Anda di halaman 1dari 8

Halusinasi

1. Definisi Halusinasi
 Menurut Varcarolis yang dikutip oleh Yosep (2010) halusinasi adalah terganggunya
persepsi sensori seseorang dimana tidak terdapat stimulus.
 Menurut Keliat (2011) halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori
persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan/penghidungan tanpa stimulasi
nyata. Halusinasi adalah persepsi sensorik keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002).
 Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis,
2005).
 Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007).

2. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik
tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara - suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penciuman
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang tercium bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
e. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan.

f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

3. Rentang Respon Neurologi


Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Waham


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Menarik diri Sulit berespons
Perilaku sesuai Reaksi emosi > / < Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial
Menurut Stuart dan Laraia (2005), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu
yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum
yang berlaku.
e. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerjasama.
f. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma sosial atau
budaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau
budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
4. Tahapan / Tingkatan Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2005), terdiri dari 4 fase :
a. Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
b. Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan
dengan orang lain.
d. Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari
1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

5. Etiologi Halusinasi
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
 Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang berikut:
 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbikberhubungandenganperilakupsikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah – masalah pada sistim receptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
 Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
 Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
 Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
 Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
 Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

6. Manifestasi Klinis Halusinasi


a. Bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Menarik diri dari orang lain
e. Berusaha untuk menghindari orang lain
f. Perilaku panik
g. Curiga dan bermusuhan
h. Ekspresi muka tegang
i. Tampak tremor dan berkeringat
j. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
k. Pehatian dengan lingkungan yang kurang
l. Tidak dapat membedakan realita dan tidak
m. Bertindak merusak diri, lingkungan dan orang lain
n. Diam
o. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit

7. Akibat Halusinasi
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu
keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri
dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
a. Data subjektif :
 Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
 Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
b. Data objektif :
 Wajah tegang, merah
 Mondar-mandir
 Mata melotot rahang mengatup
 Tangan mengepal
 Keluar keringat banyak
 Mata merah

8. Penatalaksanaan Medis Halusinasi


Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau
di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan
pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu.
Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya
jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif
tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta
reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain
agar tidak membiarkan pasien sendirian.

9. Asuhan Keperawatan Halusinasi


a. Pohon Masalah Halusinasi
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

b. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Menurut Keliat, 2006:45 masalah keperawatan yang perlu dikaji yaitu :
 Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
DS: Pasien mengungkapkan ingin bunuh diri
DO:
 Menggebrak meja atau tempat tidur
 Menyalahkan obat atau zat
 Melakukan kekerasan fisik secara aktual/potensial
 Perubahan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
DS: Pasien mengungkapkan melihat seseorang, atau benda tanpa stimulus
yang nyata.
DO:
 Tersenyum, tertawa sendiri
 Mengerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakan mata yang cepat
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan berkonsentrasi
 Menarik diri
DS: Pasien mengatakan tidak suka bergaul dan suka sendirian.
DO:
 Kontak mata kurang
 Pasien suka melamun, berdiam diri, nada suara lemah, tampak lesu,
kurang berbicara dan menyendiri dalam ruangan.
 Harga diri rendah
DS: Pasien mengejek atau mengkritik dirinya sendiri, pasien merasa bersalah
dan menghukum dirinya sendiri.
DO:
 Pasien tampak sulit bergaul
 Pasien banyak menunduk dan bicara lambat
 Pasien berpakaian tidak rapi
c. Diagnosa Keperawatan
Core Problem : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Diagnosa Penyerta : Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
d. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa1 : Halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuankhusus :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

 Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah
ada teman bicara
 Bantu klien mengenal halusinasinya
1. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2. Apa yang dikatakan halusinasinya
3. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
4. Katakanbahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
 Diskusikan dengan klien :
1. Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi
2. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya

 Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1. Katakan “ saya tidak mau dengar”
2. Menemui orang lain
3. Membuatjadwaln kegiatan sehari-hari
4. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri
 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jikaberhasil
 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

 Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1. Gejala halusinasi yang dialami klien
2. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
3. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
 Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Daftar Pustaka

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strartegi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Isaacs Ann., 2002. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Edisi 3. Jakarta : EGC
Keliat, Budi A. 2006. Proses Keperawatan kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta, EGC
Keliat, Budi A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course).
Jakarta : EGC
Maramis W.F., 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University
Press.
Stuart & Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Stuart & Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing 8 Edition.
Philadelphia : M Mosby.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai