Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengelolaan keuangan negara membutuhkan interaksi dan kerjasama dengan pemerintah
negara lain, organisasi internasional, perusahaan dan masyarakat. Kerjasama dan
hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan pemberian bantuan yang bersifat mengikat
dan bantuan yang bersifat tidak mengikat atau hibah. Indonesia sebagai negara berkembang
dengan jumlah penduduk dan luas wilayah yang besar, menarik berbagai pihak terutama
pihak internasional untuk memberikan bantuan, baik karena alasan ekonomi maupun sosial.

Pemberian bantuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pemberian bantuan yang harus
dikembalikan dan tidak dikembalikan. Bantuan yang tidak dikembalikan disebut sebagai
hibah atau dalam terminologi internasional sering disebut sebagai grant. Hibah merupakan
bentuk bantuan yang tidak harus dikembalikan dan tidak mengikat pihak yang diberi untuk
melakukan komitmen tertentu. Pemberian hibah harus tetap dilaksanakan secara berhati-
hati, karena tidak jarang pemberian hibah tersebut memiliki motif ekonomi dan sosial yang
lain. Pemberian uang, barang atau jasa harus tetap dilihat dampak jangka panjang dan tetap
barus memperhatikan kemandirian bangsa dan independensi pemerintah.

Pemerintah juga dapat memberikan hibah kepada pemerintah negara lain, organisasi
internasional, pemerintah daerah, perusahaan, lembaga atau masyarakat untuk tujuan
solidaritas kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan serta tujuan ekonomi dan sosial
lainnya. Pemberian hibah harus tetap dilakukan dengan memperhatikan aspek kebutuhan,
keadilan dan fairness. Hibah diberikan dengan kriteria yang ketat dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga dirasakan adil untuk semua masyarakat.

Sebagai bentuk penerimaan dan belanja pemerintah, hibah harus dipertanggungjawabkan


mengikuti mekanisme dan ketentuan dalam regulasi keuangan negara. Akuntabilitas
tersebut tidak hanya terkait dari aspek akuntansi namun juga harus dimulai dari aspek
penganggaran, mekanisme pengeluaran/penerimaan dana sampai dengan pelaporan
kepada stakeholder.

Kasus penerimaan hibah dari masyarakat yang tidak dipertanggungjawabkan, sering


munculnya dana hibah yang tidak dilaporkan menunjukkan perlunya pengaturan lebih lanjut
mengenai hibah. Buletin Teknis 10 tentang Bantuan Sosial memberikan batasan hanya
dapat dilakukan untuk pengeluaran yang terkait risiko sosial. Bultek ini menyebabkan
beberapa pengeluaran kepada masyarakat dan organisasi yang saat ini telah dilakukan
pemerintah tidak dapat dianggarkan melalui belanja ini, hal ini membutuhkan alternatif jenis
belanja yang dapat digunakan untuk menampung pengeluaran tersebut.

Permasalahan di atas membutuhkan pengaturan lebih detail tentang belanja dan


penerimaan hibah dalam rangka meningkatkan akuntabilitas keuangan negara. Tujuan
buletin teknis hibah ini adalah untuk memberikan acuan mengenai bagaimana penerimaan /
pendatapan dan belanja / bebab hibah dipertanggungjawabkan, disajikan dan diungkapkan
dalam laporan keuangan pemerintah.

1
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

1.2. Penggunaan terminologi hibah dalam pengelolaan keuangan negara/daerah

1.2.1. Hibah sebagai salah satu sumber pendapatan dalam APBN/ APBD

Dalam hal ini, hibah merupakan salah satu komponen pendapatan baik di dalam APBN
maupun APBD. Untuk pemerintah pusat, komponen pendapatan di dalam APBN adalah
penerimaan perpajakan, PNBP dan hibah. Sedangkan untuk pemerintahan daerah,
komponen pendapatan di dalam APBD adalah Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan
Transfer, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Di dalam struktur pendapatan pemerintah
daerah, pendapatan hibah termasuk ke dalam kelompok Lain-Lain Pendapatan yang Sah.

