Anda di halaman 1dari 130

CONSTRUCTION OF SHIP II

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kapal merupakan bangunan apung dengan bentuk dan konstruksi yang mampu
mengapung di atas air dengan kecepatan dan kapasitas tertentu. Sebuah kapal dapat mengapung
di air karena kapal mendapat gaya tekan ke atas oleh air sebesar gaya tekan kebawah yang
ditimbulkan oleh berat kapal persatuan luas. Hal inilah yang dapat menyebabkan kapal dapat
mengapung di atas air.
Dalam proses pembuatan kapal, diperlukan sebuah system perancangan konstruksi,
bentuk dan desain yang sempurna. Hal ini disebabkan karena sebuah kapal membutuhkan
keselamatan jiwa dan barang yang yang nilainya sangat besar pada saat beroperasi.

1.2. Rumusan Masalah


Didalam merencanakan dan mendesain sebuah kapal dibutuhkan gambaran konstruksi
kapal dalam bentuk profile. Setelah terlebih dahulu membuat midship section.

1.3. Maksud dan Tujuan


Maksud dan Tujuan pembuatan laporan ini secara umum adalah :
Agar nahasiswa mengetahui bagaimana cara merencanakan tangki-tangki sesuai
kebutuhan selama berlayar.
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana merencanakan perlengkapan kapal.
Agar mahasiswa dapat menggambarkan bangunan atas dan menghitung
volumenya.
Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana sistematika gambar profile.
Agar mahasiswa mengetahui fungsi elemen konstruksi yang ada kaitannya dengan
keselamatan.
Agar mahasiswa mengetahui posisi dan besarnya pembebanan pada daerah
buritan, midship, haluan dan bangunan atas

1.4. Sistematika Penulisan

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 1


CONSTRUCTION OF SHIP II

Adapun sistematika penulisan laporan ini ada sebagai berikut :


BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang dari pembuatan laporan, rumusan masalah, batasan
masalah, maksud dan tujuan serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Meliputi pengertian konstruksi, macam-macam konstruksi, serta elemen
konstruksi profile pada kapal.
BAB III PENYAJIAN DAN PENGOLAHAN DATA
Menyajikan ukuran utama kapal serta perhitungan-perhitungan yang meliputi
perhitungan DWT, LWT, tangki dan sebagainya.
BAB IV PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penyusun.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 2


CONSTRUCTION OF SHIP II

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Konstruksi


Konstruksi secara umum berarti komponen-komponen suatu bagunan yang mendukung
suatu bangunan yang mendukung suatu desain. Dalam bidang perkapalan, konstruksi kapal
merupakan susunan komponen-komponen pada bangunan kapal yang mana terdiri dari badan
kapal beserta bangunan atas ( Super Structure ). System kerangka atau konstruksi kapal
dibedakan dalam dua jenis utama yaitu system kerangka melintang (transverse framing system )
dan system membujur atau memanjang (longitudinal framing system). Dari kedua system utama
ini maka dikenal pula system kombinasi (combination framing system).

Suatu kapal dapat seluruhnya dibuat dengan system melintang atau hanya bagian-bagian
tertentu saja (misalnya pada kamar mesin atau ceruk-ceruk) yang dibuat dengan system
melintang sedangkan bagian utamanya dengan system membujur atau kombinasi atau seluruhnya
dibuat dengan system membujur. Pemilihan jenis system untuk suatu kapal sagat ditentukan oleh
ukuran kapal, jenis atau fungsi kapal menjadikan dasar pertimbangan-pertimbangan lainnya.

2.2. Macam-Macam Sistem Konstruksi


Pada dasarnya badan kapal terdiri dari komponen-komponen konstruksi yang letak
arahya melintang dan memanjang. Dalam menyusun komponen-komponen diatas menjadi
konstruksi badan kapal secara keseluruhan dikenal beberapa cara yang biasa dipakai dalam
praktik antara lain :
a. System Rangka Konstruksi Melintang
System rangka konstruksi melintang adalah merupakan konstruksi dimana beban yang
bekerja pada konstruksi diterima oleh pelat kulit dan balok-balok memanjang dari kapal
dengan pertolongan balok-balok yang terletak melintang kapal. Dalam siste ini gading-
gading (frame) dipasang vertical atau mengikuti bentuk body plan). Pada geladak, baik
geladak kekuatan maupun geladak-geladak lainnya, dipasang balok-balok geladak (deck
beam) dengan jarak antara yang sama seperti jarak antara gading-gading. Ujung masing-
masing balok geladak ditumpu oleh gading-gading yang terletak pada vertical yang sama.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 3


CONSTRUCTION OF SHIP II

Pada alas dipasang wrang-wrang dengan jarak yang sama pula dengan jarak antara gading-
gading sedemikian rupa sehingga masing-masing wrang, gading-gading dan balok geladak
membentuk sebuah rangkaian yang saling berhubungan dan terletak pada satu bidang vertical
sesuai penampang melintang kapal pada tempat yang bersangkutan. Jadi, sepanjang kapal
berdiri rangkaian-rangkaian (framering) ini dengan jarak antara yang rapat. Rangkaian ini
hanya ditiadakan apabila pada tempat yang sama telah dipasang sekat melintang atau
rangkaian lainnya yaitu gading besar,
Gading-gading besar (web frame) adalah gading-gaing yang mempunyai bilah (web) yang
sangat besar dibandingkan dengan gading utama. Gading besar ini dihubungkan pula ujung-
ujungnya dengan balok geladak yang mempunyai bilah yang juga besar (web beam). Gading-
gading besar ini umumnya hanya ditempatkan pada ruangan-ruangan tertentu misalnya pada
kamar mesin, tetapi dapat juga didalam ruang muat bila memang diperlukan sebagai
tambahan penguat melintang. Sekat-sekat melintang pada gading-gading merupakan unsur-
unsur penguatan melintang badan kapal.
Elemen-elemen yang dipasang membujur dalam sisrem melintang adalah :
- Pada alas : penumpu tengah ( center girder ) dan penumpu samping ( side girder ).
Penumpu tengah adalah pelat yang dipasang vertical memanjang kapal tepat pada
bidang paruh ( center line ). Dalam alas ganda tinggi penumpu tengah ini merupakan
tinggi alas ganda. Dalam alas tunggal penumpu alas ini memotong wrang-wrang tepat
pada bidang paruh. Penumpu samping ( side girder / side keelson ) juga merupakan pelat
vertical yang dipasang disebelah punumpu tengah. Suatu kapal dapat memiliki satu atau
lebih penumpu samping.
- Pada sisi : santa sisi ( side stringer ). Santa sisi pada umumnya hanya dipasang pada
tempat-tempat tertentu (terutama didalam ceruk dan kamar mesin ), dapat juga dalam
ruang muat, tergantung kebutuhan setempat.
- Pada geladak : penumpu geladak ( deck girder atau carling ) untuk kapal barang dengan
satu buah lubang palkah pada tiap ruang muat pada geladak yang bersangkutan, dapat
dipasang 1-3 buah penumpu geladak, tergantung lebar kapal. Penumpu geladak dipasang
tepat pada bidang paruh atau menerus dengan penumpu bujur lubang palkah (hatchside
girder) yaitu penumpu-penumpu yang tepat berada dibawah ambang palkah yang
membujur. Dengan demikian terlihat bahwa dalam system melintang, elemen-elemen

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 4


CONSTRUCTION OF SHIP II

konstruksi yang dipasang membujur jauh lebih sedikit jumlahnya daripada elemen-
elemen kerangka yang merupakan bagian dari penguat melintang.

b. System Rangka Konstruksi Memanjang


Dalam system ini gading-gading utama tidak dipasang vertical, tetapi dipasang membujur
pada sisi kapal dengan jarak antara, diukur kearah vertical sekitar 600 mm – 1000 mm.
gading-gading ini (pada sisi) dinamakan pembujur sisi (side longitudinal). Pada setiap jarak
tertentu (sekitar 3-5 m) dipasang gading-gading besar, sebagaimana gading-gading besar
pada system melintang sama halnya seperti pada system melintang. Yang disebut pelintang
sisi (side transverse).
Pada alas dan alas dalam juga dipasang pembujur-pembujur seperti pembujur-pembujur sisi
tersebut diatas dengan jarak antara yang sama pula seperti jarak antara pembujur-pembujur
sisi. Pembujur-pembujur ini dinamakan pembujur-pembujur alas (bottom longitudinal) dan,
pada alas dalam, pembujur alas dalam (inner bottom longitudinal). Pada alas juga dipasang
wrang-wrang, dan dihubungkan pada pelintang-pelintang sisi. Tetapi umumnya tidak pada
tiap pelintang sisi; yaitu setiap dua, atau lebih, pelintang sisi. Wrang-wrang pda sistem
membujur juga dinamakan pelintang alas (bottom transverse). Penumpu tengah dan
penumpu samping sama halnya seperti pada sistem melintang.
Pada geladak juga dipasang pembujur-pembujur seperti halnya pembujur-pembujur yang
lain tersebut di atas. Pembujur-pembujur ini dinamakan pembujur geladak (deck
longitudinal). Balok-balok geladak dengan bilah yang besar dipasang pada setiap pelintang
sisi; dan disebut pelintang geladak (deck transverse). Konstruksi lainnya (penumpu geladak,
sekat, dsb) sama seperti halnya pada sistem melintang. Dengan demikian terlihat bahwa
dalam sistem membujur elemenelemen kerangka yang dipasang membujur jauh lebih
banyak jumlahnya daripada yang merupakan penguatan melintang.

c. System Rangka Konstruksi Kombinasi


Sistem kombinasi ini diartikan bahwa sistem melintang dan system membujur dipakai
bersama-sama dalam badan kapal. Dalam sistem ini geladak dan alas dibuat menurut sistem
membujur sedangkan sisinya menurut sistem melintang. Jadi, sisi-sisinya diperkuat dengan
gadinggading melintang dengan jarak antara yang rapat seperti halnya dalam sistem

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 5


CONSTRUCTION OF SHIP II

melintang, sedangkan alas dan geladaknya diperkuat dengan pembujur-pembujur. Dengan


demikian maka dalam mengikuti peraturan klasifikasi (rules) sisi-sisi kapal tunduk pada
ketentuan yang berlaku untuk sistem melintang, sedangkan alas dan geladaknya mengikuti
ketentuan yang berlaku untuk sistem membujur, untuk hal-hal yang memang diperlukan
secara terpisah.

2.3. Elemen-Elemen Konstruksi Profile


Elemen-elemen konstruksi kapal pada konstruksi profile yaitu :
a. Bahan dan Profil
Jenis bahan yang umum digunakan untuk membangun sebuah kapal. adalah bahan-bahan
tersebut antara lain : baja, alumunium, tembaga, gelas serat (fibreglass), kayu. Dari beberapa
jenis bahan baja yang sampai saat ini paling banyak dipakai untuk pembuatan kapal. Baja
dikenal sebagai paduan besi karbon dengan beberapa unsur tambahan. Kandungan karbon yang
diizinkan untuk pembuatan baja tidak boleh melebihi 2%. Penggunaan baja dapat menyeluruh
atau bagian-bagian tertentu saja. Bagian-bagian yang dibuat dari bahan baja meliputi lambung
kapal, kerangka kapal dan masih banyak bagian yang lain. Ada juga sebagian kapal baja yang
digunakan alumunium untuk membuat bagian-bagian tertentu kapal. misalnya, bangunan atas,
rumah geladak, penutup palka jendela, dan pintu. Ada juga kapal yang bahannya terbuat dari
paduan alumunium, sehingga sebagian besar bahan untuk pembuatan kapal diambil dari paduan
alumunium. Dibandingkan dengan baja, paduan alumunium mempunyai berat 1/3 dari berat baja
untuk besar yang sama. Oleh karena itu ada sebuah kapal yang bagian atasnya dibuat dari
alumunium. Bangunan yang demikian itu akan mengurangi berat keseluruhan kapal. Disamping
itu berat dari dasar kapal menjadi lebih kecil atau dengan lain kata, stabilitas kapal akan menjadi
relatif lebih baik.

Dari segi kekuatan, ketahanan terhadap korosi, kemampuan untuk dikerjakan, dan
kemampuan untuk dilas, alumunium mempunyai sifat yang hampir sama dengan baja, hanya
alumunium relatif lebih mahal daripada baja. Bahan lain yang biasa untuk melengkapi
pembangunan kapal baja adalah lembaga. Tembaga banyak digunakan untuk instalasi pipa-pipa
yang ada di kapal.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 6


CONSTRUCTION OF SHIP II

Bahan-bahan lain seperi gelas serat dan kayu banyak dipakai untuk bahan pokok membuat kapal-
kapal yang relatif lebih kecil, juga untuk membuat interior-interior kapal baja atau kapal
alumunium. Baja bangunan kapal hanya dapat dirpoduksi oleh pabrik-pabrik baja yang telah
disetujui oleh Biro Klasifikasi Indonesia. Baja itu juga harus dibuat melalui proses tertentu.
Adapun proses tersebut meliputi pembuatan baja dengan dapur kubu (open hearth), dapur listrik,
proses pengembusan dengan oksigen (zat asam) dari atas, atau proses-proses khusus lain yang
telah disetujui. Melalui proses-proses tersebut, diharapkan akan dihasilkan baja yang mempunyai
sifat berkualitas tinggi dengan susunan kimia dan sifat mekanis, sesuai dengan yang disyaratkan,
sejauh mungkin bebas dari kandungan bahan bukan logam dan cacat-cacat dalam atau luar yang
dapat mempengaruhi pemakaian atau pengerjaan selanjutnya, dan bahan baja yan sudah
mendapatkan perlakuan panas. Baja untuk membangun suatu kapal pada umumnya dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu
- Baja bangunan kapal biasa bangunan kapal dengan tegangan tinggi.
- Baja kapal biasa digunakan pada konstruksi kapal yang dianjurkan mempunyai sifat
kimia, deoksidasi pengelolaan panas, atau sifat-sifat mekanik yang sudah mendapt
persetujuan BKI,. Penggolongan didasarkan pada metode deoksidasi komposisi unsur-
unsur kimia yang dikandung, pengujian tekan, pengujian tarik, dan perlakuan panas
Adapun sifat-sifat mekanis yang harus dimiliki baja biasa adalah batas lumer minimal 24
kg/mm2 kekuatan tarik dari 41 kg mm2 sampai dengan 50 kg/mm2, dan regangan patah
minimal 22 %.

Baja kapal yang mempunyai tegangan tinggi yang dipakai untuk bangunan kapal harus
sesuai dengan peraturan-peraturan Biro Klasifiki baik mengenai komposisi kimia, sifat-sifat
mekanik, metode deoksidasi, maupun perlakuan panasnya. Baja kapal tegangan tinggi untuk
lambung, digolongan ke dalam dua bagian, yaitu baja dengan tegangan lumer minimal 32 Kg /
mm2 dan mempunyai kekuatan tarik dari 48 Kg/ mm2 – 60 kg/mm2 serta baja dengan tegangan
lumer minimum 36 Kg / mm2 dan mempunyai kekuatan tarik dari 50 kg/mm2. Penggolongan
kualitas itu didasarkan pada metode deoksidasi, proses pembuatan, komposisi kimia, pengujian
tarik,pengujian takik, pengujian pukul, dan perlakuan panas, baja tegangan tinggi dipergunakan
juga untuk bagian-bagian konstruksi kapal yang mendapat tekanan besar pada susunan kerangka
kapal.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 7


CONSTRUCTION OF SHIP II

Selain baja tersebut diatas, masih ada baja lain yang digunakan untuk bangunan kapal.
baja tersebut adalah baja tempat. Sifat-sifat yang harus dimiliki baja tempa ini ialah bahwa baja
itu harus mempunyai kekuatan tarik minimal 41 Kg / mm2. Jenis baja tersebut digunakan pada
bagian-bagian tertentu di kapal, yaitu untuk poros baling-baling, kopling kemudi, linggi, poros,
engkol, roda gigi, dan lain sebagainya. Semua bahan yang telah memenuhi persyaratan BKI akan
diberi stempel. Jika suatu bagian telah mendapatkan stempel dari BKI ternyata tidak memenuhi
syarat setelah diadakan pengujian lagi, stempel itu harus dibatalkan dengan pencoretan atau
penghapusan stempel. Bahan yang dipakai untuk membuat badan kapal biasanya berupa pelat
dan profil. Pelat diberi stempel dikedua sisi, depan dan belakang pada sudut pelat yang
bersebrangan sehingga stempel itu selalu dapat dilihat tanpa membalik-membalikan pelat atau
profil. Berdasarkan ketebalan, pelat dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
- pelat tipis dengan ketebalan 3 mm sampai 5 mm sampai 25 mm
- pelat tebal dengan ketebalan 25 mm sampai 60 mm.
- Ukuran luas pelat yang paling banyak dijual adalah 1.500 mm x 6.000 mm dan 1.200 x
2.400 mm.
Profil yang paling untuk membangun kapal mempunyai bermacam-macam bentuk dan ukuran.
Bentuk-bentuk tersebut dapat dilihat pada gambar 9.1. Penggunaan pelat dan profil-profil
tersebut adalah sebagai berikut.
- Pelat, sebagai bahan utama untuk membangun kapal dapat dilihat pada gambar 9.1a.
- Balok berpenampang bujur sangkar biasanya digunakan untuk balok-balok tinggi, lunas
dan lain-lain. Diperlihatkan pada gambar 9.1.b
- Profil penampang bulat pada umumnya digunakan untuk topang-topang yang kecil, balok
untuk pegangan tangan gambar 9.1.c.
- Profil setengah bulat pada umumnya dipakai pada tepi-tepi pelat sehingga pelat tersebut
tidak tajam ujung tepinya, misalnya pada tepi ambang palka gambar 9.1.d.
- Profil siku sama kaki digunakan penegar pelat atau penguatan-penguatan. Diperlihatkan
pada gambar 9.1.e.
- Profil siku sama kaki digunakan penegar pelat atau penguatanpenguatan. Diperlihatkan
pada Gambar 9.1e.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 8


CONSTRUCTION OF SHIP II

- Profil siku gembung (bulb) merupakan profil siku yang salah satu sisinya diperkuat
dengan pembesaran tepi sampai menggembung Gambar 9.1f.
- Profil U adalah profil yang mempunyai kekuatan besar daripada profil siku bulba. Profil
ini digunakan untuk kekuatan konstruksi yang lebih besar daripada yang disyaratkan.
Diperlihatkan pada Gambar 9.1g.
- Profil berbentuk penampang Z sama dengan profil U dalam hal bentuknya, tetapi salah
satu sisi dibalik. Diperlihatkan pada Gambar 9.1h.
- Profil H dan I adalah profil yang sangat kuat, tetapi tidak digunakan secara umum, profil
ini dipasang pada konstruksi yang memerlukan kekuatan khusus. Diperlihatkan pada
Gambar 9.1i.
- Profil T adalah yang digunakan untuk keperluan khusus. Misalnya, untuk penumpu
geladak. Diperlihatkan pada gambar 9.1j
- Profil T gembung adalah profil yang mempunyai kekuatan lebih besar daripada profil T.
diperlihatkan pada Gambar.9.1.k
- Profil gembung adalah profil yang salah satu ujungnya dibuat gembung dan digunakan
untuk penguatan pelat. Contoh pemasangan profil ini adalah pelat 9.1 l,m,n

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 9


CONSTRUCTION OF SHIP II

Gambar 9.1. pelat dan profil

b. Fungsi elemen-elemen Pokok Kapal


Geladak kekuatan, alas dan sisi-sisi kapal berperan sebagai balok kotak (box girder),
sehingga sering disebut sebagai hull girder atau ship girder, yang menerima beban-beban
lengkung (longitudinal bending) dan beban-beban lainnya yang bekerja pada konstruksi

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 10


CONSTRUCTION OF SHIP II

badan kapal. Geladak cuaca, alas dan sisi-sisi kapal juga berfungsi sebagai dinding-dinding
kedap yang menahan air dari luar dan menerima gaya tekan air ke atas
(buoyancy) sehingga kapal dapat terapung. Elemen-elemen lainnya membantu langsung
fungsi-fungsi tersebut dan sebagian hanya berperan sebagai pendukung atau penunjang agar
elemen-elemen pokok tersebut selalu tetap pada kedudukannya sehingga dapat berfungsi
secara efektif.

