Anda di halaman 1dari 53

POTENSI PENGEMBANGAN

TANAMAN JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L)


BERDASARKAN ASPEK AGROKLIMAT DI JAWA BARAT

NITA TRI DAMAYANTI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Pengembangan
Tanaman Jambu Kristal (Psidium guajava L) Berdasarkan Aspek Agroklimat di
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Nita Tri Damayanti


NIM G24110043
ABSTRAK
NITA TRI DAMAYANTI. Potensi Pengembangan Tanaman Jambu Kristal
(Psidium guajava L) Berdasarkan Aspek Agroklimat di Jawa Barat. Dibimbing
oleh YONNY KOESMARYONO dan YON SUGIARTO.

Jambu kristal merupakan salah satu buah yang disukai masyarakat karena
tekstur daging buahnya yang renyah dan berbiji sedikit. Jawa Barat sebagai
penghasil buah-buahan terbesar di Indonesia diharapkan mampu mengembangkan
serta meningkatkan produksi buah dalam negeri terutama jambu kristal. Penelitian
ini menggunakan empat parameter dalam menentukan kesesuaian agroklimat
yaitu curah hujan, suhu udara, ketinggian, dan tekstur tanah. Penelitian ini
mengambil studi kasus di Provinsi Jawa Barat dengan tujuan untuk menganalisis
dan memetakan kesesuaian agroklimat tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa
Barat. Luas wilayah potensial di Provinsi Jawa Barat yang bisa dimanfaatkan
sebagai usaha pengembangan tanaman jambu kristal yaitu seluas 189,200 ha atau
sekitar 5.1% dari luas Provinsi Jawa Barat. Produktivitas jambu biji tertinggi
terdapat di Kabupaten Cianjur yaitu sebesar 75.1 ton/ha namun, rekomendasi
wilayah potensial terluas untuk pengembangan terdapat di Kabupaten Bogor yaitu
seluas 29,400 ha atau 0.8% dari luas Provinsi Jawa Barat, terhampar pada
ketinggian 50─700 m dpl dengan jenis tanah dominan berupa latosol, dan
produktivitas sebesar 59.3 ton/ha. Kabupaten Sukabumi seluas 29,300 ha atau
0.8% dari luas provinsi, terhampar pada ketinggian 50─720 m dpl dengan jenis
tanah dominan berupa latosol, dan produktivitas sebesar 48.8 ton/ha.

Kata kunci: jambu kristal, kesesuaian agroklimat, produktivitas, sistem informasi


geografis (SIG)
ABSTRACT

NITA TRI DAMAYANTI. Potential Development of Crystal Guava (Psidium


guajava L.) Based On Agro-Climate Aspects In West Java Province. Supervised
by YONNY KOESMARYONO and YON SUGIARTO.

Crystal guava is one of the fruits are appreciated by the public because of
the texture of the crunchy and seedless. West Java as the largest producer of fruits
in Indonesia is expected to develop and increase fruit production in the country,
especially crystal guava. This research uses four parameters in determining the
suitability of agro-climate such as rainfall, air temperature, altitude, and soil
texture. This research was take place in West Java Province to analyze suitability
of agro-climate for crystal guajava plant and then build a map of it in West Java
Province. The potential area of West Java that can be utilized as crystal guava
crop development efforts is 189,200 ha or approximately 3.2% of West Java
Province area. Guava's highest productivity found in Cianjur is amounting 75.1
tons/ha, however, the largest potential area for recommendation development
contained in Bogor district is 29,400 ha or 0.8% of West Java province area with
productivity is about 59.3 tons/ha, situated at an altitude of 50─700 m above sea
level with the dominant latosol soil type. Sukabumi district which covering an
area of 29,300 ha or 0.8% of the province with productivity 48.8 tons/ha, situated
at an altitude of 50─720 m above sea level with the dominant latosol soil type.

Keywords: agro-climate suitability, crystal guava, geographical information


system (SIG), productivity
POTENSI PENGEMBANGAN
TANAMAN JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L)
BERDASARKAN ASPEK AGROKLIMAT DI JAWA BARAT

NITA TRI DAMAYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Potensi Pengembangan Tanaman Jambu Kristal (Psidium guajava
L) Berdasarkan Aspek Agroklimat di Jawa Barat
Nama : Nita Tri Damayanti
NIM : G24110043

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono, MS Yon Sugiarto, SSi, MSc


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT
atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
April 2015 ini ialah kesesuaian agroklimat, dengan judul Potensi Pengembangan
Tanaman Jambu Kristal (Psidium guajava L) Berdasarkan Aspek Agroklimat di
Jawa Barat.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Papa dan Mama, Mba Cici, Mas Denni, Bulek Fit, serta seluruh keluarga atas
segala doa, kasih sayang, nasihat, motivasi, dan dukungan moril maupun
materiil.
2. Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS dan Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc
selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan,
ilmu yang bermanfaat serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Seluruh staf/pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi atas bantuannya
selama ini.
4. Staf Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDPL) Cimanggu yang
telah memberikan bantuan berupa Peta dan data jenis tanah wilayah Jawa
Barat.
5. Sahabat terdekat Frida, Gesti, Kak Himma, Lina, Ojan, Via, Fitri, Anna, Ita,
Nita Cina yang senantiasa menemani dan mendukung penulis selama masa
perkuliahan maupun masa penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Aviya, Ririn, Indri) dan teman-teman
Lab Agrometeorologi.
7. Kak Aulya, bang Ryan, kak Murni, Mba Anis, Mas Gigih, Fakhrul, Pradit,
Rizki, Adit yang telah berbagi ilmunya dan membantu penulis dalam
melakukan penelitian ini.
8. Teman-teman OMDA IKAMUSI 48 (Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi
Sriwijaya) yang senantiasa memberikan canda, tawa, dan dukungan.
9. Sahabat TMGSA (Maya, Gustin, Caca, Cathy, Nurul, Riris) yang selalu
support dan selalu kangen kumpul. Really miss you guys!!
10. Teman-teman GFM angkatan 48, Kakak-kakak GFM angkatan 47, adik-adik
GFM angkatan 49 dan 50 serta seluruh pihak yang telah membantu penulis
dalam penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis yakin bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan sehingga
sangat membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Amin. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Nita Tri Damayanti


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Sejarah Jambu Biji (Psidium guajava L.) 2
Sejarah jambu biji kristal 3
Botani Tanaman Jambu Biji 5
Botani tanaman jambu kristal 5
Persyaratan Tumbuh Tanaman Jambu Biji 6
Syarat tumbuh tanaman jambu kristal 6
Iklim 6
Tanah 7
Teknik Budidaya Tanaman Jambu Biji Kristal 7
Pemilihan dan pengolahan lahan 7
Penanaman 7
Pemangkasan 8
Pemupukan 8
Buah dan pembungkusan 9
Panen 9
Hama dan Penyakit 9
Sistem Informasi Geografis 10
METODE 10
Waktu dan Tempat Penelitian 10
Bahan 10
Alat 10
Prosedur Penelitian 11
Klasifikasi kesesuaian setiap parameter 11
Tumpang susun (overlay) parameter 13
Tumpang susun (overlay) peta hasil dari tahap 2 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Gambaran Umum Wilayah Jawa Barat 15
Letak dan luas 15
Iklim 17
Tanah 17
Penutupan lahan 18
Identifikasi Kesesuaian Iklim 18
Identifikasi kesesuaian curah hujan 19
Identifikasi kesesuaian suhu udara 19
Identifikasi Kesesuaian Tanah 21
Identifikasi kesesuaian ketinggian 21
Identifikasi kesesuaian tekstur tanah 22
Identifikasi Kesesuaian Agroklimat 24
Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Jambu Kristal 26
Kualitas Buah Jambu Biji Kristal di Kabupaten Bogor 30
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 35
RIWAYAT HIDUP 38

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kriteria kesesuaian tanaman jambu kristal (Psidium guajava L) 12

Tabel 2 Analisis fisik beberapa jenis tanah di Provinsi Jawa Barat 12

Tabel 3 Perhitungan hasil overlay parameter curah hujan dengan suhu udara 13

Tabel 4 Perhitungan hasil overlay parameter ketinggian dengan tekstur tanah 14


Tabel 5 Perhitungan hasil overlay faktor iklim dengan tanah 14

Tabel 6 Penilaian wilayah pengembangan tanaman jambu kristal di Provinsi


Jawa Barat 14

Tabel 7 Luas wilayah Jawa Barat pada tiap kabupaten berdasarkan peta
administrasi 16

Tabel 8 Penutupan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2010 18

Tabel 9 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian iklim di tiap kabupaten


Provinsi Jawa Barat 20

Tabel 10 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian tanah di tiap kabupaten


Provinsi Jawa Barat 23

Tabel 11 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat di tiap kabupaten


Provinsi Jawa Barat 25

Tabel 12 Luas wilayah yang potensial untuk pengembangan tanaman jambu


kristal pada tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat 27

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jambu kristal (Psidium guajava L.) (Pusat Penyuluhan Pertanian


2014) 5

Gambar 2 Bentuk fisik jambu kristal (Psidium guajava L.) 6

Gambar 3 Kelas tekstur tanah (World Agroforestry Centre 2014) 13

Gambar 4 Peta administrasi Provinsi Jawa Barat 15

Gambar 5 Pola curah hujan rata-rata periode 1950-2000 Provinsi Jawa Barat 17

Gambar 6 Kesesuaian iklim tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa Barat 21

Gambar 7 Peta kesesuaian tanah tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa


Barat 24

Gambar 8 Peta kesesuaian agroklimat tanaman jambu kristal di Provinsi


Jawa Barat 26

Gambar 9 Peta potensi lahan pengembangan tanaman jambu kristal di


Provinsi Jawa Barat 28

Gambar 10 Perbandingan antara produktivitas jambu biji terhadap luasan


kesesuaian agroklimat di Provinsi Jawa Barat 28
Gambar 11 Pemangkasan cabang tersier dengan menyisakan 4 pasang daun
setelah bakal buah (a), dan pemangkasan cabang tersier dengan
menyisakan 8 pasang daun setelah bakal buah (b) (Fitria 2016). 31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta kesesuaian curah hujan tanaman jambu kristal di Provinsi


Jawa Barat 35

Lampiran 2 Peta kesesuaian suhu udara tanaman jambu kristal di Provinsi


Jawa Barat 35

Lampiran 3 Peta kesesuaian ketinggian tanaman jambu kristal di Provinsi


Jawa Barat 36

Lampiran 4 Peta kesesuaian tekstur tanah tanaman jambu kristal di Provinsi


Jawa Barat 36

Lampiran 5 Produktivitas jambu biji tahun 2012 ̶ 2013 Provinsi Jawa Barat 37
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan pertanian sebagai sumber mata


pencaharian dan sumber pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Produksi
pertanian yang tinggi ditentukan oleh kondisi iklim dan tanah. Anomali cuaca
yang sering terjadi saat ini, berdampak pada penurunan atau kenaikan produksi
pertanian hingga mempengaruhi harga. Masuknya berbagai buah impor ke
Indonesia mengharuskan pemerintah untuk membuat kebijakan dalam
menghadapi kondisi ini.
Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi
komoditas hortikultura berupa tanaman buah. Selain berperan dalam pemenuhan
kebutuhan pangan, sektor hortikultura juga mampu memberikan kontribusi
pendapatan domestik bruto (PDB) yang cukup besar. Direktorat Jenderal
Hortikultura (2009) menyatakan bahwa komoditas buah-buahan menjadi produk
yang memberikan sumbangan terbesar PDB yaitu mencapai Rp 42,660 milyar.
Salah satu komoditi buah-buahan yang diunggulkan adalah jambu biji. Badan
Pusat Statistik (2015) menunjukkan bahwa pada tahun 2014 Provinsi Jawa Barat
merupakan wilayah produksi tertinggi jambu biji di Indonesia yaitu mencapai
44,473 ton. Jambu biji memiliki banyak varietas, misalnya jambu biji bangkok,
jambu biji sukun, jambu biji kristal, dan jambu biji mutiara. Dari berbagai jenis
varietas jambu biji tersebut, jambu biji kristal merupakan varietas unggulan dan
tergolong unik sehingga disukai banyak konsumen. Sebab jambu ini berbiji
sedikit, bagian buah yang dapat dimakan banyak, dan berdaging renyah. Jambu
biji ini dikatakan kristal karena warna daging buahnya yang bening keputihan dan
secara kasat mata bentuk buah yang berlekuk-lekuk tidak bulat rata sempurna
menyerupai bentuk kristal (Wang 2011).
Jambu kristal termasuk spesies Psidium guajava L. yang merupakan varietas
baru sejak tahun 1998, hasil dari bantuan transfer teknologi Taiwan untuk
Indonesia dalam menciptakan berbagai hasil rekayasa genetika. Jambu ini
memiliki ciri-ciri, yaitu rasa manis dengan kadar kemanisan 11─12o briks, bentuk
buah bulat sedikit gepeng terkadang memiliki bentuk yang tidak simetris,
kandungan biji kurang dari 3%, permukaan buah ada tonjolan tidak merata, bobot
buah 100─500 gram per buah, warna kulit hijau muda, sedangkan daging buah
putih, tekstur daging buah renyah seperti buah peer (Wang 2011). Ciri-ciri
tersebut menjadikan jambu biji ini istimewa dibandingkan varietas jambu biji
lainnya. Namun, jambu ini kurang dapat berkembang di Indonesia dikarenakan
kurangnya informasi tentang karakteristik lahan yang sesuai untuk budidaya.
Jambu kristal juga memiliki kandungan gizi yang cukup untuk kebutuhan
gizi harian, salah satunya kandungan vitamin C yang terdapat pada jambu per 100
gramnya sekitar 280% dari nilai harian vitamin C yang direkomendasikan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013). Selain buahnya yang bergizi,
tanaman jambu Kristal juga sangat adaptif di daerah tropis pada ketinggian antara
50─1000 meter di atas permukaan laut dengan suhu berkisar antara 15─34 oC dan
curah hujan sekitar 1000-3800 mm per tahun (Wang 2011). Tanaman berbuah
sepanjang tahun, perawatan intensif menghasilkan umur ekonomis 10─20 tahun,
2

sehingga sangat cocok dikembangkan karena memiliki nilai komersial tinggi.


