Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks. Sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri. Peserta didik adalah penentu terjadinya
atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat peserta didik mempelajari
sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh peserta didik berupa
keadaan alam, benda-benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.

Tindakan belajar dari suatu hal tersebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak
dari luar. Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang mengartikan secara
berbeda-beda definisi dari belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar merupakan hal yang
penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori-teori yang
memunculkan adanya belajar.

Dari zaman dahulu, para ilmuwan terus mengembangkan teori-teori belajar sebagai
temuan mereka untuk mengembangkan pemikiran belajar mereka. Era globalisasi telah
membawa berbagai perubahan yang memunculkan adanya teori-teori belajar yang baru guna
menyempurnakan teori–teori yang telah ada sebelumnya.

Dengan bermunculnya teori-teori yang baru akan menyempurnakan teori-teori yang


sebelumnya. Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil manfaat dengan adanya teori
tersebut. Tentunya setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang
dalam setiap teori belajar juga terdapat kritikan-kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut.

Proses pembelajaran menurut Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori
psikologi. Aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh
pemahaman, bagaimana pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia
berhubungan dengan lingkungan secara sadar. David Paul Ausubel, seorang tokoh ahli psikologi
kognitif yang dilahirkan di New York pada tahun 1918.Sebagai salah satu tokoh ahli psikologi

1
kognitif, David Ausubel mengembangkan teori psikologi kognitif merupakan salah satu cabang
dari psikologi umum. Ia meninggal pada pada tanggal 9 Juli 2008.

Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam


skema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan skema yang
ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari
sendiri. Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan konstruktivesme. Keduanya
menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru
kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi
pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya
mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa
melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan
bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan
bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada
tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk
mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep,
demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.

Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil
atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat
menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel
adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, unifying reconciliation, dan
consolidation.

2
B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini masalah yang perlu dipecahkan dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa pengertian teori belajar Matematika menurut Ausubel ?


2. Apa saja jenis-jenis belajar bermakna menurut Ausubel ?
3. Apa saja tipe-tipe belajar menurut Ausubel ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel ?
5. Apa saja prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausubel ?
6. Bagaimana langkah-langkah penerapan belajar bermakna Ausubel?
7. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari belajar bermakna ?
8. Penerapan belajar bermakna David P Ausubel di Sekolah Dasar ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui teori belajar Matematika menurut Ausubel ?


2. Untuk mengetahui jenis-jenis belajar bermakna menurut Ausubel ?
3. Untuk mengetahui tipe-tipe belajar menurut Ausubel ?
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel
?
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausubel ?
6. Untuk menbetahui bagaimana langkah-langkah penerapan belajar bermakna Ausubel?
7. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari belajar bermakna ?
8. Untuk mengetahui penerapan belajar bermakna David P Ausubel di Sekolah Dasar ?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Matematika Menurut Ausubel


Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel (Hudoyo, 1998)
bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” artinya bahan pelajaran itu harus
cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki
siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki
siswa, sehingga konsep konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan
demikian faktor intelektual, emosional siswa tersebut terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar
menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa. Sedangkan pada belejar menerima siswa
hanya menerima konsep atau materi dari guru, dengan demikian siswa tinggal
menghapalkannya. Selain itu Ausubel juga membedakan antara brelajar menghafal dengan
belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah
diperolehnya tetapi pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan
dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih bisa dimengerti.
Ausubel menentang pendapat yang mengatakan bahwa metode penemuan dianggap
sebagai suatu metode mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah
adalah metode yang kurang baik karena merupakan belajar menerima. Menurutnya baik
metode penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar
bermakna, tergantung dari situasinya.

4
B. Jenis-Jenis Belajar
Menurut David P. Ausubel, ada dua jenis belajar :
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun
sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu
dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
2. Belajar Menghafal (Rote Learning)
Bila struktur kognitif yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi
baru tersebut harus dipelajari secara menghafal.
Kedua demensi ini merupakan suatu kontinum. Novak (Dahar, 1988)memperlihatkan
gambar sebagai berikut:

Menjelaskan
Pengajaran
hubungan
Audio- Penelitian Ilmiah
antara
Tutorial
Belajar konsep-konsep
Bermakna Penyajian Sebagian Besar
Kegiatan di
Melalui penelitian rutin
laboratorium
Ceramah atau atau produksi
sekolah
buku pelajaran intelektual
Menerapkan
rumus-rumus
Daftar Pemecahan
untuk
Belajar Perkalian dengan coba-coba
memecahkan
hafalan
Masalah
Belajar Belajar Penemuan Belajar Penemuan
Penerimaan Terbimbing Mandiri
Dari gambar tersebut dapat dikatakan bahwa belajar penerimaan yang bermakna dapat
dilakukan dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep, sedangkan belajar
penemuan yang masih berupa hafalan apabila belajar dilakukan dengan pemecahan masalah
secara coba-coba. Belajar penemuan yang bermakna hanyalah terjadi pada penelitian ilmiah

5
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Pertama,
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada peserta didik
melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut bagaimana peserta didik dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika peserta didik hanya
mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur
kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika peserta didik
menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang
terjadi adalah belajar bermakna.

C. Tipe-Tipe Belajar
Dalam kaitannya dengan tipe belajar, Ausubel mengemukakan empat tipe belajar, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik. Peserta
didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif
yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat suatu bujur
sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi
panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut.
2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia
menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat bujur sangkar tanpa bekal
pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dengan sifat-sifatnya,
yaitu dengan penggaris dan jangka. Dengan alat-alat ini diketemukan sifat-sifat bujur
sangkar dan kemudian dihafalkan.
3. Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam
bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu
dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari akar-
akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan-bahan yang akan diberikan
yang susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi persamaan kuadrat tersebut
dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik.

6
Karena pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi
persamaan tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.
4. Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final.
Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang disajikan tadi tanpa
memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik (Hudoyo, 1990)

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Bermakna


Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah
struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan
kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu;
demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi.
Hal ini dirinci oleh Ausubel dalam beberapa kondisi belajar bermakna:
1. Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan- bahan baru dengan bahan- bahan lama.
2. Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih
terperinci.
3. Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama.
4. Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru
disajikan.

Sebagaimana disimpulkan oleh Rosser (Dahar, 1988) bahwa belajar bermakna dapat
terjadi bila memenuhi tiga komponen yaitu materi pelajaran harus bermakna secara logis,
siswa harus bertujuan untuk memesukkan materi itu kedalam struktur kognitifnya dan dalam
struktur kognitif siswa harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengkaitkan atau
menghubungkan materi baru secara non-arbitrar dan substantif. Jika salah satu komponen
tidak ada,maka materi itu akan dipelajari secara hafalan.

7
E. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Bermakna
Ausubel mengungkapkan beberapa prinsip dalam teori belajarnya, diantaranya:
1. Advance Organizer
Advance Organizer mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari dan
mengingatkan siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakan dalam membantu
menanamkan pengetahuan baru. Advance Organizer dapat dianggap merupakan suatu
pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru (Dahar, 1988)
2. Diferensiasi Progresif
Selama belajar bermakna berlangsung perlu terjadi pengembangan konsep dari
umum ke khusus. Dengan strategi ini guru mengajarkan konsep mulai dari konsep yang
paling inklusif, kemudian kurang inklusif dan selanjutnya hal-hal yang khusus seperti
contoh- contoh setiap konsep. Sehubungan dengan ini dikatakan Sulaiman (1988) bahwa
diferensiasi progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian
bahan secara heirarkis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu
kesatuan yang besar
3. Belajar Superordinat
Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas. Belajar
superorninat tidak dapat terjadi disekolah, sebab sebagian besar guru-guru dan buku-
buku teks mulai dengan konsep-konsep yang lebih inklusif (Dahar:1988).
4. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif)
Menurut Ausubel, selain urutan menurut diferensiasi progresif yang harus
diperhatikan dalam mengajar, juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru
dihubungkan dengan konsep-konsep yang superordinat (Dahar, 1988). Guru harus
memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan
dipertentangkan dengan arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-
konsep yang tingkatannya lebih tinggi mengambil arti baru.

8
F. Langkah-Langkah Penerapan Belajar Bermakna
Untuk menerapkan teori belajar Ausubel, Dadang Sulaiman (1988) menyarankan agar
menggunakan dua fase yaitu fase perencanan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri
dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa,
membuat struktur materi dan memformulasikan advance organizer. Fase pelaksanakan
terdiri dari advance organizer, diferensiasi progresif dan rekonsiliasi integratif:
1. Fase Perencanaan
a. Menetapkan Tujuan Pembelajaran
Tahapan pertama dalam kegiatan perencanaan adalah menetapkan tujuan
pembelajaran. Model Ausubel ini dapat digunakan untuk mengajarkan hubungan
antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi. Sebagaimana dikatakan
Sulaiman (1988), bahwa model Ausubel tidak dirancang untuk mengajarkan konsep
atau generalisasi, melainkan untuk mengajarkan “Organized bodies of content” yang
memuat bermacam konsep dan generalisasi
b. Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa
Model Ausubel ini meskipun dirancang untuk mengajarkan hubungan antar
konsep-konsep dan generalisasi generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk
materi pengajaran itu sendiri, tetapi cukup fleksibel untuk dipakai mengajarkan
konsep dan generalisasi, dengan syarat guru harus menyadari latar belakang
pengetahuan siswa, Efektivitas penggunaan model ini akan sangat tergantung pada
sensitivitas guru terhadap latar belakang pengetahuan siswa, pengalaman siswa dan
struktur pengetahuan siswa. Latar belakang pengetahuan siswa dapat diketahui
melalui pretes, diskusi atau pertanyaan
c. Membuat struktur materi
Membuat struktur materi secara hierarkis merupakan salah satu pendukung untuk
melakukan rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel
d. Memformulasikan Advance Organizer
Eggen(1979), Advance organizer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a)
mengkaitkan atau menghubungkan materi pelajaran dengan struktur pengetahuan
siswa, b) mengorganisasikan materi yang dipelajari siswa.
Terdapat tiga macam organizer, yaitu definisi konsep, generalisasi dan analogi:

9
 Definisi konsep dapat merupakan organizer materi yang bermakna, bila materi
tersebut merupakan bahan pengajaran baru atau tidak dikenal oleh siswa. Untuk
kemudahan siswa, guru sebaiknya mengusahakan agar definisi dibuat dalam
terminalogi yang dikenal siswa.
 Generalisasi berguna untuk meringkas sejumlah informasi
 Analogi merupakan advance organizer yang paling efektif karena seringkali
sesuai dengan latar belakang siswa. Nilai analogi sebagai advance organizer
tergantung pada dua faktor yaitu (1)penguasaan atau pengetahuan siswa terhadap
analogi itu, (2) tingkat saling menunjang antara gagasan yang diajarkan dengan
analogi yang digunakan. Dengan analogi, motif dan minat siswa lebih baik
dibandingkan dengan generalisasi dan definisi konsep.

2. Fase Pelaksanaan
Untuk menjaga agar siswa tidak pasif maka guru harus dapat mempertahankan
adanya interaksi dengan siswa melalui tanya jawab, memberi contoh perbandingan dan
sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu. Guru hendaknya mulai
dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai
pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran.
Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih
terperinci melalui diferensiasi progresif. Setelah guru yakin bahwa siswa mengerti akan
konsep yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:1)
menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi integratif,
atau 2) melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut menjadi lebih
luas.

