Laporan Pendahuluan Cidera Kepala
Laporan Pendahuluan Cidera Kepala
1. KASUS
1) Definisi :
1) Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91)
2) Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik,
serta edema serebral do sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
3) Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak(Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
4) Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala, (Suriadi & Yuliani 2001),
5) Sedangkan menurut Black & Jacobs, (1993) cedera kepala adalah trauma pada otak yang diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank berdasarkan Skore Scala Coma Glascow
(GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami
fraktur tengkorak.
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau
hematoma intrakranial.
Membuka Mata
Spontan 4
2
Terhadap nyeri 1
Tidak ada
Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
2) Etiologi/penyebab
Cedera kepala disebabkan oleh :
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Jatuh
3) Trauma benda tumpul
4) Kecelakaan kerja
5) Kecelakaan rumah tangga
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
3) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan cedera kepala yaitu :
1) Gangguan kesadaran
2) Trias klasik :
3) Tekanan nadi yang lebar, berkurangnya denyut nadi dan pernafasan menandakan dekompensasi otak dan kematian yang mengancam
4) Hipertermia
5) Perubahan motorik dan sensorik
6) Perubahan bicara
7) Kejang
8) Hipovolemik syok
9) Konvulsi
II. PATOFISIOLOGI
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala.
Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan
kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita
lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera
primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan
cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo,
2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra
kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).
1. Kasus Kegawatdaruratan
A. Primary Survay
1) Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
2) Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji
3) Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik,
4) Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
5) Eksposure
B. Secondary survey
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :
2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi
/kognitif)
Intervensi :
a. Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
b. Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas
c. Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala
d. Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
e. Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)
f. Catat pengembangan dada
g. Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi
h. Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif
i. Lakukan program medik
3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
intervensi :
4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
b. Kaji frekuensi pernafasan
c. Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
d. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
e. Kolaburasi : monitor AGD
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
Intervensi :
a. Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan makanan
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi
c. Catat makanan yang masuk
d. Kaji cairan gaster, muntahan
e. Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien
f. Laksanakan program medik
7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
intervensi :
a. Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
b. Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
c. Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi
IV.Literatur /Sumber
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama-5391-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-juarnig012-5275-2-bab2.pdf
http://eprints.ums.ac.id/21984/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Posting Komentar
Mengenai Saya
Erni Ernawati
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2015 (3)
o ► Desember (2)
o ▼ Oktober (1)
Tem