Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Agama Islam

HUKUM ISLAM

Kelompok 3
- Istna Kamelina F (010001600167)
- Annisa Nabila F (010001600044)
- Shinta Dewi (010001600341)
- Gania Pratiwi (010001600141)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul“Hukum Islam”ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami juga
berterima kasih kepada Ibu Tati Kurniati selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Universitas Trisakti yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kamisangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai Hukum Islam. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa
mendatang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik serta saran yang membangun dari anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Jakarta, 25 Maret 2017

Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sumber-Sumber Ajaran Hukum Islam......................................................................2
2.1.1 Al-Qur’an....................................................................................................2
2.1.2 Al-Hadist/As-Sunnah..................................................................................4
2.1.3 Ijtihad...........................................................................................................5
2.2 Fungsi Hukum Islam.....................................................................................................8
2.2.1 Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Masyarakat..............................8
2.2.2 Fungsi Adanya Hukum Islam.....................................................................8
2.3 Karakteristik dan Kontribusi Hukum Islam..............................................................10
2.3.1 Karakteristik Hukum Islam.......................................................................10
2.3.2 Kontribusi Hukum Islam............................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan.........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menentukan atau menetapkan hukum-hukum ajaran Islam para mujtahid telah
berpegang teguh kepada sumber-sumber ajaran Islam. Sumber pokok ajaran Islam adalah Al-
Qur’an yang memberi sinar pembentukan hukum Islam sampai akhir zaman. Disamping itu
terdapat as-Sunnah sebagai penjelas Al-Qur’an terhadap hal-hal yang masih bersifat umum.
Selain itu para mujtahidpun menggunakan Ijma’, Qiyas. Sebagai salah satu acuan dalam
menentukan atau menetapkan suatu hukum.

Untuk itu, perlu adanya penjabaran tentang sumber-sumber ajaran Islam tersebut
seperti Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad. Agar mengerti fungsi,karakteristik serta
kontribusi dalam menentukan suatu hukum ajaran Islam.

1.2Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja yang termasuk dalam sumber hukum islam? Jelaskan!
2. Apakah fungsi hukum islam? Jelaskan!
3. Bagaimanakah karakteristik dan kontribusi hukum islam?

1.3 Tujuan Penulisan


Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan penulis dan pembaca dapat mengetahui dan
memahami hal-hal dibawah ini :
1. Untuk mengetahui sumber-sumber hukum islam
2. Untuk mengetahui fungsi hukum islam
3. Untuk mengetahui karakteristik dan kontribusi hukum islam
1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Sumber-Sumber Ajaran Hukum Islam


2.1.1 Al-Qur’an
-Pengertian
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan,
atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-
dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam
Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya,
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Naas. Allah SWT berfirman:

ْ ‫ارة ُ أ ُ ِعد‬
َ‫َّت ِل ْلكَافِ ِرين‬ َ ‫اس َو ْال ِح َج‬
ُ َّ‫ارالَّتِي َوقُودُهَا الن‬
َ َّ‫فَإِن لَّ ْم ت َ ْفعَلُواْ َولَن ت َ ْفعَلُواْ فَاتَّقُواْ الن‬

“(Dan) apabila kamu tetap dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang


kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surat
(saja) yang semisal Al-Qur’an, dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang benar.”(QS. Al-Baqarah: 23)

