Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehamilan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan keluarga,
khususnya calon ibu. Selain merupakan anugerah, kehamilan merupakan juga
menjadi satu hal yang mencemaskan. Dalam setiap keluarga, kehamilan
diharapkan sebagai sumber pengharapan terbesar dari keluarga pada calon anak
yang akan dilahirkan. Walau demikian, ada kalanya harapan ini tidak terwujud
ketika bayi mengalami kematian sebelum sempat dilahirkan.
Kematian janin dalam rahim menurut WHO adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim
pada kehamilan 20 minggu atau lebih. American College of Obstetrics and
Gynecologists juga merekomendasikan kematian termasuk terjadi pada 22
minggu kehamilan atau lebih (kelompok lain menggunakan 20 minggu
kehamilan). Mereka juga merekomendasikan pelaporan kematian janin yang
terjadi pada janin dengan berat 350 gram atau lebih atau dari 20 minggu
kehamilan atau lebih besar. Kematian janin dalam rahim merupakan hasil akhir
dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi1.
Etiologi dari kematian janin dalam rahim yang tidak diketahui penyebabnya
diperkirakan sebesar 25-60 %, sedangkan penyebab yang dapat diketahui ialah
disebabkan oleh faktor fetal, faktor maternal, dan faktor kelainan patologik
plasenta2.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2003
mengenai kegagalan yang terjadi selama masa kehamilan, didapatkan data
mortalitas perinatal di Indonesia berkisar 24 dari 1000 kehamilan. Kondisi
kesehatan janin memiliki kontribusi tertinggi dalam mengakibatkan mortalitas
perinatal (39%) dibandingkan dengan faktor maternal (5,1%). Risiko tingginya
angka kematian janin yang berkaitan dengan faktor maternal kebanyakan
berupa jarak 15 bulan kehamilan dari persalinan terakhir dan usia ibu hamil di
atas 40 tahun3.
Dari hasil penjelasan diatas, penulis melaporkan kasus Death conceptus di
RSUD Banyuasin.

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulisan laporan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan asuhan
pada ibu hamil yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Banyuasin
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik pasien dengan Death Conceptus
b. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Death Conceptus
c. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya Death Conceptus

1.3. Manfaat
1. Bagi klien/keluarga
Sebagai bahan acuan bagi klien agar lebih mengetahui tentang
Death Conceptus, serta dapat mewaspadai apabila terdapat gejala-gejala
klinis yang menyebabkan terjadinya Death Conceptus.
2. Bagi petugas kesehatan
Diharapka dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan literature
dalam menangani pasien dengan Death Conceptus ,bagi institusi pendidikan
sebagai bahan acuan untuk menambah ilmu dan wawasan pengetahuan
mahasiswa terhadap penyakit Death Conceptus.
3. Bagi instansi pendidik
Agar dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan, serta
dapat merencanakan kegiatan pendidikan dalam konteks asuhan
keperawatan secara menyeluruh, khususnya pada pasien Death Conceptus ,
sehingga lulusan akademi kebidanan di harapkan mampu memberikan
pelayanan yang optimal.
BAB II
TINJAUAN KASUS

2.1.Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Betung

2.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Keluar cairan kemerahan dan berbau dari vagina sejak 3 hari SMRS
(22-05-17).

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien dengan hamil anak pertama mengaku usia kehamilannya
memasuki usia 5 bulan. Pasien mengatakan sudah 2 kali kontrol
kehamilannya di bidan. Kontrol yang pertama pada saat usia kehamilan
memasuki usia kehamilan 3 bulan dan diakatakan kehamilannya tidak ada
masalah.
Pada saat memasuki usia kehamilan 4 bulan, pasien mengatakan mulai
merasakan gerakan janin, namun gerakan tersebut dirasakan hanya sesekali.
 2 minggu SMRS pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah lagi
merasakan gerakan janinnya, namun ia tidak memeriksakan kehamilannya.
 3 hari SMRS pasien mengalami keluar cairan dari vagina. Cairan
tersebut berwarna kemerahan dan sedikit berbau. Keluar gumpalan seperti
hati ayam disangkal pasien. Pasien lalu dating berobat ke bidan dan
dikatakan bahwa denyut jantung janin tidak bias terdengar, lalu pasien
disarankan bidan untuk berobat ke spesialis kandungan di RSUD
Banyuasin.
Pada saat berobat di dokter spesialis kandungan di RSUD Banyuasin
dilakukan pemeriksaan USG didapatkan denyut jantung janin (-), dan
dinyatakan bahwa janin pasien sudah meninggal di dalam kandungan.
Pasien lalu disarankan untuk dirawat dan direncanakan untuk mengakhiri
kehamilannya dengan cara dilahirkan secara spontan.
Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya,riwayat
berhubungan suami istri disangkal, penderita juga tidak ada riwayat demam
tinggi selama kehamilan, riwayat merokok dan minum alkohol juga
disangkal, riwayat memelihara binatang peliharaan disangkal, riwayat
minum obat – obatan juga disangkal