Informasi dari Kementrian Pertanian Republik Indonesia melalui Dinas
Pertanian (2014) menyatakan bahwa sentra pengembangan jambu kristal di
Indonesia ada di Bengkulu (Bengkulu Utara), Jawa Barat (Depok, Majalengka,
Bogor, Kuningan, Subang, Sukabumi, Sumedang), DI. Yogyakarta (Gunung
Kidul), Papua (Kota Jayapura), dan Papua Barat (Manokwari). Selain itu, Dinas
Pertanian (2014) telah menyerukan untuk terus mengembangkan jambu kristal
sebagai pengganti apel impor yang semakin marak saat ini.
Jambu kristal sangat diminati oleh konsumen dibandingkan dengan varietas
jambu biji lainnya sehingga memiliki prospek yang tinggi untuk dikembangkan.
Namun permintaan jambu kristal dinilai belum dapat terpenuhi dengan baik, hal
ini dikarenakan kurangnya stok produksi yang dihasilkan oleh petani. Jawa Barat
sebagai provinsi dengan luas panen dan penghasil buah-buahan tertinggi di
Indonesia diharapkan mampu untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi
serta menjadi sentra produksi buah-buahan di Indonesia. Rata-rata pertumbuhan
produksi buah-buahan di Jawa Barat pada tahun 2007─2011 mencapai 40.35
persen (Deptan 2013). Berdasarkan informasi tersebut maka, perlu dilakukan
penelitian mengenai analisis kesesuaian agroklimat dan potensi pengembangan
tanaman jambu kristal di wilayah Jawa Barat sehingga dapat diketahui daerah
yang berpotensi sebagai sentra pengembangan jambu kristal di Jawa Barat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan kesesuaian


agroklimat tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini
pertama kali ditemukan di Brazilia, Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich
Vavilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa negara di Asia, Afrika, Eropa,
Amerika Selatan, dan Uni Soviet antara tahun 1887-1942. Jambu biji memiliki
nama latin Psidium guajava. Psidium dari bahasa Yunani Kuno yang artinya
delima, sementara guajava diadaptasi dari bahasa Spanyol yaitu Guabaya yang
merupakan sebutan orang Spanyol untuk pohon jambu biji (Morton 1987).
Jambu biji pertama kali didomestikasi di daerah Peru. Ini dibuktikan adanya
jambu biji yang ditemukan bersama biji jagung, kacang-kacangan, labu dan
tanaman lainnya. Penjelajah berkebangsaan Eropa kemudian membawa buah itu
ke Afrika, Asia, India, dan wilayah tropis Pasifik (Morton 1987). Seiring dengan
berjalannya waktu, jambu biji menyebar di beberapa negara seperti Thailand,
Taiwan, Indonesia, Jepang, Malaysia dan Australia. Jambu biji menjadi tanaman
yang dikomersialkan (Parimin 2005). Jambu biji ini sering disebut juga: Jambu
batu, Jambu biji, Jambu kluthuk (Jawa), giawas (Papua); guava (Inggris); Jambu
Batu, Jambu Biji (Melayu); Bayabas, Guayabas, Kalimbahin (Pilipina); Fan shi
3

liu gan (Cina); Pichi’ (Mexico) (Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten
Majalengka 2012).
Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang menyebar ke daerah
tropis dan berhawa sejuk. Di Indonesia, Pulau Jawa merupakan sentra penanaman
buah jambu terbesar antara lain di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sentra produksi yang lain adalah Sumatera dan
Kalimantan. Pada tahun-tahun terakhir ini jambu biji telah berkembang dan
kemudian muncul jambu Bangkok yang dibudidayakan di Kota Kleri, Kabupaten
Karawang, Jawa Barat (Hodijah 2013).
Beberapa varietas jambu biji yang digemari orang dan dibudidayakan
diantaranya:
1) Jambu sukun
Kata "sukun" berarti "tidak berbiji". Jambu varietas unggul ini memang
tidak memiliki biji; kalaupun ada hanya 2-3 biji. Daging buahnya putih
kekuningan dengan rasa manis agak asam. Teksturnya agak keras, renyah, dan
beraroma wangi. Bentuk buahnya mirip apel, dengan ukuran panjang antara 4-5
cm. Kulit buahnya bila matang berwarna hijau keputihan.
2) Jambu bangkok
Jambu bangkok merupakan sebutan untuk jambu biji dengan buah yang
besar. Beberapa memang diperkenalkan dari Thailand. Salah satunya adalah
'jambu sari'. Bentuk buahnya bulat sempurna dengan garis tengah sekitar 10 cm.
Ukuran buah mentahnya lebih besar daripada ketika matang.
3) Jambu pasar minggu
Jambu pasar minggu memiliki dua varian: berdaging buah putih dan merah.
Jambu yang berdaging putih, dikenal sebagai jambu 'susu putih', lebih digemari
karena rasanya manis, daging buahnya agak tebal, dan teksturnya lembut,
sedangkan yang berdaging buah merah kurang disukai karena buahnya cepat
membusuk dan rasanya kurang manis.
4) Jambu biji getas merah
Jambu biji getas merah adalah varian jambu biji yang berdaging hijau
sampai kekuning kuningan dan berisi merah muda, berasal dari Pageruyung,
Kendal. Jambu ini berbeda dengan jambu pasar minggu, jambu ini bentuknya
agak melonjong dan rasanya kurang manis.
5) Jambu australia
Jambu biji australia diperkenalkan dari Australia. Kekhasannya adalah
daunnya berwarna merah keunguan. Walaupun buahnya dapat dimakan, biasanya
orang menanam di pekarangan lebih sebagai tanaman hias. Buahnya manis bila
sudah masak, tetapi tawar bila belum matang (Dinas Pertanian dan Perikanan
Kabupaten Majalengka 2012).
6) Jambu biji kristal
Diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1998 oleh Misi Teknik Taiwan.
Jambu kristal sebetulnya tidak benar-benar tanpa biji, jumlah bijinya kurang dari
3% bagian buah, sepintas jambu kristal hampir tidak berbiji.

Sejarah jambu biji kristal


Tanaman jambu biji kristal merupakan hasil mutasi dari jambu bangkok.
Tanaman ini ditemukan oleh dua petani, Xi-Yao Lai dan Jiang-Ming Dong di
Yanchao District, Kaohsiung, Taiwan pada 1991. Kaohsiung terkenal sebagai
4

sentra hortikultura. Di negeri Formosa, jambu kristal dikenal dengan nama shui-
jing ba (shui-jing=kristal) (Wang 2011).
Pertama kali diperkenalkan di Taiwan, pasar merespon positif lantaran
jambu Kristal tergolong unik, dikarenakan berbiji sedikit, bagian buah yang dapat
dimakan banyak, dan berdaging renyah. Namun jambu ini berpeluang berbiji
banyak, sebab jambu Kristal varietas hasil mutasi, bukan generasi hibrida F1
(hasil silangan). Untuk mengurangi resiko berubah kembali, maka pekebun harus
memastikan keaslian bibit. Beberapa lokasi penanaman jambu biji di Taiwan,
pekebun lebih suka menanam jambu mutiara yang juga berbiji sedikit tetapi lebih
banyak dari kristal. Keunggulan jambu mutiara bentuk lebih seragam, membulat
oval. Namun, karena langkanya petani yang menanam kristal dan
produktivitasnya juga lebih rendah daripada mutiara, harga jambu kristal di
Taiwan meningkat.
Jambu kristal masuk ke Indonesia melalui Misi Teknik Taiwan pada tahun
1998. Misi Teknik Taiwan merupakan misi teknik pertanian yang dikirim
pemerintah Taiwan di bawah program International Cooperation and
Development Fund (ICDF) sebagai salah satu bentuk diplomasi Indonesia dengan
Taiwan.
Misi Teknik Taiwan pertama kali mengembangkan jambu kristal di
Mojokerto, Jawa Timur, bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kabupaten
Mojokerto. Pada 2006, populasi mencapai 1500 tanaman dari perbanyakan bibit
cangkokan. Sebanyak 1000 pohon dibagikan ke beberapa kelompok tani di sekitar
Mojokerto, salah satunya Mutiara Tani Taiwan. Hasilnya ternyata memuaskan
karena jambu ini sangat adaptif. Desa Tumapel pada ketinggian 58 m dpl jambu
kristal dapat tumbuh dengan baik. Hal yang sama pun terjadi di Pacet, Mojokerto
jambu kristal dapat tumbuh dengan baik walaupun berada di ketinggian 800 m dpl
(Trubus 2014). Hanya saja di dataran tinggi pematangan buah lebih lama. Pada
dataran rendah pematangan buah hanya 2.5─3 bulan setelah bunga mekar,
sedangkan di dataran tinggi bisa sampai 4-5 bulan. Kerjasama ini tidak
berlangsung lama dan berakhir pada tahun 2008 dikarenakan keterbatasan
pendistribusian buah jambu kristal di dalam wilayah Mojokerto maupun luar
Mojokerto yang menyebabkan pemasaran pun tidak berkembang dengan pesat,
hal ini dikarenakan masyarakatnya yang kurang antusias terhadap jambu kristal.
Selain itu, serangan hama seperti kutu putih dan lalat buah telah mengancam
kebun peninggalan Misi Teknik Taiwan tersebut (Fitriana 2015).
Selepas dari Mojokerto, Misi Teknik Taiwan menjalin kerjasama dengan
Institut Pertanian Bogor. Pada 1998, proyek percobaan penanaman dibuka di
Bogor, Jawa Barat yang saat ini menjadi kebun tanaman buah dan sayuran ICDF.
Namun, informasi hasil wawancara dengan Ibu Fitriana sebagai staf Kantor ICDF
mengatakan bahwa perkebunan tanaman hortikultura ini telah menjadi milik IPB
sepenuhnya sejak tahun 2014 lalu. Sejak diperkenalkan di Bogor, popularitas dan
produksi jambu kristal terus meningkat. Menurut anggota staf pengajar
Departemen Agronomi dab Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, sekaligus konsultan Misi Teknik Taiwan, Dr Ir Anas Dinurrohman Susila
MSi, budidaya jambu kristal terus meluas sejak 2007.
5

Botani Tanaman Jambu Biji

Jambu biji adalah tumbuhan dengan batang yang berkayu, mengelupas,


bercabang, dan berwarna cokelat, kulit batang licin. Daun berwarna hijau dan
tunggal, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata berhadapan, petulangan daun
menyirip berwarna hijau kekuningan. Bunganya termasuk bunga tunggal, terletak
di ketiak daun, bertangkai, kelopak bunga berbentuk corong. Pada mahkota bunga
berbentuk bulat telur, benang sari pipih berwarna putih atau putih kekuningan.
Berbentuk bulat seperti telur dan bijinya kecil-kecil, keras, dan dalam nya
berwarna merah pada jambu biji (Alvane 2009).

