Anda di halaman 1dari 13

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO

“STANDAR PROSEDUR PENERIMAAN SURAT PERMINTAAN VISUM”

Oleh:

Rahmad Yudistira N\111 17 165


Yudit Setiawan N 111 17 138
Ayurosita N 111 17 156

Pembimbing:
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik,


memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas
melakukan pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum, baik
untuk hidup maupun korban mati.

Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain


adalah pembuatan visum et repertum terhadap seorang yang dikirim oleh polisi
(penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa
kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, penganiayaaan, pembunuhan, pemerkosaan,
maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi, terdapat
kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana.

Dalammenjalankan fungsinya sebagai dokter yang dimintai untuk membanu


dalam pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut oleh
undang-undang untuk melakukannya dengan sejujur-jujurnya serta menggunakan
pengetahuan yang sebaik-baiknya. Bantuan yang wajib diberikan oleh dokter apabila
diminta oleh penyidik antara lain adalah melakukan pemeriksaan kedokteran
forensik terhadap seseorang. Baik terhadap seseorang, baik terhadap korban hidup,
korban mati maupun terhadap bagian tubuh atau benda yang diduga berasal dari
tubuh manusia. Apabila dokter lalai memberikan bantuan tersebut, mamka ia dapat
diancam pidana penjara.

Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau
surat izin dokter dapat membuat keterangan ahli. Namun untuk tertib administrasinya,
maka sebaiknya permintaan keterangan ahli ini hanya dajukan kepada dokter yang
bekerja pada suatu instansi kesehatan (Puskesmas hingga rumah sakit) atau instansi
khusus untuk itu, terutama yang milik pemerintah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PengertianPenyidik

Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia
atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik
dalamPasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik dalam proses pidana. Adapun
batasan pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan
Pejabat penyidik negeri sipil. Penyidik pembantu selain diatur dalam Pasal 1 butir ke 1
KUHAP dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik
pembantu disamping penyidik Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang
berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan dalam
Pasal 6 KUHAP. (4)

Dalampasaltersebutditentukaninstansidankepangkatanseorangpejabatpenyidik.Bertitiktolak
dariketentuanPasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang
berhakdiangkatsebagaipejabatpenyidikantara lain adalah: a. PejabatPenyidikPolri Agar
seorangpejabatkepolisiandapatdiberijabatansebagaipenyidik,
makaharusmemenuhisyaratkepangkatansebagaimanahalituditegaskandalamPasal 6 ayat (2)
KUHAP. MenurutpenjelasanPasal 6 ayat (2), kedudukandankepangkatan yang
diaturdalamPeraturanPemerintah,
diselaraskandandiseimbangkandengankedudukandankepangkatanpenuntutumumdan
hakim peradilanumum. PeraturanPemerintah yang
mengaturmasalahkepangkatanpenyidikadalahberupa PP Nomor 27 Tahun
1983.Syaratkepangkatandanpengangkatanpejabatpenyidikanantaralainadalahsebagaiberiku
t:

1) PejabatPenyidikPenuhPejabatpolisi yang dapatdiangkatsebagaipejabat


“penyidikpenuh”, harusmemenuhisyarat-
syaratkepangkatandanpengangkatan,yaitu: a. Sekurang-
kurangnyaberpangkatPembantuLetnanDuaPolisi; b. Atau yang
berpangkatbintaradibawahPembantuLetnanDuaapabiladalamsuatusektorke
polisiantidakadapejabatpenyidik yang berpangkatPembantuLetnanDua; c.
DitunjukdandiangkatolehKepalaKepolisianRepublik Indonesia
2) PenyidikPembantuPasal 10 KUHAP
menentukanbahwaPenyidikPembantuadalahPejabatKepolisan Negara
Republik Indonesia yang diangkatolehKepalaKepolisian Negara
menurutsyarat-syarat yang diaturdenganperaturan pemerintah.24
Pejabatpolisi yang dapatdiangkatsebagai “penyidikpembantu”
diaturdidalamPasal 3 PeraturanPemerintahNomor 27 Tahun 1983 jo.
PeraturanPemerintahNomor 58 Tahun 2010. Menurutketentuanini,
syaratkepangkatanuntukdapatdiangkatsebagaipejabatpenyidikpembantu: a.
Sekurang-kurangnyaberpangkatSersanDuaPolisi; b.
AtaupegawainegerisipildalamlingkunganKepolisian Negara
dengansyaratsekurang-kurangnyaberpangkatPengaturMuda (Golongan
II/a); c. DiangkatolehKepalaKepolisianRepublik Indonesia
atasusulkomandanataupimpinankesatuanmasing-masing.(4)
Permintaanbantuanpenegakhukumkepadaseorangahliuntukmendapa
tkanbukti yang
sahdalammengungkapsuatuperkarapidanaditegaskanpadaPasal 120 ayat
(1) KUHAP yang berbunyi: “Dalamhalpenyidikmenganggapperlu,
iadapatmemintapendapat orang ahliataumemilikikeahliankhusus”.
KeteranganahliditerangkanpadaPasal 1 butir ke-28 KUHAP yang
menyatakan:
“keteranganahliadalahketerangan yang diberikanolehseorang yang
memilikikeahliankhusustentanghal yang
diperlukanuntukmembuatterangsuatuperkarapidanagunakepentingansuatu
perkarapidana”.
Pada proses penyidikanperkarapidana yang
menyangkutdengantubuh, kesehatan,
dannyawamanusiamemerlukanbantuanseorangahlidokter.
Bantuanseorangdokterdenganilmukedokterankehakiman yang
dimilikinyasebagaimanatertuangdalamVisumEtRepertum yang
dibuatnyamutlakdiperlukan.
VisumEtRepertumsebagailaporantertulisuntukkepentinganperadilanataspe
rmintaanpenegakhukum yang berwenang di sinikhususnyaolehpenyidik.
Visum Et Repertumdibuatolehdoktersesuaiapa yang
dilihatdandiketemukanyapadapemeriksaanbarangbukti,
berdasarkansumpahkedokteran, sertaberdasarkanpengetahuanya.(7)

B. Penyidikan
Penyidikanmerupakantahapanpenyelesaianperkarapidanasetelahpenyelidikan
yang
merupakantahapanpermulaanmencariadaatautidaknyatindakpidanadalamsuatu
peristiwa.Ketikadiketahuiadatindakpidanaterjadi,
makasaatitulahpenyidikandapatdilakukanberdasarkanhasilpenyelidikan.Padati
ndakanpenyelidikan, penekanannyadiletakkanpadatindakan
“mencaridanmenemukan” suatu “peristiwa” yang
dianggapataudidugasebagaitindakanpidana.
Sedangkanpadapenyidikantitikberatpenekanannyadiletakkanpadatindakan
“mencarisertamengumpulkanbukti”.Penyidikanbertujuanmembuatterangtinda
kpidana yang ditemukandanjugamenentukanpelakunya.
BerdasarkanrumusanPasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang
terkandungdalampengertianpenyidikanadalah:
a. Penyidikanmerupakanserangkaiantindakan yang
mengandungtindakantindakan yang antarasatudengan yang lain
salingberhubungan;
b. Penyidikandilakukanolehpejabatpublik yang disebutpenyidik;
c. Penyidikandilakukandenganberdasarkanperaturanperundang-undangan.
d. Tujuanpenyidikanialahmencaridanmengumpulkanbukti, yang
denganbuktiitumembuatterangtindakpidana yang terjadi,
danmenemukantersangkanya. (5)

C. Visum et Repertum
Visumetrepertumadalahistilah yang
dikenaldalamIlmuKedokteranForensik, biasanyadikenaldengannamaVisum.
Visumberasaldaribahasa Latin, bentuktunggalnyaadalah
visa.Dipandangdariartietimologiatautatabahasa, kata visumatau visa
berartitandamelihatataumelihat yang
artinyapenandatanganandaribarangbuktitentangsegalasesuatuhal yang
ditemukan, disetujui, dandisahkan, sedangkanRepertumberartimelapor yang
artinyaapa yang telahdidapatdaripemeriksaandokterterhadapkorban.
Secaraetimologivisumetrepertumadalahapayang dilihatdandiketemukan1