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Asma, Hipertensi, DM, dan alergi obat disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Asma, Hipertensi, DM disangkal.

e. Riwayat Menstruasi :
 Menarche : 15 tahun
 Siklus : 40 hari
 Lama haid : 5 hari
 Dismenorrhea : (-)
 HPHT : 28-12-16
 TP : 05-09-17

f. Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali, status masih menikah
g. Riwayat KB :
Pasien belum pernah menggunakan KB

h. Riwayat Operasi
Penderita belum pernah operasi sebelumnya

i. Riwayat ANC
Kontrol 2 kali di bidan

j. Kebiasaan Hidup
Merokok (-), Alkohol (-), konsumsi jamu (-), memelihara binatang (-)

2.3. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
TD : 110 / 70 mmHg
N : 75x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,8 º C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
edema palpebra -/-
THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak
hiperemis, T1 – T1
Leher : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.

Thorax :
 Mammae : Simetris
 Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -
 Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Lihat status obstetri
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

b. Statis Obstretikus
Inspeksi : Perut tampak cembung, striae gravidarum (-),
, luka bekas SC (-)
Palpasi : pemeriksaan leopold belum bisa dilakukan karena usia
kehamilan pasien 20 minggu, ballottement (+)
TFU : 2 jari dibawah pusar
His : (-)
Auskultasi : DJJ (-)

c. Pemeriksaan Dalam
 Portio : lunak
 Posisi : posterior
 Ketuban : (+)
 Pendataran : 0%
 Pembukaan : kuncup/(-),
 Hodge : bidang hodge I,
 Terbawah : tidak dapat dinilai
 Penunjuk : tidak dapat dinilai

2.4. Pemeriksaan Penunjang


 laboratorium :
 Hb : 14,5 gr/dl
 Leukosit : 10.800
 Trombosit : 213.000
 Clotting time : 2’
 Bleeding time : 10’

 USG:

2.5. Diagnosis
G1 P0 A0 Hami 20 minggu dengan death conceptus
2.6. Prognosis
Ibu : Dubia ad Bonam
Janin : Dubia ad Malam

2.7. Penatalaksanaan
 IVFD RL gtt xx/menit
 Cek Hb, leukosit, trombosit, CT, BT
 Inj. Cefotaxime 2x1 gr
 Proster 3 tab/oral/4jam
 Rencana partus pervaginam
2.8. Laporan Persalinan
Kala 1
 Lama: 6,5 jam
 Tindakan: partus spontan
 Tanggal 22 mei 2017 jam 14.00 – 20.30 wib
Kala II
 Bayi lahir meninggal ,partus spontan pada tanggal 22 mei 2017
pukul 20.30 wib.
 Jenis kelamin perempuan, berat 300gram, PB : 10 cm.
Kala III
 Lama : 15 menit
 Plasenta lahir utuh
Kala IV
 TD : 110/70 mmHg
 N : 72 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Perdarahan : ± 250 cc
 IVFD RL gtt xx/menit
 Inj. Cefotaxime 2x1 gr
 Asam mefenamat tab 3x500 mg
 Hb vit tab 2x1

2.9. Follow up
 Tanggal 23-05-17
S : flek (+), nyeri perut bawah (+)
O: Ku: tampak sakit sedang
Sens : Compos mentis
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/m
RR : 20 x/m
T : 37,3oC
Genitalia : lochea rubra (+), perdarahan tidak aktif
A : post abortus komplit
P : - IVFD RL drip oxytocin 2 amp gtt xx/m
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr
- asam mefenamat 3x500 mg tab
- Hb vit 2x1 tab
 Tanggal 23-05-17
S:-
O: Ku: tampak sakit sedang
Sens : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 82 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,8oC
Genitalia : lochea rubra (+), perdarahan tidak aktif
A : post abortus komplit
P : - rencana rawat jalan
- aff infus
- cefadroxil 2x500 mg tab
- asam mefenamat 3x500 mg tab
- Hb vit 2x1 tab
- Maltofer 2x1 tab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 . Intra Uterine Fetal Death
A. Definisi
Intra Uterine Fetal Death/Kematian Janin dalam rahim yaitu kematian
yang terjadi pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah
mencapai ukuran 500 gr atau lebih
Menurut WHO dan The American College Of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.