-Fungsi Al-Quran
1. Mu’jizat
- Al-Qur’an telah menjadi sebab penting dalam penyebaran
agama islam
2. Pedoman hidup
- Al-Qur’an mengemukakan pokok-pokok serta prinsip umum
pengaturan hidup dalam hubungan antar manusia dengan
Tuhan dalam hubungan antar manusia dengan manusia dan
makhluk lainya
3. Korektor
- Al-Qur’an mengungkap persoalan-persoalan yang ada dalam
kitab-kitab taurat,injil dan lainya yang dinilai dinilai tidak
sesuai dengan ajaran Allah yang sebenarnya.
2
-Pembagian Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, ada 2 pendapat tentang
pembagian isi Al-Qur’an
1. 91 surat turun di mekkah dan 23 surat turun di maddinah
2. 86 surat turun di mekkah dan 28 surat turun di maddinah
Surat yang turun di mekkah dinamakan Makiyyah
Surat yang turun di madinah dinamakan Madaniyah
- Nama-nama Al-Qur’an
1. Al-Kitab = Sumber bacaan untuk pedoman
2. Al-Furqon = Pembeda hak dan batil
3. Al-Burhan/Al-Huda= Petunjuk kehidupan
4. Adz-Dzikr = Pengingat
5. Al-Hikmah = Falsafah/kebijakan-kebijakan
6. As-Syifa = Obat/penawar hati
-Kandungan Al-Qur’an
1. Aqidah(keimanan): menyempurnakan keyakinan dan meluruskan
itikad percaya kepada Allah SWT
2. Syariat:
I’tiqadiah (mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu
Kalam)
- Contoh: sholat,puasa,zakat dan naik haji
Mu’amalah (antar manusi manusia dengan makhluk hidup lain
serta dengan alam)
- Contoh hukum muamalat:
a. Hukum munakahat (pernikahan)Hukum faraid (waris),
Hukum jinayat (pidana), Hukum hudud (hukuman), Hukum
jual-beli dan perjanjian dll
3. Akhlak: mensucikan budi pekerti sebagai jalan mencapai
kebahagiaan
4. Sejarah: kisah-kisah masa lalu untuk diambil pelajaran
5. Berita tentang masa akan datang : seperti kejadian
langit,bumi,matahari dan sebagainya
3
2.1.2 Al Hadist/As-Sunnah
-Pengertian
- Etimologis: kata sunah berasal dari kata berbahasa arab sunnah yang
berarti cara, adat istiadat (kebiasaan), dan perjalanan hidup (sirah)
yang tidak dibeda-bedakan antara yang baik dan yang buruk
-Terminologi: Menurutah lihadis, sunnah berarti sesuatu yang
berasaldariNabiMuhammad SAW yang berupa perkataan, perbuatan,
penetapan, sifat, dan perjalanan hidup beliau baik pada waktu sebelum
diutus menjadi Nabi maupun sesudahnya
-Hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an
- Bayan Tafsir : Menerangkan ayar-ayat yang sangat umum
- Bayab Taqrir : As-Sunah berfungsi memperkokoh dan memperkuat
pertanyaan-pertanyaan Al-Quran
- Bayan Taudlih : Menerangkat maksud dan tujuan suatu ayat Al
Qur’an.

-Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Al hadist sebagai sumber hukum


Ket Al-Qur’an Al-Hadist
Nilai kebenaran Qath’i Dzanni/Nisbi
Ayatnya Semua menjadi Tidak semua harus dijadikan
pedoman pedoman
Lafadz dan Autentik Tidak semua autentik
makna

-KlasifikasiAl Sunnah/ Al Hadis


Berdasarkan aspek bentuk:
- Sunnah qauliyah: ucapan Nabi yang di dengar oleh para
sahabat dan disampaikan kepada orang lain.
- Sunnah fi‟liyah: perbuatan Nabi yang dilihat para sahabat dan
disampaikan kepada orang lain dengan ucapan mereka.
- Sunnah taqririyah: perbuatan sahabat atau ucapannya yang
dilakukan didepan Nabi yang dibiarkan begitu saja oleh Nabi
tanpa dilarang atau disuruh.4
-Pengkodifikasian Al-Hadist
Menurut sebagian besar ulama ada 7 kitab hadits yang dinilai terbaik
1. Ash-Shahih Bukhri
2. Ahs-shahih Muslim
3. As-Sunnan Abu Dawud
4. As-Sunnan Nasai
5. As-Sunnan Tirmidzi
6. As-Sunnan Ibnu Majah Al-Musnad Iman Ahmad