2.4. Beban yang diterima oleh kapal


Beban-beban (load) yang bekerja pad badan kapal pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua
kelompok yaitu :
Beban-beban yang berpengaruh pada konstruksi dan bentuk kapal secara keseluruhan
(structural load). Termasuk dalam kelompok ini adalah : beban lengkung longitudinal
(hogging dan sagging); racking; efek-efek tekanan air (effect of water pressure); gaya-gaya
reaksi dari ganjal-ganjal pengedokan (keel block).
Pengertian lengkung longitudinal (longitudinal bending) dalam kaitannya dengan
konstruksi/kekuatan kapal adalah melengkungnya badan kapal dipandang menurut
penampang memanjangnya; yaitu menurut bidang vertikal memanjang. Hal ini sama halnya
dengan sebuah balok memanjang yang melengkung bila hanya ditumpu di bagian tengahnya
atau di kedua ujungnya.
Bila sebuah balok panjang ditumpu di bagian tengahnya dan ujung-ujungnya dibiarkan bebas
maka secara umum balok tersebut akan melengkung dan timbul tegangan-tegangan tekan
(tension) dan tegangan-tegangan tarik (compression). Dalam hal demikian ini tegangan tekan
maksimum berada di bagian alasnya dan tegangan tersebut mencapai harga nol disebut
sumbu netral (netral axis). Di dekat sumbu netral ini tegangan geser (shearing stress)
mencapai harga terbesar. Bila badan kapal mengalami kelengkungan demikian ini maka
kapal dikatakan dalam keadaan ‘hogging’. Di lain pihak, bila ujung-ujung balok
mendapatkan tumpuan sedangkan tengahnya bebas maka balok itupun akan melengkung,
tetapi dalam keadaan ini tegangan tekan yang terbesar berada di bagian atas sedangkan
tegangan tarik terbesar berada di bagian bawah. Kelengkapan demikian ini juga dialami oleh
badan kapal dan badan kapal dikatakan dalam keadaan ‘sagging’. Kelengkungan-
kelengkungan demikian itu merupakan kelengkungan-kelengkungan umum yang dialami

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 11


CONSTRUCTION OF SHIP II

badan kapal (General longitudinal bending of the hull/ship). Tegangan-tegangan yang timbul
sebagaimana disebutkan di atas disebut tegangan-tegangan longitudinal/memanjang
(longitudinal bending stresses); dari sini dikenal pula momen lengkung longitudinal
(longitudinal bending moments).
Dalam kedudukannya di air, kapal cenderung mengalami hogging dan sagging, baik karena
muatan atau beban-beban statis yang ada di dalamnya maupun kaena gelombang-gelombang
yang dilaluinya. Distribusi beban sepanjang badan kapal pada hakekatnya ditentukan, oleh
muatan yang ada di dalamnya dan oleh gaya tekan air ke atas yang bekerja pada badan kapal
itu. Pembagian beban yang tidak merata sepanjang badan kapal akan menyebabkan badan
kapal mengalami lengkung longitudinal.
Di air tenang (still water), lengkungan longitudinal, dipandang menurut arah lengkungannya
(hogging atau magging), boleh dikatakan hanya dipengaruhi oleh penempatan muatan di
dalam badan kapal itu sendiri; yaitu hogging akan terjadi apabila massa muatan yang berada
di bagian ujung-ujung badan kapal lebih besar daripada massa muatan yang berada di bagian
tengah badan kapal. Sebaliknya sangging akan terjadi bila massa muatan yang berada di
bagian tengah badan kapal lebih besar daripada massa muatan yang berada di bagian ujung-
ujung badan kapal. Di lain pihak, dalam operasinya di laut, terutama pada waktu berlayar,
secara umum kapal akan lebih sering melalui daerah yang bergelombang daripada daerah
yang tenang, sehingga badan kapal dapat dipastikan akan selalu mengalami gerakan angguk
(pitching) selama pelayarannya, terutama bila menentang gelombang atau mengikuti
gelombang dengan panjang gelombang yang secara global dianggap sama dengan panjang
kapal. Selama pelayaran, distribusi pembebanan sepanjang badan kapal dari muatan yang
dibawanya boleh dikatakan tidak mengalami perubahan, tetapi distribusi pembebanan dari
gaya tekan air ke atas akan selalu berubah-ubah dari gelombang ke gelombang yang dilalui,
berubah selama kapal dalam pelayarannya. Dengan kata lain distribusi beban sepanjang
badan kapal akan selalu berubah / mengalami perubahan dari waktu ke waktu selama kapal
dalam operasinya di laut, sehingga kapal akan selalu mengalami lengkung longitudinal yang
selalu berubah pula,
baik arah maupun besarnya yang semua itu tergantung pada kondisi pemuatan (ballast,
penuh, dsb.), kondisi laut dan posisi kapal terhadap gerakan gelombang.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 12


CONSTRUCTION OF SHIP II

Hogging terbesar akan terjadi bila bagian tengah badan kapal berada pada posisi di atas
puncak gelombang (crest), sedangkan sagging terbesar bila bagian tengah kapal berada pada
posisi di atas lembah gelombang (trough).

Gambar hogging

Gambar sagging

Efek-efek dinamis dari gelombang demikian itu tidak hanya saja berpengaruh pada letak
distribusi pembebanan tetapi juga menimbulkan pembebanan tambahan pada badan kapal
dan tidak hanya dipengaruhi oleh gerakan angguk (pitching), tetapi juga dengan (rolling) dan
gerakan naik-turun (heaving). Masalah terlalu kompleks untuk disinggung lebih lanjut
disini. Singkatnya, lengkungan longitudinal dibebankan dalam dua macam; yaitu lengkungan
longitudinal di air tenang (still water longitudinal bending) dan lengkungan longitudinal di
perairan bergelombang (wave longitudinal bending); dan kekuatan memanjang badan kapal

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 13


CONSTRUCTION OF SHIP II

diartikan sebagai kemampuan konstruksi badan kapal dalam menerima beban-beban


lengkung longitudinal demikian itu.
Beban-beban lengkung longitudinal demikian itu merupakan salah satu faktor utama yang
harus diperhitungkan dalam perencanaan kapal, terutama kapal-kapal besar, karena,
sebagaimana telah dijelaskan, selama operasinya di laut dpat dipastikan bahwa kapal akan
selalu mengalami hogging dan sagging yang silih berganti, dan ini akan merusakkan
konstruksi kapal, yang berarti membahayakan keselamatan kapal itu sendiri, jika konstruksi
kapal tidak direncanakan untuk mampu menahan beban-beban tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan, beban-beban lengkung longitudinal yang terbesar berada di
bagian tengah kapal (midship). Oleh karena itu peraturan klasifikasi pada umumnya menitik
beratkan ketentuan-ketentuan untuk ukuran-ukuran bagian-bagian konstruksi yang barada di
daerah tengah kapal (umumnya di sepanjang sekitar 0,4 L sampai 0,7 L, tergantung elemen
konstruksi yang ditinjau), disamping pula beban-beban dari tegangan geser yang timbul
penguatan khusus diujung-ujung (berkisar antara 0,05 L sampai 0,25 L dari ujung-ujung).

Racking
Tegangan-tegangan ini bekerja terutama pada pojok-pojok badan kapal (lutut bilga dan lutut-
lutut balok geladak) sebagai akibat pukulan gelombang pada sisi kapal, atau pada saat kapal
mengalami oleng (rolling). Dalam hal demikian ini badan kapal akan terpuntir, sehingga kulit
kapal akan mengalami tegangan puntir.

Efek Tekanan Air ( Effect of Water Pressure )


Tekanan air cenderung mendesak kulit sisi dan alas kapal ke dalam.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 14


CONSTRUCTION OF SHIP II

Gambar racking

Panting
Panting, dalam kaitannya dengan konstruksi kapal, diartikan sebagai gerakan keluar-masuk
(kembang-kempisnya) sisi-sisi kapal yang berada di ujung-ujung sebagai akibat silih
bergantinya tekanan air yang diterima oleh sisi-sisi kapal tersebut.
Pada waktu mengalami gerakan angguk (pitching), bagian depan badan kapal, demikian juga
bagian belakang, akan mengalami keadaan dimana pada satu saat terangkat dari atas
permukaan air dan saat berikutnya masuk kembali ke dalam air. Dengan demikian maka sisi-
sisi kapal di daerah tersebut pada satu saat tidak mendapatkan tekanan air dan saat berikutnya
menerima tekanan air. Hal ini akan menimbulkan tegangan-tegangan pada sisi-sisi kapal
tersebut, dan dinamakan tegangan-tegangan panting (panting stresses).

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 15


CONSTRUCTION OF SHIP II

Pounding / Slamming
Pada saat mengalami gerakan anggukan (pitching) sebagaimana disebutkan di atas, maka
dalam gerakannya kembali ke dalam air bagian alas kapal di ujung depan akan menepuk
permukaan air sebelum masuk kembali ke dalam air. Hal ini akan menimbulkan tegangan-
tegangan yang akan dialami oleh alas kapal di daerah depan.

Gambar pounding / slamming

Massa setempat
Beban-beban yang ditimbulkan oleh barang-barang berat yang ditempatkan pada bagian-
bagian tertentu di dalam / pada badan kapal, seperti misalnya mesin-mesin, peralatan bongkar
muat, muatan, dsb.

Getaran
Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh mesin-mesin, baling-baling dan sebagainya akan
cenderung menimbulkan beban-beban di daerah buritan.

2.5. Kekuatan Kapal


Untuk mengetahui kekuatan kontsruksi memanjang suatu kapal, Dengan asumsi bahwa
kapal tersebut adalah sebuah balok yang terapung di air.
Pertama-tama diambil sebuah balok tersebut dibuat dari bahan yang homogen sehingga
setiap potongan memanjang balok mempunyai berat yang sama. Balok ini kemudian dicelupkan
ke air dan air akan memberikan tekanan ke atas. Karena penampang balok adalah sama untuk
seluruh panjang balok, setiap potongan memanjang balok akan mendapatkan tekanan ke atas

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 16


CONSTRUCTION OF SHIP II

yang sama. Jadi, berat dan tekanan ke atas setiap potongan memanjang balok adalah sama
sehingga balok tidak akan mengalami lengkungan seperti terlihat pada gambar.

Gambar kekuatan kapal

Kemudian diambil balok dengan ukuran seperti di atas, tetapi bahan dari balok tersebut tidak
homogen. Berat untuk ¼ bagian di ujung-ujungnya dibuat mempunyai kerapatan yang lebih
besar daripada kerapatan ½ bagian yang ditengah. Jadi berat setiap potongan memanjang untuk
seluruh balok tidak sama, yaitu untuk ¼ bagian di ujung-ujungnya sama dan ½ bagian yang
ditengah lebih kecil daripada di ujung. Karena ukuran penampang balok tetap sama bila
dicelupkan dalam air, tekanan ke atas yang diberikan oleh air untuk setiap potongan memanjang
balok adalah sama. Jadi antara berat dan tekanan ke atas untuk setiap potongan memanjang balok
tidak sama lagi dan hal ini akan menimbulkan lengkungan pada balok seperti terlihat pada
gambar.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 17


CONSTRUCTION OF SHIP II

Pada gambar di atas berlaku hukum Archimedes, yang menjelaskan bahwa berat balok sama
dengan harga tekanan ke atas air (P = ⍴ .gv) Bila dikaitkan dengan sebuah kapal, hal tersebut
akan nyata sekali. Kapal secara keseluruhan, dari depan sampai belakang merupakan benda yang
tidak homogen dan pembagian berat kapal tidak teratur untuk seluruh panjang kapal, baik
beratnya sendiri maupun muatannya. Karena kapal juga terapung di air, kapal juga akan
mendapat tekanan ke atas dari air. Karena bentuk bagian bawah kapal tercelup air dan
penampang untuk seluruh panjang kapal itu tidak sama, maka tekanan ke atasnya juga tidak
sama dan biasanya membentuk suatu kurva seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar penampang memanjang kapal dan kurva

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 18


CONSTRUCTION OF SHIP II

Karena berat kapal dan tekanan ke atas untuk setiap potongan memanjang tidak sama,
lengkungan kapal atau bending pada kapal akan selalu terjadi, hanya besar kecilnya sangat
bergantung kepada pembagian beat dan tekanan ke atas dalam arah memanjang kapal. Karena
lengkungan yang terjadi di sekitar tengah kapal tersebut adalah yang terbesar, konstruksi sekitar
tengah kapal harus kuat supaya dapat menahan lengkungan. Untuk itu, diperlukan konstruksi
yang kuat pada arah memanjang, khususnya untuk daerah geladak dan alas. Konstruksi yang
dapat menambah kekuatan memanjang kapal pada geladak antara lain pembujur geladak,
penumpu, dan pelat geladak. Untuk konstruksi alas antara lain : penumpu, pembujur alas, pelat
alas, dan lunas.

2.6. Konstruksi Ceruk Haluan


Konstruksi bagian ujung depan kapal adalah konstruksi yang meliputi bagian ujung
depan kapal sampai dengan sekat tubrukan. Bagian depan kapal dirancang untuk memisahkan air
secara baik. Dan, aliran ini diusahakan supaya tetap streamline sepanjang kapal, sehingga
tahanan gelombang kapal dapat dikurangi sampai sekecil-kecilnya.
Linggi haluan merupakan bagian terdepan kapal. Linggi ini menerus ke bawah sampai ke
lunas. Pada saat ini yang lazim dipakai ada dua macam, yaitu linggi batang dan linggi pelat.
Kadang-kadang dipakai juga gabungan dari kedua linggi ini. Adapun susunan konstruksi
gabungan kedua linggi ini adalah sebagai berikut. Sebuah linggi batang dari lunas sampai ke
garis air muat dan disambung linggi pelat sampai ke geladak. Penggunaan linggi pelat
memungkinkan pembentukan suatu garis haluan yang bagus. Hal ini akan memperindah
penampilan linggi haluan kapal. Selain juga untuk memperluas geladak dan memudahkan
perbaikan linggi tersebut, apabila suatu saat kapal menubruk sesuatu. Pelat sisi dapat diperlebar
sampai seluas geladak, sehingga memungkinkan bagian ujung depan kapal menahan hempasan
air laut dan menahan supaya percikannya tidak sampai ke permukaan geladak.
Di geladak bagian depan biasanya ditempatkan mesin jangkar linggi. Kedua alat ini
berguna untuk menarik atau mengangkat jangkar dan mengeluarkan tali pada saat akan berlabuh,
sedangkan dibawah akil dipasang bak rantai untuk penempatan rantai jangkar. Pada kapal-kapal
yang mempunyai ukuran cukup besar di bagian bawah garis air muat depan dipasang haluan
bola. Haluan bola ini berbentuk gembung seperti bola dan berguna untuk mengurangi tahanan
gelombang kapal.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 19


CONSTRUCTION OF SHIP II

Linggi Haluan
Linggi haluan merupakan tempat untuk menempelkan pelaut kulit dan juga penguat utama di
bagian ujung depan kapal. Seperti telah diterangkan di atas, linggi batang dipasang dari lunas
sampai garis air muat dan ke atas dilanjutkan dengan konstruksi linggi pelat. Pada gambar ini
diperlihatkan konstruksi bagian depan kapal, lengkap dengan linggi pelat dan linggi batang.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 20


CONSTRUCTION OF SHIP II

Gambar konstruksi bagian ujung depan

Konstruksi Linggi Batang


Konstruksi linggi batang adalah linggi yang terbuat dari batang berpenampang bulat atau persegi
empat. Linggi ini dilaskan di bagian bawah dengan ujung lunas pelat dan dibagian atas dengan
linggi pelat. Pelat kulit kapal menmpel pada sisi-sisi dari linggi batang. Gambar dibawah ini
memperlihatkan linggi batang.

1. Pelat sisi
2. Linggi haluan batang

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 21


CONSTRUCTION OF SHIP II

Konstruksi Linggi Pelat


Konstruksi linggi pelat dibuat dari pelat dibuat dari pelat yang dilengkungkan dan diberi penegar
pada tiap jarak tertentu. Penegar ini disebut lutut linggi haluan (breasthook) dan berbentuk
sebuah pelat yang dipasang secara horizontal. pada linggi pelat dipasang penegar berupa profil
bulba atau batang lurus. Pemasangan pelat kulit didaerah linggi haluan diberi ketebalan lebih dari
pada pelat kulit disekitarnya.

