Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis Kelamin PDF
Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis Kelamin PDF
Abstract
Pendahuluan
suatu hal mutlak untuk menghidupi keluarganya, namun tidaklah demikian bagi
seorang wanita, wanita boleh bekerja atau tidak, jadi bukan merupakan suatu
keharusan (Gibson, dkk., 1987). Sebaliknya dengan pendapat di atas,
penelitian lain menyimpulkan bahwa ternyata wanita memperlihatkan frekuensi
lebih besar untuk mengalami burnout daripada pria, yang disebabkan karena
seringnya wanita merasakan kelelahan emosional (Schultz & Schultz, 1994).
Hal ini disebabkan karena pria dan wanita berbeda bukan saja secara fisik,
tetapi juga sosial dan psikologisnya dan mempunyai cara yang berbeda dalam
menghadapi masalahnya.
Tinjauan Pustaka
Jenis Kelamin
Pengetahuan bahwa “saya seorang pria” atau “saya seorang wanita”
merupakan salah satu bagian inti dari identitas pribadi, dan di dalam benak kita
sudah tertanam siapa itu pria dan siapa itu wanita. Demikian pula tentang
pemikiran apa kekhasan perilaku seorang pria dan seorang wanita. Pria dan
wanita tidak hanya berbeda secara fisik saja, tetapi berbeda pula dari segi
psikologis dan sosiologisnya.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan di atas maka
hipotesis yang diajukan adalah:
1) Ada hubungan negatif antara persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja
psikologis dengan burnout dan ada perbedaan tingkat burnout berdasarkan
jenis kelamin;
2) karyawan wanita mengalami burnout lebih besar dibandingkan karyawan
pria.
Metode Penelitian
Variabel-Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini meliputi variabel
bebasnya adalah persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dan jenis
kelamin, kemudian variabel tergantungnya adalah burnout.
Subjek
Populasi penelitian ini dilakukan di PT. PERTAMINA UP III Plaju,
Palembang. Subjek penelitian ini terdiri dari 80 orang, yang terdiri dari 40 orang
pria dan 40 orang wanita, yang diambil dari populasi dengan menggunakan
teknik simple random sampling.
Alat Ukur
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
menggunakan angket. Data tentang persepsi terhadap lingkungan kerja
psikologis dikumpulkan dengan Angket Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja
Psikologis, yang memuat lima aspek, yaitu: struktur kerja, tanggung jawab
kerja, perhatian dan dukungan pimpinan, kerjasama kelompok, dan kelancaran
komunikasi. Data tentang burnout dikumpulkan dengan Angket Burnout, yang
menggunakan dimensi kelelahan fisik, dimensi kelelahan emosional, dimensi
Hasil
Pembahasan
sistem yang tidak adil. Keadaan seperti ini dapat diketahui melalui persepsi
karyawan terhadap lingkungan kerja psikologisnya.
Karyawan yang mempunyai penilaian positif terhadap lingkungan kerja
psikologisnya berarti karyawan tersebut merasa bahwa lingkungan kerja
psikologisnya baik, sehingga dapat memandang kerja sebagai usaha untuk
memperoleh kemajuan dan kerja keras dipandang sebagai sesuatu yang baik
dan karyawan akan memiliki semangat kerja yang tinggi dan akan menghambat
lajunya tingkat burnout pada karyawan. Hal ini perlu diperhatikan melihat bahwa
sumber daya manusia membuat sumber daya lain dalam suatu perusahaan
dapat berjalan, sehingga dibutuhkan penanganan secara serius mengenai
tenaga kerja ini, sebab tenaga kerja akan turut menentukan produktivitas demi
tercapainya kesuksesan dan tujuan perusahaan.
Kemudian, hipotesis ke dua menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat
burnout berdasarkan jenis kelamin, karyawan wanita mengalami burnout lebih
tinggi dari pada karyawan pria. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang
mengatakan bahwa dinamika terjadinya burnout tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
individual atau faktor dari dalam, seperti usia, jenis kelamin, suku, kemampuan,
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, minat, dan kepribadian (Rosyid,
1996). Schultz & Schultz (1994) mengungkapkan bahwa wanita
memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout daripada pria,
disebabkan karena seringnya wanita mengalami kelelahan emosional. Di
samping itu Davidson & Klevens juga mengatakan bahwa wanita lebih
menunjukkan tingkat burnout yang tinggi secara signifikan dengan
memperhatikan konflik antara karir dan keluarga dibandingkan dengan pria
(dikutip Schultz & Schultz, 1994).
Data yang terkumpul diperoleh juga bahwa untuk burnout diperoleh
mean empirik sebesar 100,15 mean hipotetik sebesar 112,5 dan SD = 24, 89;
hal ini menunjukkan bahwa burnout pada karyawan Bagian SDM PT.
PERTAMINA UP III Plaju berada pada taraf sedang, sedangkan persepsi
karyawan terhadap lingkungan kerja psikologisnya diperoleh mean empirik
sebesar 129,04, mean hipotetik sebesar 100 dan SD = 11,09. Hal ini
menunjukkan bahwa persepsi karyawan Bagian SDM PT. PERTAMINA UP III
Plaju tergolong dalam taraf sangat baik.
Sumbangan efektif persepsi terhadap burnout adalah sebesar 6,34%,
sedangkan sisanya yang berkisar 93,66% adalah sumbangan dari faktor-faktor
lain yang tidak menjadi sasaran penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa ada
faktor-faktor lain di luar persepsi yang juga mempunyai hubungan dengan
burnout, yaitu faktor eksternal meliputi kurangnya kesempatan untuk promosi,
imbalan yang diberikan tidak memenuhi, kurangnya dukungan sosial dari
atasan, tuntutan pekerjaan, pekerjaan yang monoton dan faktor internal meliputi
usia, harga diri, dan karakteristik kepribadian.
Daftar Pustaka
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M. and Donnely, J.H., JR. 1987. Manajemen
Organisasi Perilaku-Struktur-Proses. Jakarta: Erlangga.
Kreitner, R., Kinicki, A. 1992. Organizational Behavior (2nd ed.) Boston: Richard,
D. Irwin, Inc.