Botani tanaman jambu kristal


Jambu biji kristal (Psidium guajava L.) merupakan anggota dari keluarga
Myrtaceae. Genus Psidium mencakup sekitar 150 spesies, tetapi Psidium guajava
adalah buah yang paling banyak dari genus ini (Pommer dan Murakami 2009).

Gambar 1 Jambu kristal (Psidium guajava L.) (Pusat Penyuluhan Pertanian 2014)
Kedudukan tanaman jambu kristal dalam sistematika tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
2) Sub kingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
3) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
4) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
5) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
6) Sub Kelas: Rosidae
7) Ordo: Myrtales
8) Famili : Mirtaceae
9) Genus : Psidium
10) Spesies : guajava L.
Jambu kristal memiliki kandungan biji kurang dari 3% dari bagian buah,
daging buahnya renyah, sepintas jambu kristal hampir tidak berbiji. Permukaan
buah ada tonjolan tidak merata. Bobot buah 250─500 gram per buah. Warna kulit
luar hijau muda, sedangkan daging buahnya putih. Tekstur daging buah renyah
saat hampir matang dan empuk saat puncak kematangan. Buah ini memiliki kadar
kemanisan pada kisaran 11─12o brik, serta mengandung banyak air. Pada
penyimpanan jangka panjang, jambu kristal bisa tahan simpan dengan busa jaring
dan penutup plastik hingga 1 bulan pada suhu 5─7oC (Wang 2011).
6

Jambu kristal mulai berbuah umur 7 bulan asal bibit cangkok dan mampu
memproduksi 5─7 buah per pohon dengan bobot 300 gram per buah. Pada umur 2
tahun, sekali berbuah jumlahnya 15─30 buah per pohon dengan produksi
mencapai 70─80 kg per pohon selama 6 bulan. Tanaman ini berbuah sepanjang
tahun. Panen raya dapat dilakukan 2 kali dalam 1 tahun yakni Desember-Maret
dan Juni-September. Namun, itu bukan patokan karena petani dapat mengatur
sendiri panen raya dengan mengatur pemangkasan. Perawatan intensif
menghasilkan umur ekonomis 10─20 tahun.
Menurut Chiu Wen Chi, ahli jambu kristal dari Misi Teknik Taiwan, sebuah
kerjasama diplomasi Indonesia dan Taiwan, jambu biji ini dikatakan kristal karena
warna daging buahnya yang bening keputihan dan secara kasat mata bentuk buah
yang berlekuk-lekuk tidak bulat rata sempurna menyerupai bentuk kristal (Wang
2011).

Gambar 2 Bentuk fisik jambu kristal (Psidium guajava L.)

Persyaratan Tumbuh Tanaman Jambu Biji

Jambu biji merupakan tanaman tropis dan dapat tumbuh di daerah sub tropis
dengan intensitas curah hujan yang sesuai antara 1000─2000 mm per tahun dan
merata sepanjang tahun. Dapat tumbuh berkembang dan berbuah optimal pada
suhu sekitar 22─28 oC di siang hari. Jambu biji dapat tumbuh pada semua jenis
tanah. Kondisi media perakaran yang disukai jambu biji adalah subur dan gembur
serta banyak mengandung N dan bahan organik. Tekstur tanah yang ideal adalah
liat dan sedikit pasir. Jambu biji dapat beradaptasi pada selang pH yang lebar
yaitu 4.5 sampai 8.2. Jambu biji menyebar dan tumbuh subur di daerah tropis
dengan ketinggian tempat antara 5─1200 m di atas permukaan laut (Tim
Biofarmaka IPB 2006).

Syarat tumbuh tanaman jambu kristal

Iklim
Jambu biji kristal termasuk tanaman yang dapat tumbuh baik pada iklim
hangat (tropis). Curah hujan yang dinginkan untuk penanaman jambu biji kristal
sekitar 1.000 hingga 3800 mm per tahun. Sedangkan suhu berada pada kisaran 15
hingga 34 oC dan kelembaban udara antara 70 hingga 90%. Apabila udara
mempunyai kelembaban yang rendah, berarti udara kering karena miskin uap air.
Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu biji kristal.
Ketinggian tempat yang cocok untuk penanaman jambu biji kristal adalah 50
hingga 1000 m dpl. Penanaman jambu biji kristal di ketinggian lebih dari 1000 m
7

dpl tidak disarankan. Semakin tinggi ketinggian tempat, suhu semakin rendah dan
awan cenderung makin rapat. Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan
tanaman menjadi lambat, bunga banyak yang gagal berkembang karena
pertumbuhan bunga tidak menentu, produksi buah otomatis berkurang (Wang
2011).
Unsur iklim lain yang memberikan peranan dalam kehidupan tanaman
jambu biji kristal adalah penyinaran matahari. Jambu kristal memerlukan sinar
matahari penuh untuk fotosintesis terutama pada saat pembentukan buah. Artinya,
lokasi penanaman yang tepat adalah lahan terbuka dengan penyinaran matahari
sepanjang hari. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil.
Pada budidaya jambu biji kristal, angin berperan dalam penyerbukan, namun
angin yang kencang dapat menyebabkan kerontokan bunga. Waktu yang ideal
tanaman jambu kristal berbunga adalah pada saat bulan Juli-September (musim
kemarau), sedangkan bulan November-Februari (musim penghujan) merupakan
waktu ideal tanaman ini untuk menghasilkan buah (Hodijah 2013).

Tanah
Jambu kristal dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah bahkan tanah yang
bertekstur sedikit keras asalkan tanah bagian atas (top soil) cukup gembur untuk
meloloskan perakaran agar kuat mencengkeram tanah. Misalnya, jenis tanah
grumusol yang memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi dan mampu
memegang air. Jambu di kawasan itu akan cepat tumbuh subur dan mampu
menghasilkan buah berkualitas baik. Namun, akan lebih baik jika bagian tanah
yang dapat mencengkeram air berada hingga kedalaman 0.5─1 m, hal ini
dikarenakan perakaran menyebar pada kedalaman tersebut. Selain itu, lubang
tanam dibuat cukup luas dengan tujuan agar akar tanaman muda dapat
berkembang secara leluasa.
Daya adaptasi pohon juga cukup luas mulai dari pH tanah 4.5─8.2. Bila
kurang dari pH tersebut (tanah yang terlalu masam) maka dapat diatasi dengan
menambahkan kapur pertanian terlebih dahulu. Akan tetapi, idealnya penanaman
dilakukan pada pH tanah 6.5─7.5. Saat musim hujan usahakan air tidak
menggenangi lahan, bila perlu setiap pohon dibumbun. Tujuan ini diharapkan
perakaran mampu berkembang dengan baik. Jika mendapati kondisi lahan yang
tidak sesuai, misalnya kandungan bahan organik tanah sedikit, beberapa perlakuan
dapat dilakukan seperti menambahkan bahan organik berupa pupuk kandang lebih
banyak pada lubang tanam. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi
biasanya lebih gembur, sedikit basah (mudah memegang air), dan tidak pecah-
pecah (Mariati 2013).

Teknik Budidaya Tanaman Jambu Biji Kristal

Pemilihan dan pengolahan lahan


Pemilihan lokasi yang baik adalah lokasi dengan sinar matahari dan
pengairan yang cukup, air limpasan (runoff) lancar, tanah rata dan kaya akan
bahan organik. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak tergenang air maka dapat
dibuat bedengan untuk meninggikan tanaman.

Penanaman
a. Jarak tanam antar baris kira-kira 3─4 meter, sedangkan jarak tanam antar pohon
8

2.7 ─3.6 meter.


b. Pilih bibit varietas murni, akar tumbuh sempurna tidak berpenyakit.
c. Tanam bibit di daerah yang sering tergenang air, tidak boleh ditanam dimusim
hujan.
d. Bunga yang muncul pada pohon yang masih terlalu muda harus segera
dihilangkan, karena jika sampai berbuah akan mempengaruhi pertumbuhan
pohon
e. Pertumbuhan dahan atau daun baru saat okulasi pada cabang utama harus
segera dihilangkan.

Pemangkasan
a. Pemangkasan dilakukan agar batang dan daun tumbuh merata, tidak saling
bertumpukan dan semua daun bisa berasimilasi. Usahakan tinggi pohon
maksimal 2 meter agar mempermudah pada tahap pembungkusan buah.
b. Jambu kristal dapat berbuah dalam 1 tahun tetapi untuk menjaga pertumbuhan,
maka pada tahun pertama pohon tidak boleh berbuah.
c. Pilih 3─4 cabang yang baik untuk dijadikan batang utama. Batang yang akan
dijadikan batang utama dijaga agar jangan sampai berbuah supaya bentuknya
tidak bengkok. Tinggi batang utama sebaiknya 40─50 centimeter dan semua
cabang harus terpisah.
d. Meninggikan percabangan pada lokasi yang mudah teergenang air, karena jika
batang terlalu rendah dan buah tersentuh tanah akan mudah terserang penyakit.
Jika batang utama terbentuk, pangkaslah supaya bisa tumbuh cabang sekunder
(sub cabang), pangkas cabang yang terlalu panjang, terlalu padat, terlalu kering,
berpenyakit, serta dekat dengan tanah. Hal tersebut dilakukan agar dasar dari
pohon terbentuk bagus, sehingga mudah dalam perawatan.

Pemupukan
a. Pada tanaman umur 0─1 tahun, bibit diberikan pada setiap pohon dengan
campuran 40 kilogram pupuk kandang, 50 kilogram TSP, 100 gram Urea dan
20 gram ZK dengan cara ditaburkan di sekeliling pohon atau dengan jalan
menggali di sekeliling pohon sedalam 30 centimeter dan lebar antara 40─50
centimeter.
b. Pada tanaman umur 1─3 tahun, pemupukan dilakukan dengan NPK 250
gram/pohon, dan TSP 250 gram/pohon, dan seterusnya cara seperti ini
dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan TSP dan NPK dengan takaran yang
sama.
c. Pada tanaman umur 3 tahun ke atas, kalau pertumbuhan tanaman kurang
sempurna, terutama terlihat pada pertumbuhan tunas hasil pemangkasan
ranting, berarti selain TSP dan NPK dengan ukuran yang sama tanaman
memerlukan pupuk kandang sebanyak 2 kaleng minyak per pohon.
Pemupukan dilakukan dengan membuat torakan yang mengelilingi tanaman
persis di bawah ujung tajuk dengan kedalaman sekitar 30─40 cm, kemudian
pupuk segera ditaburkan dalam torakan tersebut dan ditutup kembali dengan
bekas galian terdahulu. Bila hujan turun terlalu lebat diusahakan agar sekeliling
tanaman tidak tegenang air dengan cara membuat lubang saluran untuk
mengalirkan air. Sebaliknya pada musim kemarau tanah kelihatan merekah maka
diperlukan penyiraman dengan menggunakan pompa air 3 PK untuk lahan seluas
9

kurang lebih 3000 m2 dan dilakukan sehari sekali tiap sore hari (Hodijah 2013).

Buah dan pembungkusan


a. Buah yang tumbuh di pohon akan tergantung pada kondisi pohon tersebut.
Buah yang terlalu banyak, akan tumbuh kecil, kulit mengkilap, dan mutu jelek.
b. Prinsipnya setiap cabang hanya ada satu sampai dua buah saja, pada cabang
yang kurus atau pendek tidak boleh ada buahnya.
c. Buang buah yang kecil, menghadap ke atas, berbentuk tidak bagus, terluka atau
terkena penyakit, dan cabang yang terlalu banyak buahnya.
d. Pembungkusan dilakukan pada buah kecil yang sudah tidak mudah rontok
(kira-kira diameter 2.5─3 centimeter) jika buah teralu kecil maka sesudah
dibungkus akan mudah rontok, jika terlalu besar akan mudah terserang hama
ulat kecuali dibungkus dengan kantong kertas khusus (spon net) pembungkus
buah, dan lapisi dengan plastik yang ujungnya diberi lubang.
Ada dua cara pembungkusan: (1) Mengikat kantong plastik di cabang buah
berada, cara ini lebih cepat dan lebih mudah, buah tidak mudah jatuh karena angin
kencang, (2) Mengikat kantong plastik di tangkai daun, cara ini kerjanya sedikit
lambat tetapi lebih mudah untuk pemetikan buah, mulut kantong plastik harus
diikat rapat supaya ulat tidak bisa masuk. Jika sulit mendapatkan kantong plastik
khusus, bisa menggunakan kertas, tetapi ada kelemahannnya yaitu sulit dalam
menentukan kemasakan buah dan ulat juga lebih mudah masuk.

