Anda di halaman 1dari 13

Benjolan pada Leher

Mohamad Pujiyantoro

102014115

Kelompok C6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061

Latar Belakang

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.1
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak,
jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.1

Rumusan Masalah
Laki-laki 60 tahun dengan keluhan terdapat benjolan di leher bagian depan yang kian hari
makin membesar, sejak 1 tahun yang lalu
PEMBAHASAN

Anamnesis1

Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan
diagnosa penyakit tertentu. Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan
utama pasien, riwayat penyakit pasien serta riwayat penyakit keluarga.

 Identitas penderita
Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status
sosial ekonomi keluarga, keadaan sosial ekonomi. Termasuk anamnesis mengenai faktor
resiko dan mengenai adanya gangguan aktivitas.
 Riwayat penyakit sekarang
o Keluhan utama perlu diketahui, yaitu keluhan yang menyebabkan pasien dibawa
berobat. Berdasarkan scenario, seorang laki-laki 60 tahun berobat dengan keluhan
ada benjolan dileher bagian depan yang semakin membesar sehingga
mengganggu saat menelan dan tidak bisa bernapas, suara menjadi serak dan berat
badan menurun.
o Ditanyakan durasi waktu benjolan ini muncul, adakah nyeri, banyak berkeringat,
terasa berdebar, tangan rasa gemetar, badan terasa panas, suka berada di tempat
dingin, penglihatan double, berat badan menurun, banyak/kurang makan, sesak,
cepat lelah, susah tidur.
 Riwayat penyakit dahulu
o Apakah bapak itu pernah menderita penyakit yang sama atau ada gangguan lain
pada lehernya.
 Riwayat makanan
o Makanan yang dikonsumsi dalam jangka pendek dan panjang.
o Apakah pasien tersebut sering mengonsomsi makanan yang mengandung yodium
(garam yodium).
 Riwayat radiasi
o Apakah pasien tersebut pernah terpapar radiasi di kepala dan leher.
 Riwayat keluarga
o Ditanyakan apakah dikeluarga ada yang pernah mengalami hal serupa.
o Riwayat penyakit hipertiroid, hipotiroid dan ca tiroid pada keluarga.

Pemeriksaan Fisik Tiroid2


Inspeksi: Melaporkan adanya pembesaran difus/nodul
Palpasi: palpasi anterior approarch
palpasi posterior approarch
pengukuran lingkar leher
pengukuran dimensi benjolan
Auskultasi: Melaporkan adanya bunyi bruit/tidak.

Temuan pada Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan fisik nodul mencakup 7 kriteria. Nodul
diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri,
permukaan nodul rata atau berdungkul-dungkul, berjumlah tunggal atau multipel, memiliki batas
yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.2
Pemeriksaan Penunjang3,4

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penunjang diagnostik dilakukan untuk mengevaluasi nodul tiroid dapat


berupa pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsi dengan memeriksa kadar
TSHs dan hormon tiroid, pemeriksaan Ultrasonografi, sidik tiroid, CT scan atau MRI, serta
biopsi aspirasi jarum halus dan terapi supresi Tiroksin untuk diagnostik.3,5
Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh hasil pemeriksaan fungsi
tiroid baik hipertiroid maupun hipotiroid yang dapat menditeksi kemungkinan keganasan.
Pemeriksaan TSH yang meningkat berguna untuk tiroiditis. Pemeriksaan kadar antibodi
antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik
Hashimoto yang sering timbul nodul uni/bilateral. Sehingga masih mungkin terdapat
keganasan.
Pemeriksaan Radiologi
Pencitraan pada nodul tiroid tidak dapat menentukan jinak atau ganas, tetapi dapat
membantu mengarahkan dugaan nodul tiroid tersebut cenderung jinak atau ganas. Modalitas
yang sering dgunakan adalah sidik tiroid (scanning) dan USG. Sidik tiroid dapat dilakukan
dengan menggunakan dua macam isotop yaitu iodium radioaktif (I-123) dan teknetium
perteknetat (Tc-99m). USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk menentukan ukuran
dan jumlah nodul, meskipun sebenarnya USG tidak dapat membedakan nodul jinak maupun
ganas.
Modalitas pencitraan yang lain seperti Computed Tomographic Scanning (CT Scan) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak dianjurkan pada evaluasi awal nodul tiroid karena di
samping tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga sangat mahal. CTScan dan
MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui adanya perluasan struma substernal atau terdapat
penekanan trakea
Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis lesi
tiroid dan telah banyak publikasi yang mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum
halus ini. Akan tetapi, walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah dan
sering tanpa komplikasi, biopsi aspirasi jarum halus juga memiliki keterbatasan-keterbatasan
yaitu :
1. Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk memberikan diagnosis banding nodul
pada hypercellular goitre dan neoplasma folikular benign dan malignan. Keterbatasan ini
menyebabkan ahli sitologi sering mendiagnosisnya sebagai suspect (4-24%) dan
mengharuskan penderita untuk melakukan lobectomy untuk diagnosis yang lebih objektif
2. Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu (1,3-17%) yang akhirnya
akan menyebabkan kegagalan penanganan neoplasma malignan.
3. Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu diagnosis disebabkan karena
material inadekuat (2-31%) sehingga menurunkan akurasi metode ini dan jumlah
penderita yang menjalani lobectomy meningkat untuk mendapatkan hasil diagnosis yang
lebih akurat.

