jam
VER/HER/KHER/RDW
VER 75 79,4 82-92 fl
HER 18,9 24,6 27-31 pg
KHER 25,2 30,9 32-36 g/dl
RDW 19,4 18,1

Fungsi Hati

SGOT 23 - <37 U/l


SGPT 16 - <42 U/l
Fungsi Ginjal
Ureum 35 - 20-40 mg/dl
Kreatinin 1,3 - 0,5-15 mg/dl
Glukosa

GDS 130 - ≤200 mg/dl


Elektrolit

Natrium 140 -

Kalium 3,72 -

Klorida 113 -

Serum iron 11 - 65-175 mg/dL


TIBC 234 - 253-435 mg/dl
Retikulosit - 3,4 0,5-1,5 %

Foto RO genu

03/08/2015
Interpretasi Foto RO genu

- Tampak deformitas valgus pada tulang tulang genu kanan


- Tampak sklerotik pada permukaan epikondilus lateralis os tibia dan
femur kanan dan kiri
- Tampak erosi pada permukaan sendi femoro tibial kanan terutama
sisi lateral epikondilus medial os femur kanan
- Curiga garis fraktur pada kondilus lateralis tibia dengan impresi tibial
plateu di kondilus lateral permukaan kondilus femur , tibia ireguler,
terlihat subkondral cyst
- Tampak osteofit pada eminensia interkondilaris, kondilus medial dan
lateral os tibia kanan dan kiri serta pada patella
- Sendi femorotibial kanan kiri tampak meneyempit
- Jaringan lunak edema ringan
Kesan :
- OA genu kanan grade IV dengan arthritis genu kanan post fraktur
tibial sisi lateral
- OA genu kiri grade III

IV Resume

Pasien mengeluh muntah darah sejak 2 hari SMRS saat bangun tidur. Darah berwarna merah
kehitaman. Pasien mengaku muntah darah sudah 2 kali sejak kemarin, dan diperkirakan
banyaknya hampir sebotol air mineral besar. Keluhan disertai badan terasa lemas dan kepala
terasa pusing. Diketahui pasien memiliki riwayat rutin minum obat untuk nyeri sendi (
meloxicam ) selama lebih dari 2 tahun untuk mengobati nyeri di lutut kaki kanan dan kirinya
yang sudah didiagnosa mengalami radang sendi sejak 2 tahun yang lalu. Saat ini lutut kaki
kanannya dirasakan membengkak dan terasa nyeri bila digerakkan. Sendi lutut kannan dan
kirinya juga sulit untuk digerakkan. Apabila lututnya digerakkan terdengar bunyi “kretek”.
Keluhan nyeri sendi dirasakan berkurang apabila sendi diistirahatkan.

Pemeriksaan fisik pada tanggal 30 Juli 2015 didapati tanda vital TD 140/80 mmHg, nadi 100
x/menit, laju pernapasan 20 x/menit , suhu 36,7oC. Kelainan yang didapat yakni konjungtiva
anemis (+), pada status lokalis didapatkan pada genu dextra membengkak, dengan ukuran
genu dextra lebih besar daripada genu sinistra, hiperemis, terdapat krepitasi pada genu dextra
dan sinistra. ROM pada kedua genu terbatas.

Pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan laboratorium awal masuk igd didapati penurunan
kadar hemoglobin 3,6 g/dl, penurunan Ht 15 % dan penurunan eritrosit 1,93 juta. Selain itu,
juga didapatka penurunan pada VER, HER, KHER dan RDW berturut-turut 75 fl, 18,9 pg,
25,2 g/dl dan 19,4%. Kadar serum iron juga mengalami penurunan 11 mg/dL dan TIBC
234mg/dL. Pemeriksaan ulang tanggal 31 juli didapatkan leukosit 4300/ul dan nilai eritrosit
2,98 jutau. Untuk nilai VER, HER, KHER, dan RDW berturut-turut 79,4 fl, 24,6 pg, 30,9
g/dL dan 18,1 %. Retikulosit mengalami peningkatan yaitu 3,4 %.

Pada foto rontgen genu, didapatkan kesan OA genu kanan grade IV dengan arthritis genu
kanan post fraktur tibial sisi lateral, OA genu kiri grade III.

