Anda di halaman 1dari 6

A.

Metode Critical Thinking


Dialogue/Critical Thinking merupakan model pembelajaran yang berpusat pada
pengetahuan dan pengalaman belajar, yang diwujudkan melalui dialog secara mendalam
dan berpikir kritis. Model pembelajaran ini dalam pembelajaran dikonsentrasikan dalam
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dan berpikit kritis, tidak hanya pamahaman
konsep peserta didik pada aspek fisik, akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental,
emosional dan spiritual. Sehingga secara tidak langsung, melalui model ini peserta didik
akan belajar untuk berinteraksi dengan orang lain dan belajar untuk menghargai setiap
perbedaan yang ada agar tetap menjaga kerukunan dan keamanan di lingkungannya.
Deep Dialogue (dialog mendalam) dapat diartikan bahwa percakapan antara
orang-orang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling terbuka, jujur
dan mengandalkan kebaikan, Critical Thinking (berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir
yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakanya secara benar
(Suyatno, 2009: 105).
Deep Dialogue/Critical Tinking menurut global dialogue institute (2001) yang
dikutip oleh untari (2006) mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan
DD/CT yaitu:
1) Siswa dan guru aktif;
2) Mengoptimalisasikan potensi intelegensi peserta didik;
3) Berfokus pada mental, emosional, dan spiritual;
4) Menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikit kritis;
5) Dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari;
6) Lebih menekankan pada nilai, sikap, dan kepribadian.

Model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking memiliki beberapa


kelebihan sesuai dengan yang diungkapkan untari (2006). Kelebihan dari model
pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Melatih peserta didik agar mampu berpikir kritis, mampu menganalisis suatu
fenomena yang ada diantaranya masyarakat, dan mampu menggunakan logika dalam
berpikir. Deep Dialogue/Critical Thinking juga melatih peserta didik agar mampu
menghargai orang lain dan mampu berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
b. Dapat dikolaborasikan dengan berbagai metode pembelajaran.
c. Membantu peserta didik dalam memahami yang dipelajari dan mampu menerap-
kannya dalam kehidupan nyata.
d. Pembelajaran akan berlangsung dengan menyenangkan karena lebih menekankan
pada nilai, sikap, kepribadian, mental emosional dan spiritual peserta didik.
e. Terjalin hubungan yang harmonis antara peserta didik dan guru karena model
pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking ini melatih peserta didik dan guru
untuk saling belajar dengan berbagai perbedaan dilingkungan sekitarnya.
Kelemahan mdari penerapan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical
Thinking adalah peserta didik dituntut aktif dalam setiap proses pembelajaran. Apabila
ada peserta didik yang pasif maka akan tertinggal dari peserta didik yang lain. Selain itu
juga lemahnya perhatian guru yang tidak dapat focus pada seluruh peserta didik. Hal ini
akan berdampak pada psikologis peserta didik lain yang beranggapan bahwa perhatian
guru hanya terfokus pada peserta didik yang aktif dalam setiap pembelajaran.
1. Tahapan dalam pembelajaran Deep Dialogue/ Critical Thinking
Model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dapat dipaparkan langkah-
langkah pembelajarannya sebagai berikut:
Tahapan Aktivitas
Tahap 1 Hening (silent) dan orientasi
Tahap 2 Membangun komunitas
Tahap 3 Kegiatan penemuan konsep dan pembelajaran kooperatif
Tahap 4 Refleksi
Tahap 5 Evaluasi
(Sumber: Untari, 2010:45)
Keterangan :
a. Hening adalah situasi tenang sebelum pelajaran, atau dapat dilakukan dengan berdoa
karena hal tersebut dapat menghadirkan hati dan pikiran siswa-guru pada
pembelajaran saat itu.
b. Membangun komunitas yaitu menciptakan keterikatan positif sebagai satu kesatuan
dengan menekankan kesamaan tujuan dan saling menghargai antar anggota.
c. Kegiatan penemuan konsep dan pembelajaran kooperatif Konsep merupakan struktur
mental yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengkategorikan kenyataan.
Model pembelajaran penemuan konsep sesuai untuk menanamkan suatu konsep ilmu
pengetahuan siswa dengan cara menemukan sendiri (Achmad Sugandi,2004: 88).
Kegiatan ini memperhatikan prinsip “4W dan 1H”, yaitu What (apa), Why
(mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana), sehingga
merangsang daya kritis siswa dalam memahami secara menyeluruh, menangkap
permasalahan, mencari solusi permasalahan dengan caranya sendiri dan bantuan
orang lain, dan mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya
d. Refleksi merupakan sesuatu yang dapat dipandang sebagai keunggulan pendekatan
Deep Dialogue/Critical Thinking, kegiatan ini bukan menyimpulkan materi pelajaran
tetapi sebagai sarana siswa untuk memberikan pendapat tentang pembelajaran yang
telah dilakukan. Refleksi memiliki fungsi mendidik pada siswa untuk menyukai
belajar dari pengalaman yang telah dilaluinya
e. Evaluasi, seperti pendapat Daryanto (2001 : 11) bahwa evaluasi merupakan alat
untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan
instruksional oleh siswa, sehingga guru dapat mengupayakan tindak lanjut atas
pencapaian tersebut.
B. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method)

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam


kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu
masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri
atau secara bersama-sama.
Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha –
usaha untuk menyelesaikannya sampai menemukan penyelesaiannya. menurut Syaiful
Bahri Djamara (2006 : 103) bahwa:
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode
mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving
dapat menggunakan metode lain yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik
kesimpulan.

Menurut N.Sudirman (1987:146) metode problem solving adalah cara penyajian


bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk
dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh
siswa. Sedangkan menurut Gulo (2002:111) menyatakan bahwa problem solving adalah
metode yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada
terselesaikannya suatu masalah secara menalar.
Senada dengan pendapat diatas Sanjaya (2006:214) menyatakan pada metode
pemecahan masalah, materi pelajaran tidak terbatas pada buku saja tetapi juga bersumber
dari peristiwa – peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Ada beberapa
kriteria pemilihan bahan pelajaran untuk metode pemecahan masalah yaitu:
a. Mengandung isu – isu yang mengandung konflik bias dari berita, rekaman video dan
lain – lain
b. Bersifat familiar dengan siswa
c. Berhubungan dengan kepentingan orang banyak
d. Mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa sesuai kurikulum yang
berlaku
e. Sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa perlu untuk mempelajari

Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari metode pemecahan masalah


banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan metode lainnya. Dengan metode ini
guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi diperoleh siswa setelah
memecahkan masalahnya. Pembelajaran pemecahan masalah berangkat dari masalah
yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan.
Suatu soal dapat dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang sangat
relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi orang lain
mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka. Dengan demikian, guru perlu berhati-
hati dalam menentukan soal yang akan disajikan sebagai pemecahan masalah. Bagi
sebagian besar guru untuk memperoleh atau menyusun soal yang benar-benar bukan
merupakan masalah rutin bagi siswa mungkin termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi
hal ini akan dapat diatasi antara lain melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang
bervariasi baik bentuk, tema masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan
intelektual yang ingin dicapai atau dikembangkan pada siswa.
Pembelajaran problem solving merupakan bagian dari pembelajaran berbasis
masalah (PBL). Menurut Arends (2008 : 45) pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan
yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri.
Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan
pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-
banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari
permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar artinya siswa
dituntut pula untuk belajar secara kritis. Siswa diharapkan menjadi individu yang
berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang
ada di lingkungannya.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan metode pembelajaran problem
solving adalah suatu penyajian materi pelajaran yang menghadapkan siswa pada
persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran ini siswa di haruskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari
penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan
mengidentifikasikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis informasi dan membuat kesimpulan.
Manfaat dari penggunaan metode problem solving pada proses belajar mengajar
untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. Menurut Djahiri (1983:133)
metode problem solving memberikan beberapa manfaat antara lain :
a. Mengembangkan sikap keterampilan siswa dalam memecahkan permasalahan, serta
dalam mengambil kepuutusan secara objektif dan mandiri
b. Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, anggapan yang menyatakan bahwa
kemampuan berpikir akan lahir bila pengetahuan makin bertambah
c. Melalui inkuiri atau problem solving kemampuan berpikir tadi diproses dalam situasi
atau keadaan yang bener – bener dihayati, diminati siswa serta dalam berbagai macam
ragam altenatif
d. Membina pengembangan sikap perasaan (ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir
objektif – mandiri, krisis – analisis baik secara individual maupun kelompok

Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang


hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
a. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian
menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
c. Potensi intelektual siswa meningkat.
d. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan
penemuan.
Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002:115)
dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu
Tahap – Tahap Kemampuan yang diperlukan
1) Merumuskan masalah Mengetahui dan merumuskan
masalah secara jelas
2) Menelaah masalah Menggunakan pengetahuan
untuk memperinci menganalisa
masalah dari berbagai sudut
3) Merumuskan hipotesis Berimajinasi dan menghayati
ruang lingkup, sebab – akibat
dan alternative penyelesaian
4) Mengumpulkan dan Kecakapan mencari dan
mengelompokkan data sebagai menyusun data menyajikan
bahan pembuktian hipotesis data dalam bentuk
diagram,gambar dan tabel
5) Pembuktian hipotesis Kecakapan menelaah dan
membahas data, kecakapan
menghubung – hubungkan dan
menghitung
Ketrampilan mengambil
keputusan dan kesimpulan
6) Menentukan pilihan Kecakapan membuat altenatif
penyelesaian penyelesaian kecakapan
dengan memperhitungkan
akibat yang terjadi pada setiap
pilihan
Pembelajaran problem solving ini memiliki keunggulan dan kelemahan.
Adapun keunggulan model pembelajaran problem solving diantaranya yaitu melatih
siswa untuk mendesain suatu penemuan, berpikir dan bertindak kreatif, memecahkan
masalah yang di hadapi secara realistis, mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan,
menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan, merangsang perkembangan kemajuan
berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat, serta dapat
membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya dunia kerja.
Sementara kelemahan model pembelajaran problem solving itu sendiri seperti
beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misalnya terbatasnya
alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya
dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut. Dalam pembelajaran problem solving
ini memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode
pembelajaran yang lain.

Daftar Pustaka

Arends, Richard I. (2008) . Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. (Edisi Ketujuh/
Buku Dua). Terjemahan Helly Pajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dhajiri, Ahmad Kosasih. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral-VCT dan


Games dalam VTC. Bandung : Jurusa PMPKn IKIP
Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Grasindo
Sardiman. (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grafindo.
Sudirman,dkk.(1987.)Ilmu Pendidikan. Bandung: Remadja Karya
Syaiful Bahri Djamara dan Drs Aswan Zain . (2006) Strategi Belajar Mengajar, Jakarta
: Rineka Cipta
Brookfield D, Stephen. (2012). Teaching For Critical Thinking. (Edisi pertama). Amerika
: JOSSEY – BASS.

Anda mungkin juga menyukai