Panen
Panen sebaiknya dilakukan dipagi hari, dan hindari panen sore hari. Hal ini
dilakukan karena pada pagi hari dapat melihat dengan jelas warna buah. Apabila
matahari terlalu panas, maka dapat mempengaruhi penilaian warna buah. Buah
yang dipetik jangan sampai terbentur, terluka, tertindih atau langsung kena sinar
matahari (Sumantri 2010 dalam Putri 2014).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas
buah. Panen yang dihasilkan dari suatu kebun dengan kebun lainnya dapat
berbeda. Bahkan hasil panen yang berasal dari pohon yang sama pun berbeda-
beda kualitasnya. Perbedaan itu dimungkinkan karena berbedanya kemampuan
tiap tanaman menyerap pupuk, kesalahan dalam pemeliharaan tanaman,
penanganan pascapanen, serta pengaruh kondisi lingkungan (Hodijah 2013).

Hama dan Penyakit

Pengaruh hama dan penyakit terhadap jumlah produksi tanaman jambu biji
kristal cukup besar. Tanaman jambu biji kristal cukup peka terhadap serangan
hama dan penyakit. Jenis-jenis hama dan penyakit yang mengganggu tanaman
jambu biji kristal diantaranya, yaitu:
1. Hama
a. Lalat buah (Dacus dorsalis)
b. Kutu putih (Pseudococcuscitriculus)
c. Kalong dan bajing, keberadaan hama ini dipengaruhi faktor lingkungan
baik lingkungan biotik maupun abiotik. Yang termasuk faktor biotik
seperti persediaan makanan.
d. Ulat (Actronis sp)
10

e. Ulat daun (Trabala pallida)


f. Ulat keket (Ploneta diducta)
g. Ulat penggerek batang (Indrabela sp)
h. Ulat jengkal (Berta chrysolineate)
i. Semut dan tikus
2. Penyakit
a. Penyakit embun jelaga oleh cendawan Capnodium spp.
b. Penyakit karena ganggang (Cihephaleusos Vieccons)
c. Penyakit karena cendawan Rigidoporus Lignosus
d. Jamur Ceroospora psidil, Jamur karat Poccinia psidil, Jamur Allola psidil

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis


komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-
informasi geografi., dengan konsep dasarnya yang merupakan suatu sistem
terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software) dan data, yang selanjutnya dapat mendayagunakan sistem
penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat
diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan atau spasial (Alvane
2009).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015 hingga bulan Mei 2016 di
Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

1. Data curah hujan dan suhu rata-rata bulanan wilayah Jawa Barat Periode
1950-2000 dari Global Climate Data (ESRI grids) dengan resolusi spasial ~ 1
km2 yang dapat diperoleh dari website: http://worldclim.org
2. Peta dan data jenis tanah wilayah Jawa Barat yang diperoleh dari Balai Besar
Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP)
3. Peta dan data tata guna lahan wilayah Jawa Barat tahun 2010 yang didapatkan
dari Badan Informasi Geospasial (BIG)
4. Data Digital Elevation Model (DEM) wilayah Jawa Barat yang dapat
diperoleh dari website: http://asterweb.jpl.nasa.gov/gdem.asp dan
http://glovis.usgs.gov/

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laptop dengan software
ArcMap GIS 10.1, Microsoft Excel dan Microsoft Word 2007.
11

Prosedur Penelitian

Klasifikasi kesesuaian setiap parameter


Kesesuaian lahan merupakan kecocokan (adaptability) pada tipe lahan
tertentu. Tahap pencocokan karakteristik lahan dengan kriteria kelas kesesuaian
lahan merupakan penilaian kelas kesesuaian lahan. Kriteria kelas kesesuaian lahan
disusun berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman yang akan dievaluasi. Menurut
Djaenudin et al. (2003), kesesuaian lahan tersebut dibedakan menjadi dua
tingkatan, yaitu ordo dan kelas. Tingkat ordo, kesesuaian lahan dibedakan menjadi
lahan sesuai (S) dan lahan tidak sesuai (N). Tingkatan kelas dibedakan menjadi
lahan sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N).
Proses inilah yang disebut dengan penilaian secara biofisik (kualitatif). Penilaian
pada tingkatan kelas didasarkan pada faktor pembatas yang mempengaruhi
kelanjutan dari penggunaan lahan. Penilaian pada tingkatan kelas didasarkan pada
faktor pembatas yang mempengaruhi kelanjutan dari penggunaan lahan.
Setiap peta diklasifikasikan dan diberi nilai berdasarkan tingkat kelas
kesesuaian tanaman jambu kristal, yaitu:
a. Sangat Sesuai (S1)
Daerah sangat sesuai untuk pengembangan tanaman jambu kristal,
dimana tidak ada faktor pembatas terhadap penggunaannya secara
bekelanjutan.
b. Cukup Sesuai (S2)
Daerah cukup sesuai untuk pengembangan tanaman jambu kristal,
dimana tidak ada faktor pembatas terhadap penggunaanya secara
berkelanjutan, atau memiliki faktor pembatas yang sifatnya minor (dapat
diatasi) serta tidak akan menurunkan hasil produksi.
c. Sesuai marjinal (S3)
Daerah sesuai untuk pengembangan tanaman jambu kristal, namun
mempunyai faktor pembatas yang berat sehingga dapat berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman dan memerlukan data input tambahan dalam jumlah
yang lebih besar dibandingkan kelas S2.
d. Tidak Sesuai (N)
Daerah yang tidak cocok untuk pengembangan komoditas tanaman jambu
kristal lebih lanjut, karena memiliki faktor pembatas yang sangat besar.

Tahap ini, klasifikasi yang dilakukan pada setiap parameternya


menggunakan tabel persyaratan kesesuaian tanaman jambu kristal menurut
Technical Mission of the Republic of China (2011), Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian (2012), dan wawancara dengan petani jambu kristal
seperti berikut ini:
12

Tabel 1 Kriteria kesesuaian tanaman jambu kristal (Psidium guajava L)

Kelas Kesesuaian Lahan


Persyaratan
S1 S2 S3 N
Suhu rata-rata 18–25
26–30** 15–17 <15; >34
tahunan (oC) 31–34
Curah Hujan rata-
1000–2000 >2000–3000 >3000–3800 <1000;>3800
rata tahunan (mm)
Ketinggian (m dpl) 50–500 >500–800 >800–1000 <50; >1000
Tekstur tanah* L,SCL,SiL,
LS, SC, SiC Liat masif Kerikil
C, SC
C= clay (liat); L= loam (lempung); S= sand (pasir); Si= silt (debu); SL= sandy loam
(lempung berpasir); LS= loamy sand (pasir berlempung), SCL= sandy clay loam
(lempung liat berpasir); SiL= silt loam (lempung berdebu); SC= sandy clay (liat
berpasir) SiC= silty clay (liat berdebu)
Sumber: Wang T.H (2011)
*Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2012): menggunakan
kesesuaian jambu biji secara umum
**Wawancara petani jambu kristal Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat (2015)

Data tekstur tanah didapat dari analisis fisik beberapa jenis tanah di Jawa
Barat seperti ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2 Analisis fisik beberapa jenis tanah di Provinsi Jawa Barat

Jenis Tanah
No. Jenis Tanah Tekstur
Pasir Debu Liat
1 Alluvial 0.7 22.4 76.7 Liat
2 Andosol 30.2 40.4 29.4 Lempung berliat
3 Glei 36.1 44.4 19.1 Lempung
4 Grumusol 1.9 18.2 79.9 Liat
5 Latosol 9.6 55.6 34.4 Lempung liat berdebu
6 Podsolik Merah 10 49.3 40.7 Liat berdebu
Kuning
7 Regosol 79.8 11.6 8.6 Liat berpasir
Sumber: Naskah Peta Tanah Eksplorasi Jawa dan Madura, LPT 1969

Kelas tekstur tanah diperoleh berdasarkan kandungan persentase pasir,


debu, dan liat dari masing-masing jenis tanah yang dapat ditentukan melalui
diagram segitiga tekstur, seperti gambar 1 dibawah ini.
13

Gambar 3 Kelas tekstur tanah (World Agroforestry Centre 2014)


Hasil dari pengklasifikasian yang telah diperoleh kemudian diberi skor
yaitu nilai 4 untuk kelas S1, nilai 3 untuk S2, nilai 2 untuk S3, dan nilai 1 untuk
N. Tahap ini akan menghasilkan peta kesesuaian pada setiap parameternya.

Tumpang susun (overlay) parameter


Tahap tumpang susun parameter yang dilakukan adalah curah hujan dengan
suhu udara, ketinggian dengan tekstur tanah. Proses ini menggunakan perkalian
antara nilai skor dari hasil tahap 1 dengan nilai pembobot pada tiap parameternya.
Masing-masing parameter diberi nilai pembobot yaitu 35% untuk parameter curah
hujan, 15% untuk parameter suhu udara, 30% untuk parameter ketinggian dan
20% untuk parameter tekstur tanah. Hasil perkalian dari tumpang susun tersebut
kemudian dibuat matriks penjumlahan dari keempat kelas, sehingga diperoleh
nilai baru yang kemudian digunakan untuk menentukan rentang tertinggi pada
masing-masing kelas kesesuaian (S1, S2, S3, dan N). Peta yang akan dihasilkan
pada tahap ini berupa peta kesesuaian iklim dan peta kesesuaian tanah.

Tabel 3 Perhitungan hasil overlay parameter curah hujan dengan suhu udara

Suhu (0.15)
Parameter (Bobot) S1 S2 S3 N
(4 X 0.15) (3 X 0.15) (2 X 0.15) (1 X 0.15)
= 0.6 = 0.45 = 0.30 = 0.15
S1 (4 X 0.35)=1.4 2 1.85 1.7 1.55
CH S2 (3 X 0.35)=1.05 1.65 1.5 1.35 1.2
(0.35) S3 (2 X 0.35)=0.7 1.3 1.15 1 0.85
N (1 X 0.35) =0.35 0.95 0.8 0.65 0.5
14

Tabel 4 Perhitungan hasil overlay parameter ketinggian dengan tekstur tanah

Tekstur tanah (0.20)


Parameter (Bobot) S1 S2 S3 N
(4X0.20) (3X0.20) (2X0.20) (1X0.20)
= 0.8 = 0.6 = 0.4 = 0.2
S1 (4 X 0.30)=1.2 2 1.8 1.6 1.4
Ketinggian S2 (3 X 0.30)=0.9 1.7 1.5 1.3 1.1
(0.30) S3 (2 X 0.30)=0.6 1.4 1.2 1 0.8
N (1 X 0.30) =0.3 1.1 0.9 0.7 0.5

Tumpang susun (overlay) peta hasil dari tahap 2


Tahap ini tidak jauh berbeda dari langkah yang dilakukan dari tahap 2. Peta
kesesuaian iklim dan tanah yang telah diklasifikasi kemudian dilakukan overlay,
setelah itu diklasifikasikan kembali berdasarkan nilai rentang tertinggi pada
masing-masing kelas kesesuaiannya. Hal yang sedikit berbeda pada tahap ini
hanya perhitungan yang dilakukan tidak menggunakan perkalian namun
penjumlahan pada masing-masing kesesuaian iklim maupun tanah. Hasil peta
pada tahap ini berupa peta agroklimat.

Tabel 5 Perhitungan hasil overlay faktor iklim dengan tanah

Kelas
IKLIM TANAH AGROKLIMAT
Kesesuaian
S1 2 2 4
S2 1.5 ≤ X < 2 1.5 ≤ X < 2 3≤X<4
S3 1 ≤ X < 1.5 1 ≤ X < 1.5 2≤X<3
N 0.5 ≤ X < 1 0.5 ≤ X < 1 1≤X<2

Peta agroklimat yang telah dibuat kemudian dilakukan overlay kembali


dengan peta penutupan lahan dengan jenis semak/belukar. Tujuan dari tahap ini
untuk mendukung hasil pengolahan data yang telah diperoleh dengan kenyataan
yang terdapat di lapangan karena tidak semua lahan yang cocok untuk
pengembangan tanaman jambu kristal. Hasil dari tahap ini yaitu peta potensi lahan
tanaman jambu kristal yang merupakan lahan yang dapat dijadikan rekomendasi
area pembukaan baru (ekstensifikasi) untuk pengembangan jambu kristal.