V Daftar masalah

1. Muntah darah
Atas dasar : - Anamnesis : Hematemesis sejak 2 hari SMRS, dengan frekuensi 2 kali
sebanyak hampir sebotol air mineral besar, riwayat minum meloxicam rutin selama 2
tahun, riwayat sakit liver, transfusi dan konsumsi alkohol tidak ada. Riwayat sakit
maag disangkal
-Pemeriksaan fisik : sklera ikterik negatif, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan
abdomen negatif
-Pemeriksaan penunjang : SGOT 23 U/l dan SGPT 20 U/dl
Asessment: Hematemesis et causa gastropati NSAID dd gastritis erosif
Rencana diagnosis : endoskopi
Rencana terapi :
- terapi nonfarmokologis:
1. menghentikan penggunaan meloxicam
2. diet lunak
- terapi farmakologi
1. Sukralfat 4 x 15 mg
2. Omeprazol 2x 40 mg
3. Transamin 3x 500 mg
2. Anemia
Atas dasar :
Anamnesis : Hematemesis sejak 2 hari SMRS, dengan frekuensi 2 kali
sebanyak hampir sebotol air mineral besar
Pemeriksaan fisik :Terdapat konjungtiva anemis
Lab : : Hemoglobin 3,6 gr/dL (↓), Ht 15% (↓), Eritrosit 1,93 juta (↓) ,
retikulosit 3,4%, VER 75 fl(↓), HER 18,9pg(↓), KHER 25,2 g/dL (↓), dan
RDW 19,4 (> 14), serum iron 11 mg/dL (↓) dan TIBC 234 mg/dL (↓),
Retikulosit 3,4 % (↑)
Assesment : Anemia mikrositik hipokrom et causa GI loss
Rencana diagnosis : sediaan apus darah tepi.
Rencana terapi :
- Transfusi PRC 1000cc ( target Hb  10 gr/dL)
- Sulfos ferrosus 4x 200mg

3. Nyeri sendi
Atas dasar :
Anamnesis :Usia 60 tahun, arthalgia sejak 2 tahun, bengkak sendi, nyeri saat
digerakkan dan mereda saat istirahat, krepitasi (+), kekakuan sendi
Pemeriksaan fisik:: look : swelling +/-, feel : nyeri VAS 2, hangat +/-, bulging
sign +/-, undulasi +/-, diameter genu dextra 37 cm dan sinistra 31 cm. move :
ROM terbatas
Radiologi : OA genu kanan grade IV dengan arthritis genu kanan post fraktur
tibial sisi lateral, OA genu kiri grade III
Assesment :OA genu dextra dan sinistra dd artritis septik
Rencana diagnosis: Analisa cairan sinovial
Rencana terapi :
- Nonfarmakologi:
1. Edukasi pasien
2. Program penatalaksanaan mandiri : modifikasi gaya hidup
3. Bila berat badan lebih ( BMI > 25 ), dilakukan penurunan berat
badan. Minimal penurunan berat badan 5 %, dengan target BMI
18,5 – 25.
4. Program latihan aerobic
5. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot – otot, dan alat bantu gerak sendi.
6. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,
menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas
fisik sehari – hari.

-Farmakologi

1. Paracetamol 3x 500 mg (prn)

2. Injeksi steroid intraartrikular

3.Aspirasi cairan sinovial

4. Konsul ortopedi

VIII Prognosis

ad vitam : ad bonam

ad functionam : dubia ad malam

ad sanactionam : dubia ad malam


BAB 2

PEMBAHASAN

Pasien mengeluh muntah darah sejak 2 hari SMRS saat bangun tidur. Darah berwarna merah
kehitaman. Pasien mengaku muntah darah sudah 2 kali sejak kemarin, dan diperkirakan
banyaknya hampir sebotol air mineral besar. Keluhan disertai badan terasa lemas dan kepala
terasa pusing. Diketahui pasien memiliki riwayat rutin minum obat untuk nyeri sendi (
meloxicam ) selama lebih dari 2 tahun untuk mengobati nyeri di lutut kaki kanan dan kirinya
yang sudah didiagnosa mengalami radang sendi sejak 2 tahun yang lalu. Saat ini lutut kaki
kanannya dirasakan membengkak dan terasa nyeri bila digerakkan. Sendi lutut kanan dan
kirinya juga sulit untuk digerakkan. Apabila lututnya digerakkan terdengar bunyi “kretek”.
Keluhan nyeri sendi dirasakan berkurang apabila sendi diistirahatkan.

