Anda di halaman 1dari 8

Laporan Pendahuluan

I. Konsep Meningoenseflitis
1. Definisi Meningoenseflitis
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis) (Nelson, 1992). Encephalitis adalah
peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak
dan medulla spinalis (Wilson, 1995). Meningoencephalitis merupakan infeksi
yang terjadi pada selaput otak dan sel parenkim otak. Meningoencephalitis
biasanya diawali oleh meningitis yang kemudian menyebar ke otak dan/atau
spinal cord
2. Klasifikasi Meningoenseflitis
 Meningitis berdasarkan penyebab dapat dibagi menjadi :
a. Meningitis bakterial:
 Bakteri non spesifik : meningokokus, H.Influenzae, S.pneumoniae,
Stafilokokus, Streptokokus, E.Coli, S.Typhosa
 Bakteri spesifik M. Tuberkulosa
b. Meningitis Virus :
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan meningitis seperti Mumps
(gondong), measles.
c. Menigitis karena jamur
d. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.
 Berdasarkan perlangsungan dan pemeriksaan cairan serebrospinalis
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Meningitis purulenta/meningitis bakterial akut :
Penyebab adalah bakteri non spesifik. Perjalanan penyakit ini
berlangsung akut sebagai berikut:
 Secara hamatogen dari satu sumber infeksi (tonsilitis, pneumonia,
endokarditis, tromboplebitis).
 Perluasan langsung dari peradangan organ didekat selaput otak
(sinusitis, otitis media, mastoiditis, abses otak).
 Trauma dikepala dengan fraktur kranium terbuka, komplikasi
tindakan bedah otak.
b. Meningitis serosa
Pada umumnya terjadi karena komlikasi penyebaran tuberkulosis
paru primer. Secara hematogen kuman sampai ke otak , sumsum
tulang belakang, vetebra → membentuk tuberkel → pecah → selaput
otak. Cara lain dengan perluasan lansung dari mastoiditis
tuberkulosa.
c. Meningitis aseptic
Meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang disebabkan oleh
virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama
yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease,
sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak, abses
epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat
NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya
3. Etiologi Meningoensefilitis
a. Penyebab dari bakteri :
b. Penyebab dari virus :

4. Manifestasi Klinis Meningoensefilitis


Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan
organisme penyebab infeksi.
a. Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang
spesifik:
 Hipotermia
 Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan,
dan kaku kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
b. Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah
dicari :
 Tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk,
tanda kernig positif dan Brudzinski juga positif)
 Tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari
pasien yang berhubungan dengan prognosis yang buruk
 Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
 Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 %
dari pasien dan lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
c. Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien
akan mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun
menonjol, ptosis, saraf cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan
hipertensi, dan apnea adalah tanda tanda tekanan intrakranial
meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi, kecuali ada
oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
d. Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa
hari gejala spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit
kepala, dan keluhan perut, yang diikuti dengan gejala khas kelesuan
progresif, perubahan perilaku, dan deficit neurologis.
5. Pemeriksaan Diagnostik Meningoensefilitis
a. Pemeriksaan neurologis: gangguan kesadaran, hemiparesis, tonus otot
meningkat, spastisitas, terdapat reflex patologis, reflex fisiologis
meningkat, klonus, gangguan nervus kranialis (buta, tuli), ataksia.
b. Pemeriksaan laboratorium
 Pungsi lumbal:
 LCS jernih
 Reaksi pandy/ none apelt (+) / (-)
 Jumlah sel: 0 sampai beberapa ribu sel polimorfonukleat
 Protein: normal sampai sedikit naik
 Gula: normal
 Kultur: 70% - 80% (+),untuk virus 80 % (+)
 Darah :
 WBC: normal/ meninggi tergantung etiologi
 Hitung jenis: normal/ domain sel polimorfonuklear
 Kultur: 80-90 % (+)
c. Pemeriksaan pelengkap
 CRP darah dan LCS
 Serologi (IgM, IgG)
 EEG: Multifokal pseudo kompleks
 CT scan kepala: edema otak, tanpa bercak-bercak hipodens
tuberculosis/ tuberkel yang terfokus
 EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai
dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistim saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak dapat
menyebabkan aktifitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.
6. Penatalaksanaan Meningoensefalitis
a. Menejemen terapi :
 Isolasi.
 Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur.
 Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan (hubungan dengan
edema cerebral)
 Mencegah dan mengobati komplikasi.
 Mengontrol kejang.
 Mempertahankan ventilasi.
 Mengurangi meningkatnya tekanan intra kranial.
 Penatalaksanaan syok septik.
 Mengontrol perubahan suhu lingkungan
b. Penanganan
Tatalaksana penderita rawat inap:
 Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada
ensefalitis biasanya berat.
 Perbaiki hemostasis: Infus D5-1/2 S atau D5-1/4S (tergantung
umur), dan pemberian oksigen.
 Deksamethason 0,5-1,0 mg/kgBB/hari, iv, dibagi 3 dosis.
 Manitol.
 Antibiotik
 Fisioterapi dan terapi bicara
 Makanan TKTP, kalau perlu MLP.
c. Pemantauan:
Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, kejang, gizi, pungsi lumbal,
kelainan THT, Cushing sign
Daftar Pustaka

Baradero, M. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan Keperawatan.


Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8. Jakarta :
EGC.
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr JL, et al.
Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension
2003;42:1206–52.
Doenges, Marilyn E.dkk. 2000. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.
Homeier, Barbara P. 2005. Encephalitis. (Online, http://www.kidshealth.org/parent/
infections/bacterial_viral/encephalitis.html, diakses tanggal 18 September 2017).

Kabul Priyantoro,2010. Gangguan Fungsi Jantung Pada Keadaan Sepsis. Jurnal


Kardiol Indonesia . 2010;31:177-86

Paul A. James, MD; Suzanne Oparil, MD; Barry L. Carter, PharmD; William C.
Cushman, MD; Cheryl Dennison-Himmelfarb, RN, ANP, PhD; Joel Handler, MD;
Daniel T. Lackland, DrPH; Michael L. LeFevre,MD, MSPH; Thomas D.
MacKenzie,MD, MSPH; Olugbenga Ogedegbe,MD, MPH, MS; Sidney C. Smith
Jr, MD; Laura P. Svetkey,MD, MHS; Sandra J. Taler, MD; Raymond R.
Townsend, MD; Jackson T.Wright Jr,MD, PhD; Andrew S. Narva, MD; Eduardo
Ortiz, MD, MPH. Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth
Joint National Committee (JNC 8). 2014.

Saanin, Syaiful. 2006. Infeksi pada Sistem Saraf Pusat. (Online,


http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Virus.html, diakses tanggal 18
September 2017)
SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair, 2006. Pedoman Diagnosis & Terapi. Surabaya:
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Info Medika Jakarta

Widodo, Dwi Putro. 2004. Ensefalitis. (Online, http://www.mail-


archive.com/balitaanda@balita-anda.com/msg45164.html, diakses tanggal 18
September 2017).

Anda mungkin juga menyukai