Contoh penerapan Teori Belajar Ausubel pada Pembelajaran Pokok Bahasan


Pertidaksamaan kuadrat
a. Fase Perencanaan

10
1. Menetapkan tujuan Pembelajaran, siswa memahami dan terampil menggunakan
aturan dan rumus-rumus persamaan kuadrat, fungsi kuadrat dan grafiknya serta
pertidaksamaan kuadrat.
2. Indikator: Menentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan kuadrat
3. Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, latar belakang pengetahuan
siswa dalam memahami pokok bahasan ini adalah sebagai berikut;
i. Pertidaksamaan dan ketidaksamaan
ii. Pertidaksamaan linear satu peubah
iii. Persamaan kuadrat
4. Membuat struktur materi (Kalimat Matematika  Kelimat Terbuka), (Kalimat
Terbuka  persamaan dan Pertidaksamaan)
5. Memformulasikan Advance Organizer, untuk mengajarkan pokok bahasan
pertidaksamaan kuadrat, pengetahuan yang telah dimiliki siswa dan dapat
digunakan sebagai advance organizer adalah sebagai berikut:
i. Pertidaksamaan adalah kalimat terbuka yang ruas kiri dan kanan
dihubungkan oleh salah satu dari tanda ≠, >, <, ≤, ≥
ii. Ketidaksamaan adalah kalimat tertutup yang ruas kiri dan kanan
dihubungkan dengan tanda ≠, >, <, ≤, ≥
iii. Pertidaksamaan dalam bentuk seperti 𝑎𝑥 + 𝑏 > 0, 𝑎𝑥 + 𝑏 < 𝑜, 𝑎𝑥 + 𝑏 ≥
0, 𝑎𝑥 + 𝑏 ≤ 0 dengan 𝑎, 𝑏𝜖 𝑅 dan 𝑎 ≠ 0 disebut pertidaksamaan linear
dengan satu variabel. Dikatakan linear karena pangkat dari variabelnya yaitu
𝑥 adalah satu)
iv. Sifat-sifat yang digunakan dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear satu
variabel adalah:
 Jika kedua ruas dari pertidaksamaan ditambah atau dikurangi dengan
bilangan yang sama, maka penyelesaiannya tidak berubah
 Jika kedua ruas dari pertidaksamaan dikalikan dengan bilangan positif
yang sama, maka penyelesaiannya tidak berubah
 Jika kedua ruas dari pertidaksamaan dikalikan dengan bilangan negatif
yang sama, maka penyelesaiannya tidak berubah asalkan arah dari tanda
pertidaksamaan dibalik

11
v. Bentuk umum persamaan kuadrat adalah 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈
𝑅, 𝑎 ≠ 0
vi. Untuk mencari akar-akar persamaan kuadrat digunakan beberapa cara yaitu
memfaktorkan, membentuk kuadrat sempurna dan “rumus 𝑎𝑏𝑐”

b. Fase Pelaksanaan
Prinsip yang
Uraian kegiatan
digunakan
- Guru mengingatkan siswa tentang Advance Organizer
perbedaan antara ketidaksamaan dan
pertidaksamaan Advance Organizer
- Guru mengingatkan siswa pada
persamaan linear satu peubah dan tiga Advance Organizer
sifat yang diperlukan dalam
menyelesaikan pertidaksamaan tsb
- Guru memberi problema tentang Diferensiasi progresif
tentukan himpunan penyelesaian dari
4𝑥 − 7 > 3, 𝑥 ∈ 𝑅
- Guru melanjutkan ke materi
pertidaksamaan kuadrat Diferensiasi progresif
Pertidaksamaan kuadrat dalam bentuk
umum adalah 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 >
9, 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 < 0, 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 ≤ Rekonsiliasi integrative
0, 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 ≥ 0 dengan 𝑎, 𝑏𝜖 𝑅
dan 𝑎 ≠0
- Dengan menggunakan beberapa
contoh antara lain soal tentukan
himpunan penyelesaian 𝑥 2 − 5𝑥 +
6 ≤ 0 , 𝑥𝜖 𝑅
- Dengan arahan guru, siswa diminta
untuk dapat menyimpulkan cara yang

12
dapat digunakan dalam menentukan
tanda positif atau negatif pada garis
bilangan
- Untuk menentukan tanda positif atau
negatif pada garis bilangan, cukup
diambil salah satu titikk saja pada
salah satu daerah, kemudian pada
setiap pergerantian daerah tandanya
berubah
- Tentukan himpunan penyelesaian dari Diferensiasi progresif
4
> 1, 𝑥 ≠ 2
𝑥−2

G. Kelebihan dan Kelemahan Belajar Bermakna Ausubel

- Kelebihan Belajar Bermakna

Ada tiga kelebihan dari belajar bermakna yaitu :

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.

2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk
materi pelajaran yang mirip.

3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip
walaupun telah terjadi lupa.

- Kelemahan Belajar Bermakna

1. Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.

2. Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang
satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun hasil

13
pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali
baginya.

H. Penerapan Belajar Bermakna David P. Ausubel di Sekolah Dasar


1. Tentukan hasil dari 5 – (–3)
2. Mengapa hasilnya begitu?
3. Bagaimana pembelajarannya?
4. Apakah kita sudah membantu siswa agar belajar secara bermakna?
5. Jelaskan langkah-langkah yang dapat Anda gunakan agar para siswa dapat belajar secara
bermakna?

Shadiq (2010) menyatakan bahwa jawaban dari 24 orang guru untuk soal nomor 3 pada
kotak di atas adalah sebagai berikut :

Cara Frek % Cara


1 15 62,5 Fokus pada aturan bahwa 5 – (–3) = 5 + 3.
2 3 12,5 Menggunakan garis bilangan, dengan cara
sebagai berikut.

(1) (2) (3) (4)

−3 −2 −1 0 1 3 4 5 6 7 8
Mulai di sini
Jadi, 5 − (−3) = 5 + 3 = 8
3 1 4,2 Menggunakan pola dengan meminta siswa
menentukan hasil
dari pengurangan dua bilangan berikut sebagai
alternatif diikuti

14
dengan meminta siswa untuk melanjutkannya
dengan barisbaris
berikutnya.
5 – 3 = .... (Hasil 2)
5 – 2 = .... (Hasil 3)
5 – 1 = .... (Hasil 4)
Selanjutnya siswa diminta menentukan
keteraturan (pola) yang
ada pada pengurangan dimaksud sehingga didapat
5 – (–3) = 5
+3=8
4 1 4,2 Menggunakan koin ‘+’ dan koin ‘–‘ .
5 1 4,2 Fokus pada aturan perkalian bahwa (–a) × (–b) =
ab.
3 12,5 Tidak menjawab

Mayoritas guru (62,5%) menjawab dengan cara 1, dimana mereka focus pada aturan
bahwa 5 – (–3) = 5 + 3. Pertanyaan lanjutan yang dapat diajukan adalah:
1. Jika ada siswa yang bertanya: “Mengapa hasilnya begitu?” Lalu apa jawaban kita
sebagai guru mereka?
2. Apakah kita sudah membantu siswa agar belajar secara bermakna?
Pembelajaran yang fokus pada aturan bahwa 5 – (–3) = 5 + 3 merupakan contoh
pembelajaran yang tidak bermakna menurut istilah Ausubel. Alasannya karena proses
pembelajarannya hanya berkeinginan agar siswa mengingat bahwa 5 – (–3) = 5 + 3 tanpa
mengaitkan dengan sesuatu yang ada di benaknya. Dengan demikian baik proses maupun
hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna
(meaningless) sama sekali baginya.

Perhatikan kelima pengurangan di bawah ini.


5 − 4 = ….
5 − 3 = ….

15
5 − 2 = ….
5 − 1 = ….
a. Tentukan hasil pengurangannya.
b. Perhatikan bilangan yang dikurangi, bilangan pengurangannya, dan bilangan
hasilnya, bagaimana polanya?
c. Lanjutkan baris-baris pada kegiatan pengurangan di atas.
d. Dapatkah Anda menjelaskan mengapa 5 − (−3) = 8?

Ketika siswa melaksanakan kegiatan di atas, diharapkan akan didapat hasil berikut.
5−4=1 5 − (−1) = 6
5−3=2 5 − (−2) = 7
5−2=3 5 − (−3) = 8
5−1=4 5 − (−4) = 9
5−0=5 5 − (−5) = 10

Perhatikan hasil di atas. Nampaklah bahwa ada beberapa keteraturan atau pola yang
diharapkan dapat ditemukan siswa sendiri, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Bilangan yang dikurangi adalah tetap, yaitu 5.
2. Bilangan pengurangnya turun satu-satu.
3. Bilangan hasilnya adalah naik satu-satu.

Tidak hanya itu. Dari tiga pola di atas, siswa harus dapat menyimpulkan mengapa hal
seperti itu dapat terjadi. Apakah hal itu terjadi secara kebetulan, ataukah hal itu terjadi
sesuai aturan yang ada. Yang paling utama, siswa harus dapat menyimpulkan dan
menunjukkan bahwa bilangan hasilnya naik satu-satu karena bilangan pengurangnya
turun satu-satu. Dengan langkah seperti ini guru telah berusaha untuk membantu
siswanya memahami mengapa 5 − (−3) = 5 + 3 = 8. Proses pembelajaran yang dilakukan
guru ini jauh lebih baik dari proses pembelajaran yang dilakukan guru yang hanya fokus
pada 5 − (−3) = 5 + 3 = 8. Dengan strategi pembelajaran seperti ini, diharapkan adanya
perubahan dari:

16
1. Pembelajaran yang fokus pada mengingat (memorizing) atau menghafal (rote
learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding).
2. Pembelajaran dengan metode ceramah ke metode yang lebih mengaktifkan siswa,
seperti belajar penemuan (discovery learning), belajar induktif (inductive learning),
atau belajar inkuiri (inquiry learning).

Jika seorang guru berupaya untuk lebih memandirikan siswanya, maka ia dapat saja
menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) seperti berikut ini.
a. Tentukan hasil pengurangan berikut.
5 − 4 = ….
5 − 3 = ….
5 − 2 = ….
5 − 1 = ….
b. Lanjutkan baris-baris di atas dan selidiki untuk mendapatkan temuan-temuan
menarik.
c. Kembangkan untuk pola (keteraturan) lainnya

Setiap guru yang menggunakan LKS di atas harus berusaha untuk meyakinkan dirinya
sendiri bahwa para siswanya telah memahami tugas di atas, utamanya untuk kegiatan b.
Guru harus tetap berupaya agar setiap siswanya mampu menemutunjukkan pola,
keteraturan, atau struktur yang ada pada lima pengurangan diatas. Jika siswanya tidak
mampu mengungkap pola yang ada, ia akan memfasilitasi siswanya dengan mengajukan
beberapa alternatif pertanyaan sebagai berikut.
1. Apa yang menarik pada bilangan yang dikurangi?
2. Apa yang menarik pada bilangan pengurangnya?
3. Apa yang menarik pada bilangan hasilnya?
4. Apa yang menarik pada keteraturan atau pola yang ada?

Dengan cara seperti itulah, para siswa diharapkan akan mampu menemukan aturan
sendiri jika dihadapkan dengan tugas atau kegiatan lain seperti berikut.
Soal 1

17
a. Tentukan hasilnya lalu perhatikan keempat perkalian di bawah ini.
4 × 2 = ….
3 × 2 = ….
2 × 2 = ….
1 × 2 = ….
b. Lanjutkan baris-baris di atas dan selidiki untuk mendapatkan temuan-temuan yang
menarik.
c. Kembangkan untuk pola (keteraturan) lainnya

Soal 2
a. Tentukan hasilnya lalu perhatikan empat hal di bawah ini.
4 × (−2) = ….
3 × (−2) = ….
2 × (−2) = ….
1 × (−2) = ….
b. Lanjutkan baris-baris di atas dan selidiki untuk mendapatkan temuan-temuan yang
menarik.
c. Kembangkan untuk pola (keteraturan) lainnya

Proses pembelajaran yang dilakukan dengan LKS tadi akan jauh lebih baik dari
proses pembelajaran yang dilakukan guru sebelumnya. Guru dengan LKS tadi dapat
dianalogikan dengan seseorang yang memberi kail dan bukan memberi ikan,
sebagaimana dinyatakan Bastow, Hughes, Kissane, dan Mortlock (1986:1) berikut: “A
person given a fish is fed for a day. A person taught to fish is fed for live.” Jelaslah
bahwa selama di kelas, para siswa dilatih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang
sudah jadi layaknya diberi seekor ikan yang dapat dan tinggal dimakan selama sehari
saja, namun, mereka dilatih seperti layaknya belajar cara menangkap, dengan diberi kail,
sehingga ia bisa makan ikan selama hidupnya.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan
(2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang
sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah peserta didik berusaha menerima dan
menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pada
guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru
banyak berkurang, karena tidak terus-menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran,
menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Peserta didik
tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya
kalau tidak mengerti.

Pendekatan Deduktif adalah pendekatan yang menggunakan penalaran deduktif dengan


cara definisi diberikan terlebih dahulu, kemudian para siswa diajak untuk menerapakan teori-
teori melalui contoh yang sesuai dengan materi yang diberikan sebelumnya oleh guru, atau
dengan kata lain pendekatan yang menggunakan pola pikir logis untuk menarik suatu kesimpulan
dari hal umum ke hal yang khusus.

B. Saran

Penulis menyarankan kepada para pembaca dan seorang calon guru agar bisa memahami
apa yang dibicarakan/dibahas dalam pembahasan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan terkhusus bagi para pembaca, dan apabila ada suatu kekurangan dalam makalah
ini penulis meminta maaf atas kekurangan tersebut dan penulis menunggu atau menanti kritikan
yang sifatnya membangun dari para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Shadiq, Fadjar dan Nur Amini M. 2011. Penerapan Teori Belajar dalam
Pembelajaran Matematika di SD. Yogyakarta : Kementerian Pendidikan Nasional.
www.academia.edu

20

Anda mungkin juga menyukai