Pemeriksaan fisik pada tanggal 30 Juli 2015 didapati tanda vital TD 140/80 mmHg, nadi 100
x/menit, laju pernapasan 20 x/menit , suhu 36,7oC. Kelainan yang didapat yakni konjungtiva
anemis (+), pada status lokalis didapatkan pada genu dextra membengkak, dengan ukuran
genu dextra lebih besar daripada genu sinistra, hiperemis, terdapat krepitasi pada genu dextra
dan sinistra. ROM pada kedua genu terbatas.

Pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan laboratorium awal masuk igd didapati penurunan
kadar hemoglobin 3,6 g/dl, penurunan Ht 15 % dan penurunan eritrosit 1,93 juta. Selain itu,
juga didapatka penurunan pada VER, HER, KHER dan RDW berturut-turut 75 fl, 18,9 pg,
25,2 g/dl dan 19,4%. Kadar serum iron juga mengalami penurunan 11 mg/dL dan TIBC
234mg/dL. Pemeriksaan ulang tanggal 31 juli didapatkan leukosit 4300/ul dan nilai eritrosit
2,98 jutau. Untuk nilai VER, HER, KHER, dan RDW berturut-turut 79,4 fl, 24,6 pg, 30,9
g/dL dan 18,1 %. Retikulosit mengalami peningkatan yaitu 3,4 %.

Pada foto rontgen genu, didapatkan kesan OA genu kanan grade IV dengan arthritis genu
kanan post fraktur tibial sisi lateral, OA genu kiri grade III.

Keluhan muntah darah yang dialami pasien diperkirakan disebabkan oleh gastropati akibat
konsumsi NSAID, hal ini didasarkan atas pengakuan pasien yang rutin mengkonsumsi
meloxicam untuk keluhan nyeri sendi kanan dan kirinya yang sudah berlangsung selama 2
tahun. Sementara penyebab hematemesis lainnya seperti pecah varises esofagus akibat sirosis
hepatis disangkal, riwayat sakit kuning disangkal, riwayat konsumsi alkohol atau penggunaan
jarum suntik disangkal. Sehingga pasien didiagnosa hematemesis e.c. gastropati NSAID. Hal
tersebut juga sesuai dengan efek samping dari kerja NSAID yang menghambat enzim COX –
1 dan COX – 2 yang nantinya berfungsi menghasilkan prostaglandin yang memiliki kegunaan
melindungi lambung dari peningkatan asam lambung, sehingga pada pengunaan NSAID
jangka panjang akan memiliki resiko perdarahan pada lambung dan menimbulkan
hematemesis. Dan untuk menatalaksana keluhan hematemesis pasien diberikan
antifribrinolitik yaitu transamin yang berisi asam tranexamat, hal ini ditujukan untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi pada pasien.

Selain itu perdarahan yang terjadi pada pasien menyebabkan anemia mikrositik hipokrom, hal
ini didasarkan atas nilai Hemoglobin 3,6 gr/dL Ht 15%, Eritrosit 1,93 juta, retikulosit 3,4%,
VER 75 fl, HER 18,9pg, KHER 25,2 g/dL, dan RDW 19,4. serum iron 11 mg/dL dan TIBC
234 mg/dL. Untuk menatalaksana masalah ini pasien dilakukan tranfusi PRC sebanyak 1000
cc, hal ini bertujuan meningkatkan Hb pasien sesuai targetnya yaitu 10 g/dL. Selain itu pasien
juga dipertimbangkan diberikan suplemen besi yaitu sulfas ferrosus, hal ini didasari atas nilai
serum iron yang rendah dan perbandingan serum iron dan TIBC yang < 20 %.