1.2.2. Hibah sebagai salah satu jenis sumber dana pada Dokumen Pelaksanaan
Anggaran

Dalam proses pelaksanaan anggaran, pada dokumen anggaran yang menjadi dasar bagi
Kementerian Negara/Lembaga ataupun SKPD untuk menjalankan kegiatannya terdapat
istilah sumber dana yang digunakan untuk membiayai kegiatannya. Ada beberapa jenis
sumber dana yang umum yaitu Rupiah Murni, Rupiah Murni Pendamping, Pinjaman LN,
Hibah LN, Pinjaman DN, Hibah DN. Jenis sumber dana ini umumnya dijabarkan dalam suatu
kodefikasi di dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang mencerminkan dari mana asal
sumber dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan

1.2.3. Hibah sebagai salah satu jenis belanja pemerinah

Baik di pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, hibah merupakan salah satu jenis
belanja di dalam APBN maupun APBD sebagaimana diatur di dalam peraturan perundangan
yang mengatur jenis belanja pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah daerah.

1.2.4. Hibah dalam konteks pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah

Dalam konteks pengelolaan BMN/BMD, hibah merupakan pengalihan kepemilikan barang


dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah
kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

1.3. Permasalahan dalam pengelolaan hibah

1.3.1 Pengelolaan Hibah di luar mekanisme APBN/APBD

Sebagai salah satu komponen pendapatan negara selain penerimaan perpajakan dan
PNBP, seluruh estimasi pendapatan hibah seharusnya termuat di dalam UU APBN/Perda
APBD setiap tahunnya. Namun demikian dalam kenyataannya masih banyak pendapatan
hibah yang belum termuat di dalam UU APBN/Perda APBD dan pengelolaannyapun di luar
mekanisme APBN/APBD (off budget). Bila kita melihat dari kondisi ideal proses perencanaan
dan penganggaran, untuk dialokasikan sebagai salah satu sumber pendanaan dalam APBN,
penerimaan hibah akan melalui proses perencanaan dan penganggaran yaitu melalui
dibuatnya Terms of Reference (TOR), Rencana Anggaran Biaya (RAB), Rencana Kerja
Anggaran (RKA) hingga masuk ke dalam dokumen pelaksanaan penganggaran. Hal ini
dapat terjadi disebabkan karena untuk pendapatan hibah dalam APBN/APBD setiap
tahunnya disusun berdasarkan estimasi pendapatan yang telah dapat diperkirakan dari

2
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

komitmen berbagai donor yang diperkirakan akan masuk sebagai pendapatan di tahun
anggaran bersangkutan. Pada kenyataannya, kondisi ideal tersebut sering tidak dapat
terpenuhi, di mana terdapat berbagai pendapatan hibah yang ternyata tidak diperkirakan
sebelumnya namun terjadi realisasinya terutama setelah APBN/APBD atau APBN-P/APBD-
P ditetapkan.
Penerimaan hibah yang Off Budget tersebut dapat dipastikan juga berada di luar
pengelolaan BUN/BUD (Off Treasury). Dalam hal ini penerimaan hibah tersebut baik berupa
uang/barang dan/atau jasa, mekanisme penerimaan dan pengelolaan hibahnya tidak melalui
Kementerian Keuangan selaku BUN atau instansi pada pemerintah daerah yang mempunyai
fungsi perbendaharaan (BUD), melainkan langsung diterima dan dikelola oleh Kementerian
Negara/Lembaga atau instansi teknis di daerah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 38
Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan
bahwa: Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri
Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam
negeri ataupun dari luar negeri sesuai ketentuan UU tentang APBN. Penerimaan hibah
langsung dari donor dalam bentuk uang yang off budget dan off Treasury di beberapa
Kementerian Negara/Lembaga dan pemerintah daerah ini menyebabkan munculnya
rekening-rekening pemerintah penampung dana hibah yang bertebaran di berbagai instansi
pemerintah. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 8 ayat 1) dan 2) dan Pasal 9 ayat 2 UU
No.1/2004 yang mengamanatkan Menteri Keuangan selaku BUN dan Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah selaku BUD (PPKD selaku BUD) untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan antara lain menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan,
menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga dalam
pengelolaannya serta Pasal 22 ayat (1) UU No.1/2004 yang menyatakan bahwa Menteri
Keuangan selaku BUN berwenang mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah.