Linggi haluan pelat


Penegar tegak
Lutut linggi haluan

Konstruksi Haluan Bola


Untuk kapal yang dibuat pada masa sekarang, linggi haluan yang lurus (dibuat dari besi
batangan) sudah mulai ditinggalkan, terutama untuk kapal-kapal yang ukurannya relative besar.
Karena membutuhkan efisiensi yang lebih tinggi dalam setiap gerakannya, usaha untuk itu
adalah dengan memasang haluan bola (bulbous bow) atau linggi dibawah garis air muat yang
berbentuk bola. Haluan bola ini dipasang sebagai usaha mengurangi tahanan gelombang yang
terjadi karena gerak maju kapal. Susunan konstruksi haluan bola dapat bervariasi, ada yang
dibuat dari pelat tuang yang dilengkungkan atau pelat berbnetuk silindris yang dimasukkan

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 22


CONSTRUCTION OF SHIP II

kebagian depan kapal. Ketepatan berbagai hal, seperti perencanaan yang tepat, dan pemasangan
adalah pokok segalanya. Selain itu, haluan bola
merupakan perbaikan daya apung bagian depan kapal sehingga akan mengurangi anggukan
kapal. Konstruksi haluan bola (Gambar 10.4) terdiri atas pelat bilah tegak. Pelat bilah ini akan
mempertegar ujung bebas dari lutut linggi haluan yang dipasang tepat didepan haluan bola.
Pengelasan balok pada setiap jarak gading melewati sekat berlubang yang terletak dibidang
paruh kapal.

Senta ceruk (panting stringer) terdiri atas pelat berlubang yang dipasang melebar dan
memanjang pada haluan bola. Pelat bilah tegak yang lain menyambung haluan bola ke bagian
depan. Sebuah linggi tuang kecil yang terbuat dari baja tuang menghubungkan bagian atas
haluan bola ke linggi pelat yang terletak diatas garis air muat. Macam-macam lubang orang

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 23


CONSTRUCTION OF SHIP II

dibuat pada susunan konstruksi ini. Hal tersebut akan memudahkan hubungan ke semua bagian
haluan bola.
Pemasangan sekat tubrukan pada suatu kapal sangat dibutuhkan karena sekat ini untuk
menghindari mengalirnya air keruangan yang ada dibelakangnya apabila terjadi kebocoran di
ceruk haluan akibat menubruk sesuatu dan dengan rusaknya ceruk haluan kapal masih selamat,
tidak tenggelam.

Gambar batas pemasangan sekat tubrukan dari garis tegak haluan

Ceruk Haluan
Konstruksi pada ceruk haluan harus cukup kuat. Pada daerah ceruk inilah yang pertama-tama
mendapat hempasan gelombang. Hal ini disebabkan letak ceruk ini dibagian depan kapal. Karena
tidak ada momen lengkung yangbekerja pada arah memanjang didaerah ini, pelat alas, pelat sisi,
dan pelat geladak tidak perlu tebal dibandingkan bagian tengah kapal.

Sekat berlubang ( Dinding Sekat Ayunan)

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 24


CONSTRUCTION OF SHIP II

Sekat berlubang adalah suatu sekat yang dipasang membujur. Sekat ini berlubang-lubang dan
ditempatkan ditangki ceruk. Kegunaan sekat berlubang adalah untuk mengurangi goncangan
akibat permukaan bebas cairan didalam tangki yang tidak diisi penuh pada waktu kapal
mengalami olengan. Pemasangan sekat berlubang diceruk haluan dengan menempatkan secara
membujur tepat pada bidang paruh kapal. Dibagian belakang sekat ini dilaskan ke sekat tubrukan
dan dibagian depan dilaskan kelutut linggi haluan. Sekat berlubang ini ditembus oleh balok ceruk
dan dibagian dasar kapal sampai ke penumpu tengah alas.

Konstruksi penampang
melintang ceruk
1. Penumpu tengah geladak 4. Gading
2. Penumpu samping 5. Lutut
3. Senta ceruk 6. Sekat berlubang

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 25


CONSTRUCTION OF SHIP II

Gambar konstruksi penumpu memanjang ceruk sejajar garis air


1. Sekat tubrukan 4. Senta ceruk
2. Sekat berlubang 5. Balok ceruk
3. Gading

Bak Rantai dan Tabung Jangkar


Bak rantai pada umumnya ditempatkan didepan sekat tubrukan. Ukuran bak rantai harus cukup
untuk menyimpan seluruh rantai jangkar dan masih ada ruangan kosong diatasnya. Bak rantai
berjumlah satu atau dua bagian, dipasang pada lambung kiri dan kanan kapal. Bak rantai ini
sebaiknya dipasang serendah mungkin. Hal ini untuk mengurangi ketinggian pusat titik berat
rantai. Lantai bak rantai dipasang pada bagian paling bawah dan pada lantai ini dibuat lubang
pengering. Lubang ini akan menjaga agar rantai tetap kering, bersih dari air dan Lumpur.
Susunan konstruksi bak rantai terdiri atas pelat dengan penguat tegak disebelah luar. Pelat bilah
yang membentuk susunan kapal bagian dalam juga dilengkapi dengan penguatan. Kenaikan
lantai bak dibantu oleh sejenis wrang. Sumur-sumur yang ada dibak rantai dihubungkan pada
system biga dan harus tetap bersih setiap kali jangkar dinaikkan. Biasanya dinding bak rantai
dilapisi kayu, sehingga pada waktu memasukkan rantai suaranya tidak ramai dan tidak merusak
dinding. Gambar berikut ini memperlihatkan konstruksi bak rantai.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 26


CONSTRUCTION OF SHIP II

Gambar bak rantai

1. Pelat penyangga 6. Pipa spurling


2. Pelat berlubang 7. Lutut
3. Penegar 8. Geladak utara
4. Lubang rantai jangkar 9. Geladak akil
5. Lutut

Ditengah-tengah bak rantai pada geladak akil diberi sejenis ambang yang disebut pipa spurling

yang dibuat dari pipa tebal, dan ujung-ujungnya diberi ring dari besi bulat. Hubungan antara bak

rantai geladak akil, dan pipa spurling diperkuat dengan pemasangan lutut disekeliling bak rantai

dan pipa spurling. Sebuah pelat dengan penampang U disisi-sisi bak dengan memotong lubang

kaki digunakan sebagai jalan masuk kedasar bak dari pintu kedap digeladak lebih atas. Tabung

jangkar dibuat untuk memungkinkan supaya rantai jangkar tidak banyak hambatan menuju mesin

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 27


CONSTRUCTION OF SHIP II

jangkar dan juga supaya geladak akil tidak mengalami kerusakan pada saat dilalui rantai dan

untuk menjaga kekedapannya.

Gambar konstruksi tabung jangkar

1. Rantai jangkar 5. Landasan jangkar

2. Pengikat rantai jangkar 6. Jangkar

3. Tabung jangkar 7. Sisi kapal

4. Pelat rangkap

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 28


CONSTRUCTION OF SHIP II

Ukuran tabung jangkar harus cukup supaya pada saat jangkar diturunkan atau dinaikkan, rantai
tidak mengalami hambatan. Pada geladak akil dan pelat sisi sekitar ujung dan pangkal tabung
diberi penguatan dengan pelat rangkap. Pada ujung-ujung tabung diberi pelat atau profil baja
melingkar berbentuk bulat yang diikat dengan pengelasan. Saat kapal berlayar, tabung ini ada
yang ditutup dengan pelat yang dapat digeser apabila diperlukan.

2.7. Konstruksi Ceruk Buritan


Linggi Buritan
Konstruksi linggi buritan adalah bagian konstruksi kapal yang merupakan kelanjutan lunas
kapal. Bagian linggi ini harus diperbesar atau diberi boss pada bagian yang ditembus oleh poros
baling-baling, terutama pada kapal-kapal yang berbaling-baling tunggal atau berbaling-baling
tiga. Pada umumnya linggi buritan dibentuk dari batang pejal, pelat, dan baja tempa atau baja
tuang. Kapal-kapal biasanya mempunyai konstruksi linggi buritan yang terbuat dari pelat-pelat
dan profil-profil yang diikat dengan las lasan, sedangkan untuk kapal besar berbaling-baling
tunggal atau berbaling-baling tiga mempunyai konstruksi linggi buritan yang dibuat dari bahan
baja tuang yang dilas. Dengan pemakaian baja tuang, diharapkan konstruksi liggi buritan dapat
dibagi menjadi dua atau tiga bagian baja tuang yang akan dilas digalangan. Hal tersebut juga
untuk mendapatkan bentuk linggi yang cukup baik.
Pada kapal yang menggunakan jenis kemudi meletak tanpa balansir, linggi buritan terdiri
atas dua bagian. Bagian tersebut ialah linggi kemudi dan linggi baling-baling. Linggi kemudi
juga dapat dibuat dari baja tuang dengan diberi penegar-penegar melintang dari pelat. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkan kekuatan yang cukup, akibat tekanan melintang kemudi pada saat
diputar ke kiri atau ke kanan.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 29


CONSTRUCTION OF SHIP II

Gambar kosntruksi bagian buritan dengan linggi kemudi


1. Linggi baling-baling 8. Wrang
2. Poros 9. Selubung poros kemudi
3. Telapak linggi 10. Pena kemudi
4. Linggi kemudi 11. Bos poros baling-baling
5. Daun kemudi 12. Baling-baling
6. Pelat penegar 13. Tongkat kemudi
7. Sekat buritan

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar linggi buritan harus dihubungkan kuat-kuat dengan
bagian konstruksi lain dibelakang kapal. Hal ini diperlukan sebagai peredam getaran dibelakang
kapal yang berasal dari baling-baling atau kemudi dan untuk menahan gaya-gaya yang timbul
oleh gerakan kemudi atau baling-baling.

Gambar konstruksi linggi buritan tanpa linggi kemudi

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 30


CONSTRUCTION OF SHIP II

1. Linggi baling-baling
2. Sambungan las
3. Lubang poros baling-baling
4. Lubang pena kemudi
5. Daun kemudi
6. Telapak linggi/sepatu kemudi
7. Pena kemudi

Sekat ceruk buritan


Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, sekat ceruk buritan disamping untuk membatasi
ceruk buritan dengan ruang muat atau kamar mesin juga berfungsi untuk pegangan (tumpuan)
ujung depan tabung poros baling-baling. Sesuai dengan ketentuan dari Biro Klasifikasi,
pemasangan ceruk buritan pada jarak sekurang-kurangnya tiga sampai lima kali jarak gading
diukur dari ujung depan bos poros baling-baling dan harus diteruskan sampai ke geladak
lambung timbul atau sampai pada plat-form kedap air yang terletak diatas garis muat.
Seperti halnya sekat-sekat lintang lainnya, sekat ceruk buritan terdiri atas beberapa lajur pelat
dengan penegar-penegar tegak. Karena sekat ini digunakan untuk batas tangki, tebal pelat sekat
dan ukuran penegar ditentukan berdasarkan perhitungan tebal pelat sekat untuk tangki dan
penegar tangki. Demikian pula pada daerah sekat yang ditebus oleh tabung poros baling-baling
harus dilengkapi dengan pelat yang dipertebal.

Ceruk Buritan
Ceruk buritan merupakan ruangan kapal yang terletak dibelakang dan dibatasi oleh sekat
melintang kedap air atau sekat buritan. Ruangan ini dapat dimanfaatkan untuk tangki balas air
maupun untuk tangki air tawar. Bagian buritan pada umumnya berbentuk cruiser/ellips, bentuk
yang menyerupai bnetuk sendok dan transom, yaitu bentuk buritan dengan dinding paling
belakang rata.
Konstruksi buritan direncanakan dengan memasang gading-gading melintang balok-balok
geladak, wrang, penumpu samping, penumpu tengah, dan penguat-penguat tambahan lain. Ada
kapal yang penumpu tengahnya dibuat ganda membentuk kotak pada daerah garis tegak buritan,
karena pada bagian ini dilalui poros kemudi yang akan dihubungkan dengan mesin kemudi diatas

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 31


CONSTRUCTION OF SHIP II

geladak. Bentuk kotak dapat juga diteruskan keatas sampai geladak, sehingga membentuk
selubung kotak (ruddertrunk) yang berfungsi sebagai pelindung poros kemudi.
Wrang-wrang buritan direncanakan mempunyai tinggi yang sama seperti wrang alas dasar ganda,
kecuali wrang-wrang alas ceruk buritan disekitar tabung poros baling-baling. Wrang-wrang alas
yang tinggi ini harus diberi pebegar untuk mencegah melenturnya pelat.
Konstruksi buritan dapat dilihat pada gambar ini

Gambar ceruk buritan bentuk cruiser

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 32


CONSTRUCTION OF SHIP II

Gambar konstruksi ceruk buritan bentuk transom

Tabung poros baling-baling


D Tabung poros baling-baling disangga oleh sekat buritan dibagian depan dan oleh boss linggi
baling-baling diujung belakang. Bagian depan tabung mempunyai pelat hadap yang digunakan
untuk mengikat tabung pada sekap ceruk buritan dengan baut dan pada bagian belakang dibuat
berukir untuk mengikat tabung terhadap boss linggi baling-baling dengan menggunakan mur
yang cukup besar. Tabung buritan ini dapat dibuat dari bahan pipa baja, yangbanyak digunakan
untuk kapalkapal kecil. Bisa juga tabung ini dibuat dari pelat baja yang dirol,
yang biasa dipakai pada kapal-kapal yang lebih besar. Karena merupakan bantalan, tabung ini
mempunyai sebuah bantalan diujung belakang dan sebuah lagi diujung depan. Untuk
pelumasannya dapat dipakai air, minyak pelumas, atau gemuk pelumas. Bahan untuk bantalan
ditentukan oleh cara pelumasannya.
Pada pelumasan dengan air, bahan yang dipakai adalah kayu pok (lignum vitae) atau bahan karet
sintetis. Proses pelumasannya adalah sebagai berikut. Air laut masuk kedalam tabung buritan

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 33


CONSTRUCTION OF SHIP II

melalui celah. Celah ini didapati antara poros dan bantalan belakang, sedangkan pada bagian
ujung depan tabung ini dipasang paking dan penekan paking untuk mencegah
masuknya air kedalam kamar mesin. Penekan paking ini digunakan untuk menekan paking jika
terjadi perembesan atau kebocoran air pelumas dengan cara memutar baut penekan.
Pada pelumasan dengan minyak pelumas, bahan bantalan yang digunakan adalah babbit logam
putih.
Bantalan mempunyai celah-celah atau lubang-lubang dengan ukuran tertentu, agar minyak
pelumas dapat merata melumasi permukaan poros dan bantalan. Minyak pelumas ditampung
pada tangki khusus yang dihubungkan dengan system pipa ketabung buritan. Dengan
pemompaan, minyak pelumas dapat bersirkulasi dan melumasi bagian-bagian yang memerlukan.
Pencegahan air laut supaya tidak masuk ke system pelumasan ialah dengan paking-paking. Pada
ujung bos poros baling-baling dipasang pelat pelindung yang berfungsi untuk melindungi atau
mencegah masuknya benda-benda yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada paking.
Konstruksinya.

2.8. Konstruksi Bangunan atas dan Geladak


Pada geladak yang menerus dan teratas, terdapat bangunanbangunan yang diperuntukkan
sebagai ruang navigasi, ruang akomodasi, gudang-gudang untuk penempatan peralatan, dan
ruang lain untuk melayani kapal-kapal selama berlayar atau berlabuh. Bila ditinjau dari segi
konstruksi, bangunan-bangunan ini dapat dibedakan menjadi bangunan atas yang efektif dan
bangunan atas yang tidak efektif.
Bangunan atas yang efektif adalah semua bangunan atas yang terletak di atas geladak menerus
teratas, membentang sampai daerah 0,4 L bagian tengah kapal, dan panjangnya melebihi 0,15 L
(Gambar 13.1). Dalam kaitan ini, pelat kulit lambung harus diteruskan sampai ke geladak
bangunan atas, sehingga pelat sisi bangunan atas ini dapat diperlakukan sebagai pelat kulit
dengan geladak sebagai geladak kekuatan.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 34


CONSTRUCTION OF SHIP II

gambar letak kimbul anjungan dan akil pada kapal

Disebut bangunan atas yang tidak efektif, jika terletak di luar 0,4 L bagian tengah kapal atau
mempunyai panjang kurang dari 0,15 L atau kurang dari 12 m. Persyaratan lain dari bangunan
atas adalah bangunan tersebut harus mempunyai lebar, selebar kapal setempat. Selain bangunan
atas, kapal mempunyai bangunan lain yang disebut rumah geladak. Disebut rumah geladak
karena bangunan ini terletak di luar 0,4 L bagian tengah kapal atau
mempunyai panjang lebih kecil dari 0,2 L atau 15 m dan sisi-sisinya tidak selebar kapal.
Bangunan ini diletakkan paling sedikit 1,6 kali jarak normal gading-gading (a0). Bangunan atas
yang terletak di bagian haluan kapal dinamakan akil, di bagian tengah disebut anjungan, dan di
belakang disebut kimbul. Prosentase penambahan penguat pada bangunan atas dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini

Gambar penampang bangunan atas, rumah geladak dari depan dan belakang

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 35


CONSTRUCTION OF SHIP II

Keterangan gambar :
B = lebar kapal
A = lebar bangunan atas
S = lebar rumah geladak
1 = badan kapal
2 = bangunan kapal
3 = rumah geladak

Tabel 1
Penguat dalam %
Jenis bangunan Lokasi Sekat Ujung Geladak kekuatan dan Pelat sisi bangunan
pelat lajur atas atas
Efektif Dalam batas 0.4 L 50 25
bagian tengah kapal
Antara 0.4 s/d 0.5 L 30 20
bagian tengah kapal
Tidak efektif Dalam batas 0.4L 25 10
bagian tengah kapal
Antara 0.4 L dan 0.5 L 20 10
bagian tengah kapal

Pada ujung-ujung bangunan atas, tebal pelat lajur atas, geladak kekuatan selebar 0,1 B dari pelat
kulit dan pelat sisi bangunan atas harus dipertebal. Sesuai dengan perincian menurut tabel di atas,
penebalan ini meliputi empat kali jarak gading (a0) ke depan dan ke belakang dari sekat ujung
bangunan atas di daerah 0,5 L tengah kapal. Bila terletak di luar 0,5 L tengah kapal, tidak
diperlukan adanya penguatan. Jika di atas geladak kekuatan ada bangunan atas yang tidak efektif
dan di atasnya lagi ditambah bangunan atas, tebal pelat geladak yang paling bawah dapat
dikurangi 10%. Jika geladak dilapisi kayu, tebal pelat dapat dikurangi sampai 1 mm, tetapi tidak
boleh kurang dari 5 mm. Penentuan ukuran seperti tebal pelat, penegar, dan lain-lainnya
ditentukan oleh besarnya beban perencanaan PA.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 36


CONSTRUCTION OF SHIP II

Bangunan Atas Bagian Belakang


Bangunan atas bagian belakang yang ada di kapal disebut kimbul. Lebar kimbul biasanya selebar
kapal dan terletak pada geladak kekuatan bagian belakang atau buritan kapal. Peletakan dan
bagian-bagian kimbul diperlihatkan pada Gambar di bawah ini.