Sementara itu untuk keluhan nyeri sendi yang dialami pasien didiagnosa ostearthritis genu
dekstra dan sinistra. Hal ini didasarkan atas usia 60 tahun, arthalgia sejak 2 tahun, bengkak
sendi, nyeri saat digerakkan dan mereda saat istirahat, krepitasi (+), kekakuan sendi.
Pemeriksaan fisik:: look : swelling +/-, feel : nyeri VAS 2, hangat +/-, bulging sign +/-,
undulasi +/-, diameter genu dextra 37 cm dan sinistra 31 cm. move : ROM terbatas. Kesan
radiologi OA genu kanan grade IV dengan arthritis genu kanan post fraktur tibial sisi lateral,
OA genu kiri grade III. Hal ini sesuai dengan criteria diagnosis OA dari ACR ( American
Collage of Rheumatology), dimana pada pasien ini terdapat nyeri sendi lulut dan memenuhi 3
dari 6 berdasarkan criteria klinis, antara lain krepitasi saat gerakan aktif, kaku sendi < 30
menit, dan usia > 50 tahun. Selain itu, pada pasien ini, juga memenuhi criteria klinis dan
radiologi, dimana pada pasien didapatkan nyeri sendi lutut serta terdapat osteofit disertai
dengan kaku sendi yang berlangsung selama < 30 menit, usia > 50 tahun dan krepitasi saat
gerakan aktif.
Untuk menatalaksana keluhan ini dapat dilakukan terapi nonfarmakologi berupa edukasi
pasien, program penatalaksanaan mandiri: modifikasi gaya hidup, bila berat badan lebih (
BMI > 25 ), dilakukan penurunan berat badan. Minimal penurunan berat badan 5 %, dengan
target BMI 18,5 – 25. Program latihan aerobic, Terapi fisik meliputi latihan perbaikan
lingkup gerak sendi, penguatan otot – otot, dan alat bantu gerak sendi. Terapi okupasi
meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi
untuk aktivitas fisik sehari – hari. Sementara itu untuk terapi farmakologinya dapat diberikan
antipiretik lain seperti paracetamol ketika sendi terasa nyeri. Namun apabila harus diberikan
NSAID maka direkomendasikan diberikan bersama dengan obat obatan gastroprotektor.
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan


struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.Pada umumnya
penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan
usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain
usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Osteoartritis merupakan suatu
penyakit dengan perkembangan slow progressive, ditandai adanya perubahan
metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah kerusakan
rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan
osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang
bersangkutan membentuk efusi.(1)

3.2 Epidemiologi OA

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum
di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-
tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum
dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)
menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% .
Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut
kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya
pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak
24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.(2)
3.3 Faktor Resiko
Faktor risiko OA, terbagi menjadi menurut faktor predisposisi dan faktor
biomekanik.(3)

a. Faktor Predisposisi
i. Faktor Demografi
- Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar
sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi
kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi Framingham menunjukkan
bahwa 27% orang berusia 63 – 70 tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut,
yang meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih.Studi lain membuktikan
bahwa risiko seseorang mengalami gejala timbulnya OA lutut adalah mulai usia 50
tahun. Studi mengenai kelenturan pada OA telah menemukan bahwa terjadi penurunan
kelenturan pada pasien usia tua dengan OA lutut.
- Jenis kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan
perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi
menderitaOA dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang
setelah menginjak usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 –
80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon estrogen yang signifikan.
- Ras / Etnis
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko
menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. Suatu studi
lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA
dibandingkan kulit putih.
ii. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat
diturunkan.
iii. Faktor Gaya Hidup
- Kebiasaan Merokok
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara
merokok dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya
kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi.
Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA lutut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.
2. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang
rawan.
3. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah,
menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambatpembentukan tulang
rawan.Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memiliki
efek protektif terhadap kejadian OA lutut. Hal tersebut diperoleh setelah
mengendalikan variabel perancu yang potensial seperti berat badan.
- Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D
memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.

