Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
gejala tifus juga mirip beberapa penyakit lainnya, beberapa gejala yang sering m,engecoh
sehingga membuat overdiagnosis tifus sering terjadi. BEBERAPA GEJALA DAN TANDA UMUM
YANG BUKAN HANYA ADA PENYAKIT TIFUS :
LIDAH KOTOR, pada anak dengan sensitif saluran cerna ATAU GANGGUAN FUNGSI
SALURAN CERNA (PENDERITA ALERGI/GER yang sebelumnya dalam keadaan sehatpun
juga sering mengalami gangguan lidah putih dan kotor) ternyata bila demam juga
menimbulkan gangguan warna putih pada lidah, hanya saja pada tifus lidah putih sangat
tebal dengan tepi kemerahan
GANGGUAN PENCERNAAN :
NYERI PERUT, MUNTAH, DIARE, SULIT BAB. Pada anak dengan sebelumnya punya
riwayat sensitif saluran cerna atau gangguan fungsi saluran cerna (alergi, GER, nyeri
perut berulang, konstipasi berulang dll) Ternyata pada saat demam gangguan saluran
cerna ini juga seringkali timbul
DEMAM MALAM HARI, pada anak tertentu ternyata juga mempunyai pola demam
terjadi pada malam hari bila terkena infeksi. Hal ini sering terjadi pada penderita alergi.
Mungkin karena pengaruh hormon sirkadial, hal ini juga yang menjelkaskan kenapa
gejala alergi lebih berat pada malam hari
KONDISI DAN KEADAAN YANG HARUS DIWASPADAI PADA PENDERITA YANG SERING
MENGALAMI ”OVER DIAGNOSIS TIFUS”
Terdapat beberapa kondisi dan keadaan yang harus diwaspadai pada penderita penderita yang telah divonis
tifus yang dapat berakibat ”over diagnosis tifus”. Dalam penelitian tersebut di atas terdapat beberapa
karakteristik penderita yang sering mengalami ”overdiagnosis tifus”, diantaranya adalah :
Hasil pemeriksaan widal yang sangat tinggi pada hari ke 3-5 saat demam.
Dalam lingkungan satu rumah terdapat penderita demam tinggi dalam waktu yang
hampir bersamaan (dalam waktu kurang dari 3-5 hari).
Penderita divonis ”gejala tifus” atau ”tifus ringan”
Demam disertai gejala batuk dan pilek pada awal penyakit
Penderita yang sering mengalami infeksi berulang (sering demam, batuk dan pilek)
Penderita alergi (batuk lama, pilek lama, sinusitis, asma) yang disertai GER
(gastrooesephageal refluks) atau sering muntah.
Penderita tifus berulang atau penderita yang divonis tifus lebih dari sekali
Peningkatan nilai widal H, (widal H bukan merupakan petanda infeksi tifus)
Penderita demam berdarah
Penderita berusia kurang dari 2 tahun
Bila penderita mengalami hal tersebut maka sebaiknya harus cermat dalam menerima diagnosis
tifus. Penyakit demam yang disebabkan karena infeksi virus disertai kondisi tersebut di atas
sering mengalami terjadi peningkatan nilai widal, padahal tidak mengalami infeksi tifus.
Diagnosis tifus ditegakkan bukan hanya berdasarkan hasil laboratorium.
BAGAIMANA MENYIKAPINYA
Mengingat akurasi pemeriksaan widal tidak tinggi dan sering mengakibatkan bias dengan
penyakit lainnya maka masyarakat dan klinisi harus cermat dalam menyikapinya. Dalam
penegakaan diagnosis demam tifus diperlukan data yang lengkap dan jelas meliputi riwayat
perjalanan penyakit, tanda dan gejala klinis serta hasilmpemeriksaan laboratorium. Selanjutnya
untuk memastikan diagnosis kerja diperlukan interpretasi klinis yang cermat dan mendalam
dianatara ketiga faktor tersebut. Bukan sekedar mengandalkan hasil laboratorium tanpa
memperhatikan kondisi klinis penderita.
