PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Agar kubis dapat tumbuh dengan baik, kondisi lahan dan iklim memiliki pengaruh
yang cukup besar. Tanaman kubis dapat hidup pada suhu udara 10-24°C dengan suhu
optimum 17°C. Varietas kubis kebanyakan tahan terhadap cuaca dingin (minus 6-10°C),
tetapi untuk waktu lama, kubis akan rusak kecuali kubis berdaun kecil. Tanaman kubis juga
memerlukan pengairan yang cukup baik, entah untuk irigasi maupun drainase (Indrayoga,
2013).
2
2.3 Penyakit Pada Komoditas Yang Diamati
Busuk Hitam
Penyakit busuk hitam adalah salah satu penyakit yang paling merusak kubis dan
silangan lain. Kembang kol, kubis, dan kale adalah salah satu silangan paling rentan
terhadap busuk hitam. Brokoli, kecambah brussels, kubis cina, collard, kohlrabi, mustard,
rutabaga, dan lobak juga rentan. Beberapa gulma silangan juga dapat menjadi inang
patogen. Penyakit ini biasanya paling lazim di daerah yang rendah dan dimana tanaman
tetap basah untuk waktu yang lama. Kondisi yang menguntungkan untuk tersebarnya
bakteri menyebabkan kerugian total tanaman crucifer.
Bakteri banyak terdapat pada serasah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi akan mati jika
serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis-kubisan yang lain dan
tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Bakteri ini berada pada tetesan
butir air dari tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui
manusia ataupun peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman
sedangbasah(Soepardi,2004).
Penyebab Penyakit:
Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris pv. Campestris.
Bakteri ini bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 µm, membentuk rantai,
berkapsula, tidak berspora, bersifat gram negatif, bergerak dengan satu flagel polar
(Soepardi,2004).
Gejala Penyakit:
Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap pertumbuhan. Pada
pembibitan, infeksi yang pertama kali muncul dengan menghitamkan sepanjang
kotiledon. Bibit terserang patogen akan berwarna kuning sampai coklat, layu, dan runtuh.
Pada tanaman yang memasuki pertumbuhan vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala
kerdil, layu, daun yang terinfeksi berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian
membesar dan menuju dasar daun, berwarna kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini
dapat muncul pada daun, batang, akar, dan berubah menjadi hitam akibat patogen yang
berkembang biak.
Daun muda yang terinfeksi mengalami pertumbuhan yang terhambat, warna kuning
sampai coklat, layu, dan mati sebelum waktunya. Kadang-kadang, tanaman berpenyakit
gundul memiliki panjang tangkai atasnya dengan seberkas kecil daun. Bakteri ini dapat
menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara sistematis
dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut.
3
Jaringan angkut yang terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai
garis hitam pada luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara melintang pada
batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan
terjadinya busuk lunak (Djafarrudin, 2001).
4
BAB III
Lokasi fieldtrip yang dilakukan kelompok kami pada hari Minggu, 23 November
2014, adalah pada desa Sumber Brantas tepatnya pada Dusun Kranjan, Kecamatan Bumiaji,
Kota Batu. Lokasi pengamatan di daerah Sumberbrantas ini adalah berupa lahan pertanian
seluas 800 m² yang disewa oleh Bapak Thomas Harjianto untuk diolah bersama kelompok
tani.
Gambaran sejarah lahan yang digunakan oleh Bapak Thomas Harjianto adalah lahan
tegalan seluas 800 m² dimana dulunya merupakan hutan primer yang dibuka untuk lahan
tegalan. Lahan tegalan ini dimanfaatkan untuk penanaman tanaman dataran tinggi yang
berupa tanaman hortikultura yang mengacu pada jenis sayuran yaitu kubis.