Tabel 6 Penilaian wilayah pengembangan tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa


Barat

Kelas Nilai
Semak/belukar Baik
Tutupan Kebun campuran, ladang/tegalan, perkebunan, Sedang
lahan dan sawah
Lain-lain (pemukiman dsb) Buruk
15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Jawa Barat

Letak dan luas


Provinsi Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Pulau Jawa yang
berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta di sebelah utara, sebelah
timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan berbatasan
dengan Samudera Hindia, serta di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi
Banten. Secara geografis wilayah Provinsi Jawa Barat ini terletak pada koordinat
antara 550' ─ 750' Lintang Selatan dan 10448' ─ 10848' Bujur Timur. Luas
Provinsi Jawa Barat adalah 37,173.97 km2 atau 3,717,397 ha dengan garis pantai
cukup panjang yaitu 755.83 Km (BPS Provinsi Jawa Barat 2015).

Gambar 4 Peta administrasi Provinsi Jawa Barat


Berdasarkan Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2010 yang terdapat
pada Tabel 7, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota yaitu:
16

Tabel 7 Luas wilayah Jawa Barat pada tiap kabupaten berdasarkan peta
administrasi

Kabupaten/Kota Luas (Ha) Persentase (%)


Kab. Bogor 299,200 8.1
Kab. Sukabumi 416,200 11.2
Kab. Cianjur 359,800 9.7
Kab. Bandung 178,000 4.8
Kab. Garut 309,600 8.3
Kab.Tasikmalaya 270,400 7.3
Kab. Ciamis 274,100 7.4
Kab. Kuningan 118,900 3.2
Kab. Cirebon 107,200 2.9
Kab. Majalengka 134,400 3.6
Kab. Sumedang 156,000 4.2
Kab. Indramayu 209,600 5.6
Kab. Subang 217,000 5.8
Kab. Purwakarta 94,200 2.5
Kab. Karawang 191,500 5.2
Kab. Bekasi 126,600 3.4
Kab. Bandung
133,600 3.6
Barat
Kota Bogor 11,200 0.3
Kota Sukabumi 4,900 0.1
Kota Bandung 16,800 0.5
Kota Cirebon 20,000 0.5
Kota Bekasi 21,700 0.6
Kota Depok 4,100 0.1
Kota Cimahi 4,100 0.1
Kota Tasikmalaya 18,600 0.5
Kota Banjar 13,200 0.4
Total 3,711,000 100

Berdasarkan aspek luas wilayahnya, maka kabupaten yang memiliki area


paling luas adalah Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah sebesar 416,200 ha.
Hal ini menunjukkan bahwa daerah Kabupaten Sukabumi memiliki potensi untuk
pemgembangan tanaman jambu biji kristal yang cukup besar bila ditinjau dari
luas wilayahnya. Namun, hal ini harus didukung dengan potensi kesesuaiaan
lahan yang sesuai untuk tanaman jambu biji kristal dan penggunaan lahan yang
dapat dikonversi untuk perkebunan jambu. Selain itu, terdapat pula beberapa
kabupaten yang memiliki luas area cukup luas sehingga berpotensi untuk
pengembangan jambu biji kristal, seperti Kabupaten Cianjur, Garut, Bandung,
Bogor, Ciamis, Tasikmalaya, dan Subang.
Aspek luas wilayah perlu didukung dengan potensi kesesuaian lahan untuk
tanaman jambu biji kristal dan penggunaan lahan yang dapat dikonversi menjadi
area perkebunan jambu biji kristal. Pada luas lahan yang tidak terlalu besar tetapi
17

lahan tersebut memiliki potensi kesesuaian lahan yang sesuai dan dapat
dikonversi menjadi area perkebunan jambu biji, maka lahan tersebut dapat
dijadikan daerah untuk pengembangan tanaman jambu biji kristal dan memiliki
potensi menjadi daerah sentra jambu biji kristal di Jawa Barat.

Iklim
Provinsi Jawa Barat memiliki curah hujan rata-rata tahunan sekitar 1,239 ─
4,234 mm (data worldclim 1950-2000). Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran
curah hujan di Jawa Barat cukup beragam, mulai dari wilayah yang memiliki
curah hujan rendah seperti di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan
Indramayu hingga wilayah dengan curah hujan tinggi seperti di Kabupaten Bogor,
Sukabumi, Kota Bogor, dan Kota Sukabumi. Hasil pengolahan data curah hujan
rata-rata bulanan selama periode 1950-2000 memperlihatkan grafik berpola
monsunal (gambar 3).

Gambar 5 Pola curah hujan rata-rata periode 1950-2000 Provinsi Jawa


Barat (http://worldclim.org)
Menurut Taofiqurohman (2008), pola monsunal dicirikan oleh bentuk pola
hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan). Hasil perhitungan
menjelaskan bahwa curah hujan mencapai maksimum terjadi pada bulan Januari
dan Maret yang merupakan monsun barat (musim hujan), sedangkan bulan
Agustus memperlihatkan curah hujan minimum yang merupakan monsun timur
(musim kemarau). Pergeseran bulan, baik mempercepat atau memperlambatnya
musim dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya fenomena El Nino, La
Nina dan Dipole Mode.
Suhu udara rata-rata tahunan di Jawa Barat berkisar antara 11 ─ 30oC (data
worldclim 1950-2000) yang tersebar merata di seluruh bagian Wilayah Jawa
Barat. Perbedaan suhu ini disebabkan oleh topografi yang terdapat di Jawa Barat.
Besarnya suhu udara sangat tergantung dari letak suatu tempat di atas permukaan
laut dan besarnya hampir konstan sepanjang tahun.

Tanah
Karakteristik lahan yang akan dikaji dalam penelitian adalah tekstur tanah,
dan ketinggian. Tekstur tanah yang terdapat di wilayah Jawa Barat cukup
beragam, namun tekstur tanah yang digunakan untuk menentukan kesesuaian
lahan dalam penelitian ini hanya lima jenis tekstur tanah yaitu liat, lempung
18

berliat, lempung liat berdebu, liat berdebu, dan liat berpasir. Selain itu, ketinggian
tempat juga cukup beragam, mulai dari 0 m dpl hingga >1000 m dpl.

Penutupan lahan
Tata guna lahan di wilayah Jawa Barat tahun 2010 yang didapat dari Badan
Informasi Geospasial (BIG) meliputi hutan primer, hutan sekunder, kawasan dan
zona industri, kebun campuran, ladang/tegalan, perkebunan, rawa, sawah,
semak/belukar, sungai/danau/waduk, tambak/empang, dan terbangun.

Tabel 8 Penutupan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2010

Penutupan Lahan Luas Wilayah (Ha) Persentase (%)


Hutan Primer 414,233 11.16
Hutan Sekunder 285,206 7.69
Kawasan dan Zona Industri 128,749 0.35
Kebun Campuran 427,347 11.52
Ladang/ Tegalan 351,662 9.48
Perkebunan 318,099 8.57
Rawa 1,935 0.01
Sawah 108,452,220 29.22
Semak/Belukar 275,173 7.42
Sungai/Danau/Waduk/Situ 43,832 1.18
Tambak/Empang 72,699 1.96
Terbangun/Pemukiman 449,483 12.11
Jumlah 3,711,000 100

Jenis tutupan lahan yang dapat dikonversi menjadi lahan pertanian


berdasarkan peraturan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL) diantaranya kebun campuran, ladang/tegalan, perkebunan,
sawah, dan semak/belukar. Namun, tidak semua jenis tutupan lahan tersebut dapat
dikonversi menjadi wilayah pengembangan tanaman jambu biji kristal. Hal ini
berkaitan dengan penyesuaian kondisi tutupan lahan pada setiap wilayah
kabupaten/kota.
Berdasarkan tabel 8 dan peta tata guna lahan Provinsi Jawa Barat (lampiran
1), terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat didominasi oleh lahan sawah yang sebagian
besar tersebar secara merata di bagian utara dan sebagian kecil lainnya menyebar
di bagian tengah dan selatan Jawa Barat. Rawa merupakan jenis tutupan yang
paling sedikit di Jawa Barat, wilayah ini berada di bagian tengah Jawa Barat yaitu
sebagian kecil dari Kabupaten Majalengka. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa wilayah Jawa Barat masih memiliki lahan-lahan yang dapat dioptimalkan
dengan cara mengkonversikan lahan yang belum dioptimalkan menjadi lahan
produktif seperti semak/belukar khususnya dalam hal ini perkebunan jambu
kristal.

Identifikasi Kesesuaian Iklim

Kesesuaian iklim merupakan tingkat kecocokan sebidang lahan terhadap


karakteristik iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman jambu
19

biji kristal. Karakteristik iklim yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
parameter curah hujan dan suhu udara.

Identifikasi kesesuaian curah hujan


Hasil analisis kesesuaian curah hujan menunjukkan bahwa tingkat
kesesuaian curah hujan di lahan Provinsi Jawa Barat cukup beragam, mulai dari
S1 hingga N. Wang (2011) dari misi teknik Taiwan menyatakan bahwa tanaman
jambu kristal dapat tumbuh dengah baik pada curah hujan rata-rata tahunan yang
berkisar antara 1000-3800 mm. Berdasarkan peta kesesuaian curah hujan yang
terdapat pada lampiran 1, terlihat bahwa wilayah di Provinsi Jawa Barat yang
merupakan kesesuaian S1 mendominasi wilayah bagian utara provinsi ini,
tepatnya di sebagian lahan Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu,
dan Kota Bekasi.
Mariati (2013) menyatakan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor
iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jambu kristal, terutama
pada saat pertumbuhan bakal bunga dan bakal buah. Jika curah hujan terlalu
rendah ataupun terlalu tinggi, maka tanaman dapat mengalami kerontokkan bakal
bunga maupun buah. Hal ini dikarenakan tanaman jambu kristal merupakan
tanaman keluarga jambu biji yang memiliki kromosom triploid (3n) yang mudah
rontok. Selain itu, kondisi tinggi atau rendahnya curah hujan juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan formasi akar, terutama pada tanaman yang ditanam
berasal dari biji (seed) (Wang 2011).
Curah hujan yang sedikit akan berdampak buruk pada tanaman jambu
kristal karena dapat menyebabkan ketersediaan air di dalam tanah menjadi
berkurang, sehingga pada tanaman muda yang belum memiliki sistem perakaran
yang kuat belum dapat memanfaatkan air tanah yang dalam. Selain itu, wilayah
yang memiliki curah hujan yang tinggi, seperti Kabupaten Ciamis, Bogor,
Sukabumi, Kota Bogor, dan sebagian kecil Kabupaten Tasikmalaya tidak cocok
ditanami jambu kristal karena iklim yang sangat basah dapat menyebabkan
penggenangan dan pembusukan pada akar. Curah hujan yang tinggi juga dapat
menyebabkan hama dan penyakit lebih cepat berkembang pada lahan
pengembangan jambu kristal sehingga kondisi ini dapat merugikan petani.

Identifikasi kesesuaian suhu udara


Hasil analisis kesesuaian suhu udara menunjukkan bahwa tanaman jambu
kristal dapat tumbuh dengan baik di hampir seluruh wilayah Jawa Barat. Hal ini
dapat dibuktikan dengan peta kesesuaian suhu udara yang terdapat pada lampiran
2. Suhu udara yang paling baik untuk ditanami tanaman jambu kristal berkisar
antara 26 ─ 30 oC karena pada dasarnya tanaman jambu kristal dapat tumbuh
dengan baik pada rentang suhu yang cukup panjang yaitu 15 ─ 34oC (Wang
2011).
Wilayah yang memiliki suhu rendah kurang cocok untuk ditanami tanaman
jambu kristal karena dapat memperlambat proses pembentukan bakal bunga yang
menyebabkan sedikitnya bakal buah yang dihasilkan dan dapat memperlambat
proses pematangan buah, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan rontoknya
bakal bunga, bakal buah, ataupun buah yang hampir siap panen akibat kekeringan
pada tanaman jambu kristal.
20

Tabel 9 menunjukkan bahwa kabupaten di Jawa Barat yang memiliki


kesesuaian iklim S1 (sangat sesuai) terluas adalah Kabupaten Sukabumi dengan
luas area sekitar 278,900 ha atau 67% dari luas kabupatennya atau 7.5% dari luas
Provinsi. Potensi kesesuaian S2 (cukup sesuai) terluas adalah Kabupaten
Indramayu dengan luas area 209,300 ha atau 5.6% dari luas provinsi. Lahan seluas
107,100 ha atau 2.9% dari luas provinsi yang berada di Kabupaten Cianjur
merupakan kelas kesesuaian S3 (sesuai marginal). Kabupaten terluas yang
lahannya tidak sesuai (N) untuk ditanami jambu kristal berdasarkan faktor
iklimnya adalah Kabupaten Bogor dengan luas 2,900 ha atau 0.08% dari luas
provinsi.

