Anda di halaman 1dari 5

Semenjak dibentuknya cikal bakal Uni Eropa ditahun 1973 lewat pembentukan ECSC

(European Coal-Steel Community) dengan sampai saat ini, sangat terlihat jelas
bagaimana keutuhan integrasi negara-negara eropa ini membentuk suatu entitas
tunggal dan bersedia untuk melepaskan kedaulatan nasional negara masing-masing
demi mencapai terbentuknya suatu kawasan tanpa batas-batas negara dan birokrasi
tunggal melalui organisasi supranasional ini.

Uni Eropa telah membuktikan kepada dunia internasional sebagai wadah politik
internasional bahwa regionalism utuh dapat tercapai layaknya proses konfederasi-
federalisme di Amerika Serikat yang memakan waktu lebih dari 100 tahun, namun Uni
Eropa hanya membutuhkan waktu kurang dari 50 tahun. Apabila kita bandingkan
dengan kasus penyatuan Amerika Serikat yang notabene bukan merupakan negara-
negara berdaulat baik secara de facto dan de jure, namun hanya terdiri dari negara-
negara bagian tunggal yang bersatu menjadi suatu negara berdaulat (Amerika Serikat
pada saat ini). Kasus penyatuan Uni Eropa jelas lebih rumit karena terdiri dari beberapa
negara berdaulat yang memiliki kualitas sejarah yang tinggi dimasa lalunya, mungkin
terkesan sangat merendahkan diri apabila negara-negara tersebut bersatu, seperti
masa lalu Jerman dengan Kekaisaran Jerman dan Prussia-nya, Austria dengan
Kekaisarannya, dan Kerajaan Inggris dengan kemahsyuran hegemoninya. Namun disini
terlihat bagaimana faktor masa lalu bisa dikesampingkan dan ditransformasikan
menjadi suatu fondasi pemikiran yang sama yaitu “kemakmuran”.

Fakta berbicara bahwa melalui penggunaan mata uang Euro semenjak 1999, moneter
dan finansial Uni Eropa berubah drastic menjadi kekuatan ekonomi dan politik dunia,
serta neraca perdagangan yang selalu bersebrangan sebagai surplus dengan Amerika
Serikat, akibat dari semakin dilibasnya komoditi ekspor dan rontoknya bursa saham
Wall Street akibat dari krisis global.

Melalui penjabarna diatas, munculah beberapa organisasi regional yang pada awal
pembentukannya kehilangan arah dan hanya sebagai wadah untuk saling ber-
silaturahmi-nya para pemimpin negara dan sebagai panggung untuk menyaksikan tari-
tarian antar negara yang kerap kali dilakukan walaupun masih banyak isu-isu krusial
yang kerap menghapiri. ASEAN.

ASEAN, semenjakmelihat kematangan Uni Eropa terkesan sangat iri dan ingin untuk
mencoba model integrasi regional ala barat ini. Dengan adanya agenda penyatuan
mata uang dan pasar modal tunggal, penegakan ham, dan yang paling menariknya
adalah pembentukan keamanan bersama. Ironisnya justru agenda-agenda tersebut
malah memunculkan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kehilangan arah dan
jati diri ASEAN itu sendiri, hal ini terlihat dengan banyaknya bentrokan antar negara;
Indonesia-Malaysia, Malaysia-Singapura, Thailand-Kamboja, Thailand-Myanmar, serta
konflik internal di masing-masing negara; Thailand Selatan, Filipina Selatan, isu rasial di
Malaysia, pelanggaran HAM di Myanmar.

Dengan banyaknya bentrokan antar negara, konflik internal, dan kurang sejahteranya
kondisi rakyat ASEAN semakin menjauhkan ASEAN dari agenda-agenda yang akan
dicapai tersebut. Memang dalam Uni Eropa pun banyak bentrokan antar negara;
Jerman-Polandia, Inggris-Uni Eropa, Inggris-Skotlandia, namun negara-negara Uni
Eropa ini selalu mencapai kesepakatan bersama dalam hal memajukan apa yang
mereka percayai hingga terbentuknya Uni Eropa yang sekarang ini. Berbeda dengan
ASEAN yang selalu bertabrakan kepentingan nasionalnya antar negara walaupun
mereka tahu bahwa dalam kelompok negara bangsa harus mengedepankan
kepentingan regional atas kepentingan nasional.