B. Klasifikasi

Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV

(Blast Ovum) (Death (Late Fetal


Conception) Death)

kematian kematian sesudah kematian sesudah kematian yang


sebelum massa ibu hamil 20-28 masa kehamilan tidak dapat
kehamilan minggu >28 minggu. digolongkan pada
mencapai 20 ketiga golongan di
minggu penuh atas

C. Etiologi
Penyebab dari IUFD seringkali dipicu oleh Ketidak cocokan rhesus darah
ibu dan janin, ketidak cocokan golongan darah ibu dan janin, gerakan janin yang
terlalu aktif, penyakit pada ibu, kelainan kromosom, trauma saat hamil, infeksi pada
ibu, kelainan bawaan janin, perdarahan antepartum, penyakit saluran kencing,
penyakit endokrin, malnutrisi, dll.
Pada 25-60 % kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik plasenta.
 Faktor maternal antara lain adalah
Post term (> 42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus
eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur
ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut
ibu,kematian ibu.
 Faktor fetal antara lain adalah
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan genetik,
infeksi.
 Faktor plasenta antara lain adalah
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
 Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada
usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrsi pada ibu, riwayat bayi dengan
berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukan, ayah
berusia lanjut.

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin


dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Deperlukan evaluasi secara komprehensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom,
kemungkinan terpapar unfeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya.
Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada penyebab kematian
janin. Meskipun kematian janin berulang jarang terjadi, demi kesejahteraan
keluarga,pada kehamilan berikut diperlukan pengelolaan yang lebih ketat tentang
kesejahteraan janin.
Pemantauan kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan anamnesis,
ditanyakan aktivitas gerakan janin pada ibu hamil, bila mencurigakan dapat
dilakukan pemeriksaan kardiotokografi.
D. Faktor Risiko
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah
faktor risiko kematian fetal, khususnya kematian janin dalam rahim.
Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko kematian janin
dalam rahim. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi
akan terjadinya kematian janin dalam rahim dibandingkan dengan wanita pada
usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien
primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan
sebagian risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya
kehamilan multiple, diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan
malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.

Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko


kematian fetal. Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan.
Merokok meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio
plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth khususnya pada
kehamilan prematur.

Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga


mempengaruhi risiko terjadinya kematian janin dalam rahim. Mereka yang
berada dalam status sosioekonomi rendah ternyata memiliki risiko dua kali
lipat menderita kematian janin dalam rahim5.

F. Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian
janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 1
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
(early fetal death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal
death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-
perubahan sebagai berikut :
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan ‘setengah matang’
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian
menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
ketuban menjadi merah coklat.
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)
Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi.
Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
dan terdapat oedem dibawah kulit.

G. Patofisiologi
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IUFD) karena beberapa faktor antara
lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya
karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin.
Serta anemia, karena anemia disebabkan kekurangan Fe maka dampak pada janin
adalah irefersibel. Kerja organ – organ maupu aliran darah janin tidak seimbang
dengan pertumbuhan janin.

H. Tanda dan Gejala


 Pertumbuhan janin (-), bahkan janin mengecil sehingga tinggi fundus uteri
menurun.
 Bunyi jantung janin tak terdengar dengan fetoskop dan dipastikan dengan
doppler.
 Keluhan ibu : menghilangnya gerakan janin.
 Berat badan ibu menurun.
 Tulang kepala kolaps.
 USG : merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan.
 Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif. Hasil ini terjadi beberapa hari setelah
kematian janin.

I. Diagnosis
Penetapan diagnosa di peroleh dengan cara : anamnesa, pemeriksaan yang
meliputi palpasi, auskultasi, reaksi kehamilan, rontgen foto abdomen.Riwayat dan
pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat diagnosis kematian
janin. Umumnya penderita hanya mengeluh gerakan janin berkurang, pada
pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan pemeriksaan ultrasound , dimana tidak tampak adanya gerakan jantung
janin.
Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin
tidak ada, yang terlihat terlihat pada tinggi fundus uteri menurun, berat badan ibu
menurun, dan lingkaran perut ibu mengecil.
Dengan fetoskopi dan doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung
janin. Dengan sarana penunjang diagnostik lain yaitu USG, tampak gambaran janin
tanpa tanda kehidupan. Dengan foto radiologik setelah 5 hari tampak tulang kepala
kolaps, tulang kepala saling tumpang tindih (gejala ‘spalding’) tulang kepala
hiperrefleksi, edema sekitar tulang kepala; tampak gambaran gas pada jantung dan
pembuluh darah. Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif setelah beberapa hari
kematian janin. Komplikasi yang dapat terjdi ialah trauma psikis ibu ataupun
keluarga, apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung
lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila
kematian janin lebih dari 2 minggu.