Tabel 9 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian iklim di tiap kabupaten Provinsi


Jawa Barat

Luas (Ha)
Kabupaten/Kota
S1 S2 S3 N
Kab. Bandung 77,600 33,700 65,400 1,300
Kab. Bandung Barat 104,200 3,700 25,700 -
Kab. Bekasi - 126,600 - -
Kab. Bogor 108,500 116,200 73,800 700
Kab. Ciamis 147,000 40,100 87,000 -
Kab. Cianjur 233,300 18,000 107,100 1,400
Kab. Cirebon 7,900 99,100 200 -
Kab. Garut 175,900 79,600 51,200 2,900
Kab. Indramayu 300 209,300 - -
Kab. Karawang 8,500 182,900 100 -
Kab. Kuningan 79,600 26,700 11,500 1,100
Kab. Majalengka 51,400 73,300 8,400 1,300
Kab. Purwakarta 53,700 36,400 4,100 -
Kab. Subang 60,600 142,800 13,600 -
Kab. Sukabumi 278,900 42,300 93,300 1,700
Kab. Sumedang 103,600 49,200 3,200 -
Kab. Tasikmalaya 215,300 10,800 44,300 -
Kota Bandung 16,800 - - -
Kota Banjar 500 9,700 3,000 -
Kota Bekasi - 21,700 - -
Kota Bogor 3,500 6,700 1,000 -
Kota Cimahi 4,100 - - -
Kota Cirebon - 4,000 - -
Kota Depok - 15,900 4,100 -
Kota Sukabumi 4,900 - - -
Kota Tasikmalaya 18,500 100 - -
Total 3,711,000
21

Penyebaran iklim yang cocok untuk tanaman jambu kristal di Jawa Barat
cukup beragam karena mewakili masing-masing kelas kesesuaian iklim meliputi
kesesuaian iklim S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marjinal), dan
N (tidak sesuai), namun kesesuaian iklim yang paling dominan adalah kesesuaian
iklim S1 dan S2 seperti yang terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kesesuaian iklim tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa Barat


Wilayah kesesuaian iklim yang ditunjukkan pada Gambar 6 yaitu
kesesuaian S1 dengan total area seluas 1,754,600 ha atau sekitar 47.3% dari luas
Provinsi Jawa Barat, wilayah ini menyebar dari tengah hingga selatan Jawa Barat.
Kesesuaian S2 sebagian besar terdapat wilayah utara Jawa Barat dengan total area
seluas 1,348,800 ha atau sekitar 36.3% dari luas provinsi. Kesesuaian S3 seluas
597.000 ha atau 16.1% dari luas provinsi, serta lahan tidak sesuai (N) dengan luas
area 10,400 ha atau sekitar 0.3% dari luas Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar
wilayah sangat sesuai untuk ditanami tanaman jambu kristal jika dilihat dari faktor
iklimnya.

Identifikasi Kesesuaian Tanah

Kesesuaian tanah merupakan tingkat kecocokan sebidang lahan terhadap


karakteristik tanah yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman jambu
biji kristal. Karakteristik tanah yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
parameter ketinggian tempat dan tekstur tanah.

Identifikasi kesesuaian ketinggian


Faktor ketinggian tempat pada tanaman jambu kristal memiliki pengaruh
yang cukup besar bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jambu kristal.
Ketinggian tempat yang cocok untuk penanaman jambu biji kristal adalah 50
hingga 1000 m dpl. Penanaman jambu biji kristal di ketinggian lebih dari 1000 m
22

dpl tidak disarankan. Semakin tinggi ketinggian tempat, suhu semakin rendah dan
awan cenderung makin rapat. Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan
tanaman menjadi lambat, bunga banyak yang gagal berkembang karena
pertumbuhan bunga tidak menentu, produksi buah otomatis berkurang, selain itu
buah yang dihasilkan memiliki ukuran yang kecil-kecil (Wang 2011).
Sebaran wilayah kesesuaian jambu kristal berdasarkan faktor ketinggian
dapat dilihat pada lampiran 3. Berdasarkan peta tersebut maka dapat diketahui
bahwa ketinggian di Provinsi Jawa Barat yang sesuai untuk ditanami jambu kristal
cukup luas bahkan hampir di seluruh bagian wilayah sesuai untuk ditanami jambu
kristal. Ketinggian dibawah 50 m dpl dan diatas 1000 m dpl yang diberi simbol
warna jingga merupakan wilayah yang tidak sesuai untuk ditanami jambu kristal
seperti di sebagian besar Kabupaten Bandung, Garut dan sebagian wilayah utara
Provinsi Jawa Barat.

Identifikasi kesesuaian tekstur tanah


Faktor tekstur tanah tidak terlalu memiliki pengaruh yang besar bagi
tanaman jambu kristal. Namun, pada tanaman muda faktor ini cukup
mempengaruhi pertumbuhannya terutama pertumbuhan akar. Menurut Wang
(2011), jambu kristal dapat tumbuh pada beragam jenis tanah bahkan tanah yang
bertekstur sedikit keras pun bisa tumbuh, asalkan bagian top soil cukup gembur
untuk meloloskan air ke perakaran agar kuat mencekeram tanah.
Berdasarkan penanaman jambu biji kristal di Mojokerto, jenis tanah
grumusol merupakan salah satu jenis tanah yang cocok untuk ditanami jambu
kristal, karena tanah ini memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi dan
mampu memegang air Wang (2011). Kandungan organik jenis tanah grumusol
dapat ditentukan dari faktor pembentuknya maupun dari jenis vegetasi lahan
penutupnya, misalnya grumusol sawah akan berbeda dengan grumusol yang
ditumbuhi rumput-rumputan (Subardja et al. 2014). Notohadinegoro (2006)
menyatakan bahwa tanah yang ideal untuk tanaman pangan dan hortikultura
antara lain tanah bertekstur lempung, liat berpasir, lempung berdebu, debu, dan
lempung berliat. Tekstur tanah yang sesuai bagi tanaman jambu kristal
berdasarkan jenis tanah tersebar merata di hampir seluruh wilayah Jawa Barat
(lampiran 4). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tekstur tanah di Jawa Barat
cocok untuk ditanami jambu kristal.
23

Tabel 10 menunjukkan bahwa wilayah di Provinsi Jawa Barat yang


memiliki kesesuaian tanah S1 terluas adalah Kabupaten Bogor yaitu sebesar
156,900 ha atau sekitar 4.2% dari luas Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Sukabumi
seluas 142,600 ha atau 3.8% dari luas provinsi. Wilayah yang memiliki kelas
kesesuaian S2 terluas adalah Kabupaten Tasikmalaya yaitu seluas 143,100 ha atau
3.9% dari luas provinsi. Kabupaten yang memiliki nilai kesesuaian S3 terluas
yaitu Kabupaten Karawang yang mencakup area seluas 154,200 ha atau sekitar
4.2% dari luas provinsi, sedangkan untuk nilai N terluas adalah Kabupaten Garut
yang mencakup area seluas 78,000 ha atau 2.1% dari luas Provinsi Jawa Barat.

Tabel 10 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian tanah di tiap kabupaten Provinsi


Jawa Barat

Luas (Ha)
Kabupaten/Kota
S1 S2 S3 N
Kab. Bandung - 47,800 100,700 29,500
Kab. Bandung Barat 12,000 55,100 56,300 10,200
Kab. Bekasi 10,400 3,100 107,900 5,200
Kab. Bogor 156,900 79,000 56,700 6,600
Kab. Ciamis 107,200 71,600 65,500 29,800
Kab. Cianjur 96,700 122,300 100,500 40,300
Kab. Cirebon 21,800 4,100 72,400 8,900
Kab. Garut 8,800 132,700 90,100 78,000
Kab. Indramayu 8,100 11,000 147,300 43,200
Kab. Karawang 31,800 4,100 154,200 1,400
Kab. Kuningan 42,000 55,000 12,700 9,200
Kab. Majalengka 33,800 40,100 45,700 14,800
Kab. Purwakarta 65,100 18,700 9,500 900
Kab. Subang 76,300 19,800 102,000 18,900
Kab. Sukabumi 142,600 125,200 78,700 69,700
Kab. Sumedang 81,300 32,300 40,900 1,500
Kab. Tasikmalaya 78,400 143,100 36,100 12,800
Kota Bandung - 14,200 2,600 -
Kota Banjar 1,800 3,400 4,300 3,700
Kota Bekasi 4,300 - 16,800 600
Kota Bogor 11,000 200 - -
Kota Cimahi - 3,500 600 -
Kota Cirebon 400 - 3,600 -
Kota Depok 19,500 - 300 200
Kota Sukabumi 1,800 3,100 - -
Kota Tasikmalaya 5,100 13,500 - -
Total 3,711,000
24

Gambar 7 Peta kesesuaian tanah tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan peta kesesuaian tanah pada Gambar 7, menunjukkan bahwa
penyebaran tanah di Jawa Barat yang cocok ditanami jambu kristal cukup
beragam jika dilihat dari faktor tanahnya karena mewakili setiap kelas kesesuaian
yaitu meliputi kesesuaian S1 dan S2 dengan total area seluas 1,017,100 ha dan
1,002,900 ha atau masing-masing sekitar 27% dari luas provinsi. Kesesuaian S3
dengan total area seluas 1,305,400 ha atau sekitar 35% dari luas provinsi, serta
kesesuaian kelas N seluas 385,600 ha atau sekitar 10% dari luas wilayah Jawa
Barat.

Identifikasi Kesesuaian Agroklimat

Iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan jambu kristal,
sehingga kedua faktor ini perlu dipertimbangkan dalam penentuan wilayah
pengembangan tanaman jambu kristal. Wilayah dengan kondisi tanah sangat
sesuai namun tidak sesuai dengan kondisi iklimnya, dapat dikatakan bahwa belum
tentu tanaman jambu kristal di wilayah tersebut mampu berproduksi secara
optimal.
25

Tabel 11 menunjukkan bahwa wilayah di Provinsi Jawa Barat yang


memiliki kesesuaian agroklimat S1 terluas adalah Kabupaten Sumedang dengan
luas area 17,300 ha atau 0.47% dari total luas Provinsi Jawa Barat, Kabupaten
Tasikmalaya seluas 17,100 ha, Kabupaten Garut seluas 14,000 ha, Kabupaten
Cianjur seluas 12,400 ha, dan Kabupaten Bogor seluas 9,300 ha. Wilayah yang
memiliki kelas kesesuaian S2 terluas adalah Kabupaten Bogor dengan luas area
20,100 ha, dan Kabupaten Sukabumi seluas 16,500 ha.