iv. Faktor Metabolik


- Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama
berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan
melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan
bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5
kg berat badan), rasio odds untuk menderita OA lutut secara radiografik meningkat
sebesar 1,36 poin. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat tubuh akan
meningkatkan risiko menderita OA lutut. Kehilangan 5 kg berat badan akan
mengurangi risiko OA lutut secara simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian
juga peningkatan risiko mengalami OA lutut yang progresif tampak pada orang-orang
yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian tubuh tertentu.
- Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan
mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. Suatu
studi menunjukkan bahwa terdapat kasus OA lutut tinggi pada
penderita osteoporosis.
- Penyakit Lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas.
- Histerektomi
Prevalensi OA lutut pada wanita yang mengalamipengangkatan rahim lebih
tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga
berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen
setelah dilakukan pengangkatan rahim.
- Menisektomi
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani
menisektomi.4 Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan
telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut.40 Hal tersebut
dimungkinkan karena beberapa hal berikut ini :
1. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan berlebih pada
tulang rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA lutut.
2. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan robekan
mungkin menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar
daripada mereka yang tidak melakukan menisektomi.

b. Faktor Biomekanis
i. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan
meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham menemukan
bahwa orang dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi
untuk menderita OA lutut.10 Hal tersebut biasanya terjadi pada kelompok usia yang
lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama dan pengangguran.
ii. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease dan displasia
asetabulum. Kelemahan otot kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut
termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.
iii. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat,terutama yang banyak
menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita
OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada
pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja
administrasi.4,16 Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan
kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.
iv. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan
jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan
faktor risiko OA lutut.
v. Kebiasaan olah raga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari
maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut. Kelemahan
otot kuadrisep primer merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses
menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang menyerap materi otot. Tetapi,
di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas minim sehari-hari juga berisiko
mengalami OA lutut. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan sendi
akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi juga berkurang. Hal
tersebut akan mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan.

3.4 Etiologi

Menurut etiologi, OA terbagi menjadi: (4,5)

1. OA primer
OA primer disebut juga sebagai OA idiopatik yang kausanya tidak diketahui
dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun perubahan local pada
sendi. Jenis OA primer, lebih sering ditemukan dibandingkan OA sekunder
2. OA sekunder
Jenis sekunder, terjadi lebih sering jika dibandingkan dengan tipe primer atau
idiopatik, dimana banyak dari jenis trauma, deformitas dan penyakit yang mampu
menyebabkan lesi pada kartilago dan menyebabkan degenerasi sendi sekunder.
Keadaan-keadaan yang mempu menyebabkan degenerasi yang progresif dari tipe
sekunder antara lain :
-Abnormalitas congenital dari sendi : dislokasi congenital dari sendi panggul
-Infeksi sendi : arthritis septic, arthritis tuberkulosa
-Gangguan inflamasi nonspesifik : arthritis rheumatoid, ankilosis spondilitis
-Artritis metabolic : gout, pseudogout, ochronosis
-Hemartrosis berlulang : hemophilia
-Injury : Trauma mayor( fraktur intra-artrikular), Mikrotrauma
-Instabilitas sendi : subluksasi

3.5 Fisiologi sendi

Tulang rawan artikular terdiri dari dua jenis makromolekul utama: proteoglikan
(PG), yang bertanggung jawab untuk kemampuannya dalam menahan beban, dan
kolagen, yang menyediakan kekuatan dan ketahanan terhadap pergeseran. Selain itu,
tulang rawan juga mengandung keluarga metaloproteinase matriks (MMPs), termasuk
stromelysin, kolagenase, dan gelatinase, yang dapat menurunkan semua komponen
matriks ekstraselular pada pH netral.. Tingkat aktivitas MMP di tulang rawan
tergantung pada keseimbangan antara aktivasi proenzim dan penghambatan enzim aktif
oleh inhibitor jaringan.

Turn over tulang rawan yang normal dipengaruhi melalui sebuah kaskade
degradatif ; dengan pemicunya adalah interleukin (IL) 1, sitokin yang diproduksi oleh
sel mononuklear (termasuk sel lapisan sinovial) dan oleh kondrosit. IL-1 menstimulasi
sintesis dan sekresi dari MMPs laten dan aktivator plasminogen jaringan. Plasminogen,
substrat untuk enzim yang terakhir, dapat disintesis oleh kondrosit atau dapat masuk
tulang rawan dari cairan sinovial.

Baik plasminogen maupun stromelysin mungkin memainkan peran dalam


aktivasi MMPs laten. Selain efek katabolik pada tulang rawan, IL-1 Menekan PG
sintesis oleh kondrosit dan menghambat perbaikan matriks

Keseimbangan sistem terletak pada inhibitor dari enzim yang mendegradasi,


misalnya, tissue inhibitor of metaloproteinase (TIMP) dan plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1), yang disintesis oleh kondrosit dan membatasi aktivitas degradatif
MMPs dan activator plasminogen. Jika TIMP atau PAI-1 hancur atau ada dalam
konsentrasi yang relative kurang jika dibandingkan dengan enzim aktif, stromelysin dan
plasmin bebas untuk bertindak pada substrat matriks, dimana Stromelysin dapat
menurunkan inti protein dari PG dan mengaktifkan kolagenase laten. Konversi
stromelysin laten untuk aktif, sangat merusak protease oleh plasmin menjadi
mekanisme kedua untuk matriks degradasi.

Hilangnya matrix kartilago pada OA, selain disebabkan oleh faktor penggunaan,
juga dipengaruhi oleh jumlah yang banyak dari MMPs, dimana sintesis dan sekresinya
di stimulasi oleh IL-1 atau faktor lain seperti stimulus mekanis.(6)

3.6 Patofisiologi OA
Adanya faktor-faktor risiko ( berupa faktor risiko sistemik seperti usia, jenis
kelamin, suku genetic, dan faktor risiko biomekanik seperti cedera, obesitas dan
pekerjaan) menyebabkan kerusakan sendi melalui tiga mekanisme yaitu, peningkatan
matrix mettaloprotease (MMP), inflamasi pada membrane synovial dan stimulasi
produksi nitrit oxide ). (7)
a. Peningkatan MMP
Collagenase, sebuah enzim MMP bertanggung jawab atas degradasi kolagen. Begitu
juga stromelysin bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan. Sebuah enzim yang
disebut aggrecanase juga bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan
b. Inflamasi membrane synovial
Sintesis mediator-mediator seperti interleukin 1 beta (IL1) dan TNF alfa pada
membrane synovial menyebabkan degradasi tulang rawan. Sitokin ini, mampu
mengingkatkan sintesis enzim MMP, menghambat sintesis fisiologis utama inhibitor
dan menghambat sintesis bahan-bahan matriks misalnya kolagen dan proteoglikan.
Aksi IL-1 dan TNF-alpha pada proses enzim, dikombinasikan dengan penekanan
sintesis matriks, menghasilkan degradasi yang parah dalam tulang rawan.
c. Stimulasi produksi nitric oxide
Disamping 2 mekanisme diatas, terdapat mekanisme lain dimana IL-1 memunculkan
efek yang dapat menyebabkan inflamasi dengan menstimulasi produksi nitricoxide
(NO). NO juga dapat menghambat produksi kolagen dan sintesis proteoglikan
Peningkatan degradasi kolagen, akan mengubah keseimbangan metabolisme
rawan sendi, dimana produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini akan berakumulasi
di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respon imun yang
menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara sintesis dan pemecahan
matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataanya lebih rendah dibandingnormal, yaitu
0,29 dibanding 1.

Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan thrombus and
komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebbakan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator
kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menyebabkan bone
angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensible yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit ini juga dapat berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin, dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot
ekstraartrikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla
spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler
karena proses remodeling pada trabekula dan subkondral.(6)

3.7 Manifestasi Klinis

Riwayat penyakit(4)

1. Nyeri sendi
Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada
OA servikal dan lumbal
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin memberat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya nyeri
3. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti
duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun
tidur
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang) dapat terdengar pada sendi yang sakit
5. Pembesaran sendi ( deformitas)
6. Perubahan gaya berjalan

Pemeriksaan fisik(4)

1. Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini. Biasanya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu gerakan saja)
2. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa.Gejala mungkin timbul karena gesekan 2 permukaan tulang sendi pada saat
sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi
3. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetri
Pembangkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak
banyak (< 100cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah
permukaan sendi
4. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda ada peradangan pada sendi ( nyeri sendi, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya
sinovitis.Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul belakangan, seringkali
dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
5. Perubahan bentuk ( deformitas) sendi yang permanen.
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubhanan permukaan
sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubhanan pada tulang dan permukaan
sendi.
6. Perubahan gaya berjalan
Keadaan ini hamper ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan. Terutama dijumpai pada OA,sendi paha dan OA tulang belakang dengan
stenosis spinal. Pda sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan,
OA juga menimbulkan gangguan fungsi.

3.8 Kriteria diagnosis

Dalam mendiagnosa osteoarthritis ( OA ), biasanya digunakan acuan berupa klasifikasi


diagnosis berdasarkan kriteria ACR ( American Collage of Rheumatology ), sebagai
berikut :

Kriteria diagnosis OA sendi lutut :

 Berdasarkan kriteria klinis : sensitivitas 95 % dan spesifitas 69 %


Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 klasifikasi di bawah ini :
1. Krepitasi saat gerakan aktif
2. Kaku sendi < 30 menit
3. Umur > 50 tahun
4. Pembesaran tulang sendi lutut
5. Nyeri tekan tepi tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut

Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis : sensitivitas 91 % dan spesifitas 86 %


Nyeri sendi lutut dan adanya osteofit dan paling sedikit 1 dari kriteria dibawah ini :
1. Kaku sendi < 30 menit
2. Umur > 50 tahun
3. Krepitasi pada gerakan sendi aktif

Berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium : sensitivitas 92 % dan spesifitas 75 %


Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini :
1. Usia > 50 tahun
2. Kaku sendi < 30 menit
3. Krepitasi pada gerakan aktif
4. Nyeri tekan tepi tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi yang terkena
7. LED < 40 mm/jam
8. RF < 1:40
9. Analisis cairan sinovium sesuai OA

Kriteria diagnosis OA sendi tangan :

 Berdasarkan kriteria klinis : sensitivitas 92 % dan spesifisitas 98 %


Nyeri, ngilu atau kaku pada tangan dan paling sedikit 3 dari 4 kriteria dibawah ini :
1. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi – sendi tangan dibawah ini :
Sendi distal interfalang ke 2 dan ke 3
Sendi proksimal interfalang ke 2 dan ke 3
Dan sendi pertama karpometakarpofalang kedua tangan
2. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi distal interfalang
3. Kurang dari 3 pembengkakan sendi metakarpofalang
4. Deformitas sedikitnya pada 1 dari 10 sendi – sendi tangan pada kriteria 2 diatas

Kriteria diagnosis OA panggul

 Berdasarkan kriteria klinis dan laboraturium : sensitivitas 89 % dan spesifisitas 91 %


Nyeri pada sendi panggul / kaksa dan paling sedikit 1 dari 2 kelompok kriteria dibawah
ini :
1. Rotasi internal sendi panggul < 15o disertai LED ≤ 45 mm/jam atau fleksi sendi
panggul ≤115o ( jika LED sulit dilakukan )
2. Rotasi internal sendi panggul  15o disertai rasa nyeri yang terkait pergerakan rotasi
internal sendi panggul, kekauan sendi panggul pagi hari ≤ 60 menit, dan usia > 50 tahun

 Berdasarkan kriteria klinis, laboratoris dan radiologis : sensitivitas 89 % dan spesifisitas


91 %
Nyeri pada sendi panggul / koksae dan paling sedikit 2 dari 3 kriteria dibawah ini :
1. LED < 20 mm pada jam pertamma
2. Osteofit pada femoral dan atau asetabular pada gambaran radiologis
3. Penyempitan celah sendi secara radiologis

3.9 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan OA antara lain :(9)

1. Mengurangi / mengendalikan nyeri


2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

Dalam memenuhi tujuan dari penatalaksanaan OA biasanya dipakai rekomendasi


yang dikeluarkan ACR pada tahun 2000 tentang tata laksana OA, sebagai
berikut :
 Tahap pertama : terapi non farmakologi
a. Edukasi pasien
b. Program penatalaksanaan mandiri : modifikasi gaya hidup
c. Bilaberat badan lebih ( BMI > 25 ), dilakukan penurunan berat badan. Minimal
penurunan berat badan 5 %, dengan target BMI 18,5 – 25.
d. Program latihan aerobik
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot –
otot, dan alat bantu gerak sendi.
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan
splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari – hari.
 Tahap kedua : terapi farmakologi
Pendekatan terapi awal :
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah
satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi penggunaan obat
tersebut :
1. Acetaminophen ( < 4 gram / hari )
2. OAINS

Untuk pasien dengan resiko pada sistem pencernaan ( usia > 60 tahun, disertai
penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat
perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau
antikoagulan ), dapat diberikan juga obat gastro protektor.

b. Untuk OA dengan nyeri sedang hinggga berat, dan disertai pembengkakan


sendi, aspirasi cairan sinovium dan tindakan injeksi glukokortikoid
intraartikular ( misalnya triamsinolon hexatonide 40 mg ) untuk penangan
nyeri jangka pendek ( 1 – 3 mingggu ) dapat diberikan, selain pemberian
OAINS per oral.

Pendekatan terapi alternatif :

Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat :

a. Dapat diberikan tramadol 200 – 300 mg dalam dosis terbagi


b. Dapat dilakukan terapi kombinasi, contohnya paracetamol dengan kodein.
 Tahap ketiga :
Indikasi untuk tidakan lebih lanjut :
1. Adanya kecurigaan terjadinya artritis inflamsi, efusi sendi, ataupun bursitis
serta memerlukan tindakan aspirasi diagnostik dan terapeutik
2. Adanya kecurigaan atau terbukti terjadi artritis septik dan memiliki resiko
sepsis.

3.10 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien OA dapat terjadi akibat penggunaan obat anti
nyeri atau tindakan pengobatan lain ataupun diakibatkan perjalanan penyakit itu
sendiri. Komplikasi yang disebabkan penggunaan obat anti nyeri merupakan hal yang
paling sering terjadi, contohnya gastropati NSAID yang ditandai adanya perdarahan
saluran cerna, oleh karena itu perlu pemantaun dan penyesuian dosis OAINS serta
pemberian obat – obatan gastroprotektor. Sementara itu komplikasi yang disebabkan
oleh perjalanan penyakit itu sendiri antara lain bursitis, artritis septik, osteonekrosis
spontan, atropati, dan lain – lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Poole A.R. Cartilage in Health and Disease. In : Arthritis and AlliedConditions. Text
Book of Rheumatology. 4th Edition. Editor : KoopmanW.J. Lippincot Williams &
Wilkins. Philadelphia, 2001 : 226 – 284.
2. Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In :Rheumatology.
United Kingdom : Mosby – Year Book Europe Limited,1994 : 2.1 – 10.6.
3. Felson D.T, Zhang Y., Hannan M.T., et al. The Incidence and NaturalHistory of Knee
Osteoarthritis in the Elderly : The FraminghamOsteoarthritis Study. Arthritis
Rheumatology; 1995; 38 : 1500 – 5.

4. Reksodiputro AH, Madjid A, Rachman M, Tambunan S, Rani A, Nurman, dkk. Buku


ajar ilmu penyakit dalam. V Ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009
5. Salter RB. Textbook of disorder and injuriens of the musculoskeletal system. 3rd ed.
USA: William & Wilins; 1999.
6. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s:
Principle of internal medicine.16th ed. USA: McGrawhill;2005.
7. Current perspective on osteoarthritis: focus on therapeutic afficacy of Diacerein..
http://medmatterz.com/OA4.htm#6
8. Firesteein GS, Budd RC, Gabriel SE, Mcinnes IB, O’deill DR. Kelley’s textbook
rheumatology: Text book of rheumatology. 9th ed. Elsevier: China; 2013.
9. Hochberg MC, Altman RD, April KT, Benkhalti M, Guyatt G, McGowan J, et al.
American collage of rheumatology 2012 recommendation for the use
nonpharmacologic and pharmacologic therapies in osteoarthritis of the hand, hip and
knee. Arhtritis Care Res. 2012: 64(4): 465-74

Anda mungkin juga menyukai