ASEAN dalam hal ini ingin meniru Uni Eropa terkesan mengabaikan beberapa faktor
fundamental yang sangat penting walaupun hanya sekedar filosofi semata.
Mengabaikan hal-hal fundamental sangat fatal dalam membangun suatu organisasi
besar karena hanya berkiblat pada satu pandangan saja (Uni Eropa), yang dimana
pengabaikan hal-hal tersebut dilegalisasi oleh pemimpin negara masing-masing dan
keinginan rakyatnya sendiri karena kurangnya sosialisasi politik terhadap rakyat oleh
otoritas negara masing-masing.

Hemat saya faktor-faktor yang diabaikan tersebut adalah :


1. Landasan pembentukan yang berbeda. Uni Eropa walaupun dibentuk atas upaya
Amerika Serikat melalui Containment Policy untuk menghalau laju komunisme Uni
Soviet ke negara-negara Eropa Barat pasca Perang Dunia II, namun Uni Eropa
didalam perkumpulan negara-negaranya memiliki landasan atas “kemakmuran”,
yaitu untuk memakmurkan kesejahteraan rakyatnya sebagai akibat dari kemiskinan
dan keterpurukan Perang Dunia II. Melalui pemahaman tersebut dicita-citakan agar
Uni Eropa dapat menjadi kawasan yang maju di berbagai bidang dan hal ini pun
terbukti dimasa sekarang. Berbeda dengan ASEAN, dimana ASEAN dibentuk atas
dasar sama-sama pernah dijajah (kecuali Thailand) dan ingin segera memajukan
kawasan Asia Tenggara dari sejarah kolonialisme yang panjang, namun hal ini
terkesan klise karena tak ada agenda-agenda yang jelas sejak dari awal
pembentukan hingga pada saat ini.

2. Perbedaan nilai-nilai. Akibat dari proses sejarah yang panjang dan pengaruh
beberapa kebudayaan besar, Uni Eropa terbentuk oleh suatu nilai-nilai Barat dan
suatu pendekatan hegemoni yang dibawa oleh Amerika Serikat ketika berakhirnya
Perang Dunia II, sehingga menciptakan suatu suasana kehidupan politik regional
yang sepenuhnya berakar pada tradisi Barat yang dimana sangat jauh berbeda
dengan ASEAN yang “menjunjung tinggi” nilai-nilai dan tradisi Timur yang sangat
berseberangan. Hal inilah kemudian yang menciptakan beberapa sub-faktor
sistemik yang tidak bisa menjadikan ASEAN layaknya seperti Uni Eropa.

3. Perbedaan perilaku beragama. Apabila Uni Eropa hanya dipengaruhi oleh suatu
kebudayaan kristiani saja yang dimana merupakan mayoritas penduduknya disana,
berbeda layaknya dengan ASEAN yang lebih heterogen dimana terdapat beberapa
pengaruh agama di dalam kehidupan berpolitiknya seperti pengaruh Islam, Buddha,
dan Konfusianisme. Sehingga hal ini menjadikan iklan politik regional yang lebih
kompleks dibanding dengan yang ada di Uni Eropa.

Secara kesimpulan dapat ditarik bahwa ASEAN tidak dapat menjadi suatu organisasi
yang dapat menopang semua anggotanya dan beranjak dari posisi seperti sekarang
yang akan ditransformasikannya ke bentuk supranasional layaknya seperti yang
dilakukan oleh Uni Eropa. Banyak yang harus dilakukan oleh ASEAN jika ingin
mentransformasikan menjadi suatu model yang inginkan tersebut, perubahan tersebut
harus rombak dari dalam organisasi itu sendiri dan lanjut ke hierarki kekuasaan yang
lebih besar. Tidak perlu dilakukan perombakan dimasing-masing negara yang justru
akan menciptakan konflik yang lebih luas karena masyarakat Asia Tenggara berbeda
dari segala macam aspek dengan yang masyarakat di Uni Eropa.
Tugas Hukum Regional

“Perbedaan Mendasar Asean dan Uni Eropa”

Yoan Avilia

2015-050-045

UNIKA ATMA JAYA JAKARTA

FAKULTAS HUKUM

Anda mungkin juga menyukai