1.3.2 Penerimaan hibah yang didorong oleh kepentingan donor


Para pemberi hibah (donor) sering menawarkan pemberian hibah kepada suatu entitas lain
dengan berbagai persyaratan tertentu yang mengikat apabila si penerima ingin mendapatkan
hibah. Hal ini bisa dalam bentuk persyaratan politis, ekonomi dan aspek lainnya. Sering
dijumpai donor akan memberikan hibah untuk satu kegiatan tertentu saja yang terkait
dengan kepentingan donor. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan semangat dari Pakta
Jakarta Commitment yang merupakan bentuk kesepahaman antara Indonesia dan Negara-
negara donor. Dalam Poin II.a) Pakta Jakarta Commitment dinyatakan bahwa mitra
pembangunan Indonesia berkomitmen untuk menyediakan bantuan pembangunan mereka
berdasarkan permintaan negara penerima. Selanjutnya lebih tegas lagi dalam Poin II.b)
dinyatakan bahwa pemerintah dan mitra pembangunannya akan beralih dari pendekatan
proyek menjadi pendekatan berdasarkan program yang mendukung program pemerintah
dan berhubungan dengan prioritas dari Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian
teknis terkait. Pemerintah dan mitranya akan bekerja sama untuk mendukung
kesesuaiannya dengan sistem pemerintahan terutama dengan sistem pelaporan pemerintah.
Hal ini mengamanatkan bahwa seharusnya negara donor dalam memberikan hibahnya
harus menyelaraskan dengan program prioritas nasional yang telah ditetapkan oleh
pemerintah ke dalam program prioritas masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.

3
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

1.3.3 Pengelolaan penerimaan hibah yang masih beragam di beberapa Kementerian


Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Secara umum pola pengelolaan penerimaan hibah yang dilakukan oleh Kementerian
Negara/Lembaga dan daerah yang belum mengikuti mekanisme APBN/APBD saat ini antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Penerimaan hibah berupa uang dari Luar Negeri yang langsung diberikan kepada
Kementerian Negara/Lembaga atau kepada Pemerintah Daerah tanpa melalui
BUN/BUD. Contoh dalam hal ini, Bappenas mengkoordinasikan penerimaan hibah dari
negara donor yang mekanisme transfer dananya langsung dari pemberi hibah ke
rekening Bappeda Kabupaten/Kota. Selanjutnya Bappeda Kabupaten/Kota mentransfer
langsung ke rekening Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang kemudian
digunakan langsung untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Pada tingkat propinsi,
negara pemberi hibah mentransfer langsung dana hibah ke SKPD terkait. Kesepakatan
penerimaan hibah ini ditandatangani oleh pemberi hibah dengan Bappenas,
Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur. Contoh lain pada Kementerian Kesehatan
c.q Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (selaku
principal recipient) yaitu dana hibah masuk ke rekening Kementerian Kesehatan dan
selanjutnya disalurkan ke Dinas Kesehatan Propinsi (selaku sub recipient). Rekening di
Kementerian Kesehatan untuk menampung dana hibah dari donor tersebut dikelola
secara terpisah dan bukan merupakan rekening Bendahara Penerimaan maupun
rekening Bendahara Pengeluaran. Demikian juga Rekening di Pemerintah Daerah untuk
menampung dana hibah, dikelola secara terpisah dan bukan merupakan bagian dari
Kas Umum Daerah.
b. Hibah berupa barang yang dapat berupa aset tetap (bangunan, kendaraan, alat-alat
kesehatan, komputer dan sebagainya) maupun aset lancar/barang habis pakai (vaksin,
makanan, kelambu, obat-obatan dan sebagainya), yang langsung diterima oleh
Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah tanpa dilaporkan kepada BUN/BUD.
Hibah berupa barang tersebut tidak dicatat dengan alasan bahwa status kepemilikan
yang belum jelas (tidak adanya Berita Acara Serah Terima) dan kesulitan untuk
mencantumkan nilai hibah karena tidak didukung oleh dokumen yang lengkap atau tidak
adanya kesepakatan atas nilai barang yang akan dihibahkan antara pemberi dan
penerima hibah. Contoh untuk hal ini banyak terjadi pada Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Aceh-Nias yang banyak menerima hibah dalam bentuk kendaraan,
peralatan berat dan mesin-mesin untuk membantu pemulihan Aceh pasca tsunami serta
penerusan hibah tersebut kepada pemerintah daerah, atau di Kementerian Kesehatan
yang menerima hibah dari Red-Cross International berupa serum dan vaksin untuk
digunakan dalam rangka kegiatan imunisasi.
c. Hibah berupa jasa yang diperoleh oleh satuan kerja instansi pusat maupun SKPD yang
dapat berupa kegiatan pelatihan, sosialisasi, workshop dan seminar, serta technical
assistance. Hal ini banyak yang tidak disajikan dan diungkapkan dengan alasan
kesulitan untuk melakukan pencatatan karena tidak adanya dokumen pendukung untuk
menilai berapa jumlah nominal penerimaan hibah berupa jasa dimaksud dan seringkali
penerima manfaat langsungnya adalah masyarakat umum.