Mengingat seringnya kerancuan yang diakibatkan oleh pemeriksaan widal, maka sebaiknya
pemeriksan widal dilakukan pada penderita saat minggu ke dua demam bukan saat minggu
pertama. Penting harus diketahui bahwa tinggi rendahnya nilai widal bukan merupakan ganbaran
berat ringannya penyakit tifus.
Dokter sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam masalah “overdiagnosis” ini sebaiknya
harus lebih mawas diri. Berbagai tindakan medis yang dilakukan harus berdasarkan kemampuan
profesional khususnya dalam menginterpretasi hasil laboratorium. Kepentingan kesehatan penderita
harus diutamakan di atas segalanya. Tindakan medis dilakukan bukan karena pertimbangan
kepentingan lainnya. Pendidikan dokter berkelanjutan dan komunikasi dengan pakar tampaknya
merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan profesionalitas dokter khususnya dalam
mengurangi kesenjangan pemahaman klinis yang sering terjadi.
Orangtua penderita sebagai penerima layanan medis berhak mengetahui informasi penyakit
penderita secara lengkap dan jelas. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat dalam masalah ini
dapat mengurangi kejadian ”overdiagnosis tifus yang masih banyak terjadi. Bila dalam keadaan
seperti di atas penderita masih divonis demam tifus perlu mendiskusikan dengan baik dan
menanyakan lebih jauh terhadap dokter yang merawat.
Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan widal seminggu kemudian, bila terjadi
peningkatan nilai widal sebanyak 4 kali menunjukkan konfirmasi diagnosis. Bila menurun, tetap
atau peningkatan tidak terlalu tinggi dibandingkan nilai widal sebelumnya maka diagnosis tifus patut
diragukan. Kalau perlu diusulkan untuk melakukan pemeriksaan kultur darah gall untuk memastikan
diagnosis tifus. Bila masih meragukan terutama penderita yang berulangkali divonis tifus sebaiknya
melakukan “second opinion” atau pendapat kedua dengan dokter lainnya.KEPUSTAKAAN
Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds. Nelson Textbook of
Pediatrics, edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-
8.Tumbelaka AR, Retnosari S. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam : Kumpulan Naskah
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Jakarta : BP FKUI, 2001:65-73.
Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis, treatment and
prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18.
Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002;347(22):1770-82.
Pang T. Typhoid Fever : A Continuing Problem. Dalam : Pang T, Koh CL, Puthucheary SD, Eds.
Typhoid Fever : Strategies for the 90’s. Singapore : World Scientific, 1992:1-2.
Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam : Strickland GT, Ed. Hunter’s Textbook of Pediatrics, edisi 7.
Philadelphia : WB Saunders, 1991:344-58.
Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ. Current trends in the management of typhoid fever.
MJAFI 2003;59:130-5.
Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M. One-step 2-minute test to detect typhoid-specific
antibodies based on particle separation in tubes. J Clin Microbiol 1998;36(8):2271-8.
Purwaningsih S, Handojo I, Prihatini, Probohoesodo Y. Diagnostic value of dot-enzyme-
immunoassay test to detect outer membrane protein antigen in sera of patients with typhoid fever.
Southeast Asian J Trop Med Public Health 2001;32(3):507-12. [Abstract]
Hatta M, Goris MG. Simple dipstick assay for the detection of Salmonella typhi-specific IgM
antibodies and the evolution of the immune response in patients with typhoid fever. Am J Trop Med
Hyg 2002;66(4):416-21. [Abstract]
Pang T. Molecular biology as a diagnostic tool in Salmonellosis. Dalam : Sarasombath S,
Senawong S, Eds. Second Asia-Pacific symposium on typhoid fever and other Salmonellosis.
Thailand : SEAMEO Regional Tropical Medicine and Public Health Network, 1995:213-6.
Massi MN, Shirakawa T, Gotoh A, Bishnu A, Hatta M, Kawabata M. Rapid diagnosis of typhoid
fever by PCR assay using one pair of primers from flagellin gene of Salmonella typhi. J Infect
Chemother 2003;9(3):233-7.
Copyright © 2009, Koran Indonesia Sehat Network Information Education Network. All rights reserved.