J. Komplikasi
 Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan
persalinan cukup lama.
 Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
 Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.

K. Penatalaksanaan

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat


janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis
sebelumnya sehingga tidak diobati. 8

1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5


hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi
columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.

2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan


kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan
ketuban berkurang.

3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya


pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa
kemungkinan besar dapat lahir pervaginam.

4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun


ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
keputusan diambil.

5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan


hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi

6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan


penanganan aktif.

7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu


a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan


prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun


dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang


sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap
kali dan jangan melebihi 4 dosis.

9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati

11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya


patologi plasenta dan infeksi.

L. Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati
aterm adalah bila ibu mersa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan
janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya
solusio plasenta. Pada gamelli dengan T + T (twin to twin transfusio) pencegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.

3.2. Abortus

A. Definisi

Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang


dari 26 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup diluar kandungan.

B. Etiologi

Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian


mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam
keadaan masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh
hal-hal berikut ini:

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin


atau

cacat kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil


muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah
sebagai berikut:

o - Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X.


o - Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
o - Pengaruh dari luar akibat radiasi, virus, obat-obatan.
2. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi
koriales
dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan kematian janin.

3. PenyakitIbu

Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan

keracunan.

4. Kelainan Traktus Genetalis

Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab


lain abortus dalam trisemester ke 2 ialah servik inkompeten yang dapat
disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatari serviks
berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit.

C. Patogenesis

Pada awal abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis, kemudian


diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi
terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
vili korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan sudah
lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak
pendarahan.

Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta.
Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap. Peristiwa
abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada
abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion
kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati
lama, mola kruenta, maserasi, fetus kompresus.
D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik abortus antara lain:

 - Terlambat haid atau amenote kurang dari 20 minggu


 - Pada pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak lemah atau kesadaran

menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau

cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.

 - Pendarahan pervaginaan, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil

konsepsi.

 - Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri

pinggang akibat kontraksi uterus.

 - Pemeriksaan Ginekologi
1. Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginaan ada atau tidaknya jaringan
hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada
atau tidaknya cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3. Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kaum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.

E. Diagnosa
Diagnosa meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status psikiatri,
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa

Anamnesa dilakukan untuk mencari etiologi dari abortus. Dengan anamnesa


yang telita dan menjurus maka akan dikembangkan. Pemikiran mengenai
pemeriksaan selanjutnya yang dapat memperkuat dugaan kita pada suatu
etiologi yang mendasari terjadinya abortus. Hal ini akan berpengaruh juga
pada rencana terapi yang akan dilakukan sesuai dengan etologinya.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi status interna umum status obstetri.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi klinis yang mengarah
pada suatu gejala abortus seperti yang sudah dijelaskan diatas.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan

darah, serta reaksi silang analisis gas darah, kultur darah,

terresistensi.

2. Tes kehamilan: positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu

setelah abortus.

3. Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin

masih hidup.

4. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari timbulnya
suatu abortus.

Penatalaksanaan Umum:
 - Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
 - Pada kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan infus oksitosin dimulai 8
tetes permenit dan naikkan sesuai kontraksi uterus.
 - Bila pasien syok karena pendarahan berikan infus ringer taktat dan selekas
mungkin tranfusi darah.

 Medikamentosa:
1. Simptomatik : Analgesic (asam metenamat) 500 gram (3x1)
 2. Antibiotik : Amoksilin 500 mg (3x1)
 3. Education : Kontrol 3-4 hari setelah keluar setelah keluar dari rumah
sakit.