Lahan dengan luas 800 m² yang digunakan oleh Bapak Thomas Harjianto
penggunaannya sebagai tegalan. Dimana yang digunakan sebagai tanaman penutup adalah
tanaman kubis. Kubis yang ditanam merupakan varietas tahan. Tujuan budidaya Bapak
Thomas Harjianto sendiri dengan tujuan seperti halnya petani pada umumnya, yaitu untuk
dijual dan mendapat produksi yang tinggi sehingga bisa memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Sistem tanam yang digunakan oleh Bapak Thomas harjianto adalah sistem
monokultur, yaitu menanam satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama
dengan barisan-barisan teratur. Cara pengolahannya sangat sederhana yaitu dengan hanya
menggunakan cangkul untuk olah tanah. Begitu juga dengan pemberian pupuk, tanah hanya
diolah dengan cangkul. Dalam pemberian pupuk tanaman monokultur ini menggunakan
pupuk kandang yaitu yang berasal dari kotoran ayam, penggunaan pupuk sendiri dapat
membantu penyuburan tanah maupun tanaman.
5
Bapak Thomas tidak menggunakan mulsa, dikarenakan penggunaannya rumit. Petani
menggantinya dengan mengompres tanaman yang dibudidayakan dengan cara
menyemprotnya dengan obat daun yang berasal dari urin kelinci dicampur dengan cairan
detergen, penggunaannya bertujuan supaya tidak ada hama yang mengganggu tanaman
tersebut. Selain mengompres tanaman, petani juga menggunakan pestisida. Dalam budidaya
tanaman dan pengolahan lahan tentunya tidak lupa dengan penggunaan pupuk sebagai bahan
yang dapat membantu penyuburan tanah maupun tanaman.
Tanaman yang dibudidayakan pada lahan tegal yang dikelola oleh Bapak Thomas
adalah jenis tanaman dataran tinggi yaitu tanaman hortikultura tetapi cenderung mengarah
kepada jenis tanaman sayur-sayuran, yaitu kubis. Menurut beliau pemilihan jenis tanaman
sayuran tersebut didasarkan pada lokasi atau tempat yang sesuai untuk dibudidayakannya
karena desa Sumberbrantas merupakan daerah dataran tinggi sehingga cocok sekali untuk
ditanami tanaman sejenis sayur-sayuran, selain itu tingginya permintaan sayur-sayuran
dipasar sangat lah tinggi dan harga yang ada dipasaran pun juga sangatlah tinggi, sehingga
dapat memberikan keuntungan bagi beliau, hal itulah yang mendorong Bapak Thomas
Harjianto untuk memilih jenis sayur-sayuran.
Pada lahan tegalan terdapat musuh alami bagi OPT yaitu burung sriti, dimana burung
sriti berperan dalam memakan hama kubis. Dengan adanya musuh alami di lahan tersebut,
diharapkan dapat menekan populasi hama agar tidak menyerang tanaman, sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik dan menjadi sehat, dan produksinya meningkat. Pengendalian
dengan menggunakan musuh alami ini tergolong aman karena tidak mengandung unsur kimia
berbahaya yang dapat merusak lingkungan sehingga keseimbangan ekosistem terus terjaga
dan pertanian dapat terus berlanjut.
6
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
Alat
a. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan dan hasil survey
dengan petani
b. Kamera : Untuk mendokumentasikan hasil yang didapat
c. Kuisioner : Untuk tempat mencatat hasil wawancara dengan petani
d. Sweepnet : Untuk menangkap serangga
e. Plastik : Untuk menyimpan serangga yang telah didapat
f. Kapas : Untuk media resapan alkohol
g. Sterofoam : Untuk melakukan pinning pada serangga
h. Jarum pentul : Untuk menempelkan serangga pada sterofoam
i.
Bahan
7
4.3 Metode Pengamatan
Metode yang dilakukan untuk mengamati hama yang terdapat pada lahan adalah
dengan menggunakan sweepnet menangkap keberadaan hama secara langsung
(mekanik). Untuk alur kerjanya adalah sebagai berikut.