2.1.3 Ijtihad
-Pengertian
Etimologis: kata ijthad itu berasal dari bahasa Arab yang artinya
penumpahan segala upaya dan kemampuan.
terminologis: ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai mencurahkan
kesanggupan dalam hukum syara‟ yang bersifat „amaliyah. Orang
yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.
-Dasar Penggunaan Ijtihad
-Dasar hukum dibolehkannya ijtihad adalah al-Qur‟an, sunnah, dan
logika.
-Dasarnya Q.S. an-Nisa‟ (5): 59 yang berisi perintah untuk taat kepada
Allah (dengan al-Qur‟an sebagai sumber hukum), taat kepada Rasul-
Nya (dengan Sunnah sebagai pedoman), dan taat kepada ulul amri,
serta perintah untuk mengembalikan hal-hal yang dipertikaikan kepada
Allah(al-Qur‟an) dan Rasul-Nya (Sunnah).
-Kedudukan Ijtihad
-Sebagai Produk pikiran manusia yang tidak dapat melahirkan keputusan
yang mutlak absolut maka keputusan dari suatu ijtihad adalah relatif
-Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-
Sunnah
-Yang ditetapkan oleh ijtihad,mungkin berlaku bagi seseorang atau
sekelompok orang tapi tidak berlaku bagi orang lain
5
-Persyaratan Melakukan Ijtihad
-Menguasai “ilmu alat”
-Menguasai al-Qur‟an yang merupakan sumber pokok hukum Islam
-Menguasai Sunnah atau hadis Nabi sebagai sumber hukum Islam
kedua
-Mengetahui ijma‟ ulama
-Mengetahui qiyas
-Mengetahui maqasyid al-syari‟ah
-Mengetahui ushul fiqih
-Mengetahui ilmu pengetahuan dan teknologi
-Lapangan Ijtihad
-Masalah yang ditunjukkan oleh nash yang zhanniy (tidak pasti), baik
dari segi keberadaannya (wurud) maupun dari segi menunjukkan
terhadap hukum (dalalah).
-Masalah baru yang belum ditegaskan hukumnya oleh nash.
-Masalah baru yang belum di-ijma‟kan.
-Masalah yang diketahui illat hukumnya, seperti muamalah
-Metode-Metode Ijtihad
-Ijma’
kebulatan pendapat ahli Ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan
cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan
bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat
-Qiyas
Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan
menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai
suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain
yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama.
Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa
perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan
karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul
karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
6
-Istihsan
suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang
lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima
untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan
hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli
yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut
Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan)
bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal,
sedangkan barangnya dikirim kemudian
-Mashlahah mursalah
Menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah
adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan
manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang
memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi,
hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
-Istishhab
Melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di
masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau
belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada
keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali
karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
-Saddu al-dzari’ah
menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah
adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau
haram demi kepentingan umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras
walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan.
Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut
minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan

7
2.2 Fungsi Hukum Islam
2.2.1 Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
Tujuan hukum Islam, baik secara global maupun secara detail,
mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi
mereka: mengarahkan mereka kepada kebenaran, dan kebajikan, serta
menerangkan jalan yang harus dilalui oleh manusia. Hukum Islam
disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama untuk merealisasikan dan
melindungi kemaslahatan umat manusia, baik individu ataupun kolektif untuk
menjamin, melindungi dan menjaga kemaslahatan tersebut Islam menetapkan
sejumlah aturan, baik berupa perintah atau larangan. Perangkat aturan ini
disebut hukum pidana Islam. Sedangkan tujuan pokok dalam penjatuhan
hukum dalam syari‟at Islam ialah pencegahan dan pengajaran serta
pendidikan. Oleh karena tujuan hukum adalah pencegahan, maka besarnya
hukuman harus sedemikian rupa yang cukup mewujudkan tujuannya, dan
dengan demikian maka terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan
hukuman. Dengan demikian, maka hukuman dapat berbeda-beda terutama
hukuman ta‟zir. Menurut definisi mutakalimin, agama ditujukan untuk
kemaslahatan hamba di dunia dan di akhirat. Islam sebagai agama memiliki
hukum yang Fungsi utamanya terhadap kemaslahatan umat)