Tabel 11 Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat di tiap kabupaten


Provinsi Jawa Barat

Luas (Ha)
Kabupaten/Kota
S1 S2 S3 N
Kab. Bandung - 400 7,300 100
Kab. Bandung Barat 1,800 1,400 3,000 -
Kab. Bekasi - - - -
Kab. Bogor 9,300 20,100 4,500 600
Kab. Ciamis 3,300 5,400 4,900 -
Kab. Cianjur 12,400 14,300 8,900 -
Kab. Cirebon 100 1,200 300 -
Kab. Garut 14,000 14,300 14,700 -
Kab. Indramayu - - 400 -
Kab. Karawang - 200 200 -
Kab. Kuningan 1,600 4,200 2,000 -
Kab. Majalengka 3,100 6,200 5,600 -
Kab. Purwakarta 900 300 100 -
Kab. Subang - - - -
Kab. Sukabumi 12,800 16,500 9,800 600
Kab. Sumedang 17,300 2,900 11,400 -
Kab. Tasikmalaya 17,100 5,600 10,300 500
Kota Bandung - - 100 -
Kota Banjar - 200 300 -
Kota Bekasi - - 500 -
Kota Bogor - - - -
Kota Cimahi - 100 200 -
Kota Cirebon - - 500 -
Kota Depok - 600 - -
Kota Sukabumi - - 100 -
Kota Tasikmalaya 1,600 - - -
Total 3,711,000
26

Gambar 8 Peta kesesuaian agroklimat tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa


Barat
Gambar 8 menunjukkan hasil tumpang susun antara peta kesesuaian iklim
(curah hujan dan suhu udara) dan peta kesesuaian tanah (ketinggian dan tekstur
tanah), kemudian dilakukan overlay dengan peta penutupan lahan berupa
semak/belukar. Berdasarkan peta kesesuaian agroklimat ini, Provinsi Jawa Barat
didominasi oleh kelas kesesuaian S1 dan S2 dengan total luas area masing-masing
95,300 ha atau sekitar 2.6% dan 93,900 ha atau sekitar 2.5 % dari luas total
provinsi. Wilayah dengan kesesuaian S3 seluas 85,100 ha, sedangkan kelas tidak
sesuai (N) seluas 1800 ha.
Wilayah yang berpotensi untuk pengembangan tanaman jambu kristal
berdasarkan kesesuaian agroklimatnya merupakan gabungan dari kelas kesesuaian
sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2). Wilayah ini mencakup area seluas
189,200 ha atau sekitar 5.1% dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah yang
memiliki kelas kesesuaian sesuai marginal (S3) akan kurang berpotensi karena
wilayah ini akan memberikan banyak faktor pembatas yang dapat menghambat
produksi tanaman jambu kristal hingga perkembangan ekstensifikasinya,
sedangkan wilayah pada kelas tidak sesuai (N) dapat dikatakan tidak cocok untuk
pengembangan tanaman jambu kristal.

Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Jambu Kristal

Pemetaan wilayah kesesuaian agroklimat untuk tanaman jambu Kristal di


Provinsi Jawa Barat yang telah disusun hanya berdasarkan sifat fisik yaitu iklim
dan tanah. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan juga dari segi sosial ekonomi
yaitu faktor penggunaan lahan. Lahan berupa semak/belukar, kebun campuran,
ladang/tegalan, perkebunan, rawa, dan sawah secara ekonomis dapat
dimanfaatkan sebagai wilayah ekstensifikasi yang potensial. Lahan terbangun,
27

hutan primer, hutan sekunder, sungai/danau/waduk/situ, tambak/empang, kawasan


dan zona industri merupakan wilayah yang mutlak tidak bisa dilakukan
ekstensifikasi.

Tabel 12 Luas wilayah yang potensial untuk pengembangan tanaman jambu


kristal pada tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat

Luas (Ha)
Kabupaten/Kota
Baik Kurang Tidak ada
Kab. Bandung 400 103,600 59,900
Kab. Bandung Barat 3,200 76,500 46,100
Kab. Bekasi - 77,800 48,800
Kab. Bogor 29,400 123,900 153,000
Kab. Ciamis 8,700 189,800 67,500
Kab. Cianjur 26,700 195,700 133,300
Kab. Cirebon 1,300 69,400 36,000
Kab. Garut 28,300 153,500 103,800
Kab. Indramayu - 117,300 91,700
Kab. Karawang 200 102,600 88,300
Kab. Kuningan 5,800 57,300 55,600
Kab. Majalengka 9,300 81,300 40,900
Kab. Purwakarta 1,200 39,600 53,600
Kab. Subang - 131,400 85,600
Kab. Sukabumi 29,300 229,300 157,600
Kab. Sumedang 20,200 57,200 78,600
Kab. Tasikmalaya 22,700 138,100 109,600
Kota Bandung - 3,300 13,300
Kota Banjar 200 8,900 4,000
Kota Bekasi - 3,600 17,500
Kota Bogor - 3,400 7,700
Kota Cimahi 100 1,500 2,500
Kota Cirebon - 1,400 2,100
Kota Depok 600 5,900 13,300
Kota Sukabumi - 2,700 2,100
Kota Tasikmalaya 1,600 12,700 4,700
Total 189,200 1,987,700 1,477,200

Tabel 12 menunjukkan bahwa wilayah di Jawa Barat yang memiliki potensi


paling baik dan dapat dijadikan rekomendasi wilayah pengembangan adalah
Kabupaten Bogor dengan area seluas 29,400 ha, Kabupaten Sukabumi seluas
29,300 ha dan Kabupaten Garut seluas 28,300 ha. Total luas wilayah potensial di
Provinsi Jawa Barat yang bisa dimanfaatkan sebagai usaha pengembangan
tanaman jambu kristal yaitu seluas 189,200 ha atau sekitar 5.1% dari luas Provinsi
Jawa Barat.
28

Gambar 9 Peta potensi lahan pengembangan tanaman jambu kristal di Provinsi


Jawa Barat
Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa hanya sebagian kecil wilayah di
Provinsi Jawa Barat yang baik untuk pengembangan tanaman jambu kristal.
Wilayah ini berupa semak/belukar yang merupakan kawasan lahan kering (bekas
hutan) yang dapat dikonversi menjadi lahan produktif, sedangkan sebagian besar
wilayah di Provinsi Jawa Barat mempunyai luasan lahan yang kurang berpotensi
dan tidak bisa sama sekali dimanfaatkan untuk ekstensifikasi pengembangan
jambu kristal.

Gambar 10 Perbandingan antara produktivitas jambu biji terhadap luasan


kesesuaian agroklimat di Provinsi Jawa Barat
29

Informasi mengenai jumlah produktivitas jambu biji perlu diketahui agar


dapat dilihat perbandingan antara luasan lahan kesesuaian agroklimat dan lahan
yang baik untuk dilakukan pengembangan jambu sehingga menghasilkan
informasi baru yaitu wilayah rekomendasi pengembangan jambu biji varietas
kristal. Berdasarkan Gambar 10, produktivitas jambu biji tertinggi terdapat di
Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 75.1 ton/ha, Kabupaten Cirebon sekitar 71.7
ton/ha, Kota Depok dengan produktivitas 70.4 ton/ha, Kabupaten Bogor dengan
produktivitas 59.3 ton/ha, dan Kabupaten Sukabumi dengan produktivitas 48.4
ton/ha.
Kabupaten Sumedang dengan kesesuaian agroklimat S1 terluas yaitu
17,300 ha dengan produktivitas sebesar 24.2 ton/ha sedangkan Kabupaten Bogor
merupakan wilayah yang memiliki kesesuaian agroklimat S2 terluas yaitu 20,100
ha. Jika dibandingkan antara nilai produktivitas aktual dengan luasan kesesuaian
agroklimat SI dan S2 menunjukkan hasil yang tidak sebanding, dikarenakan
terdapat wilayah yang memiliki luasan agroklimat dan rekomendasi
pengembangan yang tinggi namun produktivitasnya rendah, seperti pada
Kabupaten Cianjur dengan produktivitas tertinggi namun, rekomendasi wilayah
potensial terluas untuk pengembangan terdapat di Kabupaten Bogor yaitu seluas
29,400 ha atau 0.8% dari luas Provinsi Jawa Barat, terhampar pada ketinggian
50─700 m dpl dengan jenis tanah dominan berupa latosol, dan produktivitas
sebesar 59.3 ton/ha. Kabupaten Sukabumi seluas 29,300 ha atau 0.8% dari luas
provinsi, terhampar pada ketinggian 50─720 m dpl dengan jenis tanah dominan
berupa latosol, dan produktivitas sebesar 48.8 ton/ha.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya produktivitas jambu
biji diantaranya curah hujan, bibit, luas lahan, umur tanaman, dan jenis pupuk
(Siregar 2010). Selain itu, kurangnya informasi tentang karakteristik lahan yang
sesuai dan cocok untuk budidaya, kurangnya sosialisasi petani tentang teknik
budidaya dan cara perawatan jambu biji serta pengetahuan mengenai hama dan
penyakit yang masih terbatas sehingga diperlukan penelitian mengenai hama dan
penyakit pada tanaman ini (Fitria 2016). Hal ini juga berhubungan dengan
rendahnya kualitas buah. Panen yang dihasilkan dari suatu kebun dengan kebun
lainnya dapat berbeda. Bahkan hasil panen yang berasal dari pohon yang sama
pun berbeda-beda kualitasnya. Perbedaan itu dimungkinkan karena berbedanya
kemampuan tiap tanaman menyerap pupuk, kesalahan dalam pemeliharaan
tanaman, penanganan pasca panen, serta pengaruh kondisi lingkungan (Fitriana
2015).
Lokasi penyebaran jambu kristal di Kabupaten Bogor sudah tersebar di
berbagai daerah salah satunya Desa Cikarawang dengan total jumlah pohon
sebanyak 6,796 pohon seluas 61,164 m2 atau 6.1 ha yang terhampar pada
ketinggian mencapai 700 m dpl. Menurut Bapak Badri salah satu petani jambu
kristal binaan ICDF, produktivitas tanaman jambu miliknya mencapai 96 buah per
pohon atau sekitar 45 kg. Panen dilakukan sebanyak 3 musim dengan produksi
mencapai 28.80 ton per tahun dari 1200 pohon dalam 1 ha lahan jambu kristal.
Dari total panen di kebun bapak Badri diantaranya 20% kulitas grade A, 40%
grade B, dan 40% grade C. Buah masuk kualitas grade A jika ukuran buah
seragam, berbobot sekitar 200-300 gram, bentuk bulat, warna kulit hijau muda,
dan mulus. Bapak Badri sebagai petani jambu kristal binaan ICDF telah mampu
30

mensuplai bibit maupun buah, serta mengembangkan tanaman jambu kristal yang
tersebar di 17 provinsi dan 42 kabupaten di Indonesia.

Kualitas Buah Jambu Biji Kristal di Kabupaten Bogor

Rasa manis buah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat
kemanisan buah diantaranya:
1. Keadaan media tanam. Tanah yang subur dengan pH netral dan kandungan
organik yang tinggi dapat meningkatkan kemanisan buah. Unsur kalium (K)
adalah unsur hara yang mempengaruhi kemanisan buah. Unsur ini dapat
diperoleh dari pupuk organik dan anorganik.
2. Curah hujan. Curah hujan yang tinggi dapat menurunkan tingkat kemanisan
buah. Sedangkan curah hujan yang rendah dapat menurunkan kandungan air,
sehingga buah menjadi lebih manis. Pada saat pembuahan, intensitas
penyiraman dikurangi pada 1-2 minggu sebelum buah dipanen. Jumlah air
yang terbatas dapat meningkatkan konsentrasi gula hasil fotosintesis,
sehingga buah menjadi lebih padat dan manis. Pengurangan air jangan
dilakukan saat buah masih muda karena dapat mengecilkan ukuran buah.
3. Intensitas matahari. Intensitas matahari yang tinggi membuat proses
fotosintesis berjalan optimal sehingga buah lebih manis. Biasanya, intensitas
matahari di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan di dataran rendah.
Namun, panjang hari atau waktu penyinaran di dataran rendah lebih lama.
Oleh karena itu, buah yang ditanam di dataran rendah berasa lebih manis.
4. Pembungkusan buah. Pembungkusan dapat meningkatkan kualitas buah, yang
dilakukan sebulan sebelum panen atau setelah buah dijarangkan. Jangan
membungkus buah saat buah masih kecil karena pembungkus menghalangi
masuknya sinar matahari dalam proses fotosintesis. Pembungkusan buah juga
dapat mencegah serangan hama dan penyakit (Fitriana 2015).
Menurut Lai Yi Rong (Misi Teknik Taiwan di Indonesia) hindari
pembungkusan buah ketika buah masih terlalu kecil karena dapat menyebabkan
buah rontok. Jika buah terlalu besar, maka hama dan lalat buah akan menyerang
terlebih dulu. Menurut ahli hama dan penyakit buah dari Pusat Kajian
Hortikultura Tropika (PKHT) IPB, Kusuma Darma menyatakan bahwa jika tanpa
pembungkusan serangan lalat buah bisa merusak buah hingga 80%,
pembungkusan dapat mengurangi serangan menjadi 5-10%. Ancaman lain untuk
wilayah tropis yang dapat mengurangi produksi hingga 20% pada musim hujan
dan meningkat hingga 40% saat kemarau. Buah siap panen rata-rata 2─2.5 bulan
sejak bunga mekar. Wilayah Bogor umumnya panen raya dilakukan sekitar
Januari-Februari dan Juni-Juli. Pada umur itu tingkat kematangan buah mencapai
80%, serta rasa buah sudah manis dan teksturnya renyah (Pratidina 2015).
Upaya meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jambu biji kristal
serta kualitas buah jambu biji kristal dapat dilakukan dengan perbanyakan
tanaman secara vegetatif dan pemangkasan. Tanaman jambu biji kristal umumnya
diperoleh dari perbanyakan vegetatif cangkok (Air layerage) dan sambung
(Grafting). Menurut Hossain et al. (2006) pemangkasan mengurangi pertumbuhan
vegetatif, meningkatkan penerimaan cahaya matahari, memperbaiki kualitas buah
khususnya ukuran buah dan warna buah, serta mempercepat pematangan buah.
31

Petani jambu biji kristal di Kabupaten Bogor umumnya melakukan pemangkasan


cabang tersier dengan menyisakan 4 pasang daun setelah bakal buah.
Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman berpengaruh terhadap
produksi. Produktivitas tanaman (yield) ditentukan oleh kemampuan tanaman
berfotosintesis dan pengalokasian sebagian besar hasil fotosintesis ke bagian yang
bernilai ekonomi yakni buah (sink). Daun dewasa merupakan sumber source yang
menghasilkan asimilat (hasil fotosintesis) yang didistribusikan melalui floem ke
seluruh bagian tanaman, terutama buah. Buah berkompetisi dengan sink lainnya
(daun muda, tunas, dan bunga) untuk mendapatkan asimilat. Tombessi et al.
(1993) menyatakan bahwa alokasi karbohidrat tergantung pada kekuatan sink.
Kekuatan sink ditentukan oleh ukuran, aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink
terhadap source (Taiz dan Zeiger 2002). Jumlah asimilat yang diterima oleh buah
akan menentukan kualitas buah baik fisik (ukuran dan bobot buah) maupun kimia
(vitamin C).