BAB IV
PEMBAHASAN

Death conceptus adalah kematian janin di dalam rahim dimana usia


kehamilan sesudah 20-28 minggu. Adapun faktor risiko dari death conceptus ini
adalah Faktor maternal dimana terdapat kehamilan post term (> 42 minggu),
diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi,
preeklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura
uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu,kematian ibu. Faktor fetal antara
lain adalah hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi. Faktor plasenta antara lain adalah lelainan tali pusat, lepasnya
plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa. Sedangkan faktor risiko terjadinya
kematian janin intrauterin meningkat pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil,
kemokonsentrsi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu
(ureplasma urealitikum). Dalam kasus ini Ny. H memiliki usia kehamilan 20
minggu yang berarti Ny. H mengalami death conceptus. Dan untuk faktor risiko
Ny. H, dilihat dari maternal Ny. H tidak mengalami hipertensi, PEB, eclampsia,
diabetes mellitus yang tidak terkontrol rupture uteri maupun SLE, namun
kemungkinan factor maternal dari Ny, H ialah penyakit rhesus, infeksi, ataupun
penyakit antifosfolipid sindrom tetapi untuk mengetahui factor risiko maternal yang
pasti pada kasus ini sebaiknya dilakukkan pemeriksaan rhesus, TORCH dan
pemeriksaan ACA (antibody cardiolipin) sehingga faktor risiko maternal pada
kasus ini dapat ditemukan maupun disingkirkan. Untuk faktor fetal pada kasus ini,
Ny. H tidak sedang hamil kembar, kemungkinan fakotr fetal dari kasusu ini ialah
kelainan kongenital, kelainan genetic, dan infeksi, tetapi untuk mengetahui factor
isiko fetal yang pasti sebaiknya dilakukan autopsi pada janin sehingga faktor risiko
dari fetal dapat dipastikan. Untuk faktor risiko plasenta pada kasus ini, Ny. H tidak
mengalami ketuban pecah dini, maupun vasa previa dan pada saat janin dilahirkan
juga tidak ditemukan kelainan pada tali pusat, tetapi untuk mengetahui lebih pasti
sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan autopsi pada plasenta Ny. H sehingga faktor
risiko plasenta pada kasus ini dapat ditemukan pada saat janin telah dilahirkan tidak
ditemukan kelainan tali pusat, faktor risiko lainnya seperti faktor maternal, faktor
fetal, dan faktor plasenta belum bias dipastikan dikarenakan belum ada
pemeriksaan pasti untuk menentukkan faktor risiko yang mana yang dialami oleh
Ny. H.
Death Conceptus dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan denyut
jantung janin melalui Doppler, dan USG. Dimana pada anamnesa biasanya pasien
sudah tidak lagi merasakan gerakan janin dan juga pasien merasa berat badannya
menurun dan pada pemeriksaan Doppler denyut jantung janin tidak terdengar. Pada
pemeriksaan USG dapat didapatkan gerakan janin tidak tampak, denyut jantung
janin tidak ada, dan terdapat gambaran spalding, yang pada gambaran tersebut
didapatkan tulang kepala yang tumpeng tindih. Hal ini sesuai dengan hasil
pemeriksaan pada Ny. H, dimana pasien mengatakan bahwa sudah 2 minggu SMRS
tidak lagi merasakan gerakan janin. Dan pada pemeriksaan Doppler tidak lagi
terdengar denyut jantung janin. Untuk pemeriksaan USG pada Ny.H denyut jantung
janin (-), dan terdapat gambaran spalding.
Untuk penatalaksanaan Death Conceptus dapat dilakukan persalianan
ekspektatif maupun induktif. Pada Ny. H terminasi kehamilan dilakukan dengan
cara induktif
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Death conceptus adalah kematian janin di dalam rahim dimana usia
kehamilan sesudah 20-28 minggu. Faktor risiko dari death conceptus dapat berasal
dari faktor maternal seperti : ibu memliki penyakit Diabetes mellitus, hipertensi,
SLE, penyakit rhesus, antifosfolipid syndrome, dan infeksi. Faktor fetal, seperti :
kehamilan kembar, kelainan kongenital, dan infeksi. Faktor plasenta, seperti :
kelainan tali pusat, lepas nya plasenta, dan vasa previa.

5.2. Saran
a. Bagi klien/keluarga
Sebagai bahan acuan bagi klien agar lebih mengetahui tentang kesehatan
kehamilan, serta dapat mewaspadai apabila terdapat gejala-gejala klinis yang
menyebabkan terjadinya Death conceptus.

b. Bagi petugas kesehatan


Diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan literature dalam
menangani pasien dengan Death conceptus, dan juga diharapkan agar pemeriksaan
lanjutan mengenai faktor risiko seperti pemeriksaan rhesus, pemeriksaan TORCH
dan juga pemeriksaan untuk penyakit sistemik sepeti hipertensi, DM dan SLE dapat
dilakukan agar pasien dapat mengetahui penyebab terjadinya kematian janinnya,
sehingga angka kematian janin dalam rahin dapat diturunkan.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai