Anda di halaman 1dari 9

Laporan Pendahuluan

Supracondiler Humerus

1. Pengertian
Fraktur suprakondiler humerus merupakan fraktur yang terjadi pada 1/3 distal
humerus tepat di proksimal trtoklea dan capitulum humerus. Garis fraktur berjalan melalui
apeks coronoid dan fosa olecranon, biasanya berupa fraktur tranversal. Fraktur ini
merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak anak. Pada orang dewasa, garis fraktur
terletak sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis
fraktur kominutif, spiral disertai angulasi. Hampir 99% fraktur ini terjadi pada anak karena
penekanan lebih atau kelebihan beban yang diberikan pada elbow joint hal ini menyebabkan
fraktur. Selain itu penyebab lainnya dari fraktur ini adalah dikarenakan trauma langsung pada
suprakondiler dari tulang humerus tersebut, tapi hal ini jarang terjadi (bedah unmuh, 2010).
Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan dengan menggunakan tindakan
operatif, dengan pemasangan plat atau dengan memasang kawat wayer untuk menopang
tulang. Perlu dilakukan pengecekan sirkulasi perifer di ujung jari, hal ini dikarenakan fraktur
lebih dekat dengan elbow yang memungkinkan terjadinya gangguan sirkulasi perifer. Hal ini
berpotensi menimbulkan beberapa masalah dalam penatalaksanaan perioperatif.

2. Etiologi fraktur Suprakondiler Humeri


a. Berdasarkan Mekanisme trauma
Menurut Delahay (2007), Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan
dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi:
1. Tipe Ekstensi (sering terjadi 99% kasus).
Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe ekstensi diklasifikasikan
sebagai: fraktur transkondiler atau interkondiler. Fraktur terjadi akibat
hyperextension injury (outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow joint,
sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal
terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m. brachialis terdapat, ke arah a.
brachialis dan n. medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi
fraktur terbuka. Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe ekstensi dibuat atas
dasar derajat displacement:
 Tipe I : Undisplaced
 Tipe II : partially displaced
 Tipe III : completely displaced
2. Tipe fleksi (jarang terjadi). Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek
posterior elbow dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal
menembus tendon triceps dan kulit. Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe
fleksi juga dibuat atas dasar derajat displacement:
 Tipe I : undisplaced
 Tipe II : partially displaced
 Tipe III : completely displaced

3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Nyeri continue / terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan
kerusakan sekunder sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
b. Deformitas atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang dan patah tulang itu
sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
c. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena
fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling
berdekatan.
d. Bengkak / memar
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada jaringan
lunak.
e. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur
humerus.
f. Krepitasi
Suara detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri digerakkan
disebabkan oleh trauma lansung maupun tak langsung.

4. Patofisiologi fraktur Suprakondiler Humeri


Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat menyebabkan fraktur. Fraktur dapat
berupa fraktur tertutup ataupun terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak di sekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jaringan lunak
seperti otot tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Tekanan yang kuat dan berlebihan dapat
mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus
kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan
kemungkinan terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada
daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab tulang berada pada posisi yang
kaku.
Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas
atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan
adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di bagian anterior. Maka
mudah dimengerti daerah ini merupakan titik lemah bila ada trauma didaerah siku. Terlebih
pada anak-anak sering dijumpai fraktur di daerah ini. Bila terjadi oklusi arteri brachialis dapat
menimbulkan komplikasi serius yang disebut dengan Volkmann’s Ischemia. Arteri brachialis
terperangkap dan kingking pada daerah fraktur kemudian selanjutnya arteri brachialis sering
mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan intima.
5. Pathway

6. Komplikasi
a. Dislokasi bahu
Fraktur-dislokasi baik anterior maupun posterior sering terjadi. Dislokasi biasanya dapat
direduksi secara tertutup dan kemudian diterapi seperti biasa.
b. Cedera saraf
Kelumpuhan saraf radialis dapat terjadi pada fraktur humerus bila tidak ada tindakan yang
berarti.
c. Lesi saraf radialis
Yaitu ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak
mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat menggenggam lagi.
d. Kekakuan sendi
Kekakuan pada sendi terjadi jika tidak dilakukan aktivitas lebih awal.
e. Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi yang disebut
dengan iskemia Volkamanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis yang berkurang,
pucat, rasa kesemuatan, dan kelumpuhan merupakan tanda-tanda klinis adanya iskemia
ini
7. Pemeriksaan Penunjang
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. pemeriksaan penunjang dengan radiologi
proyeksi AP/LAT, untuk melihat tipe ekstensi atau fleksi. Perlu disadari bahwa permintaan
x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
a) Bayangan jaringan lunak.
b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
8. Metode penanganan konservatif pada fraktur Suprakondiler Humerus.
a) Penanggulangan konservatif fraktur suprakondiler humerus diindikasikan pada anak
undisplaced/ minimally dispaced fractures atau pada fraktur sangat kominutif pada
pasien dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi yang terbatas. Pada prinsipnya adalah
reposisi dan immobilisasi. Pada undisplaced fracture hanya dilakukan immobilisasi
dengan elbow fleksi selama tiga minggu
b) Kalau pembengkakan tidak hebat dapat dicoba dilakukan reposisi dalam narkose umum.
Penderita tidur terlentang, dalam posisi ekstensi, operator menekuk bagian distal,
menarik lengan bawah dengan siku pada posisi ekstensi, sedang asisten menahan bagian
proksimal, memegang lengan atas pada ketiak pasien.
c) Setelah tereposisi, perlahan-lahan sambil tetap menarik lengan bawah siku difleksikan
ambil diraba a. radialis. Gerakan fleksi diteruskan sampai a. radialis mulai tidak teraba,
kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a. radialis teraba lagi. Fleksi maksimal
akan menyebabkan tegangnya otot triseps, dan ini akan mempertahankan reposisi lengan
baik.
d) Dalam posisi ini dilakukan immobilisasi dengan gips spalk (posterior splint).
e) Pemasangan gips dilakukan dengan lengan bawah dalam posisi pronasi bila fragmen
distal displaced ke medial dan dalam posisi supinasi bila fragmen distal displaced ke arah
lateral.
f) Bila reposisi berhasil biasanya dalam 1 minggu perlu dibuat foto rontgen kontrol, karena
dalam 1 minggu bengkak akibat hematom dan oedem telah berkurang dan menyebabkan
kendornya gips, yang selanjutnya dapat menyebabkan terlepasnya reposisi yang telah
tercapai.
g) Kalau dengan pengontrolan radiologi hasilnya sangat baik, gips dapat dipertahankan
dalam waktu 3 minggu. Setelah itu gips diganti dengan mitela dengan maksud agar pasien
bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela.
h) Umumnya penyembuhan fraktur suprakondiler ini berlangsung cepat dan tanpa
gangguan.
i) Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann Ischemia atau lesi saraf tepi, dapat
dilakukan tindakan reposisi terbuka secara operatif dan dirujuk ke dokter spesialis
orthopaedi.

9. Komplikasi dini pasca penanganan konservatif fraktur Suprakondiler Humerus


a) Volkmann’s ischemia terjepitnya a. brachialis yang akan menyebabkan iskemi otot-otot
dan saraf tepi pada regio antebrachii. Komplikasi ini terjadi akibat kompartemen sindrom
yang tidak terdeteksi. Nekrosis akan terjadi mulai 6 jam terjadinya ischemik. Maka
penanggulangannya sangat penting sebelum 6 jam arteri harus sudah bebas. Bila
dilakukan perubahan posisi ekstensi a. radialis masih belum teraba dan release
bandage/cast, arteriografi dulu, untuk menentukan lokasi sumbatannya, kemudian
dilakukan operasi eksplorasi a. brachialis, dicari penyebabnya.
b) Operasi dapat berupa repair/reseksi arteri yang robek, bila Volkmann’s ischemia tidak
tertolong segera akan menyebabkan Volkmann’s kontraktur dimana otot-otot fleksor
lengan bawah menjadi nekrosis dan akhirnya fibrosis, sehingga tak berfungsi lagi.
c) Mal union cubiti varus dimana siku berbentuk huruf 0, secara fungsi baik, namun secara
kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku dengan
teknik French osteotomy.

10. Askep Teoritis


Pengkajian pada klien fraktur menurut Doengoes, (2000) diperoleh data sebagai berikut :
1. Aktivitas (istirahat)
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri)
2. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri) atau hipotensi
( kehilangan darah), takikardia ( respon stress, hipovolemia), penurunan / tidak ada nadi
pada bagian distal yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
pembengkakan jaringan atau massa hepatoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori
Gejala : Hilang sensasi, spasme otot, kebas / kesemutan (panastesis)
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot,
terlihat kelemahan / hilang fungsi, agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau
trauma)
4. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan /
kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi ; tidak ada nyeri akibat kerusakan
saraf, spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perubahan warna, pendarahan, pembengkakan
local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba
11. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera (terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Daftar Pustaka

http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/20/fraktur-suprakondiler-humerus/

Delahay, Lauerman. Children Orthopaedic. Wiesel et al. Essentials of Orthopedic Surgery.


Washington : WB Saunders Co. 2007

Alonso. Children’s Fracture. Colton et al. AO Principles of Fracture Management. New York
: AO Pub. 2000

Uliasz. Case Based Pediatrics For Medical Students and Residents. Hawaii : Department of
Pediatrics, University of Hawaii John A. Burns School of Medicine. 2002

Anda mungkin juga menyukai