2.2.2 Fungsi adanya hukum Islam


1. Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat
manusia dan kepatuhan merupakan ibadah yang sekaligus juga
merupakan indikasi keimanan seseorang.
2. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia
adalah bagian dari kalam Allah yang qadim. Namun dalam
prakteknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat.
Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan
toleransi dalam hal proses pengharamannya. Contoh: Riba dan
khamr tidak diharamkan secara sekaligus tetapi secara bertahap
oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol sosial yang
dilakukan lewat tahapan riba dan khamr. 8
3. Fungsi Zawajir
Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi
warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang
membahayakanFungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh
dan berzina, yang disertai dengan ancaman hokum atau sanksi
hokum. Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap
jiwa/ badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian,
perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan ta‟zir untuk tindak
pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi
hokum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa
yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman
serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum Islam ini
dapat dinamakan dengan Zawajir.
4. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudnya
masyarakat harmonis, aman dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu,
hokum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail
sebagaimana terlihat dalam hokum yang berkenaan dengan
masalah yang lain, yakni masalah muamalah, yang pada umumnya
hokum Islam dalam masalah ini hanya menetapkan aturan pokok
dan nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli
dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing,
dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan
pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi ini disebut dengan Tanzim
wa ishlah al-ummah. Ke empat fungsi hokum Islam tersebut tidak
dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hokum tertentu, tetapi
satu dengan yang lain saling terkait.
9
2.3 Karakteris dan Kontribusi Hukum Islam
2.3.1 Karakteristik Hukum Islam
Hukum Islam memiliki watak tertentu dan beberapa karakteristik yang
membedakannya dengan berbagai macam hukum yang lain. Karakteristik tersebut
ada yang memang berasal dari watak hukum itu sendiri dan ada pula yang berasal
dari proses penerapan dalam lintas sejarah menuju ridha Allah swt. Dalam hal ini
beberapa karakteristik hukum Islam bersifat sempurna, elastis dan dinamis,
universal, sistematis, berangsur-angsur dan bersifat ta’abuddi serta ta’aquli
1. Sempurna :
Berarti hukum itu akan selalu sesuai dengan segala situasi dan kondisi
manusia dimanapun dan kapanpun, baik sendiri maupun berkelompok.
Hal ini didasari bahwa syariat Islam diturunkan dalam bentuk yang
umum dan hanya garis besar permasalahannya saja. Sehingga hukum-
hukumnya bersifat tetap meskipun zaman dan tempat selalu berubah.
Penetapan hukum yang bersifat global oleh al Quran tersebut
dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada umat manusia
untuk melakukan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi ruang dan
waktu.
2. Harakah (Elastis, dinamis, fleksibel dan tidak kaku)
Hukum Islam bersifat dinamis berarti mampu menghadapi
perkembangan sesuai dengan tuntutan waktu dan tempat. Hukum Islam
bersifat elastis meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan
manusia. Hukum Islam tidak kaku dan tidak memaksa melainkan
hanya memberikan kaidah dan patokan dasar secara umum dan global.
Sehingga diharapkan tumbuh dan berkembang proses ijtihad yang
mengindikasikan bahwa hukum Islam memang bersifat elastis dan
dinamis, dapat diterima di segala situasi dan kondisi.
3. Ijmali (Universalitas)
Ajaran Islam bersifat universal, ia meliputi seluruh alam tanpa tapal
batas. Ia berlaku bagi orang Arab dan orang ‘Ajam (non Arab), kulit
putih dan kulit hitam. Di samping bersifat universal atau menyeluruh,
hukum Islam juga bersifat dinamis (cocok untuk setiap
zaman). Misalnya pada zaman modern ini kita tidak menemukan
secara tersurat dalam sumber hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadits)
mengenai masalah yang sedang berkembang pada abad 20 ini.10
tetapi dengan menggunakan metode ijtihad, baik itu qiyas dan
sebagainya kita bisa mengleuarkan istinbath hukum dari hukum yang
telah ada dengan mengambil persamaan illatnya.
Ini berarti hukum Islam itu dapat menjawab segala tantangan zaman.
Sebenarnya hukum pada setiap perkembangan zaman itu sudah tersirat
dalam Al-Qur’an dan hanya kita sebagai manusia apakah bisa
menggunakan akal kita untuk berijtihad dalam mengambul suatu
putusan hukum tersebut.Hukum Islam meliputi seluruh alam tanpa ada
batas wilayah, suku, ras, bangsa dan bahasa. Keuniversalan ini
tergambar dari sifat hukum Islam yang tidak hanya terpaku pada satu
masa saja (abad ke-7, misalnya). Tetapi untuk semua zaman hukum
Islam menghimpun segala sudut dari segi yang berbeda-beda di dalam
satu kesatuan dan akan selalu cocok dengan masyarakat yang
menghendaki tradisi ataupun modern, seperti halnya hukum Islam
dapat melayani para ahl ‘aql, ahl naql dan ahl ro’yi atau ahl hadits.
Bukti yang menunjukkan bahwa hukum Islam memenuhi sifat dan
karaktersitik tersebut terdapat dalam Al-Qur’an yang merupakan garis
kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur alam semesta termasuk
manusia. Firman Allah SWT ;

ِ َّ‫ِيرا َولَ ِك َّن أ َ ْكثَ َر الن‬


َ‫اس ََّل َي ْعلَ ُمون‬ ً ‫ِيرا َونَذ‬ ِ َّ‫س ْلنَاكَ ِإ ََّّل كَافَّةً ِللن‬
ً ‫اس بَش‬ َ ‫َو َما أ َ ْر‬
Artinya :
Dan Kami (Allah) tidak mengutsu kamu (Muhammad) melainkan
kepada umat manusia seluruhnya untuk membawa berita gembira dan
berita peringatan. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(QS. Saba: 28)
4. Sistematis
Berarti antara satu ajaran dengan ajaran yang lain saling bertautan,
bertalian dan berhubungan satu sama lain secara logis. Kelogisan ini
terlihat dari beberapa ayat al Quran yang selalu menghubungkan antara
satu institusi dengan institusi yang lain. Selain itu hukum Islam
mendorong umatnya untuk beribadah di satu sisi tetapi juga tidak
melarang umatnya untuk mengurusi kehidupan duniawi.
11
5. Berangsur-angsur (tadrij)
Hukum Islam dibentuk secara tadrij dan didasarkan pada al Quran
yang diturunkan secara berangsur-angsur. Keberangsuran ini
memberikan jalan kepada manusia untuk melakukan pembaruan
karena hidup manusia selalu mengalami perubahan. Pembaruan yang
dimaksud adalah memperbarui pemahaman keagamaan secara
sistematis sesuai dengan perkembangan manusia dalam berbagai
bidang.
6. Bersifat ta’abuddi dan ta’aquli
Hukum Islam dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk ibadah
yang fungsi utamanya untuk mendekatkan manusia kepada Allah swt,
yakni beriman kepadaNya. Dan segala konsekuensi berupa ibadah
yang mengandung sifat ta’abuddi murni yang artinya makna (ide dan
konsep) yang terkandung di dalamnya tidak dapat dinalar (ghoiru
ma’qula al ma’na) atau irrasional. Hal yang dapat dipahami dari sifat
ta’abud ini hanyalah kepatuhan pada perintah Allah swt, merendahkan
diri kepada Nya dan mengagungkanNya.
Yang kedua berbentuk muamalah yang di dalamnya bersifat ta’aquli.
Ta’aquli ini bersifat duniawi yang maknanya dapat dipahami oleh nalar
(ma’qula al ma’na) atau rasional. Maka manusia dapat melakukannya
dengan bantuan nalar dan pemikiran manusia. Illat dari muamalah
yang bersifat ta’aquli dapat dirasionalkan dengan melihat ada maslahat
atau madlarat yang terkandung di dalamnya. Sesuatu yang dilarang
karena ada madlaratnya dan diperintahkan karena ada maslahat di
dalamnya.
7. Tafshili (Partikularitas)
Hukum Islam itu mencerminkan sejumlah doktrin yang bertalian
secara logis. Beberapa lembaganya saling berhubungan satu dengan
yang lainnya. Perintah shalat dalam Al-Qur’an senantiasa diiringi
dengan perintah zakat. Berulang-ulang Allah SWT berfirman: “makan
dan minumlah kamu, tetapi jangan berlebih-lebihan.”
Dari ayat diatas dipahami bahwa Islam tidak mengajarkan spiritual
yang mandul. Dalam hukum Islam manusia dieprintahkan mencari
rezeki, tetapi hukum Islam melarang sifat imperial dan kolonial ketika
mencari rezeki tersebut
12
8. Akhlak (Etistik)
Akhlak dimasukkan sebagai karakter hukum Islam didasarkan pada prinsip
bahwa hukum yang dating dari Allah adalah tentang aturan moral bagi
sekalian manusia.
Dimensi akhlak dimasukkan sebagai karakter hukum Islam didasarkan pada
beberapa alasan sebagai berikut :
a. Hukum Islam dibangun berdasarkan petunjuk wahyu (Ql-
Qur’an) yang dikembangkan melalui kehidupan Nabi SAW
(AS Sunnah) dan ijtihadiyah.
b. Segala peraturan hukum Islam memproyeksikan pada 2
bagian peraturan yakni pengaturan tentang tindakan
hubungan dengan Allah yang daripadanya lahir hukum-
hukum ibadah dan pengaturan menyangkut tindakan antar
sesama manusia atau dengan makhluk lain
(lingkungannya).
Lebih jauh lagi, bentuk karakter akhlak pada hukum Islam dapat disarikan
dalam beberapa ilustrasi sebagai berikut :
a. Hukum dalam pembinaan mental spiritual manusia maka diberlakukan
hukum-hukum ibadah agar hubungan manusia dengan Tuhannya
terbina dengan baik dan diharapkan memiliki efek sosial yang baik
bagi lingkungannya.
b. Pembinaan akhlak untuk memelihara keturunan maka diberlakukan
hukum larangan zina.
c. Pembinaan pada etika pergaulan antara lelaki dan perempuan
diberlakukan hukum berpenampilan (tabarruj) antar mereka agar
masing-masing mereka menundukkan pandangan.
d. Pendidikan akhlak agar memelihara harta maka diberlakukan larangan
judi
e. Pendidikan moral etika ekonomi maka diberlakukan hukum larangan
melakukan riba atau perbuatan mengambil harta dengan jalan batils
eperti merampok, penipuan ataupun penggelapan. dst

13
9. Tahsini (Estetik)
Pengertian yang lazim untuk estetik adalah keindahan. Pesan dasar
yang bisa ditangkap dari makna khusus bahwa keindahan didudukkan
pada kualitas kebaikan (maslahat) yang tertinggi. Paling tidak dalam
pengertian literal tahsiniyah adalh puncak kebaikan yang dituju pada
maslahat atau puncak moral.
Dalam hukum-hukum ibadah juga nampak berlakunya karakter etestik
hukum Islam. Secara umum para subjek diberlakukan hukum-hukum
wajib ibadah seperti shalat 5 waktu, puasa ramadhan, zakat dan naik
haji, akan tetapi hukum memberikan pula pilihan-pilihan yang lebih
baik agar para subjek hukum melaksanakan ibadah-ibadah anjuran
seperti shalat sunnat yang beragam macam, I’tikaf di mesjid, puasa
sunnat dan sadaqah.
Karakter hukum Islam yang bersifat estetik banyak ditemukan dalam
berbagai lapangan hukum Islam. Minimal menyangkut berlakunya
hukum sunnat di antara panca ajaran hukum (Ahkamu al Khamsah)
tidak lain merupakan tahsiniyah (estetik) maslahat hukum.

2.3.2 Kontribusi Hukum Islam


Berbicara menyangkut Kontribusi Hukum Islam dalam
pembangunan Hukum Nasional (Tinjauan prespektif dan Prospektif)
untuk memberikan landasan yang jelas tentang pembahasan materi
diatas, ada baiknya kita kembali sejenak melihat sejarah perkembangan
berlakunya hukum Islam di Indonesia.

Sejarah berlakunya hukum Islam di Indonesia dapat dilihat dari dua


priode, yaitu:
- Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya disebut juga teori
Receptio in complexu
Teori Receptio in complexu adalah suatu periode dimana Hukum Islam
diberlakukan sepenuhnya bagi orang Islam sebab mereka telah
memeluk agama Islam. Sejak adanya kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia pemerintah kolonial memberlakukan hukum Islam bagi umat
Islam.
14
Khususnya Hukum Perkawinan dan Hukum Waris yang kemudian disebut
dengan hukum kekeluargaa. Untuk menjamin pelaksanaan Hukum tersebut
oleh Belanda di keluarkan peraturan Resolutie der Indische Regeerin
tanggal 25 Mei 760 yang kemudian dikenal dengan Compendium - Freijer.
Dalam Regeerings- reglement (RR) tahun 1885. pasal 75 dinyatakan
bahwa oleh Hakim Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang-undang
Agama (Godsdienstige Wetten)

- Periode penerimaan Hukum Islam oleh Hukum adat disebut teori


Receptie
periode penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat dipahami bahwa
Hukum Islam baru berlaku bila dikehendaki atau diterima oleh hukum
Adat. Dalam Indische Starsregeling (IS) yang diundangkan dalam Stbl.
1929. 212, bahwa Hukum Islam di cabut dari tata Hukum Hindia
Belanda. Pasal 134 ayat (2) IS tahun 1929 itu berbunyi :
Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam akan
diselesaikan oleh Hakim Agama Islam apabila Hukum Adat mereka
menghendakinya dan sejauh itu tidak ditentukan lain dengan suatu
ordonansi. Selanjutnya pada tahun 1937, pemerintah Hindia Belanda
mengemukakan gagasan bahwa wewenang pengadilan Agama yang
mengadili masalah kewarisan sejak tahun 1882 dialihkan menjadi
wewenang pengadilan Negri. Dengan Stbl 177: 116 dicabutnya
wewenang pengadilan Agama dengan alasan bahwa Hukum Waris
belum diterima sepenuhnya oleh hukum adat

Pada zaman Kemerdekaan, Hukum Islampun melewati dua periode:


a. Periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasive
dalam konteks Hukum konstitusi ialah sumber Hukum yang baru di
terima orang apabilah diyakini. Dalam konteks Hukum Islam,
piagam jakarta sebagai salah satu hasil sidang BPUPKI merupakan
sumber persuasive

15
b. Periode Hukum Islam sebagai sumber autoritatif.
Sumber Hukum Islam baru menjadi sumber autoritatif (sumber
hukum yang telah mempunyai kekuatan Hukum) dalam
ketatanegaraan ketika Dekrit Presiden 5 Juli yang mengakui bahwa
jakarta menjiwai UUD 1945.

Dalam pemerintahan Orde Baru. Politik Hukum Negara RI baru-


barulah diberlakukan dan dibuktikan dengan diundangkan UU No.1 tahun
1974 tentang perkawinan. Dari pasal 2 UUtersebut ditulis bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya.
Sementara dalam pasal 63 dinyatakan bahwa yang dimaksud Pengadilan
dalam Undang-Undang tersebut adalah pengadilan agama bagi mereka yang
beragama Islam. Setelah Undang-Undang No. 1974 ini kemudian diundangkan
lagi undang-undang peradilan Agama No.7/1989 yang sekaligus
mengokohkan kedudukan lembaga peradilan agama di Indonesia.
Sekarang ini adalah saat yang tepat untuk mengkaji ulang masalah-
masalah yang menyangkut nasib bangsa termasuk ummat Islam. Dalam hal ini
menyangku masalah kontribusi hukum Islam terhadap hukum Nasional.
16
BAB III
PENUTUP

3.1Simpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
Al-Qur’an merupakan sumber utama yang dijadikan oleh para mujtahid dalam
menentukan hukum ajaran Islam. Karena, segala permasalahan hukum agama
merujuk kepada Al-Qur’an tersebut atau kepada jiwa kandungannya. Apabila
penegasan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an masih bersifat global, maka hadist
dijadikan sumber hukum kedua, yang mana berfungsi menjelaskan apa yang
dikehendaki Al-Qur’an dalam fungsi hukum islam serta kontribusinya bagi hukum
islam. Sumber hukum yang lain adalah Ijmak dan Qiyas.Ijmak dan Qiyas merupakan
sumber pelengkap, yang mana wajib diikuti selama tidak bertentangan dengan nash
syari’at yang jelas.
17
DAFTAR PUSTAKA

Zamawi,Eva Maulana dkk.2016.Membangun Etika Islam dalam Kehidupan,September


2016.Jakarta:Universitas Trisakti.

https://feradesliaahyar.wordpress.com/2012/11/15/makalah-sumber-hukum-
islam/.27/03/2017.”Makalah:Sumber Hukum Islam”

http://maszal.blogspot.co.id/2015/12/karakteristik-hukum islam.html?m=1.26/03/2017.
”KarakteristikHukum Islam”

http://www.kumpulanmakalah.com/2016/04/kontribusi-hukum-islam-
dalam.html?m=1.25/03/2017.”KONTRIBUSI HUKUM ISLAM DALAM PEMBANGUNAN
HUKUM NASIONAL”
18

Anda mungkin juga menyukai