Gambar bangunan atas pada buritan

1. Bangunan atas belakang 8. Ruang muat


2. Bangunan atas 9. Geladak utama
3. Bangunan atas 10. Geladak kimbul
4. Rumah geladak 11. Geladak jembatan
5. Rumah geladak 12. Geladak
6. Ceruk buritan 13. Geladak navigasi
7. Kamar mesin

Pembagian ruang-ruang tersebut pada Gambar diatas adalah sebagian sketsa ruang akomodasi
dan ruang navigasi pada bagian buritan kapal. Ruang akomodasi tersebut masih dibagi-bagi lagi

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 37


CONSTRUCTION OF SHIP II

sesuai dengan kebutuhan pelayaran. Misalnya, ruang peta, ruang radio, ruang kemudi, klinik, dan
gudang makanan.

Bangunan atas pada haluan


Bangunan atas yang terletak di bagian depan disebut akil. Peletakan akil diperlihatkan
pada Gambar dibawah,

Gambar bangunan atas bagian depan


1. Geladak akil 4. Bak rantai
2. Geladak utama 5. Ceruk haluan
3. Akil 6. Ruang muat

Akil juga merupakan penerusan ke atas dari pelat kulit pada bagian depan kapal. Dengan adanya
bangunan atas tersebut akan mengurangi masuknya air laut pada saat kapal bergerak maju.
Ruangan pada akil digunakan untuk pergudangan, terutama untuk fasilitas peralatan pelayaran
seperti tali-temali. Pada Gambar 13.6 di bawah ini diperlihatkan susunan peralatan pada geladak
akil.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 38


CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 39


CONSTRUCTION OF SHIP II

BAB III
PENYAJIAN DATA

.1. Ukuran Utama Kapal


Type kapal : General Cargo
LBP ( Length Between Perpendicular ) : 102.66 m
B ( Breadth ) : 17.02 m
H ( Depth ) : 9.41 m
T ( Draught ) : 7.52 m
Speed ( Vs) : 15.5 knot

.2. Koefisien Bentuk Kapal


Cb ( Coeficient block ) : 0.63
Cm ( Coeficient Midship ) : 0.98
Cwl ( coeficient water line ) : 0.75
Cph ( coeficient prismatic horizontal) : 0.64
Cpv ( coeficient prismatic vertical ) : 0.70

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 40


CONSTRUCTION OF SHIP II

BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1. Jarak Gading


4.1.1. Pengertian
Jarak gading merupakan bentuk gading yang dipasang untuk memperkuat konstruksi
memanjang dan melintang kapal menjaga agar tidak terjadi perubahan bentuk pada kulit kapal
sekaligus sebagai tempat menempelnya kulit kapal.

4.1.2. Perhitungan Jarak Gading


Menurut peraturan, untuk jarak gading dari depan sekat tubrukan hingga kedepan ceruk
haluan ditentukan menggunakan rumus
a = L/500 + 0.48
= 102.66/500 + 0.48
= 0.68 m diambil 0.6 m
= 600 mm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 41


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.2. Perkiraan Beban Geladak


4.2.1. Pengertian
Beban geladak adalah beban yang mencakup beban geladak cuaca, beban geladak
muatan, beban geladak bangunan atas, geladak akomodasi serta beban pada alas dalam.
Pehitungan berdasarkan atas jenis muaran dan gaya-gaya yang bekerja pada geladak yang
bersangkutan.

4.2.2. Beban Geladak Cuaca ( Load on Water Deck )


Yang dianggap sebagai geladak cuaca adalah semua geladak yang bebas kecuali geladak
yang tidak efektif yang terletak dibelakang 0.15 L dari garis tegak haluan. Beban geladak cuaca
dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :

( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD = Po × ( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐
× Co
)𝟐

( Rules BKI 2013, Volume II, Section 4,B.1 )


Dimana :
Po = beban luar dasar dinamis
= 2.1 ( Cb + 0.7 ) x Co x CL x f x Crw
Cb = koefisien blok yaitu 0.63
300−𝟐 1,5
Co = 10,75 - ( ) ×C RW untuk 90 ≤ L ≤ 300
100
300−102.66 1,5
= 10,75 - ( ) × 0,75
100
= 8,67
CL = 1.0
f1 = 1..0 ( untuk tebal pelat geladak cuaca )
f2 = 0.75 ( untuk main frame, stiffener dan balok geladak )
f3 = 0.6(untuk gading besar, senta, side girder, center girder dan Stringer)
CRW = 0.75 ( untuk Pelayara local )

Beban luar dasar dinamis untuk menghitung pelat geladak cuaca ( PO1 )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 42


CONSTRUCTION OF SHIP II

Po1 = 2.1 ( Cb + 0.7 ) × Co × CL × f1


= 2.1 ( 0,63 + 0.7 ) × 8.67 × 1.0 × 1.0
= 24.22 KN/m2
Beban luar dasar dinamis untuk menghitung man frame, deck beam ( PO2 )
Po2 = 2.1 ( Cb + 0.7 ) × Co × CL × f2
= 2.1 ( 0.63 + 0.7 ) × 8.67 × 1.0 × 0.75
= 18.16 KN/m2
Beban luar dasar dinamis untuk menghitung web frame, girder, stringer, dan strong beam (
PO3 )
Po3 = 2.1 ( Cb + 0.7 ) × Co × CL × f3
= 2.1 ( 0.63 + 0.7 ) × 8.67 × 1.0 × 0.60
= 14.53 KN/m2

Z = jarak vertical dari pusat beban ke base line


= H + Hchamber
= 9.75 m
CD = factor distribusi
CD1 = 1,2 – x/L (untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal)

= 1,2 – 0,1
= 1,1

CD2 = 1,0 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal)


CD3 = 1,0 + 𝟐 (x/L – 0,7) (untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal)
3

= 1,0 + 4,1675 (0,90 – 0,7)


3

= 1,35

Dimana
Nilai C = 0.15 L – 10
= 0.15 ( 102.66 ) – 10

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 43


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 5.399

Beban geladak untuk menghitung plat kulit dan geladak cuaca


1) Pada daerah buritan
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD1a = Po1 × CD1
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 24.22 × × 1.1
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 31.23 KN/m2
2) Pada daerah midship
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD2a = Po1 × CD2
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 24.22 × × 1.0
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 28.38 KN/m2
3) Pada daerah haluan
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD3a = Po1 × CD3
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 24.22 × × 1.28
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 38.56 KN/m2

Beban geladak untuk menghitung main frame, stiffener dan deck beam
1) Pada daerah buritan
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD1b = Po2 × CD1
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 18.16 × × 1.1
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 23.42 KN/m2
2) Pada daerah midship
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD2b = Po2 × CD2
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 18.16 × × 1.0
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 21.29 KN/m2
3) Pada daerah haluan
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD3b = Po2 × CD1
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 44


CONSTRUCTION OF SHIP II
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 18.16 × × 1.36
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 28.95 KN/m2

Beban geladak untuk menghitung side girder, center girder, strong beam dan web frame
1) Pada daerah buritan
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD1c = Po3 × CD1
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 14.53 × × 1.1
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 18.74 KN/m2
2) Pada daerah midship
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD2c = Po3 × CD1
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 14.53 × × 1.0
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 17.03 KN/m2
3) Pada daerah haluan
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐 )
PD2c = Po3 × CD1
( 𝟐𝟐+𝟐−𝟐 )𝟐
( 𝟐𝟐 𝟐 𝟐.𝟐𝟐 )
= 14.53 × × 1.36
( 𝟐𝟐+𝟐.𝟐𝟐−𝟐.𝟐𝟐 )𝟐.𝟐𝟐

= 23.16 KN/m2

Beban geladak cuaca pada bangunan atas dan rumah geladak


Beban geladak pada bangunan atas dan rumah geladak dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut :
PDA = PD × n [Kn/m2]

( Rules BKI 2013, Volume II, Section 4 B.5.1)

Dimana :
PDA = Beban geladak pada buritan
𝟐−𝟐
n = [1 − ]
10

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 45


CONSTRUCTION OF SHIP II

n = 1
nmin = 0.5
H = 9.41 m

Nilai “Z” bangunan atas untuk beban geladak :


Z1 (Poop Deck) = H + 1.1 = 10.351 m
Z2 (Boat Deck) = H + 1.2 + 2.2 = 12.81 m
Z3 (Bridge Deck) = H + 1.2 + 2.2 + 2.4 = 15.21 m
Z4 (Navigation Deck) = H + 1.2 + 2.2 + 2.4 + 2.4 = 17.61 m
Z5 (Forecastle Deck) = Z1 = 10.351 m

1) Beban geladak bangunan atas pada poop deck ( PDp)


Z1 = 10.351 m
10.351−9.41
n = [1 − ]
10

= 0.89
PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)
PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)
PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong
Beam)
a) Untuk menghitung pelat geladak
PDP1 = 31.22 × 0.89
= 27.78 KN/m3

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 46


CONSTRUCTION OF SHIP II

b) Untuk menghitung pelat balok geladak


PDP2 = 23.42 × 0.89
= 20.84 KN/m3
c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam
PDP3 = 18.73 × 0.89
= 16.67 KN/m3

2) Beban geladak bangunan atas pada Boat Deck ( PDB )


Z2 = 12.81 m
12.81−9.41
n = [1 − ]
10

= 0.66
PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)
PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)
PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong
Beam)
a) Untuk menghitung pelat geladak
PDB1 = 31.22 × 0.66
= 20.61 KN/m3
b) Untuk menghitung pelat balok geladak
PDB2 = 23.42 x 0.66
= 15.45 KN/m3
c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam
PDB3 = 18.73 × 0.66
= 12.36 KN/m3

3) Beban geladak bangunan atas pada Brdge Deck


Z3 = 15.21 m
15.21−9.41
n = [1 − ]
10

= 0.42 dipilih 0.5 karena batas minimum 0.5


PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 47


CONSTRUCTION OF SHIP II

PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)


PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

a) Untuk menghitung pelat geladak


PDBd1 = 31.22 × 0.5
= 15.611 KN/m3
b) Untuk menghitung pelat balok geladak
PDBd2 = 23.42 x 0.5
= 11.70 KN/m3
c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam
PDBd3 = 18.73 × 0.5
= 9.367 KN/m3

4) Beban geladak bangunan atas pada Navigation Deck


Z4 = 17.61 m
17.61−9.41
n = [1 − ]
10

= 0.18 dipilih 0.5 karena batas minimum 0.5


PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)
PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)
PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

a) Untuk menghitung pelat geladak


PDBd1 = 31.22 × 0.5
= 15.611 KN/m3
b) Untuk menghitung pelat balok geladak
PDBd2 = 23.42 x 0.5
= 11.70 KN/m3
c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam
PDBd3 = 18.73 × 0.5
= 9.367 KN/m3

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 48


CONSTRUCTION OF SHIP II

5) Beban geladak bangunan atas pada Forecastle Deck


Z5 = 10.51 m
10.51−9.41
n = [1 − ]
10

= 0.98 dipilih 0.5 karena batas minimum 1


PD1a = 38.6 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)
PD1b = 28.95 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)
PD1c = 23.16 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

a) Untuk menghitung pelat geladak


PDBd1 = 38.6 × 1
= 38.6 KN/m3
b) Untuk menghitung pelat balok geladak
PDBd2 = 28.95 x 1
= 28.95 KN/m3
c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam
PDBd3 = 23.16 × 1
= 23.16 KN/m3

4.3. Beban Sisi Geladak


Beban sisi geladak merupakan perhitungan yang meliputi pada sisi kapal termasuk plat
sisi bangunan atas dan juga beban alas kapal. Fungsinya untuk menentukan perhitungan tebal
pelat bangunan atas lambung, ukuran-ukuran gading dan semua ukuran profil yang turut
menahan beban sisi dan alas kapal. Beban sisi geladak dihitung menurut :

4.3.1. Beban sisi kapal dibawah garis air


Beban sisi kapal dibawah garis air tidak boleh kurang dari rumus berikut :
Ps = 10 x ( T – Zz ) + Po x Cf ( 1 + Z / T )
( Rules BKI 2013 Volume II, Section 4. B 4-3/10 )
Dimana :
Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )
Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 49


CONSTRUCTION OF SHIP II

Po3 = 14.53 kN/ m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer)


Z = jarak tengah antara pusat beban ke baseline
= T – (( H – Hdb )/2)) + Hdb
= 4.489 m
Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )
= 1.79
Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )
Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )
= 2.98

1) Beban sisi kapal di bawah garis air muat untuk pelat sisi :
Untuk buritan kapal
PS1 = 10 × (T – Z) + Po1 × CF1 x (1 + ( Z/T))
= 96.525 kN/m2

Untuk midship kapal


PS2 = 10 × (T – Z) + Po1 × CF2 x (1 + ( Z/T))
= 51.165 kN/m2

Untuk haluan kapal


PS3 = 10 × (T – Z) + Po1 × CF3 x (1 + ( Z/T))
= 143.7915 kN/m2

2) Beban sisi kapal dibawah garis air muat untuk main frame :
Untuk buritan kapal
PS1 = 10 × (T – Z) + Po2 × CF1 x (1 + ( Z/T))
= 78.72 kN/m2

Untuk midship kapal


PS2 = 10 × (T – Z) + Po2 × CF2 x (1 + ( Z/T))
= 78.72 kN/m2

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 50


CONSTRUCTION OF SHIP II

Untuk midship kapal


PS3 = 10 × (T – Z) + Po2 × CF3 x (1 + ( Z/T))
= 114.1715 kN/m2

3) Beban sisi kapal dibawah garis air muat untuk web frame, stringer, strong beam :
Untuk buritan kapal
PS1 = 10 × (T – Z) + Po3 × CF1 x (1 + ( Z/T))
= 68.04 kN/m2

Untuk midship kapal


PS2 = 10 × (T – Z) + Po3 × CF2 x (1 + ( Z/T))
= 49.13 kN/m2

Untuk haluan kapal


PS2 = 10 × (T – Z) + Po3 × CF3 x (1 + ( Z/T))
= 96.40 kN/m2

4.3.2. Beban sisi kapal di atas garis air


Beban sisi kapal di atas garis air tidak boleh kurang dari rumus :
PS = Po x Cf x (20/10+Z-T) ( kN/m2 )
Dimana :
Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )
Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )
Po3 = 14.53 kN/m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer )
Z = T + ((H - T)/2))
= 8.22 m
Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )
= 1.79
Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )
Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 51


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 2.98

1) Beban sisi kapal di atas garis air muat utnuk menghitung ketebalan pelat sisi yaitu :
Untuk buritan kapal
PS1 = Po1 x Cf1 x (20/10+Z-T)
= 77.602 kN/m2

Untuk midship kapal


PS2 = Po1 x Cf2 x (20/10+Z-T)
= 43.265 kN/m2

Untuk midship kapal


PS3 = Po1 x Cf3 x (20/10+Z-T)
= 129.108 kN/m2

2) Beban sisi kapal diatas garis air muat untuk main frame :
Untuk buritan kapal
PS1 = Po2 x Cf1 x (20/10+Z-T)
= 58.2 kN/m2

Untuk midship kapal


PS2 = Po2 x Cf2 x (20/10+Z-T)
= 32.45 kN/m2

Untuk midship kapal


PS3 = Po2 x Cf3 x (20/10+Z-T)
= 96.83 kN/m2

3) Beban sisi kapal di atas garis air muat untuk web frame :
Untuk buritan kapal
PS1 = Po3 x Cf1 x (20/10+Z-T)

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 52


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 46.56 kN/m2

Untuk midship kapal


PS2 = Po3 x Cf2 x (20/10+Z-T)
= 25.96 kN/m2

Untuk midship kapal


PS3 = Po3 x Cf3 x (20/10+Z-T)
= 77.47 kN/m2

4.3.3. Beban sisi di atas garis air muat pada bangunan atas dan rumah geladak
PS = Po x Cf x (20/10+Z-T) ( kN/m2 )
Dimana :
Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )
Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )
Po3 = 14.53 kN/m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer )
Z = jarak tengah antara pusat beban ke base line
= 10.51 m
Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )
= 1.79
Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )
Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )
= 2.98

1) Beban sisi garis air muat untuk Poop Deck


Untuk menghitung pelat kulit
PS = Po1 x Cf 1 x ( 20/10+Z1 – T )
= 64.60 kN/m2

Untuk menghitung main frame


PS = Po2 x Cf 1 x ( 20/10+Z1 – T )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 53


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 48.30 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer


PS = Po3 x Cf 1 x ( 20/10+Z1 – T )
= 38.64 kN/m2

2) Beban sisi garid air muat pada Boat Deck


Untuk menghitung pelat kulit
PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z2 – T )
= 55.02 kN/m2

Untuk menghitung main frame


PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z2 – T )
= 41.26 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer


PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z2 – T )
= 38.64 kN/m2

3) Beban sisi garis air muat pada Bridge Deck


Untuk menghitung pelat kulit
PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z3 – T )
= 47.76 kN/m2

Untuk menghitung main frame


PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z3 – T )
= 35.82 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer


PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z3 – T )
= 28.66 kN/m2

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 54


CONSTRUCTION OF SHIP II

4) Beban sisi garis air muat pada Navigation Deck


Untuk menghitung pelat kulit
PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z4 – T )
= 42.19 kN/m2

Untuk menghitung main frame


PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z4 – T )
= 31.65 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer


PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z4 – T )
= 25.32 kN/m2

5) Beban sisi garis air muat pada geladak akil atau Forecastle Deck
Untuk menghitung pelat kulit
PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z5 – T )
= 107.14 kN/m2

Untuk menghitung main frame


PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z5 – T )
= 80.36 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer


PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z5 – T )
= 64.29 kN/m2

4.4. Beban Alas Kapal ( Load on the Ship Bottom )


4.4.1. Beban luar alas kapal
Beban luar alas kapal dihitung untuk menentukan konstruksi alas berdasarkan rumus
yaitu :

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 55


CONSTRUCTION OF SHIP II

PB = = (10 × T) + (Po × CF ) (KN/m2)


( Rules BKI 2013 Volume II, Section 4.B.3 )
Dimana :
Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )
Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )
Po3 = 14.53 kN/m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer )
Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )
= 1.79
Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )
Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )
= 2.98

1) Untuk menghitung pelat dan geladak cuaca


Beban luar alas untuk daerah buritan kapal
PB = (10 × T) + (Po1 × Cf1 )
= 113.64 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah midship kapal


PB = (10 × T) + (Po1 × Cf2 )
= 94.42 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah haluan kapal


PB = (10 × T) + (Po1 × Cf3 )
= 142.47 kN/m2

2) Untuk menghitung main frame dan deck beam


Beban luar alas untuk daerah buritan kapal
PB = (10 × T) + (Po2 × Cf1 )
= 102.78 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah midship kapal

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 56


CONSTRUCTION OF SHIP II

PB = (10 × T) + (Po2 × Cf2 )


= 88.36 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah haluan kapal


PB = (10 × T) + (Po2 × Cf3 )
= 124.40 kN/m2

3)Untuk menghitung web frame, stringer dan web stiffener


Beban luar alas untuk daerah buritan kapal
PB = (10 × T) + (Po3 × Cf1 )
= 96.26 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah midship kapal


PB = (10 × T) + (Po3 × Cf2 )
= 84.73 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah haluan kapal


PB = (10 × T) + (Po3 × Cf3 )
= 113.56 kN/m2

4.4.2. Beban Alas Dalam


Beban alas dalam kapal dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Pi = 9,81. G/V. H. (1 + av) ( KN/m2 )
( Rules BKI 2013 Voluem II Section 4.C.2.1. )
Dimana :
G = berat muatan bersih
= 5964.42 ton ( perhitungan dari prarancangan kapal )
h = titik tertinggi muatan dari alas dalam
= 8.298 m
V = volume muatan kapal
= 8489.21 m3

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 57


CONSTRUCTION OF SHIP II

G/V = 0.70
Av = fxm
Dimana :
F = 0.11 x ( Vo / √L )
Vo = kecepatan kapal dinas = 15.5 knot
L = 102.66 m
Maka,
F = 0.17
M0 = 1.67
M1 = 1.33 ( buritan kapal )
M2 = 1 ( tengah kapal )
M3 = 2.78 ( haluan kapal )
Sehingga :
Av1 = f x m1 ( untuk daerah buritan kapal )
= 0.22
Av2 = f x m2 ( untuk daerah midship kapal )
= 0.17
Av3 = f x m3 ( untuk daerah haluan kapal )
= 0.47

1) Beban alas dalam untuk daerah buritan kapal


Pi1 = 9.81. G/V. H. (1 + av1)
= 70.04 kN/m2

2) Beban alas dalam untuk daerah midship kapal


Pi1 = 9.81. G/V. H. (1 + av2)
= 66.82 kN/m2

3) Beban alas dalam untuk daerah haluan kapal


Pi3 = 9.81. G/V. H. (1 + av3)
= 83.94 kN/m2

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 58


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.5. Konstruksi Lambung


4.5.1. Plat konstruksi lambung
Tebal pelat sisi dibawah garis muat adalah sebagai berikut :
tS = 1,21 × a √𝟐𝟐 𝟐 𝟐+ tk ( mm )
( Rules BKI 2013 Volume II, Section 7.A 7-5/9 )
Dimana :
a = 0.6 m
PS1 = 96.53 kN/m2 ( untuk buritan kapal )
PS2 = 51.17 kN/m2 ( untuk midship kapal )
PS3 = 143.79 kN/m2 ( untuk haluan kapal )
K = factor baja
= 1
tk = factor korosi
= 2.5

4.5.1.1. Tebal pelat sisi dibawah garis muat


1) Tebal pelat sisi minimum
tsmin = (L x K)^0,5 untuk L ≥ 50 m
= 10.1 mm diambil 10 mm
2) Tebal pelat sisi pada 0.05 L pada buritan kapal tidak boleh kurang dari
ts1 = 1.21 × a √𝟐𝟐1 𝟐 𝟐+ tk
= 9.6 mm diambil 10 mm

3) Tebal pelat sisi pada midship tidak boleh krang dari


ts2 = 1.21 × a √𝟐𝟐2 𝟐 𝟐+ tk
= 7.7 mm diambil 10 mm

4) Tebal pelat sisi pada haluan tidak boleh kurang dari


Ts3 = 1.21 × a √𝟐𝟐3 𝟐 𝟐+ tk
= 11.2 mm diambil 10 mm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 59


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.5.1.2. Tebal pelat sisi diatas garis muat

tS = 1,21 × a √𝟐𝟐 𝟐 𝟐+ tk ( mm )
( Rules BKI 2103 Volume II, Section 7.A 7-5/9 )
Dimana :
a = 0.6 m
PS1 = 77.60 kN/m2 ( untuk buritan kapal )
PS2 = 43.27 kN/m2 ( untuk midship kapal )
PS3 = 129.11 kN/m2 ( untuk haluan kapal )
K = factor baja
= 1
tk = factor korosi
= 2.5

1) Tebal pelat sisi minimum


tsmin = (L x K)^0,5 untuk L ≥ 50 m
= 10.1 mm diambil 10 mm
2) Tebal pelat sisi pada 0.05 L pada buritan kapal tidak boleh kurang dari
ts1 = 1.21 × a √𝟐𝟐1 𝟐 𝟐+ tk
= 8.9 mm diambil 10 mm

3) Tebal pelat sisi pada midship tidak boleh krang dari


ts2 = 1.21 × a √𝟐𝟐2 𝟐 𝟐+ tk
= 7.3 mm diambil 10 mm

4) Tebal pelat sisi pada haluan tidak boleh kurang dari


Ts3 = 1.21 × a √𝟐𝟐3 𝟐 𝟐+ tk
= 10.7 mm diambil 10 mm

4.5.1.3. Tebal Pelat sisi bangunan atas

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 60


CONSTRUCTION OF SHIP II

5. tS = 1,21 × a √𝟐𝟐 𝟐 𝟐+ tk ( mm )
6. ( Rules BKI 2103 Volume II, Section 7.A 7-5/9 )
Dimana :
a = 0.6 m
ps = beban sisi bangunan atas tergantung pada jenis bangunannya
ps1 = 64.60 kN/m2 ( pada poop deck )
ps2 = 55.02 kN/m2 ( pada boat deck )
ps3 = 47.76 kN/m2 ( pada bridge deck )
ps4 = 42.19 kN/m2 ( pada navigation deck )
ps5 = 107.44 kN/m2 ( pada forecastle deck )
k = factor baja
= 1
tk = marjin korosi
= 2.5
1) Tebal pelat sisi pada poop deck
ts1 = 1,21 × a √𝟐𝟐1 𝟐 𝟐+ tk
= 8.3 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

2) Tebal pelat sisi pada boat deck

Ts2 = 1,21 × a √𝟐𝟐2 𝟐 𝟐+ tk


= 7.9 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

3) Tebal pelat sisi pada bridge deck

Ts3 = 1,21 × a √𝟐𝟐3 𝟐 𝟐+ tk


= 7.5 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

4) Tebal pelat sisi pada navigation deck


Ts4 = 1,21 × a √𝟐𝟐4 𝟐 𝟐+
tk
= 7.2 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 61


CONSTRUCTION OF SHIP II
5) Tebal pelat sisi pada forecastle deck

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 62


CONSTRUCTION OF SHIP II

Ts5 = 1,21 × a √𝟐𝟐5 𝟐 𝟐+ tk


= 8.3 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

4.5.1.4. Pelat lajur alas


Lebar pelat lajur alas tidak kurang dari
B = 800 + 5 x B ( mm )
( Rules BKI 2013 Volume II, Section 6, B6-2/20 )
B = 800 + 5 x B
= 1313.3 mm atau 1.31 m
= 10% x tebal pelat minimum + tebal pelat min
= 11 ( pada buritan, midship dan haluan kapal )

4.5.1.5. Pelat Bulwark


Tebal pelat bulwark tidak boleh kurang dari :
t = 0.75 – ( L / 1000 ) x ( L0.5 ) ( mm )
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 6 K-6-19/20 )

t = 0.75 – ( L / 1000 ) x ( L0.5 ) ( mm )


= 6.559 mm atau 7 mm

Tinggi bulwark tidak boleh kurang dari 1 m


Maka, modulus stay bulwark adalah
w = 4.p.e.l2
dimana :
ps = 17.02 kN/m2 ( digunakan P min )
E = jarak antar stay
= 3 x Ao
= 1.8 m
L stay = 1m
Maka

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 63


CONSTRUCTION OF SHIP II

w = 4.p.e.l2
= 122.62 cm3

Maka profil stay bulwark yang ada di ANNEX BKI adalah 125 cm3 dengan modulus profil yaitu
130 x 65 10 mm dengat braket yaitu 210 x 7.5 mm

4.5.1.6. Freeing Ports


A = 0,07 l ( Untuk l > 20 m )
Dimana :
1 = 71.862
Sehingga :
A = 5.03 m2 5030 mm2

4.6. Konstruksi Gading – Gading


4.6.1. Gading Utama ( Main Frame )
Modulus gading utama tidak boleh kurang dari
W = = n × c × a × l2 × ps × Cr × k
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 9, A 9-2/12 )
Dimana :
K = 1
n = 0.9 – 0.0035 lbp
= 0.54
a = 0.6 m
l = panjang tak ditumpu tergantung posisi
lburitan = H – Hdb km – 3
= 4.736 m ( dibawah tweendeck )
lburitan = 3 ( diatas tweendeck )
lmidship = H – Hdb – 3
= 5.3 m ( dibawah tweendeck )
lmidship = 3 ( diatas tweendeck )
lhaluan = 5.3 m ( dibawah tweendeck )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 64


CONSTRUCTION OF SHIP II

lhaluan = 3 ( diatas tweendeck )


ps1 = 78.72 kN/m2 ( untuk buritan kapal )
ps2 = 55.09 kN/m2 ( untuk midship kapal )
ps3 = 114.17 kN/m2( untuk haluan kapal )
Crmin = 0.75
C = 0.6

1) Modulus gading utama pada daerah buritan di bawah tween deck


W = = n × c × a × l2 × ps1 × Cr × k
= 257.786 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 260 cm3 dengan modulus profil L adalah 160 x 80 x 14 dengan bracket
220 x 16

2) Modulus gading utama pada daerah buritan kapal di atas tween deck
W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k
= 103.43 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di atas tween deck yang ada di ANNEX BKI
adalah 105 cm3 dengan modulus profil L adalah 100 x 75 x 11 dengan bracket 200 x 7.5

3) Modulus gading utama pada daerah midship di bawah tween deck


W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k
= 225.77 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 230 cm3 dengan modulus profil L adalah 150 x 90 x 12 dengan bracket 260 x 9.0

4) Modulus gading utama pada daerah midship di atas tween deck


W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 65


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 72.38 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di atas tween deck yang ada di ANNEX BKI
adalah 74 cm3 dengan modulus profil L adalah 100 x 50 x 10 dengan bracket 170 x 6.5

5) Modulus gading utama pada daerah halauan di bawah tween deck


W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k
= 467.91 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 470 cm3 dengan modulus profil L adalah 200 x 100 x 16 dengan bracket 340 x 11.0

6) Modulus gading utama pada daerah haluan di atas tween deck


W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k
= 150.01 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di atas tween deck yang ada di ANNEX BKI
adalah 155 cm3 dengan modulus profil L adalah 120 x 80 x 12 dengan bracket 230 x 8.0

4.6.2. Modulus Gadin Besar ( Web Frame )


Modulus gading besar tidak boleh kurang dari :
W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k
( Rules BKI 2013 Volume II, Section 9, A 9-5/12 )

Dimana :
l = panjang tak ditumpu tergantung posisi
lburitan = H – Hdb km – 3
= 4.736 m ( dibawah tweendeck )
lburitan = 3 ( diatas tweendeck )
lmidship = H – Hdb – 3
= 5.3 m ( dibawah tweendeck )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 66


CONSTRUCTION OF SHIP II

lmidship = 3 ( diatas tweendeck )


lhaluan = 5.3 m ( dibawah tweendeck )
lhaluan = 3 ( diatas tweendeck )
e = 3 x Ao
= 1.8
PS1c = 68.04 kN/m2 ( untuk buritan kapal )
PS2c = 49.13 kN/m2 ( untuk midship kapal )
PS3c = 96.40 kN/m2 ( untuk haluan kapal )
n = 1 ( untuk buritan kapal )
= 0.5 (untuk midship dan forecastle Karen terpotong oleh 1 stringer)
k = 1

1) Modulus gading besar pada daerah buritan di bawah tween deck


W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × n × k
= 2197.745 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 2300 cm3 dengan modulus profil T adalah 460 x 32 dengan bracket 580 x 18.0

Perencanaan profil T
h = 46 cm
s = 3.2 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 29 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 67


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 128
Fs = hxs
= 147.2
F = b x td
= 128
b' = f/s
= 9.06
Fs/F = 1.15
f/F = 0.23
dari diagram
w = 0.46
wo = 27.8.5
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 460 x 91 x 32 mm


bracket= 580 x 18 mm

maka profil gading besar pada daerah buritan di bawah tween deck yang tersedia di ANNEX
BKI dengan perencanaan profil T adalah 2300 cm3 dengan modulus profil T adalah 460 x 91 x
32 dengan bracket 580 x 18.0

2) Modulus gading besar di pada daerah buritan di atas tween deck


W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k
= 881.79 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 920 cm3 dengan modulus profil T adalah 320 x 26 dengan bracket 420 x 13.5

Perencanaan profil T
h = 32 cm
s = 2.6 cm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 68


CONSTRUCTION OF SHIP II

f = 0.05 x e x ps x l x k
= 18.37 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 104
Fs = hxs
= 83.2
F = b x td
= 104
b' = f/s
= 7.07
Fs/F = 0.8
f/F = 0.18
dari diagram
w = 0.41
wo = 1364.5
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 320 x 71 x 26 mm


bracket= 420 x 13.5 mm

maka profil gading besar pada daerah buritan di bawah tween deck yang tersedia di ANNEX
BKI dengan perencanaan profil T adalah 920 cm3 dengan modulus profil T adalah 320 x 71 x 26
dengan bracket 420 x 13.5

3) Modulus gading besar pada daerah midship dibawah tween deck


W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k
= 765.53 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 780 cm3 dengan modulus profil T adalah 320 x 23 dengan bracket 400 x 13.0

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 69


CONSTRUCTION OF SHIP II

Perencanaan profil T
h = 32 cm
s = 2.3 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 23.43 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 92
Fs = hxs
= 73.6
F = b x td
= 92
b' = f/s
= 10.19
Fs/F = 0.8
f/F = 0.25
dari diagram
w = 0.45
wo = 1323.8
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 320 x 102 x 23 mm


bracket= 400 x 13 mm

maka profil gading besar pada daerah midship di bawah tween deck yang tersedia di
ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 780 cm3 dengan modulus profil T adalah 320
x 102 x 23 dengan bracket 400 x 13.

4) Modulus gading besar pada daerah midship di atas tween deck


W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 70


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 218.89 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 220 cm3 dengan modulus profil T adalah 200 x 16 dengan bracket 260 x 9.0

Perencanaan profil T
h = 20 cm
s = 1.6 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 13.27 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 64
Fs = hxs
= 32
F = b x td
= 64
b' = f/s
= 8.29
Fs/F = 0.50
f/F = 0.21
dari diagram
w = 0.45
wo = 576
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 83 x 16 mm


bracket= 260 x 9 mm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 71


CONSTRUCTION OF SHIP II

maka profil gading besar pada daerah midship di bawah tween deck yang tersedia di
ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 220 cm3 dengan modulus profil T adalah 200
x 83 x 16 dengan bracket 260 x 9.

5) Modulus gading besar pada daerah haluan di bawah tween deck


W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k
= 1339.59 cm3

Maka profil gading besar di bagian haluan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 1360 cm3 dengan modulus profil T adalah 480 x 15 dengan bracket 480 x 12.0

Perencanaan profil T
h = 48 cm
s = 1.5 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 45.97 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 60
Fs = hxs
= 72
F = b x td
= 60
b' = f/s
= 30.65
Fs/F = 1.2
f/F = 0.77
dari diagram
w = 1
wo = 2880
maka, Wo > W ( memenuhi )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 72


CONSTRUCTION OF SHIP II

maka profil yaitu = 480 x 306 x 15 mm


bracket= 480 x 12 mm

maka profil gading besar pada daerah haluan di bawah tween deck yang tersedia di
ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 1360 cm3 dengan modulus profil T adalah 480
x 306 x 15 dengan bracket 480 x 12.

6) Modulus gading besar pada daerah haluan di atas tween deck


W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k
= 429.46 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX
BKI adalah 430 cm3 dengan modulus profil T adalah 260 x 19 dengan bracket 330 x 11.0

Perencanaan profil T
h = 26 cm
s = 1.9 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 26.03 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 76
Fs = hxs
= 49.4
F = b x td
= 76
b' = f/s
= 13.7
Fs/F = 0.65
f/F = 0.34

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 73


CONSTRUCTION OF SHIP II

dari diagram
w = 0.51
wo = 1007.8
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 260 x 137 x 19 mm


bracket= 330 x 11 mm

maka profil gading besar pada daerah midship di bawah tween deck yang tersedia di
ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 430 cm3 dengan modulus profil T adalah 260
x 137 x 19 dengan bracket 330 x 11.

4.7. Perhitungan Senta Sisi


4.7.1. Senta Sisi ( Side Stringer )
Modulus penampang balok geladak tidak boleh kurang dari :
W = 0,55 × e × l2 × Ps × nc × k ( cm3 )
( Rules BKI 2013 Volume II, Section 9A.5.3 )
Dimana :
a = 0.6
½B = 8.51
L = 2.84 m
Ps1 = 68.04 ( untuk daerah buritan )
Ps2 = 49.13 ( untuk daerah midship )
Ps3 = 96.4 ( untuk daerah haluan )
k = 1
n = 0.5

sehingga :
1) Senta sisi untuk daerah buritan
W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × nc × k
= 271.01

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 74


CONSTRUCTION OF SHIP II

Maka profil side stringer di bagian buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 280 cm3
dengan modulus profil T adalah 220 x 17 dengan bracket 280 x 9.5

Perencanaan profil T
h = 22 cm
s = 1.7 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 8.69 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 68
Fs = hxs
= 37.4
F = b x td
= 68
b' = f/s
= 5.11
Fs/F = 0.55
f/F = 0.13
dari diagram
w = 0.33
wo = 493.7
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 220 x 51 x 17 mm


bracket= 280 x 9.5 mm
Maka profil side stringer di bagian buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 280 cm3
dengan modulus profil T adalah 220 x 51 x 17 dengan bracket 280 x 9.5

2) Senta sisi untuk daerah midship

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 75


CONSTRUCTION OF SHIP II

W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × nc × k
= 195.704 cm3

Maka profil side stringer di bagian midship yang ada di ANNEX BKI adalah 200 cm3
dengan modulus profil T adalah 200 x 15 dengan bracket 245 x 8.5

Perencanaan profil T
h = 20 cm
s = 1.5 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 12.54 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 60
Fs = hxs
= 30
F = b x td
= 60
b' = f/s
= 8.36
Fs/F = 0.5
f/F = 0.21
dari diagram
w = 0.36
wo = 432
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 84 x 15 mm


bracket= 245 x 8.5 mm
Maka profil side stringer di bagian midship yang ada di ANNEX BKI adalah 200 cm3
dengan modulus profil T adalah 200 x 84 x 15 dengan bracket 245 x 8.5

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 76


CONSTRUCTION OF SHIP II

3) Senta sisi untuk daerah haluan


W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × nc × k
= 383.969 cm3

Maka profil side stringer di bagian haluan yang ada di ANNEX BKI adalah 390 cm3
dengan modulus profil T adalah 240 x 20 dengan bracket 315 x 10.5

Perencanaan profil T
h = 24 cm
s = 2 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 24.61 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 80
Fs = hxs
= 48
F = b x td
= 80
b' = f/s
= 12.31
Fs/F = 0.6
f/F = 0.31
dari diagram
w = 0.5
wo = 960
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 240 x 123 x 20 mm


bracket= 315 x 10.5 mm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 77


CONSTRUCTION OF SHIP II

Maka profil side stringer di bagian buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 390 cm3
dengan modulus profil T adalah 240 x 123 x 20 dengan bracket 315 x 10.5

4.8. Konstruksi Deck


4.8.1. Pelat Geladak
Tebal pelat geladak cuaca pada kapal tidak boleh kurang dari :

tG = 1,21 × a √𝟐𝟐 𝟐 𝟐 + tk
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 7, A 7-5/9 )
Dimana :
a = 0.6
PD1 = 31.22 kN/m2 ( untuk daerah buritan kapal )
PD2 = 28.38 kN/m2 ( untuk daerah midship kapal )
PD3 = 38.60 kN/m2 ( untuk daerah halauan kapal )
k = 1 faktor untuk baja
tk = 2.5 marjin korosi

tebal pelat minimum

tG = ( 4.5 + 0.05 L ) √𝟐
= 9.633 = 10 mm ( plat minimum )
1) Tebal pelat geladak pada 0.1 L pada buritan kapal tidak boleh kurang dari :
tG = 1,21 × a √𝟐𝟐1 𝟐 𝟐 + tk
= 6.56 = 10 mm ( pelat minimum )

2) Tebal pelat geladak pada midship kapal tidak boleh kurang dari :
tG = 1,21 × a √𝟐𝟐2 𝟐 𝟐 + tk
= 6.37 = 10 mm ( pelat minimum )

3) Tebal pelat geladak pada haluan kapal tidak boleh kurang dari :
tG = 1,21 × a √𝟐𝟐3 𝟐 𝟐 + tk
= 7.01 = 10 mm ( pelat minimum )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 78


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.8.2. Balok Geladak ( Deck Beam )


Balok geladak pada gelada katas dan geladak antara memiliki ukurang yang sama.
Modulus balok geladak dihitung berdasarkan rumus berikut :
W = c × a × PD × l2 × k ( cm3 )
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 10.B.1 )
Dimana :
c = 0.75 untuk beam
a = 0.6 jarak gading
k = 1 faktor material
PD1 = 23.42 kN/m2 untuk daerah buritan
PD2 = 21.29 kN/m2 untuk daerah midship
PD3 = 28.95 kN/m2 untuk daerah haluan
l = 4.225 panjang tak ditumpu

1) Modulus penampang balok geladak pada daerah buritan


W = c × a × PD1 × l2 × k
= 190.78 cm3
Maka profil geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 200 cm3 dengan profil
L adalah 150 x 100 x 10 dengan bracket 245 x 8.5

2) Modulus penampang balok geladak pada daerah midship


W = c × a × PD2 × l2 × k
= 173.437 cm3
Maka profil geladak pada daerah midship yang ada di ANNEX BKI adalah 175 cm3 dengan
profil L adalah 120 x 80 x 14 dengan bracket 180 x 16

3) Modulus penampang balok geladak pada daerah haluan


W = c × a × PD2 × l2 × k
= 235.86 cm3
Maka profil geladak pada daerah haluan yang ada di ANNEX BKI adalah 250 cm3 dengan profil
L adalah 150 x 100 x 12 dengan bracket 220 x 15

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 79


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.8.3. Balok geladak besar ( strong beam ) pada Main deck


W = c × e × PD × l2× k ( cm3 )
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 10.B.1 )
Dimana :
c = 0.75
e = 1.8
k = 1
PD1 = 18.73 kN/m2 untuk daerah buritan
PD2 = 17.03 kN/m2 untuk daerah midship
PD3 = 23.16 kN/m2 untuk daerah haluan
l = 4.255 m

1) Modulus penampang strong beam untuk daerah buritan


w = c × e × PD1 × l2× k
= 457.87 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 460 cm3
dengan profil T adalah 260 x 20 dengan bracket 330 x 11.0

Perencanaan profil T
h = 26 cm
s = 2 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 7.17 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 80
Fs = hxs
= 52
F = b x td

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 80


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 80
b' = f/s
= 3.59
Fs/F = 0.65
f/F = 0.09
dari diagram
w = 0.28
wo = 582.4

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 260 x 36 x 20 mm


bracket= 330 x 11 mm

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 460 cm3
dengan profil T adalah 260 x 36 x 20 dengan bracket 330 x 11.0

2) Modulus penampang strong beam untuk daerah midship


w = c × e × PD2 × l2× k
= 416.248 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 430 cm3
dengan profil T adalah 260 x 19 dengan bracket 330 x 11.0

Perencanaan profil T
h = 26 cm
s = 1.9 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 6.52 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 81


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 76
Fs = hxs
= 49.4
F = b x td
= 76
b' = f/s
= 3.43
Fs/F = 0.65
f/F = 0.25
dari diagram
w = 0.44
wo = 869.4

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 260 x 34 x 19 mm


bracket= 330 x 11 mm

Maka profil balok geladak pada daerah midship yang ada di ANNEX BKI adalah 460
cm3 dengan profil T adalah 260 x 34 x 19 dengan bracket 330 x 11.0

3) Modulus penampang strong beam untuk daerah haluan


w = c × e × PD3 × l2× k
= 566.07 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 580 cm3
dengan profil T adalah 280 x 22 dengan bracket 360 x 11.5

Perencanaan profil T
h = 28 cm
s = 2.2 cm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 82


CONSTRUCTION OF SHIP II

f = 0.05 x e x ps x l x k
= 8.87 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 88
Fs = hxs
= 61.6
F = b x td
= 88
b' = f/s
= 4.03
Fs/F = 0.70
f/F = 0.10
dari diagram
w = 0.34
wo = 837.8

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 280 x 40 x 22 mm


bracket= 360 x 11.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 460 cm3
dengan profil T adalah 280 x 40 x 22 dengan bracket 360 x 11.5

4.9. Konstruksi Deck House Dan Super Structure


4.9.1. Tebal pelat geladak bangunan atas
tE = 1.21 x a x (( k x PD )^0.5) + tk (mm)
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 7, A 7-5/9 )
Dimana :
PD = 1 beban geladak cuaca

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 83


CONSTRUCTION OF SHIP II

k = 1 faktor untuk baja


tk = 2.5 marjin korosi
a = 0.6 jarak gading
PD1 = 27.79 kN/m2 beban geladak cuaca pada poop deck
PD2 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada boat deck
PD3 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada bridge deck
PD4 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada navigation deck
PD5 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada forecastle deck

1) Tebal pelat geladak Poop Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD1+ tk
= 6.33 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

2) Tebal pelat geladak Boat Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD2+ tk
= 5.80 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

3) Tebal pelat geladak Bridge Deck

tE = 1.21 x a x √k xPD3 + tk
= 15.61 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

4) Tebal pelat geladak Navigation Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD4 + tk
= 5.37 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

5) Tebal pelat geladak Forecastle Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD5 + tk
= 7.01 mm diambil 7 mm ( batas minimum )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 84


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.10. Balok Geladak Bangunan atas ( Deck Beam )


W = c × a × PD × l2 × k ( cm3 )
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 10, B.1 )
Dimana :
c = 0.75
a = 0.6
k = 1
l = 3
PDp = 20.84 kN/m3 ( untuk poop deck )
PDb = 15.45 kN/m3 ( untuk boat deck )
PDbr = 11.71 kN/m3 ( untuk navigation deck )
PDn = 11.71 kN/m3 ( untuk navigation deck )
PDf = 28.95 kN/m3 ( untuk forecastle deck )

1) Modulus penampang balok geladak pada poop deck


W = c × a × PDp × l2 × k
= 84.4049 cm3
Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI 88 cm3 adalah
dengan profil L 100 x 75 x 9 dengan bracket 190 x 7.0

2) Modulus penampang balok geladak pada boat deck


W = c × a × PDp × l2 × k
= 62.6 cm3
Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 64 cm3
dengan modulus profil L adalah 100 x 75 x 7 dengan bracket 170 x 6.5

3) Modulus penampang balok geladak pada bridge deck


W = c × a × PDp × l2 × k
= 62.6 cm3
Maka profil balok geladak pada bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 64 cm3
dengan modulus profil L adalah 100 x 75 x 7 dengan bracket 170 x 6.5

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 85


CONSTRUCTION OF SHIP II

4) Modulus penampang balok geladak pada navigation deck


W = c × a × PDp × l2 × k
= 47. 42 cm3
Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 52 cm3
dengan modulus profil L adalah 80 x 65 x 8 dengan bracket 110 x 12

5) Modulus penampang balok geladak pada forecastle deck


W = c × a × PDp × l2 × k
= 117.42 cm3
Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 52 cm3
dengan modulus profil L adalah 130 x 65 x 10 dengan bracket 160 x 14

4.11. Balok geladak besar bangunan atas ( Strong Beam )


W = c × e × PD × l2× k ( cm3 )
( Rules BKI 2013 Volume II, Section 10.B.1 )
Dimana :
c = 0.75
e = 1.8
k = 1
l = 3
PDp = 16.67 kN/m3 ( untuk poop deck )
PDb = 12.36 kN/m3 ( untuk boat deck )
PDbr = 9.37 kN/m3 ( untuk bridge deck )
PDn = 9.37 kN/m3 ( untuk navigation deck )
PDf = 23.16 kN/m3 ( untuk forecastle deck )

1) Modulus penampang strong beam untuk poop deck


W = c × e × PD × l2 × k
= 202.572 cm3

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 86


CONSTRUCTION OF SHIP II

Maka profil balok geladak pada daerah poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210
cm3 dengan profil T adalah 180 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

Perencanaan profil T
h = 18 cm
s = 1.8 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 4.50 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 72
Fs = hxs
= 32.4
F = b x td
= 72
b' = f/s
= 2.50
Fs/F = 0.45
f/F = 0.06
dari diagram
w = 0.18
wo = 233.3
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 25 x 18 mm


bracket= 250 x 8.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210
cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

2) Modulus penampang strong beam untuk boat deck

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 87


CONSTRUCTION OF SHIP II

W = c × e × PD × l2 × k
= 150.22 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah boat deck yang ada di ANNEX BKI adalah 120 x
80 x 12 cm3 dengan profil T adalah 180 x 14 dengan bracket 230 x 8

Perencanaan profil T
h = 18 cm
s = 1.5 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 3.34 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 60
Fs = hxs
= 27
F = b x td
= 60
b' = f/s
= 2.23
Fs/F = 0.45
f/F = 0.06
dari diagram
w = 0.18
wo = 233.3
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm


bracket= 230 x 8 mm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 88


CONSTRUCTION OF SHIP II

Maka profil balok geladak pada daerah boat deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210
cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

3) Modulus penampang strong beam untuk bridge deck


W = c × e × PD × l2 × k
= 113.804 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 115
cm3 dengan profil T adalah 160 x 13 dengan bracket 200 x 7.5

Perencanaan profil T
h = 16 cm
s = 1.3 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 2.53 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 52
Fs = hxs
= 20.8
F = b x td
= 52
b' = f/s
= 1.95
Fs/F = 0.40
f/F = 0.05
dari diagram
w = 0.18
wo = 233.3
maka, Wo > W ( memenuhi )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 89


CONSTRUCTION OF SHIP II

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm


bracket= 230 x 8 mm

Maka profil balok geladak pada daerah bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210
cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

4) Modulus penampang strong beam untuk navigation deck


W = c × e × PD × l2 × k
= 113.804 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah navigation deck yang ada di ANNEX BKI adalah
115 cm3 dengan profil T adalah 160 x 13 dengan bracket 200 x 7.5

Perencanaan profil T
h = 16 cm
s = 1.3 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 2.53 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 52
Fs = hxs
= 20.8
F = b x td
= 52
b' = f/s
= 1.95
Fs/F = 0.40
f/F = 0.05
dari diagram
w = 0.18

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 90


CONSTRUCTION OF SHIP II

wo = 233.3
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm


bracket= 230 x 8 mm

Maka profil balok geladak pada daerah navigation deck yang ada di ANNEX BKI adalah
210 cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

5) Modulus penampang strong beam untuk forecastle deck


W = c × e × PD × l2 × k
= 281.393 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah forecastle decj yang ada di ANNEX BKI adalah
cm3 dengan profil T adalah dengan bracket

Perencanaan profil T
h = 16 cm
s = 1.3 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 2.53 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 52
Fs = hxs
= 20.8
F = b x td
= 52
b' = f/s
= 1.95
Fs/F = 0.40

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 91


CONSTRUCTION OF SHIP II

f/F = 0.05
dari diagram
w = 0.18
wo = 233.3
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm


bracket= 230 x 8 mm

Maka profil balok geladak pada daerah forecastle deck yang ada di ANNEX BKI adalah
210 cm3 dengan profil T adalah dengan bracket

4.12. Modulus Gading Utama Bangunan Atas


W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k ( cm3 )
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 9, 9-2/12 )
Dimana :
a = 0.6
l = 2.4
k = 1
Cr = 0.75
PSp = 48.30 kN/m2 ( untuk poop deck )
PSb = 41.26 kN/m2 ( untuk boat deck )
PSbr = 35.82 kN/m2 ( untuk bridge deck )
PSn = 31.65 kN/m2 ( untuk navigation deck )
Pf = 80.36 kN/m2 ( untuk forecastle deck )

Poop Deck
W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k
= 71.51 cm3

Profil = 100 x 50 x 10

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 92


CONSTRUCTION OF SHIP II

Brackt = 170 x 6.5

Boat Deck
W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k
= 60.75 cm3

Profil = 100 x 65 x 7
Brackt = 160 x 6.5

Bridge Deck
W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k
= 52.50 cm3

Profil = 80 x 65 x 8
Brackt = 150 x 6.5

Navigation Deck
W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k
= 46.24 cm3

Profil = 75 x 55 x 9
= 140 x 6.5

Forecastle Deck
W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k
= 118.97 cm3

Profil = 130 x 65 x 10
Brackt = 160 x 14

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 93


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.13. Modulus Gading Besar Bangunan Atas


W = c × e × Ps × l2× k (cm3)
( Rules BKI 2013 Vol. II Section 10, B.1 )
Dimana :
c = 0.75
e = 1.8
K = 1
L = 2.4
PSp = 40.13 kN/m2 ( untuk Poop deck )
PSb = 34.09 kN/m2 ( untuk boat deck )
PSbr = 29.47 kN/m2 ( untuk bridge deck )
PSn = 25.95 kN/m2 ( untuk navigation deck )
Pf = 66.76 kN/m2 ( untuk forecastle deck )

Modulus gading besar pada poop deck


w = c × e × Ps × l2× k (cm3)
= 312.03

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 320 cm3 yaitu 220 x 19 dengan bracket
300 x 10

Perencanaan profil T
h = 22 cm
s = 1.8 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 8.67 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 72
Fs = hxs
= 39.6

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 94


CONSTRUCTION OF SHIP II

F = b x td
= 72
b' = f/s
= 4.82
Fs/F = 0.55
f/F = 0.12
dari diagram
w = 0.31
wo = 491
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 220 x 48 x 18 mm


bracket= 300 x 10 mm

Maka profil balok geladak pada daerah poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 320
cm3 dengan profil T adalah 220 x 48 x 18 dengan bracket 300 x 10 mm

Modulus gading besar pada boat deck


w = c × e × Ps × l2× k (cm3)
3
= 265.09 cm

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 270 cm3 yaitu 200 x 19 dengan bracket
280 x 9.5

Perencanaan profil T
h = 20 cm
s = 1.9 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 7.36 cm2
Td = 1.0 cm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 95


CONSTRUCTION OF SHIP II

b = 40 x s
= 76
Fs = hxs
= 38
F = b x td
= 76
b' = f/s
= 3.88
Fs/F = 0.5
f/F = 0.1
dari diagram
w = 0.28
wo = 425.6
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 220 x 39 x 19 mm


bracket= 280 x 9.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah boat deck yang ada di ANNEX BKI adalah 270
cm3 dengan profil T adalah 200 x 39 x 19 dengan bracket 280 x 9.5 mm

Modulus gading besar pada bridge deck


w = c × e × Ps × l2× k (cm3)
= 229.13 cm3

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 230 cm3 yaitu 200 x 17 dengan bracket
260 x 9

Perencanaan profil T
h = 20 cm
s = 1.7 cm

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 96


CONSTRUCTION OF SHIP II

f = 0.05 x e x ps x l x k
= 6.36 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 68
Fs = hxs
= 34
F = b x td
= 68
b' = f/s
= 3.74
Fs/F = 0.5
f/F = 0.09
dari diagram
w = 0.2
wo = 272
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 37 x 17 mm


bracket= 260 x 9 mm

Maka profil balok geladak pada daerah bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 230
cm3 dengan profil T adalah 200 x 37 x 17 dengan bracket 260 x 9 mm

Modulus gading besar pada navigation deck


w = c × e × Ps × l2× k (cm3)
3
= 201.76 cm

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 210 cm3 yaitu 200 x 15 dengan bracket
245 x 8.5

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 97


CONSTRUCTION OF SHIP II

Perencanaan profil T
h = 20 cm
s = 1.5 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 5.6 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 60
Fs = hxs
= 30
F = b x td
= 60
b' = f/s
= 3.74
Fs/F = 0.5
f/F = 0.09
dari diagram
w = 0.2
wo = 240
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 37 x 15 mm


bracket= 245 x 8.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah navigation deck yang ada di ANNEX BKI adalah
210 cm3 dengan profil T adalah 200 x 37 x 15 dengan bracket 245 x 8.5 mm

Modulus gading besar pada forecastle deck


w = c × e × Ps × l2× k (cm3)
= 519.13 cm3

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 98


CONSTRUCTION OF SHIP II

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 520 cm3 yaitu 280 x 20 dengan bracket
350 x 11.5

Perencanaan profil T
h = 28 cm
s = 2 cm
f = 0.05 x e x ps x l x k
= 14.42 cm2
Td = 1.0 cm
b = 40 x s
= 80
Fs = hxs
= 56
F = b x td
= 80
b' = f/s
= 7.21
Fs/F = 0.7
f/F = 0.18
dari diagram
w = 0.35
wo = 784
maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 280 x 72 x 20 mm


bracket= 350 x 11.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah forecastle deck yang ada di ANNEX BKI adalah
520 cm3 dengan profil T adalah 280 x 72 x 20 dengan bracket 350 x 11.5 mm

4.14. Konstruksi Bottom dan Double Bottom

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 99


CONSTRUCTION OF SHIP II

4.14.1. Pengertian
Konstruksi ini terdiri dari :
Sistem konstruksi kerangka melintang dengan wrang-wrang penuh dan wrang-wrang terbuka.
Ciri-cirinya dilengkapi dengan wrang-wrang penuh pada setiap gading dibawah kamar
mesin. Jarak antar wrang penuh tidak lebih dari 3,05 m diselingi wrang terbuka. Pada sistem
ini penyangga tengah dan lempeng samping tidak terputus
Sistem konstruksi kerangka membujur dengan wrang-wrang penuh dan wrang-wrang
terbuka. Ciri-cirinya : wrang penuh dipasang dibawah gading –gading kamar mesin, kursi
ketel, dinding kedap air dan ujung bracket deep tank. Penyanggah tengah diberi bracket
dengan jarak 1,25 m.

4.14.2. Plat alas kapal ( Bottom Plate )


Pelat alas adalah pelat dasar yang terletak antara pelat lunas dengan pelat bilga. Tebal
plat alas kapal dihitung berdasarkan rumus :
𝟐𝟐
tB = 18,3 × nf × a √ 𝟐 + tk ( mm )
𝟐
𝟐
( Rules BKI 2013 Voulem II, Section 6.B.1.1 )
Dimana :
a = jarak antar gading yaitu 0,60 m
PB = beban alas yang tergantung besarnya pembebanan
k = faktor bahan yaitu 1
tk = marjin korosi yaitu 2,5 mm
nf = 1,0
LB = tegangan lengkung rancang lambung maksimum pada alas
= 120 / k
= 120/1
= 120 ( Untuk L ≥ 90 )
pl = √𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐2 − 3𝟐𝟐2 − 0,89 𝟐𝟐𝟐

= √2302 − 3. 02 − 0,89 × 120


= 123,2

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 100


CONSTRUCTION OF SHIP II

a) Tebal Plat Alas untuk daerah Buritan Kapal


𝟐𝟐1
tB = 18,3 × nf × a 𝟐 + tk
√𝟐
𝟐𝟐

dimana :
a = jarak antar gading yaitu 0.6
PBla = beban luar alas untuk daerah buritan kapal yaitu 113.64 kN/m 2
PBlb = beban luar alas untuk daerah midship kapal yaitu 94.42 kN/m2
PBlc = beban luar alas untuk daerah haluan kapal yaitu 142.47 kN/m2
tK = marijin korosi yaitu 2.5
nf = 1
sehingga :
𝟐𝟐1
tB1 = 18,3 × nf × a 𝟐 + tk
√𝟐
𝟐𝟐

113.64
= 18,3 × 1 × 0,60 √ + 2,5
123,3

= 13.05 mm diambil 13 mm

b) Tebal plat alas untuk daerah midship kapal


𝟐𝟐1
tB2 = 18,3 × nf × a 𝟐 + tk
√𝟐
𝟐𝟐

94.42
= 18,3 × 1 × 0,60 √ + 2,5
123,3

= 12.1 mm diambil 13 mm

c) Tebal plat alas untuk daerah haluan kapal


𝟐𝟐1
tB2 = 18,3 × nf × a 𝟐 + tk
√𝟐
𝟐𝟐

142.47
= 18,3 × 1 × 0,60 √ + 2,5
123,3

= 14.31 mm diambil 14 mm

4.14.3. Plat Lajur Bilga

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 101


CONSTRUCTION OF SHIP II

Pelat bilga dipasang pada lengkungan radius bilga setelah pelat alas. Tebal pelat bilga di
bagian melengkung sama dengan tebal pelat sisi bila pada sisi digunakan sistem gading-gading
melintang. Bila digunakan sistem gading-gading membujur pada alas dari sisi kapal, tebalnya
sama dengan tebal pelat alas.
( Rules BKI 2013 Voulem II, Section 6.B.1.1 )
a) Tebal plat lajur bilga buritan
t = tB1 = 13 mm
b) Tebal plat lajur bilga tengah
t = tB2 = 12 mm
c) Tebal plat lajur bilga haluan
t = tB3 = 14 mm
d) Lebar pelat lajur bilga tidak kurang dari :
B = 800 + 5 L ( mm )
Sehingga :
B = 800 + 5 x 102.66
= 1313.31 mm atau 1.31 m
= 1.3 m

4.14.4. Plat Lunas Kapal


( Rules BKI 2013 Vol. II Section 6.B.1.1. )
a) Tebal pelat lunas yaitu 0.7 L pada midship kapal tidak boleh kurang dari :
tFK = tb + 2 ( mm )
= 14 + 2
= 16 mm

b) Tebal pelat lunas untuk daerah buritan dan haluan


tFK = 90% tFK
= 0.9 x 16
= 15 mm

4.14.5. Kotak Laut ( Sea Chest )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 102


CONSTRUCTION OF SHIP II

Tebal pelat sea chest harus sesuai dengan rumus :

T = 12 x a x √𝟐 𝟐 𝟐 + tk ( mm )
( Rules BKI 2013 Vol II, Section 8.B.5.3 )
Dimana :
p = 2 bar ( tekanan tembus )
k = 1
sehingga
T = 12 x a x √𝟐 𝟐 𝟐 + tk
= 13 mm
4.14.6. Penumpu Tengah ( Center Girder )
( Rules BKI 2013 Vol II, Section 8.B.2.2 )
1) Tinggi penumpu tengah
h = 350 + 45 x B
= 350 + 45 x 17.02
= 1115.9 mm

2) Tebal penumpu tengah


t = h/ha x ( h/100 + 1.0 ) ( pada kondisi ini h = ha )
√𝟐
= 12.159
= 12 mm

Untuk 0.15 L ujung kapal, tebal penumpu tengah ditambah 10%


t = ( t x 10% ) + t
= ( 12 x 0.1 ) + 12
= 13.3749
= 13 mm

4.14.7. Penumpu Samping ( Side Girder )


ℎ ^2
t =
120 𝟐 ℎ
1115.9^2
=
120 𝟐 1115.9

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 103


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 9.30
= 9 mm

4.14.8. Alas ganda sebagai tangki


Untuk tangki bahan bakar dan minyak pelumas :
a) Tangki alas ganda boleh digunakan untuk mengangkut minyak guna keperluan kapal yang
titik nyalanya dibawah 60o c, tangki ini dipisahkan oleh cofferdam.
b) Tangki minyak pelumas, tangki buang, dan tangki sirkulasi harus dipisahkan oleh cofferdam.
c) Minyak buang dan tangki sirkulasi minyak harus dibuat sedapat mungkin dipisahkan dari
kulit kapal.
d) Penumpu tengah harus dibuat kedap dan sempit diujung kapal jika alas ganda pada tempat
tersebut tidak melebihi 4 m.
e) Papan diatas alas ganda harus ditekan langsung di atas galar-galar guna mendapatkan celah
untuk aliran air.

4.14.9. Alas Dalam ( Inner Bottom )


t = 1.21 x a x √𝟐 𝟐 𝟐 + tk ( mm )
( Rules BKI 2013 Vol. II Section 8.B.4.4. )
Dimana :
a = 0.6 m
p = 59.0841 kN/m2
k = 1
t = 2.5

a) Tebal pelat alas dalam

t = 1.21 x a x √𝟐 𝟐 𝟐 + tk
= 8 mm

b) Tebal pelat alas dalam kamar mesin

t = 1.21 x a x √𝟐 𝟐 𝟐 + tk
= 10 mm
Dedi Irwansyah Arham | D31112104 104
CONSTRUCTION OF SHIP II

4.14.10. Alas Ganda dalam system gading melintang


a) Wrang alas penuh ( wrang pelat )
Tebal wrang penih

t = ( tm – 2.0 ) √𝟐
dimana tm merupakan tebal penumpu tengah yaitu 13 mm
maka,

t = ( tm – 2.0 ) √𝟐
= 10 mm
Lubang peringan
Lubang peringan wrang penuh adalah :
Panjang max = 0.55 x hdb
= 611 mm
Tinggi max = 0.5 x hdb
= 555.8 mm

b) Wrang alas kedap air


Tebal wrang alas kedap air tidak boleh kurang dari tebal wrang alas penuh = 10 mm
Ukuran stiffener pada wrang kedap air yaitu :

W = 0.55 x a x l2 x Pi2 x k ( cm3 )


Dimana :
l = 1.1 panjang tak ditumpu wrang alas
Pi2 = 66.82 kN/m2
a = 0.6 m
jadi :
W = 0.55 x a x l2 x Pi2 x k
= 27 cm3
Profil yang tersedia di ANNEX BKI yaitu dengan modulus profil yaitu

4.14.11. Konstruksi Alas Ganda pada Kamar Mesin

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 105


CONSTRUCTION OF SHIP II

Dihitung berdasarkan rumus BKI 2013 Vol. II Sec. 8.C.3.2.1.


a) Tebal pelat pondasi mesin
t = P/750 + 14 mm ( untuk < P < 7500 kw )
dimana :
p = daya mesin dalam Kw
= 3060 kw
Maka :
t = P/750 + 14
= 18 mm

b) Tebal wrang alas penuh pada daerah kamar mesin diperkuat menurut peraturan
t = 3.6 + p/500%
= 10%
Maka
t = t + ( t x 10 % )
= 20 mm

4.14.12. Modulus penampang gading alas


W = n x c x a x l2 x PB x k
( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 8, B 8-7/13 )
Dimana :
a = 0.6 m
k = 1
c = 0.6
l2 = 2.8
n = 0.7
PB = beban alas luar pada daerah midship
Sehingga :
W = n x c x a x l2 x PB x k
= 189.32 cm3

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 106


CONSTRUCTION OF SHIP II

Maka profil yang tersedia di ANNEX BKI yaitu dengan modulus profil yaitu

4.15. Perhitungan Tangki dengan metode Simpson

Berat
No Komponen
(Ton)
LWT
1 Berat Baja Lambung 1572.33
2 Perlengkapan 698.88
3 Permesinan 249.38
4 Mesin Lainnya
Jumlah = 2520.59
DWT
1 Berat bahan bakar 242.48
2 Minya pelumas 0.78
3 Air tawar 87.32
4 Berat Crew 1.5
5 Berat Bawaan 1.3
6 Berat Diesel Oil 44.5
7 Payload 5964.42
Jumlah = 6342.3
8862.89

Tangki Bahan Bakar

WBAHAN BAKAR 242.48 ton


Spesifik volume bahan
bakar 0.98 m3/ton
WBAHAN BAKAR 237.6304
ao 0.6
HDB 1.11159

LUAS
BAGIAN
ATAS

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 107


CONSTRUCTION OF SHIP II

NO ORDINAT FS HK
30 3.2581 1 3.2581
31 3.4 4 13.6
32 3.53 2 7.06
33 3.67 4 14.68
34 3.81 2 7.62
35 3.95 4 15.8
36 4.08 2 8.16
37 4.22 4 16.88
38 4.36 2 8.72
39 4.5 4 18
40 4.64 2 9.28
41 4.78 4 19.12
42 4.92 2 9.84
43 5.06 4 20.24
44 5.2 2 10.4
45 5.34 4 21.36
46 5.48 2 10.96
47 5.62 4 22.48
48 5.76 2 11.52
49 5.9 4 23.6
50 6.04 2 12.08
51 6.18 4 24.72
52 6.32 2 12.64
53 6.46 4 25.84
54 6.6 2 13.2
55 6.73 4 26.92
56 6.87 1 6.87
JUMLAH ( S ) 394.8481
LUAS = 2/3* S * ao 157.9392

LUAS BAGIAN
TENGAH
NO ORDINAT FS HK
30 2.11 1 2.11
31 2.25 4 9
32 2.39 2 4.78
33 2.53 4 10.12
34 2.66 2 5.32
35 2.8 4 11.2
36 2.94 2 5.88

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 108


CONSTRUCTION OF SHIP II

37 3.08 4 12.32
38 3.22 2 6.44
39 3.36 4 13.44
40 3.5 2 7
41 3.63 4 14.52
42 3.77 2 7.54
43 3.91 4 15.64
44 4.05 2 8.1
45 4.19 4 16.76
46 4.33 2 8.66
47 4.47 4 17.88
48 4.62 2 9.24
49 4.76 4 19.04
50 4.9 2 9.8
51 5.04 4 20.16
52 5.18 2 10.36
53 5.31 4 21.24
54 5.45 2 10.9
55 5.59 4 22.36
56 5.73 1 5.73
JUMLAH ( S ) 305.54
LUAS = 2/3* S * ao 122.216

LUAS BAGIAN
BAWAH
NO ORDINAT FS HK
30 1.45 1 1.45
31 1.55 4 6.2
32 1.65 2 3.3
33 1.75 4 7
34 1.86 2 3.72
35 1.98 4 7.92
36 2.1 2 4.2
37 2.22 4 8.88
38 2.34 2 4.68
39 2.47 4 9.88
40 2.6 2 5.2
41 2.73 4 10.92
42 2.87 2 5.74
43 3 4 12
44 3.13 2 6.26

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 109


CONSTRUCTION OF SHIP II

45 3.26 4 13.04
46 3.39 2 6.78
47 3.52 4 14.08
48 3.65 2 7.3
49 3.78 4 15.12
50 3.92 2 7.84
51 4.05 4 16.2
52 4.19 2 8.38
53 4.33 4 17.32
54 4.48 2 8.96
55 4.62 4 18.48
56 4.75 1 4.75
JUMLAH ( S ) 235.6
LUAS = 2/3* S * ao 94.24

VOLUME
NO ORDINAT FS HK
1 157.9392 1 157.9392
2 122.216 4 488.864
3 94.24 1 94.24
JUMLAH ( S ) 741.0432
VOLUME = 1/3* S * (hdb/2) 137.29

Tangki Minyak Pelumas


Wminyak pelumas = 0.78 ton
Spesifik vol. pelumas = 0.93 m3/ton
Wminyak pelumas = 0.7254
Ao = 0.6
Hdb = 1.11159 m

LUAS BAGIAN
TENGAH
NO ORDINAT FS HK
58 6 1 6
58.5 6.07 4 24.28

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 110


CONSTRUCTION OF SHIP II

59 6.14 1 6.14
JUMLAH ( S ) 36.42
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 14.568

LUAS BAGIAN BAWAH


NO ORDINAT FS HK
58 5.04 1 5.04
58.5 5.11 4 20.44
59 5.18 1 5.18
JUMLAH ( S ) 30.66
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 12.264

VOLUME
NO ORDINAT FS HK
1 17.304 1 17.304
2 14.568 4 58.272
3 12.264 1 12.264
JUMLAH ( S ) 87.84
vOLUME = 1/3* S * (hdb/2) 16.27368

Tangki Diesel Oil


TANGKI DIESEL OIL
WDIESEL OIL 20.26 ton
Spesifik volume diesel oil 0.9 m3/ton
Wdiesel oil 18.23
ao 0.6
HDB 1.11159

LUAS BAGIAN ATAS


ORDINAT FS HK
61 7.55 1 7.55
62 7.68 4 30.72
63 7.81 1 7.81
JUMLAH ( S ) 46.08
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 18.432

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 111


CONSTRUCTION OF SHIP II

LUAS BAGIAN TENGAH


NO ORDINAT FS HK
61 6.41 1 6.41
62 6.54 4 26.16
63 6.72 1 6.72
JUMLAH ( S ) 39.29
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 15.716

LUAS BAGIAN BAWAH


NO ORDINAT FS HK
61 5.38 1 5.38
62 5.47 4 21.88
63 5.54 1 5.54
JUMLAH ( S ) 32.8
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 13.12

VOLUME
NO ORDINAT FS HK
1 18.432 1 18.432
2 15.716 4 62.864
3 13.12 1 13.12
JUMLAH ( S ) 94.416
vOLUME = 1/3* S * (hdb/2) 17.49198

Tangki Air Tawar


WAIR TAWAR 87.32 ton
Spesifik volume AIR TAWAR 1 m3/ton
WAIR T AWAR 87.32
ao 0.6
HDB 1.11159

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 112


CONSTRUCTION OF SHIP II

LUAS BAGIAN ATAS


NO ORDINAT FS HK
65 7.92 1 7.92
66 8.03 4 32.12
67 8.12 2 16.24
68 8.21 4 32.84
69 8.27 2 16.54
70 8.32 4 33.28
71 8.34 2 16.68
72 8.36 4 33.44
73 8.36 2 16.72
74 8.35 4 33.4
75 8.34 1 8.34
JUMLAH ( S ) 247.52
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 99.008
LUAS BAGIAN TENGAH
NO ORDINAT FS HK
65 6.9 1 6.9
66 7 4 28
67 7.08 2 14.16
68 7.15 4 28.6
69 7.2 2 14.4
70 7.23 4 28.92
71 7.24 2 14.48
72 7.25 4 29
73 7.24 2 14.48
74 7.23 4 28.92
75 7.23 1 7.23
JUMLAH ( S ) 215.09
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 86.036

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 113


CONSTRUCTION OF SHIP II

LUAS BAGIAN BAWAH


NO ORDINAT FS HK
65 5.65 1 5.65
66 5.75 4 23
67 5.84 2 11.68
68 5.91 4 23.64
69 5.98 2 11.96
70 6.03 4 24.12
71 6.07 2 12.14
72 6.09 4 24.36
73 6.11 2 12.22
74 6.11 4 24.44
75 6.11 1 6.11
JUMLAH ( S ) 179.32
LUAS = 2/3* S * (ao/2) 71.728
VOLUME
NO ORDINAT FS HK
1 99.008 1 99.008
2 86.036 4 344.144
3 71.728 1 71.728
JUMLAH ( S ) 514.88
vOLUME = 1/3* S * (hdb/2) 95.3892

Tangki Ballast
Wballast ton
Spesifik volume bahan bakar 1.025 m3/ton
Wtangki ballast
ao 0.6
HDB 1.11159

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 114


CONSTRUCTION OF SHIP II

AS BAGIAN ATAS
NO ORDINAT FS HK
77 8.34 1 8.34
78 8.32 4 33.28
79 8.31 2 16.62
80 8.29 4 33.16
81 8.28 2 16.56
82 8.28 4 33.12
83 8.28 2 16.56
84 8.28 4 33.12
85 8.28 2 16.56
86 8.28 4 33.12
87 8.29 2 16.58
88 8.29 4 33.16
89 8.29 2 16.58
90 8.3 4 33.2
91 8.3 2 16.6
92 8.3 4 33.2
93 8.3 2 16.6
94 8.3 4 33.2
95 8.3 2 16.6
96 8.3 4 33.2
97 8.3 2 16.6
98 8.3 4 33.2
99 8.3 2 16.6
100 8.3 4 33.2

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 115


CONSTRUCTION OF SHIP II

101 8.3 2 16.6


102 8.3 4 33.2
103 8.3 2 16.6
104 8.3 4 33.2
105 8.3 2 16.6
106 8.3 4 33.2
107 8.24 2 16.48
108 8.16 4 32.64
109 8.07 2 16.14
110 7.95 4 33.2
111 7.82 2 16.6
112 7.68 4 32.96
113 7.52 2 16.32
114 7.36 4 32.28
115 7.19 2 15.9
116 7.02 4 31.28
117 6.84 2 15.36
118 6.66 4 30.08
119 6.47 2 14.72
120 6.28 4 28.76
121 6.09 2 14.04
122 5.9 4 27.36
123 5.72 2 13.32
124 5.32 4 25.88
125 5.11 2 12.56
126 4.94 4 24.36
127 4.76 2 11.8
128 4.58 4 22.88
129 4.4 2 10.64
130 4.22 4 20.44

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 116


CONSTRUCTION OF SHIP II

131 4.05 2 9.88


132 3.89 4 19.04
133 3.72 2 9.16
134 4.56 4 17.6
135 3.41 2 8.44
136 3.27 4 16.2
137 3.12 2 7.78
138 2.96 4 14.88
139 2.82 2 9.12
140 3.56 4 13.64
141 3.42 2 6.54
142 3.26 4 12.48
143 3.11 2 5.92
144 2.97 4 11.28
145 2.68 2 7.12
146 2.52 4 13.68
147 2.37 2 6.52
148 2.23 4 12.44
149 2.09 2 5.94
150 2.1 4 10.72
151 1.96 2 5.04
152 1.84 4 9.48
153 1.72 2 4.46
154 1.61 4 8.36
155 1.52 2 4.2
156 1.43 4 7.84
157 1.35 2 3.68
158 1.27 4 6.88
159 1.2 1.5 2.415
160 1.145 2 3.04
161 1.08 0.5 0.715
162 1.02 1 1.35
∑= 1530.2
Luas Bagian Atas = 612.08

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 117


CONSTRUCTION OF SHIP II

UAS BAGIAN TENGAH


NO ORDINAT FS HK
77 7.23 1 7.23
78 7.21 4 28.84
79 7.2 2 14.4
80 7.18 4 28.72
81 7.17 2 14.34
82 7.16 4 28.64
83 7.16 2 14.32
84 7.17 4 28.68
85 7.17 2 14.34
86 7.18 4 28.72
87 7.18 2 14.36
88 7.19 4 28.76
89 7.19 2 14.38
90 7.19 4 28.76
91 7.19 2 14.38
92 7.19 4 28.76
93 7.19 2 14.38
94 7.19 4 28.76
95 7.19 2 14.38
96 7.19 4 28.76
97 7.19 2 14.38
98 7.19 4 28.76
99 7.19 2 14.38
100 7.19 4 28.76

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 118


CONSTRUCTION OF SHIP II

101 7.19 2 14.38


102 7.19 4 28.76
103 7.19 2 14.38
104 7.19 4 28.76
105 7.19 2 14.38
106 7.19 4 28.76
107 7.25 2 14.5
108 7.26 4 29.04
109 7.25 2 14.5
110 7.23 4 28.92
111 7.19 2 14.38
112 7.12 4 28.48
113 7.04 2 14.08
114 6.93 4 27.72
115 6.81 2 13.62
116 6.68 4 26.72
117 6.53 2 13.06
118 6.37 4 25.48
119 6.2 2 12.4
120 6.04 4 24.16
121 5.86 2 11.72
122 5.67 4 22.68
123 5.5 2 11
124 5.28 4 21.12
125 5.2 2 10.4
126 4.92 4 19.68
127 4.73 2 9.46
128 4.54 4 18.16
129 4.35 2 8.7
130 4.16 4 16.64

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 119


CONSTRUCTION OF SHIP II

131 3.97 2 7.94


132 3.78 4 15.12
133 3.59 2 7.18
134 3.42 4 13.68
135 3.23 2 6.46
136 3.06 4 12.24
137 2.89 2 5.78
138 2.73 4 10.92
139 2.57 2 5.14
140 2.41 4 9.64
141 2.26 2 4.52
142 2.11 4 8.44
143 1.96 2 3.92
144 1.82 4 7.28
145 1.67 2 3.34
146 1.52 4 6.08
147 1.37 2 2.74
148 1.23 4 4.92
149 1.09 2 2.18
150 0.95 4 3.8
151 0.82 2 1.64
152 0.7 4 2.8
153 0.6 2 1.2
154 0.48 4 1.92
155 0.39 2 0.78
156 0.31 4 1.24
157 0.23 2 0.46
158 0.15 4 0.6
159 0.08 1 0.08
160
161
162
∑= 1228.27
Luas Bagian Tengah = 491.308

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 120


CONSTRUCTION OF SHIP II

LUAS BAGIAN BAWAH


NO ORDINAT FS HK
77 6.06 1 6.06
78 6.07 4 24.28
79 6.07 2 12.14
80 6.07 4 24.28
81 6.07 2 12.14
82 6.07 4 24.28
83 6.07 2 12.14
84 6.07 4 24.28
85 6.07 2 12.14
86 6.07 4 24.28
87 6.07 2 12.14
88 6.07 4 24.28
89 6.07 2 12.14
90 6.07 4 24.28
91 6.07 2 12.14
92 6.07 4 24.28
93 6.07 2 12.14
94 6.07 4 24.28
95 6.07 2 12.14
96 6.07 4 24.28
97 6.07 2 12.14
98 6.07 4 24.28
99 6.07 2 12.14
100 6.07 4 24.28

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 121


CONSTRUCTION OF SHIP II

101 6.07 2 12.14


102 6.07 4 24.28
103 6.07 2 12.14
104 6.07 4 24.28
105 6.07 2 12.14
106 6.07 4 24.28
107 6.15 2 12.3
108 6.16 4 24.64
109 6.16 2 12.32
110 6.14 4 24.56
111 6.1 2 12.2
112 6.03 4 24.12
113 5.94 2 11.88
114 5.83 4 23.32
115 5.69 2 11.38
116 5.54 4 22.16
117 5.38 2 10.76
118 5.22 4 20.88
119 5.03 2 10.06
120 4.86 4 19.44
121 4.7 2 9.4
122 4.53 4 18.12
123 4.37 2 8.74
124 4.21 4 16.84
125 4.06 2 8.12
126 3.9 4 15.6
127 3.75 2 7.5
128 3.6 4 14.4
129 3.45 2 6.9
130 3.3 4 13.2

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 122


CONSTRUCTION OF SHIP II

131 3.14 2 6.28


132 3 4 12
133 2.84 2 5.68
134 2.7 4 10.8
135 2.56 2 5.12
136 2.41 4 9.64
137 2.73 2 5.46
138 2.14 4 8.56
139 2.01 2 4.02
140 1.89 4 7.56
141 1.77 2 3.54
142 1.65 4 6.6
143 1.54 2 3.08
144 1.43 4 5.72
145 1.32 2 2.64
146 1.21 4 4.84
147 1.11 2 2.22
148 1.01 4 4.04
149 0.91 2 1.82
150 0.82 4 3.28
151 0.73 2 1.46
152 0.66 4 2.64
153 0.57 2 1.14
154 0.51 4 2.04
155 0.45 2 0.9
156 0.4 4 1.6
157 0.36 2 0.72
158 0.34 4 1.36
159 0.3 2 0.6
160 0.27 4 1.08
161 0.25 0.5 0.125
162 0.22 1 0.22
∑= 1025.63
Luas Bagian bawah = 410.25

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 123


CONSTRUCTION OF SHIP II

VOLUME
No ORDINAT FS HK
1 612.08 1 612.08
2 491.308 4 1965.23
3 410.25 1 410.25
JUMLAH ( S ) 2987.56
vOLUME = 1/3* S * (hdb/2) 553.491

4.16. Perlengkapan Kapal


4.16.1. Perhitungan radius lubang palka
Berdasarkan buku BKI Vol. II Sec. 7.A 7-1/9 bahwa seluruh bukaan pada geladak
kekuatan harus mempunyai sudut yang bundar. Bukaan yang bulat harus diperkuat bagian
tepinya. Radius lubang palka tiding kurang dari :

r = n x b ( 1-b / B )
dimana :
lubang palka 1 dan 2
n = l/200
= 0.09 m
l = 19
b = 8.57 m
B = 17.02
b/B = 0.5
Nmin = 0.1
Sehingga
r = 0.43 m

lubang palka 3
l = 12.6
n = 0.063
Nmin = 0.1
Sehingga

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 124


CONSTRUCTION OF SHIP II

r = 0.43 m

4.16.2. Perhitungan Radius Chain Locker


Perhitungan Jangkar
Bak rantai digunakan untuk menyimpan atau menempatkan jangkar pada saat berlayar.
Perhitungan luas bidang tangkap angin.
“BKI II Section 18 hal. 18.1”
Z = D2/3 + 2 x h x B + Δtotal / 10
= 843.08 m2
Dimana :
Z = angka penunjuk pada BKI
Fb = lambung timbul kapal
= H–T
= 9.41 – 7.52 m
= 1.89 m
hi = tinggi rumah geladak
= 2.4 x 4
= 12
D = Displacement kapal
= 8872.62 ton
A = luas pandangan samping lambung kapal, bangunan atas dan rumah
geladak di atas garis muat
Ao = poop deck = 22.5652 x 2.4 = 54.1565 m2
A1 = Boat deck = 20.5 x 2.2 = 45.1 m2
A2 = Bridge deck = 17.46 x 2.2 = 38.42 m2
A3 = navigation deck = 16.2 x 2.4 = 38.88 m2
A4 = Top deck = 10 x 2.4 = 24 m2
A5 = Forecastle deck = 10.36 x 2.4 = 24.88 m2
Atot = A0 + A1 + A2 + A3 + A4 + A5
= 225.443 m2
Jadi :

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 125


CONSTRUCTION OF SHIP II

Z = D2/3 + 2 x h x B + Δtotal / 10
= 2624.145 m2

Berdasarkan nilai Z diatas maka dari table 18.2 BKI Vol. 2 Section 18-6 didapat data-data
sebagai berikut :
No. register = 138
Jumlah jangkar = 2 buah
Berat jangkar = 7800 kg haluan
Panjang rantai jangkar= 632.5
Diameter jangkar =
- Ordinary quality ( D1) = 90 mm
- Special quality ( D2 ) = 78 mm
- Extra Special quality ( D3 ) = 60 mm
Tali tambat =
- Jumlah tali = 6 buah
- Panjang tali = 200 m
- Tegangan Tarik max = 480 kN
Tali Tarik =
- Panjang tali = 260 m
- Tegangan Tarik tali = 1470 kN

Perhitungan Chain Locker ( Kotak rantai jangkar )


D = d1/25.4
= 2.362 inch
Vol. Chain locker = panjang rantai x d2/183
= 19.286 m3
Dimensi masing-masing chain locker sebelah kiri dan kanan :
= 4.2 x 1.25 x 4.1
= 21.53 m3

Perhitungan Mud Box ( Kotak Lumpur )

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 126


CONSTRUCTION OF SHIP II

Vol. mud box = 1/3 x vol. chain locker


= 6.429 m3
Dimensi mud box = LxBxT
= 4.2 x 1.2 x 1.3
= 6.55
4.16.3. Engine Casing
Berdasarkan besarnya daya mesin yang diperoleh maka dari browser dapat diketahui
dimensi mesin sebagai berikut :
BHP = 4012.1
Merk = Man B & W
Berat = 40.5
Sehingga :
Lebar engine casing =
Panjang engine casing=
Tinggi engine casing disesuaikan dengan tinggi bangunan atas kapal

4.16.4. Kemudi
“Rules BKI 2012 Vol. II Section 14.3”
Luas daun kemudi
A = C1 x C2 x C3 x C4 x 1.75 x L x T / 100
Dimana :
C1 = factor untuk type kapal
= 1.0
C2 = factor untuk type kemudi
= 1.0
C3 = factor untuk profile kemudi
= 1
C4 = factor untuk perencanaan kemudi
= 1.5 ( untuk kemudi di luar water jet )
L = panjang kapal
= 102.66 m

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 127


CONSTRUCTION OF SHIP II

T = sarat kapal
= 7.52 m
Sehingga :
A = 20.3 m2

Luas daun kemudi dapat dikoreksi dengan menggunakan :

< <

0.0102 < 0.016 < 0.02 ( memenuhi )

Berdasarkan buku “Perlengkapan Kapal ITS hal. 52 Section II.9”, luas bagian yang
dibalansir dianjurkan <65% dari luas daun kemudi. Namun, yang direncanakan adalah
30% sehingga :

A’ = 30% x A
= 6.1 m2

Tinggi kemudi ( h )
Berdasarkan buku “Perlengkapal Kapal” Oleh Ir. Lukman Bochari, MT hal. 39 Bab IV”
tinggi kemudi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

H = 0.7 x T
= 5.254 m

Lebar Kemudi
Berdasarkan buku “Perlengkapan Kapal oleh Ir. Lukman Bochari, MT hal. 38 bab IV”
lebar kemudi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

B = h/1.8

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 128


CONSTRUCTION OF SHIP II

= 3

Lebar kemudi yang dibalansir


Berdasarkan buku “Perlengkapan kapal ITS hal. 52 Section II.9” lebar bagian yang
dibalansir pada potongan sembarang horizontal yang dianjurkan adalah < 35% dari lebar
sayap kemudi. Namun, yang direncanakan adalah

B’ = 30% x b
= 0.9 m

Dari perhitungan di atas, maka diperoleh ukuran kemudi adalah sebagai berikut :
- Luas daun kemudi ( A ) = 20.3 m2
- Luas bagian balancer ( A’ ) = 6.1 m2
- Tinggi daun kemudi ( h ) = 5.26 m
- Lebar daun kemudi ( b ) = 3m
- Lebar bagian balacir ( b’) = 0.9 m

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 129


CONSTRUCTION OF SHIP II

BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Konstruksi bangunan kapal merupakan suatu struktur bangunan kapal yang terdiri dari
badan kapal serta bangunan atas. Untuk menyusun komponen badan kapal, beserta bangunan
atas dikenal 3 sistem konstruksi yang umum digunakan diantaranya :
1. Sistem konstruksi melintang
2. Sistem konstruksi memanjang
3. Sistem konstruksi kombinasi

5.2. Saran
1. Dalam pengambilan data dilakukan dengan teliti agar kesimpangsiuran data
tidak menyita waktu.
2. Dibutuhkan koordinasi yang baik antara pembimbing dengan mahasiswa.
3. Perlunya pemanfaatan yang optimal dari studio gambar.
4. Dalam pengambaran agar memperhatikan waktu yang diberikan dalam
melaksanakan tugas.
5. Informasi yang berkenaan dengan penggambaran baik mengenai waktu maupun
transfer ilmu dan lainnya diharapkan detailnya.
6. Asisten diharapkan mengawasi hasil kerja gambar secara kontinu dan sabar
tentunya.
7. Antar elemen yang terkait sangat diperlukan kerja sama yang baik dan
keikhlasan satu sama lain.

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 130

Anda mungkin juga menyukai