Gambar 11 Pemangkasan cabang tersier dengan menyisakan 4 pasang daun


setelah bakal buah (a), dan pemangkasan cabang tersier dengan
menyisakan 8 pasang daun setelah bakal buah (b) (Fitria 2016).
Penelitian yang telah dilakukan Fitria (2016) menunjukkan bahwa
pemangkasan dengan menyisakan 4 pasang daun setelah bakal buah memberikan
hasil yang lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman jambu biji kristal, baik
pertumbuhan vegetatif (diameter tajuk tanaman, jumlah daun, luas daun, dan
jumlah tunas) maupun generatif (jumlah bunga, jumlah bakal buah, dan jumlah
buah sempurna). Selain itu, pemangkasan dengan menyisakan 8 pasang daun
menghasilkan kualitas buah jambu biji kristal yang lebih baik, yaitu menghasilkan
ukuran buah yang lebih besar dan bobot yang lebih tinggi (Gambar 11).
32

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Luas wilayah potensial di Provinsi Jawa Barat yang bisa dimanfaatkan


sebagai usaha pengembangan tanaman jambu kristal yaitu seluas 189,200 ha atau
sekitar 5.1% dari luas Provinsi Jawa Barat. Produktivitas jambu biji tertinggi
terdapat di Kabupaten Cianjur yaitu sebesar 75.1 ton/ha namun, rekomendasi
wilayah potensial terluas untuk pengembangan terdapat di Kabupaten Bogor yaitu
seluas 29,400 ha atau 0.8% dari luas Provinsi Jawa Barat, terhampar pada
ketinggian 50─700 m dpl dengan jenis tanah dominan berupa latosol, dan
produktivitas sebesar 59.3 ton/ha. Kabupaten Sukabumi seluas 29,300 ha atau
0.8% dari luas provinsi, terhampar pada ketinggian 50─720 m dpl dengan jenis
tanah dominan berupa latosol, dan produktivitas sebesar 48.8 ton/ha. Rendahnya
produktivitas jambu biji berhubungan dengan rendahnya kualitas buah, hal ini
karena kualitas buah pada tanaman jambu dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya keadaan media tanam, curah hujan, intensitas matahari,
pembungkusan buah, serta pemangkasan cabang tersier.

Saran

Penelitian ini hanya mengkaji faktor iklim dan tanah saja, perlu juga
diperhatikan faktor-faktor lain seperti nilai ekonomi pembukaan lahan, budaya,
politik, dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan tanaman jambu kristal di
Provinsi Jawa Barat. Data iklim yang digunakan untuk pewilayahan, sebaiknya
menggunakan data primer dan dapat ditambah dengan parameter iklim dan tanah
lainnya seperti kelembaban udara, kelerengan, serta kedalaman tanah. Hal ini
bertujuan agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Penelitian mengenai
pewilayahan kesesuaian tanaman jambu kristal masih bisa dilanjutkan ke daerah-
daerah potensial terutama dalam lingkup yang lebih kecil lagi di Provinsi Jawa
Barat.
33

DAFTAR PUSTAKA

Alvane SH. 2009. Evaluasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji (Psidium
guajava L.) di Kabupaten Bogor dengan menggunakan sistem informasi
geografis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Deptan] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Jambu Kristal Primadona
Taiwan. Jakarta: Ditjen Hortikultura.
[Deptan] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2014. Data Petani Jambu Kristal
Kabupaten Bogor. Bogor: Bagian Hortikultura.
Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka.2012. Jambu Biji (Psidium
guajava L.) [Internet]. [diunduh 2015 Feb 18]. Tersedia pada:
http://distan.majalengkakab.go.id/utama. html.
Djaenudin D, Marwan H, Subagyo H,Mulyani A, Suharta N 2003. Kriteria
Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Fitria L. 2016. Kajian pertumbuhan, produksi dan kualitas jambu biji (Psidium
guajava L.) var. kristal pada asal bibit dan pemangkasan yang berbeda
[Tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fitriana FN. 2015. International Cooperation and Development Fund (ICDF).
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hodijah S. 2013. Jambu Kristal Icon Bogor [Internet]. [diunduh 2015 Feb 3].
Tersedia pada: http://epetani.pertanian.go.id/budidaya/jambu-kristal-icon-
bogor-7781.
Hossain ABMS, Mizutani F, Onguso JM, El-Shereif AR, Rutto KL. 2006. Effect
of summer pruning on shoot growth and fruit quality in peach trees trained
as slender spindle bush type. Mem Fac Agr Ehime Univ. 51:9-13.
[Kementerian Pertanian RI] Direktorat Jenderal Hortikultura.2014. Pusat Data dan
Informasi Pertanian. Jakarta: Ditjen Hortikultura.
Mariati T. 2013. Budidaya Jambu Biji Kristal (Mengenal Jambu Biji Kristal).
Kementerian Pertanian, Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan
dan Pengembangan SDM Pertanian.
Morton JF. 1987. Fruit of Warm Climates. Florida Flair Books, Miami.
Notohadinegoro T. 2006. Faktor Tanah dalam Pengembangan Hortikultura. UGM
press, Yogyakarta.
Parimin SP. 2005. Jambu Biji Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar
Swadaya. Bogor. pp: 11–15.
Pratidina R, Syamsun M, Wijaya NH. 2015. Analisis pengendalian mutu jambu
kristal dengan metode six sigma di ADC IPB-ICDF Taiwan Bogor. J
Manajemen dan Organisasi. VI(1):1-18.
Sabrina PA. 2014. Perbandingan Analisis Kelayakan Usaha Jambu Kristal
(Psidium guajava L) Petani Mandiri dengan Petani Binaan ICDF
Kabupaten Bogor. [Skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Siregar FBS. 2010. Analisis pendapatan usaha tani jambu biji Desa Cimanggis
Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor [Skripsi] Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Subardja DS, Ritung S, Sukarman, Suryani E, Subandiono RE. 2014. Petunjuk
Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Balai Besar Penelitian dan
34

Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan


Pengembangan Pertanian, Bogor. 22 hal.
Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology 3rd ed. Sunderland (GB): Sinauer
Associates, Inc.
Tombesi A, Antagnozzi E, Palliotti A. 1993. Influence of assimilate availability
on translocation and sink strength in kiwi fruit. New Zealand Journal of
Crop and Horticultural Science. 21:177-182.
Tim Biofarmaka IPB. 2006. Studi Pemetaan Tanaman Obat di Sentra Produksi
Pulau Jawa. Kerjasama BPOM, LPPM, IPB dan Pusat Studi Biofarmaka.
Bogor.
Wang TH. 2011. Taiwan guava production manual. Horticulture Crop Training
and Demonstration Centre. Technical Mission of the Republic of China,
Taiwan.
World Agroforestry Centre. 2004. Pengenalan Tanah. Bogor.
35

LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta kesesuaian curah hujan tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa
Barat

Lampiran 2 Peta kesesuaian suhu udara tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa
Barat
36

Lampiran 3 Peta kesesuaian ketinggian tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa


Barat

Lampiran 4 Peta kesesuaian tekstur tanah tanaman jambu kristal di Provinsi Jawa
Barat
37

Lampiran 5 Produktivitas jambu biji tahun 2012 ̶ 2013 Provinsi Jawa Barat
Produksi (Ton) Rata- Luas Panen (Ha) Rata- Produktivitas
Kabupaten/Kota
2012 2013 rata 2012 2013 rata (Ton/Ha)
Kab. Bandung 2.621 3.143 2.882 54,0 207,0 130,5 22,1
Kab. Bandung Barat 3.666 1.535 2.601 41,3 87,8 64,5 40,3
Kab. Bekasi 3.338 647 1.992 25,1 67,9 46,5 42,8
Kab. Bogor 5.272 12.907 9.090 69,1 237,6 153,3 59,3
Kab. Ciamis 1.338 1.451 1.394 24,0 60,3 42,1 33,1
Kab. Cianjur 6.444 5.156 5.800 39,4 115,1 77,3 75,1
Kab. Cirebon 13.392 8.570 10.981 77,6 228,5 153,1 71,7
Kab. Garut 3.031 3.595 3.313 45,5 140,7 93,1 35,6
Kab. Indramayu 1.385 1.520 1.452 20,1 87,8 54,0 26,9
Kab. Karawang 1.833 1.932 1.883 26,1 73,6 49,8 37,8
Kab. Kuningan 2.848 2.432 2.640 55,6 125,8 90,7 29,1
Kab. Majalengka 3.800 3.013 3.406 31,6 111,0 71,3 47,8
Kab. Purwakarta 997 1.119 1.058 13,9 46,4 30,1 35,1
Kab. Subang 1.348 397 872 24,7 27,9 26,3 33,1
Kab. Sukabumi 1.856 2.079 1.968 20,6 60,8 40,7 48,4
Kab. Sumedang 1.079 914 997 22,1 60,4 41,2 24,2
Kab. Tasikmalaya 2.025 1.741 1.883 38,5 95,1 66,8 28,2
Kota Bandung 2.621 3.143 2.882 54,0 207,0 130,5 22,1
Kota Banjar 36 102 69 0,7 3,6 2,2 32,0
Kota Bekasi 548 484 516 5,5 19,1 12,3 41,9
Kota Bogor 1.679 2.110 1.895 24,8 95,0 59,9 31,7
Kota Cimahi 145 118 132 2,2 3,3 2,8 47,8
Kota Cirebon 52 20 36 1,8 1,9 1,8 19,6
Kota Depok 1.880 1.222 1.551 12,9 31,2 22,0 70,4
Kota Sukabumi 23 15 19 0,3 0,5 0,4 43,6
Kota Tasikmalaya 79 57 68 2,8 4,1 3,4 19,8
Sumber: Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2014)
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat (2014)
38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Prabumulih pada tanggal 7 Oktober 1993 sebagai anak


ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ramdon dan Meiniwati. Jenjang
pendidikan penulis dimulai ketika penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri 49
Prabumulih yang diselesaikan pada tahun 2005, kemudian pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 8
Prabumulih dan lulus pada tahun 2008. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Prabumulih yang lulus pada
tahun 2011, ditahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan
pada Program Studi Mayor Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama masa pendidikan di Program Studi Mayor Meteorologi Terapan,
Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa
Agrometeorologi dan Geofisika (HIMAGRETO) sebagai staff Divisi Komunikasi
dan Informasi kepengurusan 2012-2013, Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi
Sriwijaya (IKAMUSI) sebagai staff Divisi Seni dan Budaya kepengurusan 2012-
2013, Grup Paduan Suara ‘AGRIASWARA’ IPB tahun 2012-2013. Selain itu,
penulis juga pernah mengikuti kegiatan luar akademik sebagai Peserta Kegiatan
IPB Goes To Field 2013 dengan Tema Pengembangan Cyber Extention di Sentra
Hortikultura Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai