Anda di halaman 1dari 3

KEJUJURAN AKADEMIK

START HERE

 Profil

 Literasi Sosial

 Literasi Demokrasi & Pemilu

 Sekedar Kontemplasi

 Dokumentasi

 Publikasi

Report this ad

Dimanapun dan sampai kapanpun, yang namanya kejujuran adalah sesuatu yang mutlak yang
harus dimiliki oleh setiap manusia. Dengan kejujuran niscaya seseorang akan dapat mengisi
hidup dan kehidupannya dengan baik. Kejujuran adalah apa yang dilakukan oleh seseorang
sesuai dengan seberapa besar orang tersebut memahami dan memaknai otentitas sesuatu dari
aktivitas kehidupan yang dilakukannya. Itulah ukuran tentang seberapa besar nilai kualitas hidup
seseorang. Bangsa ini menjadi terdegradasi kualitas moral kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakatnya pun salah satu sebab yang signifikan berasal dari masalah kejujuran tersebut.

Kejujuran dengan kata lain menjadi salah satu tolok ukur dalam setiap aktivitas kehidupan, tidak
terkecuali dalam lingkungan dunia pendidikan-pun, masalah kejujuran menjadi salah satu
indikator keberhasilan dalam proses kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan. Alih-alih ingin
memperoleh hasil yang maksimal dan positif, namun jika dilakukan secara tidak jujur maka
implikasinya tetap saja tidak akan baik. Walaupun dikatakan lembaga pendidikan dikatakan
berhasil, namun sejatinya keberhasilan tersebut adalah keberhasilan yang semu, Sebab proses
menuju keberhasilan tersebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur.

Diberbagai tingkatan dalam dunia pendidikan, juga sering kita alami praktek-praktek
ketidakjujuran tersebut. Salah satu bentuk ketidakjujuran yang terdapat di lingkungan dunia
pendidikan, khususnya di lembaga pendidikan tinggi kerap dilakukan oleh dosen maupun
mahasiswa. Misalnya melakukan plagiasi atau menyontek. Bahkan masalah ketidak jujuran
tersebut juga kerap pula menghinggapi lembaga pendidikan, misalnya berupa penegasian dan
membuat simplifikasi-absurd standarisasi kompetensi dan kualifikasi kurikulum.

Kita harus menyadari bahwa persoalan kejujuran akademik, sampai kapanpun tetap akan selalu
ada. Sebab kejujuran akademik adalah masalah kejujuran hati nurani. Biar bagaimanapun
kebijakan yang digulirkan lembaga pendidikan dengan tujuan mengeliminir setiap ruang
ketidakjujuran, namun tetap saja sebenarnya yang bisa mengontrol kejujuran akademik tersebut
adalah diri pribadi pelaku dalam dunia pendidikan itu sendiri. Sekali lagi keberhasilan karir
seseorang dalam dunia pendidikan, jika ia melandaskan diri dari aktivitas ketidakjujuran dalam
memperoleh hasil akademis, maka sejatinya ia berdiri pada hasil yang semu. Tidak akan bisa
dinikmati secara hakiki. Sampai kapanpun kepalsuan atas apa yang dilakukan, akan senantiasa
terus teringat selama hidup. Itu artinya siapapun orangnya, jika ia melakukan ketidakjujuran
akademik, ia akan selalu mengingat peristiwa itu, yang pada akhirnya membuat
ketidaknyamanan dalam memori hidupnya sendiri.

Kejujuran Akademik Dalam Perspektif Tri Dharma Perguruan Tinggi

Mahasiswa yang berhasil melalui cara-cara yang tidak jujur dengan cara menyontek karya orang
atau plagiasi hasil karya akademiknya, akan senantiasa dirasakan dalam bentuk ketidakcakapan
(incompetency) dalam dunia kerja atau dalam praktek-praktek lainnya dalam kehidupannya
kelak. Dengan kata lain bisa jadi ia berhasil dalam nilai, namun tidak akan mendapat tempat
dalam kapasitas hidupnya dimata orang lain, lebih-lebih dalam dunia kerja. Sebab nilai yang
diperoleh adalah palsu.

