FARMASI PERAPOTEKAN
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK KIMIA FARMA PENGAYOMAN
GELOMBANG II
PERIODE 14 AGUSTUS-08 SEPTEMBER 2017
A.NUR ISTIQAMAH
N211 16 880
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK KIMIA FARMA PENGAYOMAN
GELOMBANG II
PERIODE 14 AGUSTUS-08 SEPTEMBER 2017
A.NUR ISTIQAMAH
N211 16 880
Mengetahui, Menyetujui :
Koordinator PKPA Farmasi Perapotekan Pembimbing PKPA Farmasi Perapotekan
Program Studi Profesi Apoteker Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin
Dr. Aliyah, M.S., Apt. Andi Arjuna, S.Si., M.Na. Sc.T., Apt.
NIP. 19570704 198603 2 001 NIP. 19850404 201012 1 005
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
berkesinambungan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, penganggaran,
pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan. distribusi, peracikan.
pengendalian, pengembalian, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan. Jaminan
mutu serta monitoring dan evaluasi, yang didukung oleh kebilakan, SDM,
pembiayaan dan sistem informasi manajemen yang efisien dan efektif. Proses
pengelolaan tersebut di atas harus dapat menjamin ketersediaan dan
keterjangkauan dari sediaan farmasi dan alat kesehatan yang berkhasiat
bermanfaat, aman dan bermutu (Mashuda, 2011). Menurut Peraturan Meteri
Kesehatan No.73 Tahun 2016 tentang standar pelayanan apotek, pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan.
A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat (PerMenKes, No.73, 2016).
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan
Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (PerMenKes, No.73, 2016).
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima (PerMenKes, No.73, 2016).
D. Penyimpanan
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal kedaluwarsa.
2. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out) (PerMenKes, No.73, 2016).
E. Pemusnahan dan penarikan
1. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kedaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan resep
dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri (PerMenKes, No.73,
2016).
F. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang kurangnya memuat nama obat, tanggal
kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan
(PerMenKes, No.73, 2016).
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri atas
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan,
barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang
dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal (PerMenKes, No.73, 2016).
B. Dispensing
Dispensing terdiri atas penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.
Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
- Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep
- Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan namaobat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
- Warna putih untuk obat dalam/oral;
- Warna biru untuk obat luar dan suntik;
- Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut (2):
1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta
jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep)
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan
obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain
6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker
(apabila diperlukan)
9. Menyimpan Resep pada tempatnya
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien
C. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah.Untuk penderita penyakit
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,asma dan penyakit kronis lainnya,
Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
D. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya (1).
Psikotropika Narkotika
Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma serta mempunyai potensi sangat tinggi
ketergantungan. Contohnya antara lain lisergida mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
(LSD/extasy), MDMA (Metilen Dioksi Meth Tanaman Papaver somniferum L., opium
Amfetamin), meskalina, psilosibina, katinona. mentah, opium masak, ganja,
Tetrahydrocannabinol, heroin, dan lainnya.
Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat Golongan II adalah narkotika berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
ketergantungan. Contohnya antara lain amfetamin, serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
metamfetamin (sabu-sabu), metakualon, ketergantungan. Contoh: Alfasetilmetadol,
sekobarbital, metamfetamin, fenmetrazin. Alfametadol, Alfentanil, Benzilmorfina,
Hidrokodon, Fentanil, Metadon, Morfin,
Petidin, dan lain-lain
Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat Golongan III adalah narkotika berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
mempunyai potensi sedang mengakibatkan pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
sindroma ketergantungan. Contohnya antara lain mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
pentobarbital, amobarbital, siklobarbital Asetildihidrokodeina, Dihidrokodeina,
Etilmorfina, Kodein, Nikokodina, Norkodeina,
dan lain-lain.
Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contohnya diazepam,
allobarbital, barbital, bromazepam, klobazam,
klordiazepoksida, meprobamat.
BAB III
PELAYANAN RESEP DI APOTEK
1. 3 dd 1
Aturan pemakaian √
2. 2 dd I
Nama pasien √ Ny. N
Umur pasien √ 61 tahun
Alamat pasien √ Jl. Teuku Umar
Nomor telepon pasien √ 081342712xxx
3. Hisdane (drugbank.com)
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung terfenadin 60 mg
b. Indikasi
Terfenadin merupakan antihistamin yang digunakan untuk pengobatan
rhinitis alergi, demam dan gangguan alergi kulit.
c. Farmakologi
Terfenadine merupakan golongan obat antihistamin H1 dimana ibat ini
bersaing dengan histamine untuk menghancurkan reseptor H1 di saluran
pencernaan, uterus, pembesaran pembuluh darah .
d. Kontraindikasi
Ibu menyusui bayi premature dan bayi baru lahir
e. Efek Samping
Sedatif ringan, gangguan pencernaan dan mulut kering.
