Anda di halaman 1dari 6

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No.

2, September 2011 113

Suatu Telaah Budaya:


Agama dalam Kehidupan Orang Jepang
Sandra Herlina

Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra,


Universitas Al Azhar Indonesia, Jl. Sisingamangaraja, Jakarta 12110

E-mail: sandra@uai.ac.id

Abstrak - Pandangan orang Jepang terhadap I. PENDAHULUAN


agama adalah sebagai ikatan budaya dan
tradisi. Memiliki dua atau lebih agama dalam
kehidupan seseorang adalah sesuatu yang wajar,
dan hal tersebut menjadikan salah satu
S ekarang ini, Jepang diakui sebagai salah satu
negara maju di dunia. Seperti apakah bangsa
Jepang sehingga dapat membawa negaranya
karakteristik agama Jepang. Dalam sejarahnya menjadi salah satu negara maju di dunia dan
yang panjang, agama telah mengalami bagaimana pula kebudayaan bangsa ini? Saya pikir
perkembangan, agama asli tetap dipertahankan masalah ini cukup banyak menarik minat peneliti-
walaupun muncul agama-agama baru, agama peneliti asing untuk menoleh dan meneliti Jepang .
asli tetap hidup dengan harmonis meskipun
terjadi sinkretisme. Ada beberapa agama yang Adapun yang dimaksud dengan kebudayaan1
ada di Jepang selain Shinto sebagai folk belieft adalah, kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu
dan sebagai kepercayaan, antara lain Budha, fenomena sosial dan tidak dapat dilepaskan dari
agama-agama Samawi, Shinshukyo dan agama- perilaku dan tindakan warga masyarakat yang
agama lainnya yang berdampingan secara mendukung atau menghayatinya. Sebaliknya,
harmonis. Meskipun dikatakan bahwa agama keteraturan, pola, atau konfigurasi yang tampak
tidak penting dalam kehidupan orang Jepang, pada perilaku dan tindakan warga suatu masyarakat
namun pada kenyataannya orang Jepang tetap tertentu dibandingkan perilaku dan tindakan warga
meneruskan kehidupan keagamaan dalam masyarakat yang lain, tidaklah dapat dipahami
perilaku mereka sebagai "penjaga tradisi" tanpa dikaitkan dengan kebudayaan masyarakat
kebudayaan mereka. tersebut.

Pada prinsipnya kehidupan beragama adalah


Abstract - The Japanese view of religion as kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan
cultural ties and traditions. Having two or more gaib. Supernatural yang memiliki pengaruh bagi
religion in one's life is something that is kehidupan individu, kelompok masyarakat atau
reasonable and that is became one of Japanese yang lainnya. Beragama sebagai fenomena
religion character. In its long history, religions universal kehidupan manusia yang seperti yang
have experienced growth, the original religion dikatakan oleh Bergson (1859-1941), seorang filsuf
live harmony is maintained despite an emerging Perancis bahwa kita dapat menemukan masyarakat
syncretism or religious. There are some religions tanpa sains, seni dan filsafat namun tidak ada
that exist in Japan other than folk belieft Shinto masyarakat tanpa agama. Sementara itu seorang
as the belief among others, Buddhist, Samawi filsuf Norbeck (1974:3) mengatakan bahwa ia
religions, Shinshukyo and others who live tidak mengakui adanya beragama universal dalam
together in harmony. Although it is said that kehidupan individual. Individu-individu yang non
religion is not important in Japanese life, but in religius menurutnya makin umum di kalangan
fact the Japanese continue to run as part of masyarakat modern, namun kepercayaan terhadap
religious life in their behavior as culture keagamaan tetap saja dipegang oleh semua
"guardians of tradition" masyarakat.

Keywords – Japanese religion, culture 1


Sutrisno Mudji Ed.all., 2005
114 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No. 2, September 2011

Sehubungan dengan kehadiran agama di Jepang, lainnya sepanjang hidupnya, ketika menikah dalam
seorang peneliti keagamaan Miyake Hitoshi2 dalam Shinto atau Kristen dan dalam upacara Budha pada
bukunya Nihon shukyo No Kozo 日本宗教の構造 kematian dan penghormatan terhadap leluhur.
menjelaskan mengenai agama di dunia yang Selain Buddha dan Shinto, alasan apakah yang
berhubungan dengan agama di Jepang menjadi menyebabkan orang Jepang memeluk lebih dari
beberapa kategori sebagai berikut: satu agama? Hal ini mungkin sulit untuk dijelaskan.
1) Mikai Shukyou, Agama Primitif. Penganutnya Meminjam pendapat dari seorang peneliti agama-
belum bisa baca dan tulis, contoh: animisme, agama di Jepang, Prof.Hanazono Toshimaro dari
kepercayaan terhadap roh dan dan gejala-gejala Universitas Tohoku yang mengatakan bahwa
alam; totemisme (animal worship) adalah Jepang diibaratkan sebagai “musium agama-agama
keyakinan bahwa manusia memiliki hubungan di dunia”. Mungkin pernyataan tersebut diatas
dengan binatang; shamanisme, agama yang terlalu dilebih-lebihkan namun banyak peneliti
mempercayai ada kekuatan dukun; shijo yang berangapan demikian karena pada umumnya
shinshinko, agama yang percaya bahwa yang orang Jepang tidak percaya pada agama namun
diyakini dan dipercayai hidup di langit. pada kenyataannya mereka menganut atau
2) Minzoku Shukyo yaitu agama rakyat atau memeluk lebih dari satu agama.
agama negara yang hanya ada dalam satu
bangsa saja, contoh: Shinto, Tao , Yahudi dan Konon agama asli orang Jepang adalah Shinto
lainnya. (神道) yang artinya “jalan para dewa“. Setelah
3) Fuhen Shukyou yaitu agama-agama universal masuknya Budha melalui China dan Korea sekitar
atau agama samawi, agama-agama yang dapat abad ke 6, melalui pergulatan yang panjang, terjadi
ditemukan dimana saja, contoh: Islam, Kristen, interaksi yang serasi antara dewa-dewa Shinto
Budha dan lainnya. dengan Budha yang dikenal dengan 本地垂迹 honji
suijaku. Pada umumnya sekarang ini orang Jepang
Adapun dalam kehidupan keseharian orang Jepang tidak ada yang hanya beragama Shinto atau Budha
nampaknya agama bukanlah hal yang dianggap saja bahkan ditambah dengan Kristen atau dengan
penting. Masyarakat Jepang mempunyai pandangan yang lainnya. Mereka meletakan prioritas-prioritas
yang sangat sekuler dan tidak begitu peduli pada atau kebutuhan untuk pada masing-masing agama.
agama. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penganut Demikian pula sampai saat ini di rumah-rumah
agama di Jepang dari data yang dikeluarkan dan orang Jepang, utamanya di wilayah pedesaan
direvisi oleh Kementrian Pendidikan Jepang baru- terdapat altar Shinto dan Budha juga adakalanya
baru ini sebagai berikut, penganut Shinto berkisar ada patung Bunda Maria. Mereka juga pergi ke
107 juta orang, Budha berkisar 89 juta orang, Jinja atau kuil Shinto dan pergi ke Otera atau kuil
Katolik dan Kristen Protestan sekitar 3 juta orang, Budha mungkin juga pergi ke gereja atau kegiatan
serta sekitar 10 juta orang sebagai penganut agama keagamaan lainnya sesuai dengan keinginan dan
lain-lain. Apabila dijumlahkan maka total seluruh kebutuhan mereka.
penganut agama di Jepang akan berjumlah 290 juta.
Ditambah dengan jumlah penganut berbagai aliran Agama Kristen Katolik untuk pertama kalinya
dari Budha dan Shinto saja hampir melebihi 200 diperkenalkan di Jepang pada pertengahan abad 15
juta orang. Dengan demikian penganut agama di yang dibawa oleh para misionaris dari Portugis dan
Jepang berjumlah dua kali lipat dari jumlah Spanyol antara lain dari Franciscus Xavier. Dalam
penduduknya. Total penganut agama di Jepang waktu yang amat singkat agama Kristen dapat
melebihi jumlah penduduk ini diperoleh dari data menyebar di kalangan penguasa militer karena
yang dikumpulkan berdasarkan angket yang mereka mengunakan Kristen atau budaya Barat
diambil dari berbagai organisasi keagamaan di terutama teknologinya untuk kepentingan Perang
seluruh Jepang dengan cara melihat tradisi atau untuk politisasi pemerintahan, namun seabad
beragamaan orang Jepang. Pada umumnya orang kemudian agama ini dilarang karena Kristen
Jepang menganut lebih dari satu agama (double dianggap berbahaya untuk pemerintah saat itu.
faith). Dapat dikatakan bahwa Kristen tidak memiliki
pengaruh yang kuat dalam kebudayaan Jepang
Pada umumnya orang Jepang ketika lahir hingga kini. Kemungkinan adanya unsur
mendapatkan upacara dalam Shinto, dan diikuti monotheisme dalam agama ini sehingga susah
dengan berbagai upacara keagamaan dan ritual diterima atau diasimilasikan ke dalam kebudayaan
Jepang. Kemungkinan juga peraturan yang cukup
2
Hitoshi Miyake
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No. 2, September 2011 115

keras dalam Kristen juga menghambat penyebaran budaya yang lain seperti gaya hidup, seni, ekonomi,
dan pengembangan Kristen sebagai agama karena teknologi, politik dan lainnya. Sementara Victor
dianggap tidak cocok dengan aturan temparamen Turner seorang antropolog mengatakan bahwa,
orang Jepang, yang boleh minuman keras, keyakinan religius dan praktek-prakteknya nampak
memperbolehkan praktek sex bebas dan juga hal- dari ritus-ritus yang diadakan oleh suatu
hal yang sifatnya duniawi asal kesemuanya ini masyarakat. Ritus-ritus yang dilakukan itu
dilakukan tidak mengganggu lingkungan. mendorong orang-orang untuk melakukan dan
Monoteistik yang ada dalam Kristen khususnya mentaati tatanan sosial tertentu. Dengan kata lain
dan juga agama-agama samawi lainnya ritus-ritus memberikan motivasi dan nilai-nilai pada
menghalangi perkembangan agama tersebut. Dalam tingkat yang paling dalam. Dalam ritus manusia
kehidupan orang Jepang dapat menerima dewa- mengungkapkan apa yang menggerakkan mereka
dewa yang begitu banyak dan juga memiliki (Victor Turner; The ritual Prosess: hal.191). Dari
berbagai fungsinya. Kesemua itu orang Jepang bisa pernyataan Turner ini, dapat dipahami bahwa
menerimanya tanpa bingung atau perasaan keyakinan religius dan praktek-prakteknya tampak
bertentangan. Karena orang Jepang, secara dari upacara dan ritus-ritus yang diadakan oleh
tradisional Shinto memusatkan pada kesejahteraan suatu masyarakat. Hal ini dapat diasumsikan
kelompok sedangkan Budha memperperhatikan bahwa, walaupun dikatakan orang Jepang tidak
kesejahteraan keluarga. Kristen hanya hadir dalam peduli terhadap agama namun, pada kenyataannya
kehidupan individu-individu perkotaan serta dapat dikatakan amat religius. Orang Jepang
suasana kehidupan industri modern dan juga gaya menghormati keberadaan agama-agama yang ada
hidup. dan tergolong paling banyak di dunia, jarang
terdengar atau terjadi pertentangan yang
Bagi orang Jepang semua fenomena alam yang disebabkan oleh perbedaan agama.
hidup atau dianggap hidup (animate) maupun yang
tidak hidup (inanimate) bahkan benda buatan Mengenai keberadaan agama-agama di Jepang
manusiapun akan dianggap memiliki potensi untuk Harumi Befu seorang antropolog (1981:95-96)
dianggap hidup apabila mereka yakini ada kekuatan mengatakan bahwa agama di Jepang adalah
gaib di benda-benda tersebut. Hal-hal inilah yang merupakan gabungan antara kepercayaan “primitif”
dikenal dengan folk belieft. Mengenai hal ini yang kemungkinan tidak bisa dikategorikan
Harumi Befu mengatakan bahwa memang rakyat kedalam pengertian agama dalam pandangan
Jepang di dalam kepercayaan rakyatnya telah agama-agama samawi.
terjadi percampuran atau sinkritisme dengan
agama-agama dari luar Jepang, namun orang Seperti diantara beberapa agama yang dianut di
Jepang tidak mengambil pusing terhadap hal Jepang, Shinto adalah yang paling tua berbeda
tersebut. Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa dengan agama-agama yang lainnya (Budha, Kon Fu
kepercayaan rakyat Jepang merupakan suatu sistem Tsu, Katolik, Protestan, Islam dan lainnya), tidak
kepercayaan yang hanya orang Jepang dan di tanah diketahui kapan Shinto lahir atau muncul di Jepang.
Jepang saja yang mengerti dan mempercayainya Shinto dikatakan konon mirip dengan kepercayaan
walaupun memang terjadi sinkritisme tetapi warna Tao di Cina, yang juga diperkenalkan di Jepang
dari Shinto dan tradisi Jepang tetap terjaga. bersamaan dengan Konfusianisme. Taoisme adalah
didasarkan keyakinan pada tenaga-tenaga gaib yang
ada di alam semesta yang menjadi salah satu
II. KERANGKA TEORI / TINJAUAN landasan terbentuknya kepercayaan rakyat (folk
PUSTAKA beliefts) di Jepang. Sementara Befu, (1981:94-95)
juga mengatakan bahwa Konfusianisme adalah
Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia. sebuah ajaran agama selain filsafat moral. Setelah
Agama biasanya didefinisikan sebagai upacara- masuk ke Jepang unsur-unsur keagamaannya
upacara vertikal antara manusia dan Tuhannya. menipis, yang terus bertahan adalah aspek
Pandangan seperti ini dipengaruhi oleh pandangan sekulernya seperti falsafah kehidupan dalam etika
sosiologis yang mendikotomikan kehidupan kepada yang mengatur hubungan antar manusia dan
upacara ritual dengan aktivitas sehari-hari yang pemerintahan dalam satu negara. Di Jepang
profan, antara hubungan yang vertikal dengan pemikiran konfusianisme dipelajari hanya di
hubungan horizontal. Agama merupakan fenomena kalangan samurai yang pada abad ke 16 tergolong
budaya yang berhubungan dengan yang gaib dan sebagai golongan minoritas di dalam masyarakat
menyusup atau mempengaruhi ke aspek-aspek saat itu. Kemudian di awal Meiji (1868) pada
116 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No. 2, September 2011

pertengahan abad 18 penyebarannya secara meluas Jepang amat menghargai dan menjaga
ke semua lapisan masyarakat sebagai aturan moral keharmonisan hubungan manusia dengan manusia
atau etika. dalm berbagai aspek, hal tersebut membawa Jepang
terlihat sebagai negara yang amat religius dari
Sikap orang Jepang terhadap agama dan ajaran berbagai aspek.3 Kadang dengan mudahnya orang
yang berasal dari luar Jepang pada dasarnya tidak berpendapat bahwa orang Jepang lebih Islami dari
ada pertentangan. Karakter dan orientasi pada orang Islam sendiri. Dalam arti apabila
keagamaan mereka tidak sama dengan orang Barat dibandingkan rasa keagamaan orang Jepang pada
atau orang-orang yang memiliki kepercayaan pada umumnya dengan rasa suatu bangsa yang
agama-agama Samawi. Bahwa orang Jepang keagamaannya monotheistik, sukar dikatakan
mengangap agama itu bukanlah suatu yang perlu bahwa orang Jepang tidak religius. Selain itu
disampaikan kepada orang lain sifatnya tertutup terdapat kecenderungan yang mengatakan bahwa
individual bahkan eksklusif. orang Jepang lebih religius dari bangsa lain,
termasuk dari negara-negara yang agamanya
Melalui pendekatan Befu dan Turner akan dicoba monotheistikpun beranggapan demikian.
melihat fenomena keagamaan dalam kehidupan
orang Jepang. Sementara itu pada kenyataannya orang Jepang
memaknai agama dalam kehidupannya sebagai
tradisi yang dijaga dan dilestarikan secara turun
III. METODE PENELITIAN menurun. Dalam kehidupannya walaupun
seringkali dikatakan sebagai atheis atau tidak
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif percaya kepada satu dewa atau satu Tuhan juga
dengan menggunakan metode deskriptif analisis, orang Jepang dapat dikatakan polytheisme, seperti
yaitu dengan memaparkan dan menganalisa data telah dijelaskan diatas pada kenyataannya orang
yang diperoleh dari berbagai sumber berupa yang Jepang amat religius.
didapat dalam penelitian ini melalui data literatur
dan keterlibatan. secara tidak langsung dari peneliti Dari data literatur terungkap bahwa dalam sejarah
dalam kehidupan keagamaan orang Jepang. agama-agama yang cukup panjang, Budha di
Adapun ketika mendiskripsikan dan menganalisa Jepang memiliki kedudukan yang sama dengan
data penelitian ini penulis menfokuskan pada hal- Shinto, demikian pula untuk agama-agama yang
hal sebagai berikut: lainnya juga memiliki kebebasan bergerak. Dari
1) Bagaimana karakter agama-agama di Jepang? sejarah agama yang panjang ini dapat diketahui
2) Bagaimanakah fungsi agama-agama yang bahwa terjadi harmoni atau wa dalam keyakinan
memiliki ikatan tadisi dalam kebudayaan agama dan kepercayaan agama, karena orang
penggunaan dalam kehidupan orang Jepang? Jepang dapat mendudukkan agama sebagai bagian
dari tradisi yang sifatnya berkelompok ataupun
individual.
IV. HASIL ANALISIS
Selain itu dalam agama rakyat Shinto dan Budha
Selama ini di kalangan cendikiawan Jepang sering juga memiliki aliran-aliran yang melahirkan agama
mengemukakan bahwa bangsa Jepang termasuk baru dan lainnya yang juga memiliki kedudukan
negara yang atheistik, tidak religius bahkan dalam kehidupan orrang Jepang sesuai dengan
areligius dan sangat materialistik. Namun dalam kebutuhannya. Dalam pandangan orang Jepang
pandangan beberapa tokoh Islam di Indonesia apabila Shinto dan Budha dibandingkan maka
bahwa pendapat tersebut dilihat dari sudut formal dapat diakui bahwa agama Budha telah
keagamaan yang monotheistik semata, sedangkan memperdalam dan memperhalus Shinto.
rasa keagamaan ditentukan dan ditunjukan dengan
perbuatan atau kegiatan. Sedangkan Shinto sebagai adalah satu kepercayaan
rakyat yang yang turun menurun memiliki
Seperti yang dapat terlihat dalam kehidupan orang keyakinan bahwa alam semesta ini merupakan
Jepang yang amat menghargai lingkungan, menjaga tempat berdiamnya para “kami gami “ 神々atau
dan menghormati alamnya (shizenkan) adalah para dewa. Sehingga ada kewajiban untuk menjaga
ungkapan dari rasa keagamaan yang amat
mendalam. Dari data literatur banyak ditemukan 3
Hori Ichiro, 1989 “, : DeVos A.Goerge and Takao
pendapat yang dapat diasumsikan bahwa Orang Sofue , 1986
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No. 2, September 2011 117