Visumetrepertumadalahlaporantertulisuntukperadilan yang
dibuatdokterberdasarkansumpah/janji yang
diucapkanpadawaktumenerimajabatandokter, memuatberitatentangsegalahal
yang dilihatdanditemukanpadabarangbuktiberupatubuhmanusia/benda yang
berasaldaritubuhmanusia yang diperiksasesuaipengetahuandengansebaik-
baiknyaataspermintaanpenyidikuntukkepentinganperadilan.1,9

Di dalam pengertian hukum Visum et Repertum adalah :

- “Surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu


pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seorang
untuk menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan
mana diperlukan oleh Hakim dalam suatu perkara” (Prof. Subekti SH.;
Tjitrosudibio, dalam kamus Hukum tahun 1972).2
- “Lapoean dai ahli unutk pengadilan, khususnya daari pemeriksaan oleh
dokter, dan di dalam perkara pidana” (Fockeman-Andrea dalam Rechts-
geleerd Handwoordenboek, tahun 1977).2

- “Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/ janji
(jabatan/ khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang
diperiksanya” (Kesimpulan NY.\Karlinah P.A. Soebroto SH. dari S.
1973 No. 350 pasal 1 dan pasal 2).2

- “Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa
yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperilsanya serta
memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan
peradilan”.2

Visumetrepertummerupakanpenggantibarangbukti,
olehkarenabarangbuktitersebutberhubungandengantubuhmanusia (luka,
mayatataubagiantubuh). KUHAP tidakmencantum kata visumetrepertum.
Namunvisumetrepertumadalahalatbukti yang sah. Bantuandokterpadapenyidik
:PemeriksaanTempatKejadianPerkara (TKP), pemeriksaankorbanhidup,
pemeriksaankorbanmati. Penggalianmayat, menentukanumurseorangkorban /
terdakwa, pemeriksaanjiwaseorangterdakwa, pemeriksaanbarangbukti lain
(trace evidence). (Idries, 1997)1,8

D. Kegunaan Visum et Repertum

Penggunaan keterangan ahli, atau dalam hal ini visum et repertum,


adalah hanya untuk keperluan peradilan. Dengan demikian berkas keterangan
ahli ini hanya boleh diserahkan kepada penyidik (instansi) yang memintanya.
Keluarga korban atau pengacaranya dan pembela tersangka pelaku pidana
tidak dapat meminta keterangan ahli langsung kepada dokter pemeriksa,
melainkan harus melalui aparat peradilan (penidik, jaksa atau hakim).3
Berkas keterangan ahli ini tidak dapat digunakan untuk penyelesaian
klaim asuransi. Bila diperlukan keterangan, pihak asuransi dapat meminta
kepada dokter keterangan yang khusus untuk hal tersebut, dengan
memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan.3,7

E. Dasar Hukum Visum et Repertum


Pasal 133 KUHAP menyebutkan :

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang


korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.3

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebut dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.3

Penjelasan terhadap pasal 133 KUHAP :

2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut


keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter
bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.3
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan
penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11
KUHAP.3
Yang dimaksud dengan penyidik di sini adalah penyidik sesuai
dengan pasal 6 (1) butir a., yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI.
Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana
yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.3
Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai
pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik
pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta visum et repertum, karena
mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang
menjadi dasar hukumnya masing-masing (pasal 7 (2) KUHAP).3
Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaanvisum et repertum
ialah diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1983yang
menyatakan penyidik Polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu
Letnan Dua, sedangkan pada wilaayah kepolisian tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik
karena jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi Penyidik pembantu adalah
bintara seendah-rendahnya sersan dua. Untuk mengetahui apakah suatu
Surat Permintaan Pemeriksaan telah ditanda tangani oleh yang berwenang,
maka yang penting adalah bahwa si penandatangan menandatangani surat
tersebut selaku penyidik.3,9