Diagnosis Banding
Dari gejala klinis dan keluhan yang didapat pasien, ada beberapa kemungkinan yang
dialami pasien diantaranya, Struma nodusan non toksis, multi nodusa, struma diffusa non toksik,
dan ca tiroid.

Klasifikasi Struma5
Berdasarkan Fisiologisnya

a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi
secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan
kemampuan bicara. Gambar penderita hipotiroidisme dapat terlihat di bawah ini.
Gambar 1. Hipotiroidisme6
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan
tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin,
sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot. Gambar penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah ini.

Gambar 2. Hipertiroidisme6
Berdasarkan Klinisnya 5,7
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-
bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan
reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon
tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya
konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan
antibodi tetapi buka n mencegah pembentukyna.
Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka
akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b.Struma non toksik

Sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan
struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.
Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang
menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada
usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang
berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien
mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak
napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahandidalamnodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas
dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang
masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

C. Struma Multinodusa Non Toksik7

Struma multinodusa non toksik merupakan nodul multiple asimtomatik dan biasanya
berupa eutiroid. Struma multinodusa yang sangat besar dapat menimbulkan gejala penekanan ke
jaringan sekitar. Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan pembesaran kelenjar tiroid yang
bernodul. Struma multinodusa non toksik sama dengan struma uni nodosa non toksik,
perbedaannya hanyalah jumlah nodul yang multiple. Struma multinodusa non toksik juga hampir
sama dengan struma multinodusa toksik, kecuali struma multinodusa toksik memiliki gejala
hipertiroidisme. Bentuk struma nodusa ini batasnya tegas dan konsistensinya kenyal sampai
keras.
Etiologi7

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

 Defisiensi iodium
 Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum
dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
 Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
 Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai).
 Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
Manifestasi Klinis2

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal :

• Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

• Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan
nodul panas.

• Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar,
mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak
napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras.
Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul

Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas
yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor
primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang
ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada cranium

Epidemiologi7

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun dengan
bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada. Struma dapat
menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko
penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang
semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.

Berdasarkan penelitian Hemminichi K, et al yang dilakukan berdasarkan data rekam


medis pasien usia 0-75 tahun yang dirawat di rumah sakit tahun 1987- 2007 di Swedia
ditemukan 11.659 orang (50,9 %) mengalami struma non toxic, 9.514 orang (41,5 %) Graves
disease, dan 1.728 orang (7,54%) struma nodular toxic.

Patofisiologi,2,5,7

Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid


termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat
memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila
dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau
neoplasma.

Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh
dari makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk
kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya
sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya
mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT).
Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi
penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4)
dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk
kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini
dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan
metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang
berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang
mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik,
gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan
adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan
terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat
dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea,
esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak
thdp gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara
akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

Komplikas7

Komplikasi terjadi karena pertumbuhan struma dan kompresi leher pada organ sekitarnya
sehingga menyebabkan sulit menelan, sulit bernafas dan suara serak. Selain itu juga dapat
menyebabkan gangguan janutng baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung kongestif
(jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh), osteoporosis juga dapat terjadi karena
terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah
patah.

Penatalaksanaan2,5,7

Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut
:
 Pembedahan
menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium
radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan
yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang
merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB),
kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat
oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan
fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan
tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian
diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi
hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma
dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
 Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid
sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat
ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
 Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
Prognosis7

Prognosis struma dapat berbeda-beda, tergantung dari penyebabnya. Contohnya, struma


yang disebabkan kekurangan iodin tentunya akan memiliki prognosis lebih baik daripada yang
disebabkan kanker. Untuk memastikan prognosis, sebaiknya struma diperiksa oleh seorang
dokter dengan dilakukan wawancara menyeluruh, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
dibutuhkan.

Kesimpulan

 Dari pembahasan tadi pasien diduga menderita struma nodusa non toksik karena di
dapatkan benjolan berdiameter 10 cm dan tidak didapatkan gejala hipertiroidisme, dan
pasien juga tinggal didaerah yang memiliki kekurangan kandungan yodium.

 Prognosis baik apabila kelianan pada pasien berupa benjolan pada leher dapat di
diagnosis dan dilakukan penanganan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gleadle J. At a glance anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2007. h. 46.

2. Uliyah M. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika;


2008.h.153.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Buku ajar lmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5; Jilid
III. Jakarta: FKUI; 2009. h.2031-8.

4. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. 46th ed. USA: McGraw
Hill; 2007; p. 1145-53.

5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robin & Cotran : Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h. 1198-207.

6. Medicinesia. Massa tiroid (struma dan keganasan pada tiroid). [Diupdate tanggal 14 Februari
2014, Diakses tanggal 25 November 2017]. Tersedia di
https://www.medicinesia.com/hematologi-onkologi/massa-tiroid-struma-dan-keganasan-pada-
tiroid/

7. Medkes. Hipotiroidisme: Gejala, penyebab, dan pengobatan. [Diupdate tanggal 8 Oktober


2015, Diakses tanggal 25 November 2017]. Tersedia di
http://www.medkes.com/2015/10/hipotiroidisme-gejala-penyebab-pengobatan.html

Anda mungkin juga menyukai