dan menghormati alam semesta 自然感 atau orientasi orang Jepang amat berbeda dengan agama
shizenkan.4 Terdapat suatu kesepakatan bersama monotheistik karena orang Jepang mengangap
bahwa setiap jinja juga dipercayai sebagai tempat bahwa agama bukanlah suatu yang penting dalam
tinggal kami. Dengan demikian tiap jinja didiami kehidupan. Adapun sikap tersebut antara lain:
oleh kami tertentu yang disembah oleh orang 1) Orang Jepang yang sama akan menyembah
Jepang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan yang atau menghormati dewa-dewa dari agama yang
sifatnya duniawi. Selain itu juga terdapat angapan berbeda tanpa rasa yang bertentangan. Sebagai
bahwa selain jinja juga benda-benda yang berasal contoh: Di rumah orang Jepang ada Butsudan
dari alam semesta dianggap sebagai tempat atau (altar Budha) dan Kamidana (altar Shinto) dan
simbol bersemayamnya para dewa. mungkin juga mereka meletakan salib Yesus,
patung Bunda Maria atau simbol-simbol agama
Selanjutnya, dengan masuknya Budha ke Jepang, lainnya.
dan setelah melalui penolakan dan pergulatan yang 2) Konsep keagamaan orang Jepang mengenai
cukup panjang diantara Shinto dan Budha pada dewa dapat terdiri dari agama-agama yang
akhirnya lahirlah perpaduan yang serasi di antara berbeda.
dewa-dewa Shinto dan Budha yaitu Shinbutsu 3) Ada tempat pemujaan yang meletakkan
Shugo. Perpaduan tersebut berupa Buddha yang simbol-simbol dewa-dewa dari agama yang
dianggap sebagai perwujudan atau manifestasi dari berbeda.
“kami” atau sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut
mungkin bisa dijadikan satu pegangan kenapa
orang Jepang pergi ke Jinja atau kuil Shinto dan V. KESIMPULAN
juga ke otera atau kuil Budha secara bersamaan.
Hal-hal tersebut merupakan fenomena dari Di negara-negara liberal, menganut lebih dari satu
keagamaan di Jepang hingga sekarang. agama atau tidak memeluk agama sama sekali
adalah kebebasan individu. Dari penelitian ini
Setelah Perang Dunia ke II, di Jepang banyak lahir didapatkan kesimpulan bahwa agama yang
agama-agama Baru (Shinshukkyo) walaupun berkembang di tengah masyarakat Jepang adalah
sebenarnya bukan agama baru, karena pada pilihan yang terbuka untuk dipilih oleh individu
hakekatnya agama-agama tersebut adalah dan kelompok masyarakat berdasarkan selera dan
denomination atau aliran dari Buddha dan Shinto. kebutuhan masing-masing, karena agama yang
Agama-agama baru tersebut mendapat sambutan dianut oleh masyarakat Jepang adalah untuk
dari masyarakat Jepang karena orang Jepang memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan
menerima agama-agama baru tersebut tanpa kepentingan mereka sendiri. Oleh karena itu sikap
paksaan. Bahwa di Jepang bukan saja terbuka untuk mereka cenderung sekuler apabila dilihat dari
segala agama , namun tidak ada penghalang apapun penganut agama-agama monotheistik.
untuk setiap kegiatan agama. Agama-agama baru
mengisi kekosongan itu. Sementara orang Jepang tetap menjaga dan
melestarikan Shinto dan dan kepercayaan rakyat
Pada hakekatnya kehidupan budaya dan tradisi mereka sebagai tradisi secara turun menurun. Pada
orang Jepang adalah Shinto dan Budha. Pemerintah saat-saat tertentu orang Jepang selalu melakukan
Jepang memberikan kebebasan beragama yang kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan
amat penuh kepada rakyatnya. Hal inilah juga yang khususnya kepercayaan lokal secara teratur dalam
menyebabkan agama-agama baru atau shinshukyo satu tahunnya.
dapat berkembang dan menjamur. Menariknya
munculnya Shinshukyo selain Budha dan Shinto Hal ini memberikan suatu pegangan mengenai
didasarkan sinkritisme agama-agama seperti keagamaan orang Jepang bahwa mereka bukannya
Kristen, Katolik, bahkan mungkin juga ajaran Sikh masyarakat yang areligius atau atheis dalam
dan agama Islam juga dipraktekkan dalam pandangan agama monotheistik. Seperti yang
kehidupan mereka. Selain itu Kon Fu Tsu juga dijelaskan oleh Victor Turner bahwa keyakinan
memiliki fungsi yang amat penting dalam religious dan praktek-prakteknya tampak dari
kebudayaan orang Jepang terutama dalam ajaran upacara dan ritus-ritus yang diadakan oleh suatu
moral ketimbang agama. Dari data literatur masyarakat.
dapatkan diasumsikan bahwa karakteristik dan
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa agama
4
Hori Ichiro , ibid P. 68 dianggap sebagai suatu hal yang individual dari
118 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No. 2, September 2011

