Chapter II
Chapter II
LANDASAN TEORI
Prilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang
prilaku seksual pranikah adalah prilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses
pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan
menyatakan bahwa prilaku seksual pranikah adalah segala macam tindakan seperti
dengan adanya dorongan hasrat seksual yang dilakukan sebelum ada ikatan
bahwa prilaku seksual pranikah adalah segala prilaku yang didorong oleh hasrat
dilakukan oleh pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi
Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) mengatakan bahwa bentuk prilaku seksual
a. Touching
b. Kissing
Berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang
c. Petting
d. Sexual Intercourse
prilaku seksual menurut Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) yaitu touching,
1. Biologis
prilaku seksual.
untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada.
4. Akademik
Remaja yang prestasi dan aspirasi yang rendah cenderung lebih sering
baik di sekolah.
5. Pemahaman
6. Pengalaman Seksual
seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari
8. Faktor Kepribadian
Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri dan tanggung jawab akan
B. Asertivitas
1. Definisi Asertivitas
adalah salah satu gaya komunikasi dimana individu dapat mempertahankan hak
dan mengekspresikan perasaan, pikiran dan kebutuhan secara langsung, jujur dan
opini dan perasaan dan mempertahankan haknya. Hal ini tidak sama dengan
agresifitas. Individu dapat menjadi asertif tanpa menjadi kuat dan kasar.
diharapkan dan meminta dengan tegas hak – haknya (Williams, 2001). Selain itu
asertivitas merupakan suatu unit prilaku verbal dan non verbal yang kompleks
kebutuhan, pendapat dan harapannya secara jujur dan terbuka kepada orang lain
dengan cara yang sesuai secara social dan adaptif dan tidak dimanipulasi.
mempertahankan haknya secara jujur, terbuka dan tegas baik secara verbal
Menurut Eisler Miller & Pinkton (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) ada
1. Compliance
untuk mengatakan tidak pada orang lain jika memang itu tidak sesuai
dengan kenginginannya.
2. Duration of Reply
(dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menemukan bahwa orang yang
tingkat asertifnya tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti
lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) dari pada orang yang
3. Loudness
Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu
tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang
terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Eisler dkk
tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain,
5. Affect
Afek berarti emosi, ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka
asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak
6. Latency of Response
Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita
sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat
jeda.
7. Nonverbal behavior
Serber (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menyatakan bahwa
a. Kontak Mata
Secara umum jika kita memandang orang yang kita ajak bicara
c. Jarak Fisik
kita terlalu dekat dapat mengganggu orang lain dan terlihat seperti
d. Sikap Badan
Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan
e. Isyarat Tubuh
komponen asertivitas menurut Menurut Eisler Miller & Pinkton (dalam Martin
for new behavior, affect, latency of response dan non verbar behavior.
a. Jenis Kelamin
peran dominan dan tegas, sedangkan perempuan lebih pasif dan memiliki
ketergantungan dengan orang lain. Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Fukuyama dan Green Field (1985) bahwa laki – laki lebih asertif
bahwa ada dua penyebab perempuan lebih tidak asertif dibandingkan laki
– laki, yaitu perempuan sulit untuk mengatakan tidak dan sulit untuk
meminta tolong.
b. Kebudayaan
bahwa pada suatu budaya suatu prilaku dipandang asertif dan sesuai
dengan budaya setempat. Akan tetapi hal yang sama tidak dapat ditolerir
c. Pola Asuh
d. Pendidikan
e. Usia
f. Kepribadian
1. Defenisi Remaja
Istilah adolscence atau remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescence” yang
berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks dkk, 1999). Piget (dalam Hurlock,
1999) mengemukakan bahwa istilah adolscence mempunyai arti lebih luas yaitu
mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial.
kanak – kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif
Menurut monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 sampai 21 tahun.
Monks membagi batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu remaja awal
(antara usia 12 tahun sampai 15 tahun), remaja tengah (antara usia 15 tahun
sampai 18 tahun) dan remaja akhir (antara usia 18 tahun sampai 21 tahun).
Sementara batasan usia remaja menurut WHO antara usia 12 tahun sampai 24
tahun.
perubahan baik secara fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang
meliputi:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
lainnya
berperilaku-mengembangkan ideologi.
Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat
tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju
Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi
dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena
masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau
pencapaian :
Menurut imran (2000) masa remaja diawali oleh masa pubertas yaitu masa
seksual). Perubahan ini ditandai dengan haid atau menarche pada wanita dan
oleh berfungsinya hormon – hormon seksual (testosteron untuk laki – laki) dan
berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja (Imran, 2000). Hal ini didukung
oleh pendapat monks (1999), dimana pertumbuhan kelenjar seks seseorang telah
sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada fase
(peer-group). Pergaulan bebas yang tak terkendali secara normatif dan etika-moral
antar remaja yang berlainan jenis akan berakibat adanya hubungan seksual diluar
Perempuan
dengan masa dewasa. Masa remaja ini dimulai pada saat anak mulai matang
secara seksual dan berakhir saat ia mencapai usia dewasa secara hukum ( Hurlock,
1980). Banyaknya permasalahan yang terjadi pada masa remaja menjadikan para
(Iskandarsyah, 2006).
yaitu masalah dari sisi individualnya dan dari sisi seksualnya. Dari sisi
individunya remaja mengalami krisis identitas atau mereka sedang bingung dalam
mencari jati dirinya, sehingga tidak heran remaja senang mencoba sesuatu yang
baru. Umumnya juga remaja mulai menarik diri dari nilai yang didapatnya dari
perkembangan baik dari sisi biologis, fisik, maupun mental. Dari sisi biologis,
fisiknya terlihat dengan adanya pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder, hal ini
seksual, yang mana remaja tersebut akan mudah sekali tertarik dengan lawan
jenisnya.
dan pematangan fungsi seksual. Pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh hormon-
hormon seksual yang telah berfungsi yaitu testosteron pada laki-laki, dan
Perilaku seksual yang dilakukan oleh para remaja kita saat ini sudah sampai
pada batas yang sangat mengkhawatirkan. Peningkatan yang terjadi tidak hanya
tersebut semakin hari semakin meningkat. Salah satu pendapat yang kemudian
cukup mengemuka adalah bahwa hal tersebut terjadi karena beberapa hal antara
lain kurangnya informasi yang dimiliki oleh remaja tentang kesehatan reproduksi
ataupun perilaku seksual yang benar, lemahnya kualitas keimanan dan ketakwaan
orang tua/pendidik yang kurang lancar serta harmonis, gaya hidup yang hedonis,
(Rosyidah, 2006).
diikuti walaupun belum tentu benar. Penyebab kurangnya kontrol diri pada remaja
dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya
tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan “untuk mempertahankan
kelangsungan hubungan” juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak
ingin membuat pihak lain sakit hati (Learn to say no, 2009). Hal ini sering terjadi
pada remaja perempuan, yang mana remaja perempuan sering tidak tahu
sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bisa bersikap
K.A Martin; P.Schwartz & Rutter (dalam Matlin, 2004) menyatakan bahwa
pada remaja putri sering dilaporkan bahwa mereka merasa dipaksa oleh pacar
mereka. Dan pada kenyataannya mereka sering menyebutkan bahwa alasan utama
mereka menyetujui untuk malakukan hubungan intim adalah karena mereka takut
pacar mereka akan meninggalkan mereka. Psikolog Rima Olivia (dalam Olivia,
orang lain, berupaya menyenangkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri,
penghargaan diri rendah dan mengkritik diri sendiri. Berdasarkan uraian diatas
(Utamadi, 2002).
E. Hipotesa
Adapun hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh
pranikah.