Anda di halaman 1dari 12

Pasien dengan Perifer Arterial Disease

oleh:
kelompok E5
Martha Simona Putri Lamanepa/102013096
Putu Prayoga Tantra/ 102013278
Devina Hendriyana Gunawan/102014039
Leonardo Paraso/ 102014110
Restika sukur/ 102014127
Kurnia kanoena Lethe/102014199
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Peripheral Arterial Disease (PAD) atau penyakit arteri perifer merupakan suatu kondisi adanya
lesi yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstremitas menjadi
terbatas. Arteri yang paling sering terlibat adalah a. femoralis dan a. poplitea pada ekstremitas
bawah. Stenosis arteri atau sumbatan karena aterosklerosis, thromboembolism dan vaskulitis
dapat menjadi penyebab PAD. Aterosklerosis menjadi penyebab terbanyak dengan kejadian
mencapai 4% populasi usia diatas 40 tahun, bahkan 15-20% pada usia diatas 70 tahun. Kondisi
aterosklerosis tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit arteri coroner begitu juga dengan
factor resiko mayor seperti morokok, diabetes mellitus, dislipidemia, dan hipertensi.

Anamnesis
Anamnesis merupakan bagian yang paling penting pada proses pemeriksaan pasien. Keluhan
utama penyakit pada sistem kardiovaskular antara lain adalah sesak napas, nyeri dada, palpitasi,
dan claudication. Dari kasus yang di dapat pasien datang dengan keluhan nyeri pada kedua
tungkai kanan.1

Claudication adalah kata latin yang berarti berjalan pincang. Intermittent claudication merupakan
suatu keadaan dimana pasien merasa nyeri pada satu atau kedua tungkai pada waktu berjalan dan

1
berkurang bila psien istirahat. Seperti angina yang merupakan gejala awal suatu penyakit
atheroma yang mempengaruhi arteri koroner, maka intermitten claudication biasanya merupakan
gejala awal penyempitan arteri yang mensuplai tungkai. Nyeri berapa rasa sakit pada betis, paha
atau pantat. Biasanya mengenai laki-laki dan perokok daripada bukan perokok.

Riwayat keluarga sangat penting pada anamnesis penyakit jantung karena berbagai penyakit
jantung mempunyai presdiposisi genetic. Tanyakan apakah orang tua masih hidup, dan bila
sudah meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Jangan lupa menanyakan kebiasaan
merokok, minum alkohol, dan obat-obatan yang sekarang dikonsumsi.1

Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik yang didapat, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan
kesadaran compos mentis.
Tekanan darah : 160/70 mmHg
Frekuensi nadi : 18x /menit
Frekuensi napas : 80x / menit
Suhu : Afebris
Pada pemeriksaan head to toe didapatkan tungkai kanan tampak lebih pucat dari tungkai kiri,
suhu pada tungkai kanan lebih dingin dari pada tungkai kiri, pulsasi pada tungkai kanan teraba
lemah dibandingkan dengan tungkai kiri, dan tidak ditemukan lesi pada kedua tungkai.

Pemeriksaan Penunjang
a. Ankle Brachial Indeks (ABI)
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasive yang cukup akurat untuk mendeteksi adanya
PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan pengukuran non-
invasif yang didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan
tekanan darah sitolik pada lengan. Kriteria diagnostic PAD berdasarkan ABI
diinterpretasikan sebagai berikut:2

2
Gambar: Ankle Brachial Indeks (ABI)
Diambil dari www.imt.ie, tanggal 1 Oktober 2016

b. Toe-Brachial Index (TBI)


TBI juga merupakan suatu pemeriksaan non-invasif yang dilakukan pada pasien diabetes
dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah
ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan
teknik tradisional (ABI >1,30) sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai PAD
dibandingkan ABI. Nilai TBI yang ≥ 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis
arteri.3

c. Dupleks Ultrasonografi
Dupleks ultrasonografi memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem arteri
perifer. Pemeriksaan yang noninvasive ini tidak memerlukan bahan kontras yang
nefrotoksik sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan
penggunaan angiografi dengan kontras. Modalitas diagnostic ini juga dapat digunakan
sebagai alat pencitraan tunggal sebelum dilakukan intervensi pada sekitar 90% pasien
dengan PAD dimana sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan
derajat stenosis PAD berkisar anatara 70% dan 90%. Dupleks ultrasonografi juga dapat
menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah
pembuluh darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat ini
juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut

3
merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh darah
pada saat dilakukan intervensi endovascular.

d. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah, fungsi ginjal,
fungsi jantung dan kerusakan otot. Hematokrit untuk melihat polisitemia. Analisa urine
untuk melihat protein dan pigmen untuk melihat meioglobin di urine. Creatinine
phosphokinase untuk menilai nekrosis. Hal ini yang juga penting untuk menunjang
diagnose PAD diperiksa foto toraks untuk melihat kardiomegali. Ultrasonografi abdomen
untuk mencari aneurisma aorta abdominal. Serta arteriografi dapat mengetahui dengan
jelas tempat sumbatan dan penyemnpitan.3

Diagnosis Banding
Deep Vein Thrombosis (DVT)
Deep vein thrombosis (DVT) adalah suatu kondisi dimana bentuk bekuan darah di salah satu
pembuluh darah, biasanya di kaki. DVT dapat menyebabkan rasa sakit dan bengkak dan bisa
mengakibatkan komplikasi seperti emboli paru. DVT terjadi ketika sebuah bentuk bekuan darah
di vena dalam. DVT adalah paling umum dalam pembuluh darah dalam kaki bawah (betis), dan
dapat menyebar sampai ke pembuluh darah di paha. DVT juga bisa pertama berkembang di
dalam pembuluh darah di paha dan lebih jarang dalam pembuluh darah dalam laiinya, speerti
yang ada di tangan. Ketika gumpalan darah terbentuk di vena superfisial, yang terletak di bawah
kulit, kondisi ini dikenal sebagai tromboflebitis superfisial. Pembekuan darah dangkal ini
berbeda dengan DVT dan kurang serius.4

Patofisiologi
Thrombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis aliran darah,
sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab. Thrombus vena
sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan hanya mengandung sedikit trombosit.pada
umumnya menyerupai reaksi bekuan darah dalam tabung. Faktor-faktor penyebab pada
thrombosis vena dikenal dengan Virchow triad, yaitu:4
a. Perubahan dinding aliran pebuluh darah

4
Pembuluh darah yang dilapisi oleh semacam lapisan khusus dari sel yang disebut sel
endotel. Ini adalah semacam sel yang memiliki sifat khusus, mencegah pembekuan darah
normal di atasnya. Apapun yang merusak sel endotel, dapat menyebabkan darah
meggumpal pada lapisan pembuluh darah dibawah sel endotel.
b. Perubahan aliran darah
Dengan mengurangi aktivitas kaki, pompa infus dan otot sehingga aliran darah menjadi
sangat lamban dalam vena dalam. Penyebab lain perubahan dalam aliran darah adalah
bila terjadi perubahan diameter atau panjang pembuluh darah seperti yang ditemukan
pada varises. Darah mengalir lancar pada pembuluh darah yang lurus dan sempit,
terjadinya perubahan aliran darah dapat memungkinkan terjadinya pembekuan darah.
c. Perubahan komposisi darah
Penyebab paling umum perubahan kompisis darah adalah dehidrasi. Hal ini sering terjadi
karena orang meminum alkohol atau minuman dengan kandungan kafein di dalamnya
seperti teh, kopi, atau minuman ringan. Sayangnya alkohol dan kafein bertindak sebagai
diuretic, sehingga lebih banyak dikeluarkan lewat urin. Oleh karena itu darah menjadi
lebih terkonsentrasi dan lebih mungkin untuk membeku.

Gejala Klinis
Gejala klinis pada DVT berhubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan
menyebabkan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala dapat berupa:4
a. Pembengkakan kaki yang terkena
b. Rasa sakit dan nyeri di kaki yang terkena, juga mungkin merasa sulit untuk berdiri
dengan benar dan rasa berat penuh di kaki yang terkena
c. Perubahan warna kulit, misalnya kemerahan
d. Kulit yang terkena terasa hangat atau panas saat disentuh.
Tidak semua dari gejala-gejala ini harus terjadi; satu, seluruh, atau tidak ada mungkin hadir
dengan deep vein thrombosis. Gejala-gejala mungkin meniru infeksi atau celulitis dari kaki.

Thrombophlebitis Superficial
Thrombophlebitis superficial merupakan suatu gangguan dimana terjadi peradangan dan
pembentukan bekuan darah di dalam vena (vena yang berada tepat dibawah kulit).

5
Thrombophlebitis superficial paling sering terjadi pada vena-vena superfisial yang terdapat di
tungkai, tetapi bisa juga mengenai vena-vena superficial di daerah lipatan paha atau lengan.
Thrombophlebitis superficial yang terjadi di lengan biasanya terjadi karena pemasangan kateter
intravena (infus).

Gejala Klinis
Bekuan-bekuan darah pada sistem vena superficial paling sering terjadi disebabkan oleh trauma
(luka) pada vena yang menyebabkan terbentuknya bekuan darah kecil. Peradangan dari vena dan
kulit sekelilingnya menyebabkan gejala dari segala tipe peradengan yang lain, yaitu kemerahan,
kehangatan, kepekaan, dan pembengkakan. Sering vena yang terpengaruh dapat dirasakan
sebagai tali menebal yang kokoh. Mungkin ada peradangan yang menyertai sepanjang bagian
dari vena. Meskipun ada peradangan, tidak ada infeksi.

Varicosities dapat memberikan kecenderungan pada thrombophlebitis superficialis. Ketika klep-


klep dari vena-vena yang lebih besar pada sistem superficial gagal (vena-vena saphenous yang
lebih besar dan lebih berkurang), darah dapat mengalir balik dan menyebabkan vena-vena untuk
membengkak dan menjadu menyimpang atau berliku-liku. Klep-klep gagal ketika vena-vena
kehilangan kelenturan dan peregangannya. Ini dapat disebabkan oleh umur, berdiri yang
berkepanjangan, kegemukan, kehamilan, dan faktor-faktor genetik.

Tromboangitis Obliterans (Buerger’s Disease)


Penyakit ini disebut juga penyakit Buerger’s, yang merupakan kelainan vaskular berupa
inflamasi dan penyumbatan. Yang mengenai pembuluh darah ukuran sedang dan kecil dan juga
vena distal pada ekstremitas atas dan bawah. Dapat juga mengebai pembuluh darah otak, visceral
dan koroner. Lebih sering terjadi pada laki-laki di bawah umur 40 tahun. Prevalensinya lebih
tinggi pada orang asia dan eropa timur. Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan
dengan kebiasaan merokok.

Pada tahap awal lekosit polimorfonuklear menginfiltrasi dinding pembuluh darah arteri dan vena.
Lapisan elastika interna terkena dan terbentuk thrombus pada lumen pembuluh darah. Pada tahap

6
lanjut neutrophil akan digantikan oleh sel mononuklir, fibroblast dan sel giant. Ditandai dengan
adanya fibrosis perivaskular dan rekanalisasi.

Gejala Klinis
Sering kali berupa trias klaudikasio yang melibatkan ekstremitas, fenomena Reynaud, dan
thrombophlebitis vena superficial yeng berpindah-pindah. Biasanya terjadi pada betis dan kaki
atau pada lengan bawah dan tangan, karena memang terutama mengenai pembuluh darah daerah
distel. Kelainan yang ditemukan dapat berupa iskemia digital yang berat, perubahan kuku, ulkus
yang nyeri dan gangrene dapat timbul pada ujung jari atau tumit. Pada pemeriksaan klinis nadi
arteri brakialis dan poplitea normal, tetapi nadi dapat berkurang atau hilang pada arteri radialis,
ulnaris, dan tibialis.2

Penatalaksaan
Tidak ada pengobatan yang spesifik, kecuali berhenti merokok. Prognosis memburuk jika tidak
berhenti merokok. Operasi pintas arteri dari pembuluh darah yang lebih besar mungkin ada
gunanya pada keadaan tertentu. Demikian juga dengan debridement lokal, tergantung dari gejala
dan beratnya iskemia. Antibiotik mungkin berguna, sedangkan antikoagulan dan glukokortikoid
tidak ada gunanya. Jika semua usaha gagal, pilihan terakhir adalah amputasi.

Diagnosis Kerja
Peripheral Arterial Disease
Yang dimaksud dengan peripheral arterial disease (PAD) adalah semua penyakit yang terjadi
pada pembuluh darah setelah ke luar dari jantung dan aorta iliaka. Jadi penyakit arteri perifer
meliputi keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua
percabangan setelah ke luar dari aortailiaka. Penyebab terbanyak dari penyakit arteri perifer pada
usia 40 tahun adalah penyumbatan pada ateri perifer yang dihasilkan dari proses atherosklerosis
atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan
thrombus. Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah
yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Faktor resiko
dari penyakit arteri perifer adalah merokok, diet tinggi lemak atau kolesterol

7
(hiperkolesterolemia), hipertensi, diabetes mellitus, dan riwayat penyakit jantung, serangan
jantung, atau stroke.3

Etiologi
Penyakit arteri perifer umumnya merupakan akibat dari aterosklerosis yang mana terbentuknya
plak pada pembuluh darah. Plak ini membentuk blok yang mempersempit dan melemahkan
pembuluh darah. Penyebab lain dari penyakit arteri perifer, yaitu gumpalan atau bekuan darah
yang dapat memblokir pembuluh darah; diabetes dalam jangka panjang, gula darah yang tinggi
dapat merusak pembuluh darah. Penderita diabetes mellitus juga memiliki tekanan darah yang
tinggi dan lemak yang banyak dalam darah sehingga mempercepat perkembangan aterosklerosis;
infeksi arteri (arteritis); cedera, bisa terjadi bila kecelakaan; perokok, hiperlipidemia, hipertensi,
obesitas, dan lain-lain.2

Epidemiologi
Prevalensi PAD cukup bervariasi tergantung kepada populasi penelitian, metode diagnostic yang
digunakan serta keluhan dan gejala yang muncul. Diagnosis PAD dijumpai sekitar 4% pada
populasi usia sama atau lebih dari 40 tahun dan meningkat menjadi 15 sampai 20% pada
kelompok usia di atas 65 tahun dan lebih sering diderita laki-laki dibandingkan perempuan.

Studi menunjukan bahwa kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah yang menghasilakn
lesi stenosis. Insiden ini tertinggi timbul pada dekade ke 6 dan 7. Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa 50% dari pasien PAD memiliki gejala yang mengarah pada PJK dan 90%
diantaranya memiliki kelainan pada rekaman EKG.

Patofisiologi
Mekanisme dan proses hemodinamik yang terjadi pada PAD sangat mirip dengan yang terjadi
pada penyakit arteri koroner. Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel.
Endothelium sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah
dengan menghammbat kontraksi otot polos, proliferasi tunika intima, thrombosis, dan adhesi
monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam pembuluh
darah yang normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik yang menghambat agreasi

8
platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium normal mengatur proses trombosit melalui
pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang menghambat aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi,
serta mediator lain dengan kegiatan antitrombotik.

Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor resiko penyakit kardiovaskular
yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi aterosklerotik. Penurunan
kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular.2

Zat yang diperdebatkan sebagai zat yang paling penting yang berperan dalam proses relaksasi
pembuluh darah adalah nitrat oksida (NO). No tidak hanya terlibay dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah; dan mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata
terganggu pada pasien dengan vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah bperifer. Lesi
segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah
berukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak aterosklerosis dengan penumpukan
kalsium, penipisan tunika media, dekstrusi otot dan serat elastic di sana-sini, fragmentasi lamina
elastika interna, dan dapat terjadi thrombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Lokasi yang
terkena terutama pada aorta abdominal dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simtomatik), arteri
femoralis dan poplitea (80-90%), termasuk arteri tibialis dan peroneal (40-50%). Proses
arterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan arteri, tempat yang turbulensinya
meningkat, kerusakan tunika intima. Pembuluh darah distal lebih sering terjadi pada pasien usia
lanjut dan diabetes mellitus.2

Gejala Klinis
Kurang dari 50% pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala, mulai dari cara berjalan yang
lambat atau berat, bahkan sering kali tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis
tersering adalah klaudikasio intermiten pada tungkai yang ditandai dengan rasa pegal, nyeri,
kram otot, atau rasa lelah otot. Biasanya timbul sewaktu berjalan dan berkurang saat istirahat.
Lokasi klaudikasio terjadi pada distal dari tempat lesi penyempitan. Keluhan lebih sering terjadi
pada tungkai bawah daripada pada tungkai atas. Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering

9
terjadi pada tungkai bawah, seringkali menjadi berat sehingga timbul iskemia kritis tungkai
bawah dengan gejala klinis nyeri pada saat istirahat dan dingin pada kaki.5

Pemeriksaan fisis yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah penurunan atau hilangnya
perabaan nadi pada distal obstruksi, terdengar bruit pada daerah arteri yang menyempit dan atrofi
otot. Jika lebih berat dapat terjadi bulu rontok, kuku menebal, kulit menjadi licin dan mengkilap,
suhu kulit menurun, pucat atau sianosis merupakan penemuan fisik yang tersering. Kemudian
dapat terjadi gangrene dan ulkus. Jika tungkai diangkat/elevasi dan dilipat, pada daerah betis dan
telapak kaki, akan menjadi pucat. Secara klinis penyakit arteri perifer dibagi menjadi 2:5
a. Insufisiensi Arteri Akut
Disebabkan oleh emboli atau thrombosis akut mengikuti obstruksi parsial kronik. Emboli
dapat berasal dari jantung atau bukan jantung. Penyebab oklusi arterial akut yang
disebabkan karena jantung adalah fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, infark
miokard, katup jantung prostetik yang tidak minum antikoagulan, prolaps katup mitral,
dan lain-lain. Emboli yang bersal dari pembuluh darah arteri perifer adalah lesi ulkus
aterosklerosis, aneurisma, komplikasi katerisasi arteri. Penyebab lain adalah thrombosis
pada arteri pada segmen aterosklerosis yang menjepit, perdarahan di plak,
penyalahgunaan obat.
b. Insufisiensi Arteri Kronik
Manifestasi klinis tersering adalah klaudikasio, dengan definisi serangan nyeri otot dan
kelemahan karena iskemia berulang. Klaudikasio biasanya timbul setelah aktivitas fisik
dan berkurang atau menghilang setelah istirahat beberapa saaat. Timbulnya nyeri
berhubungan dengan aliran darah yang tidak adekuat. Klaudikasio intermiten adalah
tanda insufisiensi arteri. Penumpukan asam laktat dan metabolisme lain pada otot yang
iskemia menyebabkan nyeri kram pada otot. Lokasi yang paling sering terkena adalah
daerah betis, tetapi bisa juga pada daerah paha jika terjadi obstruksi pada arteri iliaka
eksterna atau arteri femoralis komunis, atau pada daerah bokong karena ada penyempitan
pada aorta atau arteri iliaka komunis. Gejala klaudikasio atipikal bisa muncul yaitu
berupa rasa nyeri pada telapak kaki atau rasa terbakar.

10
Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologi
Macam-maca terapi terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan operasi.
Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan
memberikan krim pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan dari bahan
sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastic karena mengurangi aliran darah ke
kulit. Pengobatan terhadap semua faktor yang dapat menyebabkan aterosklerosis harus diberikan,
berhenti merokok, merubah gaya hidup, mengontrol hipertensi tapi jangan sampai hipotensi.
Latihan fisik (exercise), merupakan pengobatan yang paling efektif. Latihan fisik dapat
meningkatkan jarang tempuh sampai terjadinya gejala klaudikasio. Hal ini disebabkan karena
peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi,
metabolisme musculoskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas
darah.5

Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk PAD adalah diberi anti aggregasi , dapat diguakan aspirin 80-320 mg,
clopidogrel 75 mg, cilostazol 2x100 mg. kemudian dapat diberikan juga pentoxifyline 3x400 mg
dan anticoagulant. Obat-obat tersebut dalam penelitian dapat memperbaiki jarak berjalan dan
mengurangi penyempitan. Mengelola faktor resiko, menghilangkan kebiasaan merokok,
mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia dengan baik.

Terapi Operatif
a. Angioplasty
Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan
dengan cara mendorong plak ke belakang dinding arteri.
b. Operasi bypass
Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan
angioplasty. Bagi yang sadah menjalani oprasi ini biasanya bebas deri gejala dan tidak
mengalami komplikasi apapun sesudahnya.

11
Komplikasi
Pada kasus-kasus yang jarang, sirkulasi yang berkurang ke anggota-anggota tubuh yang adalah
karakteristik dari penyakit arteri perifer dapat menjurus pada luka-luka yang terbuka yang tidak
sembuh, borok-borok, gangrene, atau luka-luka lain pada anggota-anggota tubuh. area-area ini
yang tidak menerima aliran darah yang cukup juga lebih cenderung mengembangkan infeksi-
infeksi, dan pada kasus-kasus ekstrim, sehingga amputasi mungkin diperlukan.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien ini
didiagnosis menderita Peripheral Arterial Disease (PAD) yang merupakan suatu kondisi adanya
lesi yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstremitas menjadi
terbatas. Karena pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala klinis pada PAD dan dari hasil
pemeriksaan ABI yaitu 0,7 yang termasuk dalam PAD ringan – sedang.

Daftar Pustaka
1. Aaronson PI, Ward JPT. At a glance sistem kardiovaskular: anamnesis dan pemeriksaan
fisik kardiovaskular. Ed 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010; h. 98
2. Antono D, Ismail D. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 5. Jilid 3. Jakarta: Interna
Publishing; 2009; h. 1831-7
3. Hanafi, M. Penyakit pembuluh darah perifer. In: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK. Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; h. 185-9
4. Dahlan M. Trombosis arterial tungkai akut. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4.
Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007
5. Peter K. Atherosclerosis dan atherombosis. In : Bagaimana menggunakan obat-obat
kardiovakular secara rasional. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012;
h. 38-59

12

Anda mungkin juga menyukai