Bagaimana dengan dosen yang melakukan ketidakjujuran akademik ? Jika kita menelaah peran
dosen sesuai dengan pola aplikasi dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, kita bisa melihatnya
dalam praktek-praktek sebagai berikut :

Dalam dunia pengajaran misalnya, dosen yang melakukan kejujuran akademik adalah dosen
yang senantiasa melakukan kegiatan pengajarannya sesuai dengan latar belakang keilmuan dan
kompetensi atau keahlian yang dimilikinya, ia menguasai materi kuliah dan memberikan materi
kuliah sesuai konteks kurikulum yang dibebankan oleh lembaga kepada dosen yang
bersangkutan. Mengusai materi kuliah juga tidak cukup, ia juga otentik terhadap bahan ajarnya,
sehingga materi yang disampaikannya juga relevan dengan content dan kualifikasi mata kuliah
yang diajarkan. Dosen yang melakukan ketidakjujuran secara akademik, dapat dilihat dari
perspektif ini, yaitu kerap tidak menguasai materi mata kuliah, tidak cakap memberikan apresiasi
perkuliahan kepada mahasiswa karena tidak memiliki otentitas sikap, sifat, dan referensi
memadai terhadap bahan ajarnya yang berimplikasi kepada tidak kredibelnya dosen dimata
mahasiswa. Dosen yang tidak melakukan kejujuran akademik juga dapat dilihat dari ketidak
sesuaian dan ketidakmaksimalan seorang dosen mengelola waktu beban akademik yang
diberikan dalam muatan mata kuliah yang diajarkannya kepada mahasiswa yang berimplikasi
kepada tidak maksimalnya proses transformasi keilmuan yang didapatkan mahasiswa.

Kegiatan penelitian sebagai salah satu aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi juga dapat kita lihat
dari aktivitas yang dilakukan oleh dosen. Bentuk-bentuk penelitian yang dilakukan oleh dosen
amatlah beragam. Dan salah satu kegiatan penelitian yang dilakukan oleh dosen adalah
menghasilkan kontribusi berupa karya-karya ilmiah dan hasil studi. Baik berupa hasil objek
aplikatif yang dilakukan oleh dosen di masyarakat, maupun berupa karya-karya akademis
semisal buku dan tulisan-tulisan ilmiah. Faktor ini menjadi penting mengingat salah satu
indikator jenjang kepangkatan akademik, dan kredibilitasnya seorang dosen adalah ketika ia
berhasil memberikan berbagai kontribusi berupa hasil karya akademik secara ilmiah dan diakui
oleh komunitas ilmiah.

Dosen yang melakukan kejujujuran akademik adalah dosen yang senantiasa melakukan proses
kegiatan penelitian tersebut secara otentik. Kaidah, prosedur, metodologi dan kode etik ilmiah
dalam kegiatan penelitian kerap senantiasa dijunjung tinggi tanpa menegasikan unsur-unsur
korelasi dan interelasi keaslian dan komparasinya dengan karya ilmiah orang lain. Sebaliknya
dosen yang tidak melakukan kejujuran akademiknya dapat dilihat dari perspektif ini misalnya
dengan menegasikan kaidah, prosedur, metodologi dan kode etik ilmiah dalam kegiatan
penelitian. Sengaja atau tidak sengaja dengan melakukan kegiatan seperti itu, akhirnya
menyebabkan dispute-nya sebuah karya ilmiah. Contoh paling dangkal dalam kasus ini adalah
misalnya dosen yang begitu gampang mudah mengutip pendapat tertulis yang pernah di
kemukakan orang lain, tanpa memperhatikan tata cara pengutipan (langsung dan tidak langsung)
atau menggunakan catatan kaki (bca : footnote) baik secara redaksional maupun subtansial,
bahkan kerap hal tersebut dilakukan secara sengaja, sehingga seolah-olah redaksi dan pemikiran
akademisnya yang dinyatakan secara tekstual. Jadi amatlah ironis, ketika seorang dosen kesal
terhadap mahasiswanya yang melakukan plagiasi, namun dosen itu sendiri melakukan plagiasi.
Bahkan terminologi yang paling relevan untuk mendefinisikan dosen yang seperti ini adalah
sebagai pelacur intelektual.

Dengan demikian jika kita ingin menjunjung idealisme dalam lingkungan pendidikan, maka
sejatinya junjunglah kejujuran akademis, minimal dalam kerangka pengabdian kepada Tri
Dharma Perguruan Tinggi. Persoalannya memang bukan pada masalah bisa atau tidak bisa kita
sebagai dosen melakukan itu, tapi pada masalahnya mau atau tidak mau. Itu saja. Dan satu hal
lagi sampai kapanpun, jika kita melakukan ketidakjujuran atau kebohongan akademik, kita
kembalikan saja kepada hati nurani masing-masing. Tanggung jawab dan integritas diri ada pada
diri masing-masing. Namun yang terpenting dalam sebuah komunitas ilmiah seperti lembaga
pendidikan adalah seyogianya tetap ikhtiar dan memiliki political will dalam memperjuangkan
misi kejujuran akademik ini diberbagai spektrum aktivitas kegiatan pendidikan.(andi trinanda – Care
Education Community)

Anda mungkin juga menyukai