Sweepnet
Membuat laporan
AnalisaPerlakuan
8
Mekanik
Membuat laporan
Analisa Perlakuan :
Pertama menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, setelah itu menangkap serangga
dengan tangan lakukan berberapa kali hingga serangga tertangkap, lalu mendokumentasikan
serangga yang telah didapat, setelah itu membuat laporan.
Membuat laporan
Analisa Perlakuan
Pertama menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, setelah itu mengamati penyakit
pada kubis yang ada pada lahan diamati, lalu mendokumentasikan penyakit yang ada pada
kubis yang diamati, setelah itu membuat laporan.
9
4.3.3 Pengamatan musuh alami
Sweepnet
Membuat laporan
AnalisaPerlakuan
10
Mekanik
Membuat laporan
Analisa Perlakuan
Pertama menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, setelah itu menangkap serangga
dengan tangan lakukan berberapa kali hingga serangga tertangkap, lalu mendokumentasikan
serangga yang telah didapat, setelah itu membuat laporan.
Membuat laporan
Analisa Perlakuan
Pertama menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Lalu melakukan interview
dengan petani pada lahan komoditas kubis. Setelah itu menganalisis hasil interview yang
didapatkan dari wawancara dengan petani dan yang dianalisis adalah bagaimana penggunaan
pestisida pada lahan yang diamati. Setelah dianalisis maka langkah selanjutnya adalah
membuat laporan dari hasil analisis tersebut.
11
4.3.5 Pengamatan menggunakan varietas tahan
Membuat laporan
Analisa Perlakuan
Pertama menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Lalu melakukan interview
dengan petani pada lahan komoditas kubis. Setelah itu menganalisis hasil interview yang
didapatkan dari wawancara dengan petani dan yang dianalisis adalah bagaimana penggunaan
varietas tahan pada lahan yang diamati. Setelah dianalisis maka langkah selanjutnya adalah
membuat laporan dari hasil analisis tersebut.
12
BAB V
5.1 Hasil
5.1.1 Hama yang Ditemukan (Nama Ilmiah + Dokumentasi Lapang, Klasifikasi Hama +
Gejala dan Tanda)
a) Ulat kubis
Nama ilmiah : Plutella xylostella
Dokumentasi lapang :
Klasifikasi Hama :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies : Plutella xylostella
Gejala dan tanda :
Serangan yang khas adalah daun berlubang-lubang seperti jendela yang
menerawang dan tinggal urat-urat daunnya saja dan jaringan daun yang
telah dimakan akan menunjukkan gejala bercak-bercak putih.
13
b) Kutu anjing
Klasifikasi hama :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Chrysomelidae.
Genus : Phyllotreta
Spesies : Phyllotreta vittata
14
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Minochilas
Genus : Menochilus
Spesies : Menochilus sexmaculatus
b) Laba-laba
Nama ilmiah : Lycosa sp
Dokumentasi lapang :
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araida
Famili : Lycosidae
Genus : Lycosa
Spesies : Lycosa sp
15
5.1.3 Serangga Lain ( Nama Ilmiah + Dokumentasi Lapang, Klasifikasi)
a) Lalat buah
Nama ilmiah : Drosophila melanogaster
Dokumentasi lapang :
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
b) Lebah
Nama ilmiah : Apis indica
Dokumentasi lapang :
16
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Familia : Apidae
Genus : Apis
Spesies : Apis indica
5.1.4 Penyakit yang Ditemukan (Nama Ilmiah + Dokumentasi, Klasifikasi + Gejala dan
Tanda)
Nama ilmiah : Xanthomonas campestris
Dokumentasi :
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Phylum : Prokaryota
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Xanthomonas
Spesies : Xanthomonas campestris
Gejala dan tanda :
Mula-mula di tepi daun terdapat daerah-daerah yang berwarna kuning
sampai pucat kemudian meluas ke bagian tengah. Didaerah ini tulang-tulang
daun berwarna coklat tua atau hitam dan bisa masuk ke dalam batang. Jaringan
helaian daun yang sakit mengering menjadi seperi selaput, dengan tulang-
tulang daun berwarna hitam. Umumnya penyakit mulai dari daun-daun bawah
dan dapat menyebabkan gugurnya daun satu per satu.
17
5.2 Jenis Pengendalian yang Dilakukan oleh Petani
Musuh alami adalah segala organisme (organisme: Predator, Parasitoid dan Patogen)
yang dibudidayakan atau dipelihara maupun berkembang secara alami tanpa bantuan manusia
yang bertujuan untuk mengurangi ataupun membasmi OPT yang merusak tanaman budidaya .
Predator/pemangsa adalah binatang (serangga, laba-laba dan binatang lain) yang memburu,
memakan atau menghisap cairan tubuh binatang lain sehingga menyebabkan kematian.
Parasitoid adalah serangga yang hidup sebagai parasit di dalam atau pada tubuh
serangga lain (serangga inang), dan membunuhnya secara pelan-pelan. Patogen adalah
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit terhadap OPT.
Beberapa jenis musuh alami telah diketahui potensinya, di antaranya memiliki kemampuan
mencari inang, memangsa, berkembang biak, dan beradaptasi yang tinggi, sehingga mudah
menetap/berkoloni, dan memiliki inang yang spesifik untuk tingkat spesies atau genus.
Apabila musuh alami, baik yang bersifat indigenous maupun exotic apabila berhasil
dibiakkan/diperbanyak secara massal, maka potensi musuh alami tersebut dapat dimanfaatkan
untuk mengendalikan hama sasaran.Populasi musuh alami pada tanaman perkebunan
bervariasi menurut lokasi, waktu/musim, tipe lahan, dan teknik budidaya. Beberapa jenis di
antaranya dijumpai berlimpah, terutama pada daerah yang tidak pernah atau jarang
diaplikasikan pestisida. Dalam keadaan demikian, musuh alami dapat berperanan cukup besar
sebagai faktor pengendali populasi hama. Dalam survey yang kami lakukan dengan
narasumber Bapak Thomas, musuh alami yang dimanfaatkan pada lahan ini adalah burung
sriti, meskipun populasinya sedikit, burung sriti ini cukup membantu dalam menekan populasi
hama, dengan memakan secara langsung hama yang terdapat pada tanaman kubis.
18
5.2.3 Pengendalian dengan Menggunakan Pestisida
Pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern yang mempunyai peranan penting
dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Kita mengetahui bahwa pestisida sangat berguna
dalam membantu petani merawat pertaniannya. Pestisida dapat mencegah tanaman kubis dari
serangan OPT. Hal ini berarti jika para petani menggunakan pestisida, hasil panen tanaman
kubis akan meningkat dan akan membuat hidup para petani kubis menjadi semakin sejahtera.
Dengan adanya pemahaman tersebut, pestisida sudah digunakan di hampir setiap lahan
pertanian.
Dengan adanya dampak buruk dari pestisida, para petani lebih dianjurkan
menggunakan sistem pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia sama sekali.
Tetapi pertanian dengan metode ini juga memiliki resiko yaitu rentan untuk terserang hama.
Tetapi hasil dari pertanian ini sangat sehat dan tidak akan mengganggu kesehatan. Oleh
karena itu, para petani diharapkan tidak terlalu banyak menggunakan pestisida dan melakukan
pertanian organik. Pertanian organik ini sangat bermanfaat dan tidak memiliki efek samping
yang membahayakan bagi lingkungan maupun tubuh.
Pada lahan tegal yang dikelola oleh Bapak Thomas Pestisida yang digunakan petani
pada lahan ini menggunakan pestisida jenis Detakron dan dosis yang digunakan sebanyak 200
cc. Cara penggunaannya, pestisida diaduk terlebih dahulu kemudian disemprot pada tanaman.
Prinsip yang digunakan petani pada penggunaan pestisida ini adalah prinsip terjadwal, yaitu
apabila serangan parah pestisida disemprotkan 3 hari sekali dan apabila dalam keadaan
normal pestisida disemprot seminggu sekali. Alasan mengapa petani menggunakan pestisida
dalam mengendalikan hama karena cara kerjanya cepat dan hasilnya sesuai harapan.
Pada dasarnya, seperti juga makhluk hidup yang lain, tumbuhan akan menghadapi
tekanan dari musuh alaminya, salah satu yang terpenting adalah serangga herbivora. Di
bidang pertanian, tanaman mendapatkan tekanan yang luar biasa dari serangga herbivora
(lazim kemudian disebut sebagai hama), yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
Penanaman monokultur dan dalam areal luas, Penanaman sepanjang tahun, Penanaman tidak
serempak, Penggunaan varietas yang rentan terhadap hama, Penggunaan pestisida secara luas
dan tidak bijaksana. Oleh karena itu, manusia berpikir untuk meringankan “beban” tanaman
dalam menghadapi tekanan serangga hama, salah satunya dengan cara merekayasa varietas
tanaman yang tahan hama, atau paling tidak mampu beradaptasi terhadap serangan hama.
19
Petani Desa Sumberbrantas menggunakan varietas tahan untuk tanaman kubis ini yaitu bibit
SO. Alasan mengapa petani memilih varietas tahan ini karena bibit jenis ini lebih tahan
terhadap serangan hama dan penyakit, selain itu kubis yang dhasilkan lebih besar, panen lebih
cepat yaitu dalam waktu 3 bulan, karena itu penggunaan varietas ini dinilai lebih
menguntungkan secara ekonomi.
Pengendalian secara fisik dan mekanik tidak dilakukan pada lahan tersebut
dikarenakan lahan yang luas dan jumlah tanaman yang banyak sehingga tidak memungkinkan
untuk mengendalikan secara fisik atau mekanik.
20
5.3 Pembahasan
OPT yang ditemukan pada lahan komoditas kubis yaitu Plutella xylostella dan
Phylltreta vittata. OPT tersebut merupakan jenis OPT yang menyebabkan kerusakan pada
tanaman kubis, yang ditandai dengan berlubangnya daun pada tanaman kubis. Hal tersebut
diperkuat dengan pernyataan menurut Rukmana (2004) bahwa larva pada instar pertama yang
baru menetas akan menggerek dan masuk ke dalam jaringan daun, akibatnya jaringan daun
akan kehilangan isinya, dan hanya tersisa jaringan epidermis saja. Jaringan daun yang telah
dimakan akan menunjukkan gejala bercak-bercak putih. Serangan larva pada instar berikutnya
dilakukan dari bagian luar, daun tampak berlubang-lubang serta luka-luka. Apabila tidak ada
tindakan pengendalian, kerusakan kubis oleh hama tersebut dapat meningkat dan hasil panen
dapat menurun baik jumlah maupun kualitasnya.
Oleh karena itu upaya pengendalian hama daun kubis ini sebagai hama utama tanaman kubis
perlu dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian akibat serangan hama tersebut. Petani
melakukan pengendalian yang dilakukan untuk membasmi OPT tersebut dengan
menggunakan pestisida. Menurut Pracaya (2002) ditinjau dari segi penekanan populasi hama,
pengendalian secara kimiawi dengan insektisida memang cepat dirasakan hasilnya, terutama
pada areal yang luas. Tetapi, selain memberikan keuntungan ternyata penggunaan insektisida
yang serampangan atau tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.
5.3.2 Pembahasan Serangan OPT Dikaitkan dengan Konsep Ambang Ekonomi dan
Ambang Kerusakan
Hama ulat daun kubis Plutella xylostella merupakan salah satu jenis hama utama di
pertanaman kubis. Jumlah OPT yang terdapat pada lahan komoditas kubis yang kami amati
sudah berada di atas ambang ekonomi, karena jumlah OPT yang ditemukan menyebabkan
kerusakan dengan ditemukan banyaknya tanaman kubis yang memiliki lubang pada daun.