masyarakat Jepang yang modern, namun juga [6] Geerzt, Clifford. Kebudayaan dan Agama.
sebagai simbol dari kelompok orang Jepang secara Penterjemah Fransisco Budiman Hardiman. Judul
budaya dan tradisi dari kepercayaan rakyatnya. Asli Interpretation of Culture. Jakarta, Kanisius.
Orang Jepang bisa menjaga harmoni di lingkungan 2003
[7] Hanazono Toshimaro. Nihon Bunka To Shukyoo.
kehidupan mereka walaupun banyaknya agama
Bungakubu Shukkyogaku. Tohoku Daigaku.1995.
yang ada disana, mereka memiliki lebih dari satu [8] Hori Ichiro. “Folk Religion in Japan Continue and
agama atau double faith. Change., Tokyo Charles Tuttle Co. 1989.
[9] Pritchard, E.E.Evans. Teori-Teori Tentang Agama
Primitif. Terjemahan H.A.L. Yogyakarta. 1984.
DAFTAR ACUAN/PUSTAKA [10] Miyake Hitoshi, 日本宗教の構造. Keio Tsushin.
Tokyo. 1974.
[1] Agus Bustanuddin. Agama dalam Kehidupan [11] Norbeck, Edward. “Religion in Human Life”. Holt
Manusia. Rajawali Press. Jakarta. 2005. Rinehart. New York. 1974.
[2] Befu Harumi. “Japan: An Anthropological [12] Sutrisno Mudji Ed.all. Teori-teori Kebudayaan.
Introduction. Tokyo Charles Tuttle Co. Bennet ., Penerbit Kanisius. Yogjakarta. 2005
John W.& Iwano Ishino. 1999 [13] Turner, Victor. Myth and Symbol, dalam: The
[3] Danandjaja James. Folklor Jepang. Grafiti Jakarta. International Encyclopedia of Social Sciences,
1997. New York: Mac millan and Free Press, vol. 9 & 10.
[4] DeVos A.Goerge and Takao Sofue, “Religion and 1968.
the Family in East Asia Californian Press”. [14] 石井研土、現代日本人の宗教1999年
Berkeley. 1986 データブック
[5] Edwin O Rieschauer.“The Japanese Today: Change
and Countinuity. Cambridge Massachusetts:
Belknap Press of, Havard University Press. Pg.
215. 1988.

Anda mungkin juga menyukai