4. Methyl Prednisolon
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 4 mg metil prednisolone
b. Indikasi
Kondisi inflamasi dan alergi, rhinitis alergi, penyakit autoimun, penyakit
reumatik, gangguan hematologi.
c. Farmakologi
Methylpredinolone merupakan suatu glukokorticosteroid yang digunakan
sebagai antiinflamasi atau agen immunosupresan. Obat ini bekerja
dengan cara menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang
responsif. Ikatan steroid reseptor ini lalu berikatan dengan DNA yang
kemudian mempengaruhi sintesis berbagai protein. Beberapa efek
penting yang tibul akibat ini yaitu berkurangnya produksi prostaglandin
dan leukotriene, berkurangnya degranulasi mast sel dan berkurangnya
sintesis kolagen.
d. Kontraindikasi
Infeksi jamur sistemik dan pasien hipersensitif. Pemberian kortikosteroid
yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan
peptikum, osteoporosis yang berat, penderita dengan riwayat penyakit
jiwa, herpes. Pasien yang sedang diimunisasi
e. Efek Samping
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kelemahan otot, gangguan
penyembuhan luka, katarak subkapsular posterior, hambatan
pertumbuhan pada anak, osteoporosis dan tukak peptic.
f. Dosis
Ketika diberikan secara oral, methylprednisolone biasanya memiliki
rentang dosis awal 4-48 mg sehari-hari tetapi lebih tinggi awal dosis
hingga 100 mg atau lebih sehari dapat digunakan pada penyakit berat
akut.
III.6. Penyiapan dan Peracikan Obat
III.6.1 Resep Non Racikan
1. Cefixime 200 mg
Disiapkan cefixime sebanyak 6 tablet dan dimasukkan ke dalam sak obat.
Kemudian diberi etiket putih dengan aturan pakai 2 kali sehari 1 tablet
sesudah makan dan dihabiskan.
III.6.2 Resep Racikan
Racikan (codein, hisdane, dan methyl prednisolon)
a. Perhitungan bahan
1) Dibuat 10 kapsul, bahan yang harus disiapkan :
Tiap 1 tablet mengandung 10 mg codein
100 mg
Codein = 10 mg x 10 kapsul = × 1 tablet = 10 tablet
10 mg
b. Cara pembuatan
1) Ketiga komponen obat dimasukkan ke dalam alat pulverizer/blender,
kemudian alat dijalankan hingga seluruh komponen obat tercampur
homogen. Setelah homogen campuran obat diletakkan dikertas perkamen.
2) Selanjutnya campuran obat dimasukkan ke dalam cangkang kapsul
menggunakan alat pengisi kapsul sebanyak 10 kapsul hingga sama rata.
3) Kemudian itu cangkang ditutup dan dilap dengan tissue/kasa untuk
membersihkan sisa-sisa serbuk yang melekat pada bagian luar cangkang
kapsul.
c. Pengemasan
Kapsul yag telah bersih dimasukkan dalam sak obat lalu diberi etiket
putih dengan aturan pakai 3 kali sehari 1 kapsul sesudah makan.
III.7 Etiket dan salinan resep
1. Etiket
Ny.N
Ny. N
R/ Codein 1 mg *10tab
Hisdane 1 tab
Methylprednisolon 4 mg *5tab
m.f.pulv.da.in caps No.X
S.3.dd.I
det
Stempel
apotek
p.c.c
Paraf
(Rezky Ekawati, S.Farm., Apt)
IV. II Saran
Dalam menjalankan tugas sebagai apoteker, edukasi dan penjelasan
mengenai obat yang akan diberikan harus jelas dan pasien dipastikan mengerti
dengan apa yang dijelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
3. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). 2016. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia.
Volume 50. PT. ISFI Penertibatan. Jakarta.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang
13. Perubahan Penggolongan Narkotika
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
15. Perubahan Penggolongan Psikotropika
18. Tim Editor MIMS. 2016. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi
Kesepuluh. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
19. Tjay, H.T dan Rahardja, K.,2008. Obat-obat Penting Edisi Keenam. Elex Media
Komputindo, Gramedia, Jakarta