Maka dari itu petani melakukan upaya pengendalian dengan menyemprotkan pestisida secara
optimal untuk menekan populasi hama pada lahan tersebut. Menurut Pracaya (2002) selama
menanam kubis petani perlu melakukan pemantauan/monitoring hama dengan melakukan
pengamatan mingguan. Apabila hama mencapai 1 ulat/10 tanaman (Ambang Ekonomi = AE)
atau lebih, maka dapat dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida
kimia selektif atau bioinsektisida, untuk menekan agar hama kembali berada di bawah AE
yang tidak merugikan secara ekonomi.
21
5.3.3 Keunggulan Pengendalian yang Diterapkan oleh Petani
Lahan yang kami amati merupakan lahan yang digunakan untuk tanaman holtikultura.
Petani menggunakan sistem tanam monokultur, yaitu dalam satu petak lahan hanya ditanami
satu jenis tanaman saja. Secara keseluruhan, tanaman yang mendominasi pada lahan tersebut
adalah wortel dan kentang. Pada lahan yang kami amati, tanaman yang ditanam adalah kubis.
Sistem pertanian pada lokasi tersebut masih termasuk sistem pertanian konvensional, yaitu
hanya mementingkan keuntungan secara ekonomis, tapi sedikit mengabaikan kelestarian
lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan pestisida sebagai cara utama untuk
mengendalikan hama. Pada lahan kubis tersebut terdapat musuh alami untuk hama, yaitu
burung sriti, tetapi musuh alami tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap populasi hama,
dikarenakan jumlah dari musuh alami tidak sebanding dengan hama yang ada pada lahan
tersebut, ditambah dengan penggunaan pestisida sebagai pengendalian utamanya, membuat
hama menjadi resisten. Dibuktikan dengan masih banyaknya tanaman yang terserang oleh
OPT, seperti contoh banyaknya tanaman kubis yang terdapat lubang pada daunnya.
Pada lahan tegalan terdapat musuh alami bagi OPT yaitu burung sriti, dimana burung
sriti berperan dalam memakan hama kubis. Dengan adanya musuh alami di lahan tersebut,
diharapkan dapat menekan populasi hama agar tidak menyerang tanaman, sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik dan menjadi sehat, dan produksinya meningkat. Pengendalian
dengan menggunakan musuh alami ini tergolong aman karena tidak mengandung unsur kimia
berbahaya yang dapat merusak lingkungan sehingga keseimbangan ekosistem terus terjaga
dan pertanian dapat terus berlanjut.
Berdasarkan pengamatan lapang yang telah kami lakukan di desa Sumber Brantas,
Dusun Kranjan, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, didapatkan hasil bahwa pengolahan lahan
yang dilakukan petani yaitu cocok tanam tanaman jenis hortikultura yang sesuai dengan cuaca
di daerah dataran tinggi seperti wortel, kubis, dan lain-lain.
22
Dalam kaitannya dengan Dasar Perlindungan Tanaman, para petani di desa Sumber Brantas
masih banyak mengalami masalah serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya
mereka. Memang, hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka merupakan OPT yang
biasa menyerang tanaman budidaya di banyak tempat di Indonesia, sehingga mereka juga
melakukan pengendalian secara tepat sesuai pengetahuan yang mereka miliki. Mereka
menggunakan pupuk dan pestisida, baik yang alami maupun yang sintetik. Selain itu,
pengendalian hama dan penyakit juga dilakukan dengan cara membajak sawah menggunakan
cangkul sehingga dapat membalik sawah serta penggunaan mulsa plastik dan mulsa organik
sehingga hama dari tanah tidak dapat menyerang tanaman mereka. Semua perlakuan tersebut
telah sesuai dengan teori yang diajarkan pada Mata Kuliah Dasar Perlindungan Tanaman.