F. Standar Penerimaan surat permintaan visum

Permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukkan secara


tertulis, dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2),
terutama untuk korban mati.3
Jenazah harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan
penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban
mengenai pemeriksaan yang telah dilaksanakan. Merekayang menghalangi
pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan diancam hukuman sesuai
dengan pasal 222 KUHP.3
Korban yang masih hidup sebaiknya diantar oleh petugas kepolisian
guna pemastian identitasnya. Korban adalah juga pasien, sehingga ia masih
mempunyai hal sebagai pasien pada umumnya.3
Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan
atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di
dalam instansi tersebut.3
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta
dokter untuk membuat visumet repertum jenazah, yaitu :
1. Harus tertulis, tidakboleh secaralisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untukpemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal pemeriksaannya.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat visum et repertum, dokter harus
mencatat tanggal & jam penerimaan surat permintaan dan mencatat nama
petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan
hasil visum et repertum kepada penyidik selama 20 hari. Jika belum selesai,
batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum. 6,10
BAB III

KESIMPULAN

Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik,


memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas
melakukan pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum, baik
untuk hidup maupun korban mati. Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu
penegakan hukum antara lain adalah pembuatan visum et repertum terhadap seorang
yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana,
baik dalam peristiwa kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, penganiayaaan,
pembunuhan, pemerkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan
pertama polisi, terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana.

Saat menerima permintaan membuat visum et repertum, dokter harus mencatat


tanggal & jam penerimaan surat permintaan dan mencatat nama petugas yang
mengantar korban. Permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukkan secara
tertulis, dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2),
terutama untuk korban matiBatas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil visum
et repertum kepada penyidik selama 20 hari. Jika belum selesai, batas waktunya
menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

Penyidikanmerupakantahapanpenyelesaianperkarapidanasetelahpenyelidikan
yang
merupakantahapanpermulaanmencariadaatautidaknyatindakpidanadalamsuatuperistiw
a.Ketikadiketahuiadatindakpidanaterjadi,
makasaatitulahpenyidikandapatdilakukanberdasarkanhasilpenyelidikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sujadi. 2013. Visum Et Repertum pada Tahap Penyidikan Dalam


Mengungkap Tindak Pidana Pemerkosaan. Viewed 19 Januari 2018, From :
(https//:www.academia.edu/...).
2. Idries. A.M. 2002. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Ed. 1. Jakarta:
Binarupa Aksara.
3. Budiyanto. A. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik
FKUI. Jakarta.
4. M. YahyaHarahap, PembahasanPermasalahan Dan Penerapan KUHAP,
PenyidikandanPenuntutan, cet VII, SinarGrafika, Jakarta, hlm. 110.
5. NicoNgani, I Nyoman Budi Jaya; HasanMadani,
MengenalHukumAcaraPidana, BagianUmum Dan Penyidikan . Liberty,
Yogyakarta, hlm. 19
6. Arief mansjoer, suphrohaita, wahyu ika wardani, wiwiek setiowulan. 2000.
Kapita selekta kedokteran edisi III Jilid 2. Faklultas kedplteran UI. Jakarta ,
media aesculapius.
7. Ariani, Natalia Ayu, 2010.
TinjauanYuridisPenggunaanVisumEtRepertumSebagaiSaranaPembuktianPerk
araPenganiayaan Yang TerjadiDalamPertandinganSepakbola
(StudiKasusDalamPutusanNomor: 173/Pid/2010/Pt.Smg), Surakarta: Skripsi.
8. Afandi D. Visumetrepertumpadakorbanhidup. JurnalIlmuKedokteran.
2009;3(2):79-84.
9. Soekanto S, Herkutanto, Sampurna B.
Visumetrepertumteknikpenyusunandanpemerian. Jakarta: IND-HILL-CO,
2005
10. Dahlan S. Pembuatanvisumetrepertum. Semarang:
BadanPenerbitUniversitasDiponegoro, 2003.

Anda mungkin juga menyukai