Namun, satu perilaku petani di desa Sumber Brantas tersebut yang bejlum tepat yaitu
bercocok tanam dengan pola monokultur. Padahal, penanaman tanaman budidaya dengan pola
monokultur dapat mendatangkan hama dan penyakit dengan cepat. Karena itu, perlu adanya
pemahaman terhadap petani untuk dapat menanam tanaman budidaya mereka dengan pola
polikultur. Artinya, ketika sebuah lahan mereka ditanami dengan wortel, maka lahan
disebelahnya atau disela-selanya dapat ditanami dengan kentang atau kubis sehingga apabila
ada hama yang menyerang tanaman wortel, hama tersebut akan kesulitan menemukan
tanaman wortel karena dihalangi oleh tanaman kubis atau kentang.
23
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil fieldtrip yang telah kami lakukan pada hari Minggu, 23 November
2014, bertempat di desa Sumber Brantas tepatnya pada Dusun Krajan, Kecamatan Bumiaji,
Kota Batu dapat disimpulkan bahwa jenis komoditas tanaman yang dibudidaya oleh nara
sumber kami, Bapak Thomas Harjianto ialah tanaman kubis. Bapak Thomas Harjianto
mengelola budidaya tanaman pada luasan lahan 800 m², dengan jenis lahan berupa tegal. Pola
tanam pada lahan Bapak Thomas Harjianto ini merupakan pola tanam monokultur . Pada
pengelolahan tanaman budidaya tersebut Bapak Thomas Harjianto, cenderung menngunakan
pestisida dalam penanggulangan dan pembasmian hama serta penyakit yang menyerang.
Sistem pengolahan lahan pada budidaya tanaman tesebut, Bapak Thomas Harjianto masih
menggunakan cara yang tradisional yaitu mencangkul.
Pada fieldtrip kali ini, kami mengamati pada salah satu komoditas tanaman yang
dibudidaya oleh Bapak Thomas Harjianto, yakni komoditas kubis. Bibit kubis yang
digunakan untuk budidaya oleh Bapak Thomas Harjianto ialah jenis unggul, yang mana dapat
berperan sebagai varietas tahan. Dalam penanggulangan hama dan penyakit pada komoditas
kubis, bapak Thomas Harjianto menanganinya dengan penyemprotan pestisida, salah satunya
adalah Detakron dengan volume 200 cc. Kemudian untuk pupuknya sendiri, Bapak Thomas
Harjianto menngunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam. Pemanfaatan musuh
alami pada penanggulangan hama juga berperan dalam sistem budidaya tanaman tersebut,
namun Bapak Thomas Harjianto sendiri tidak melakukan budidaya musuh alami tersebut.
Sehingga musuh alami yang ada di lahan hanyalah organisme yang memang telah ada disana
secara alami. Penyakit yang sering menyerang pada budidaya komoditas kubis ini ditandai
dengan daun-daun bawah dan dapat menyebabkan gugurnya daun satu per satu yang
disebabkan oleh Xanthomonas campetris. Dan hama yang sering menyerang adalah ulat kubis
dan kutu anjing yang menyerang pada bagian daun.
24
6.2 Saran untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian
Pada sistem penanaman sebaiknya menggunakan sistem tanam polikultur, yang mana
dapat menghambat peledakan hama dikarenakan semakin beragam suatu pertanaman yang
ditanam maka musuh alami akan semakin beragam pula. Kemudian untuk penanggulangan
hama dan penyakit, sebaiknya untuk penggunaan pestisida lebih ditekan dan meningkatkan
penggunaan pestisida organik, yang mana lebih aman untuk kesehatan tanaman dan
lingkungan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi. 2004. Penyakit pada Komoditas Sayuran. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta
26
LAMPIRAN
Serangga Lain
27
Serangga Lain
Xanthomonascampestris
28