4
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

1.3.4 Belum tertibnya pelaksanaan aturan tentang pengeluaran/belanja hibah yang


dilakukan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah.
UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 22, 23 dan 24 menyebutkan
bahwa pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah
daerah, pemerintah/lembaga asing, perusahaan negara/daerah dan/atau sebaliknya.
Selanjutnya UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 33 menyatakan
bahwa pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada pemerintah
daerah/BUMN/BUMD sesuai dengan yang tercantum dalam UU APBN. Lampiran PP Nomor
21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga mengelompokkan pengeluaran hibah ke dalam belanja hibah. Namun
demikian masih ditemui praktik atas transaksi hibah yang belum sesuai dengan peraturan
yang berlaku, seperti adanya belanja hibah yang dialokasikan dari jenis belanja lain (belanja
lain-lain).

1.3.5 Pengaruh Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang


Akuntansi Belanja Bantuan Sosial terhadap pelaksanaan belanja hibah
Dengan terbitnya Buletin teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang
Akuntansi Belanja Bantuan Sosial telah memberikan definisi dan batasan yang sangat jelas
dan berpengaruh terhadap tugas pemerintahan dalam melayani masyarakat terkait dengan
pemberian bantuan sosial.
Pengaruh yang signifikan terjadi pada pelaksanaan tugas pemerintah dalam pemberian
bantuan yang selama ini dikategorikan block grant dan disalurkan melalui belanja bantuan
sosial. Block grant yang dapat disalurkan melalui belanja bantuan sosial harus memiliki
kriteria sebagaimana diatur dalam buletin teknis di atas, sedangkan kenyataannya masih
banyak bantuan yang wajib dipenuhi oleh pemerintah, namun tidak dapat dipenuhi karena
tidak memenuhi kriteria belanja bantuan sosial.

1.4. Tujuan dan Ruang Lingkup Buletin Teknis Hibah

Buletin Teknis Hibah ini mengatur transaksi hibah untuk pemerintah pusat dan daerah,
dimaksudkan sebagai petunjuk operasional bagi petugas pelaksana akuntansi pusat dan
daerah untuk memahami dan mengimplementasikan proses akuntansi hibah secara tepat
waktu, transparan, dan akurat sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai
ketentuan perundang-undangan.
Tujuan Buletin teknis Hibah adalah untuk memberikan panduan, menyelaraskan persepsi
dan menghapus berbagai permasalahan pengelolaan dan pertanggungjawaban dana yang
berhubungan dengan hibah baik berupa pendapatan hibah dan belanja hibah.
Buletin teknis Hibah ini memuat hal-hal: regulasi terkait hibah, pengertian hibah, kriteria
pendapatan hibah, kriteria belanja hibah, jenis dan klasifikasi pendapatan hibah, jenis dan
klasifikasi belanja hibah, mekanisme hibah pada pemerintah pusat, mekanisme hibah pada
pemerintah daerah, akuntansi hibah meliputi pengakuan pendapatan hibah, pengakuan
belanja hibah, hibah langsung bentuk kas/non kas, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan serta contoh ilustrasi pendapatan hibah dan belanja hibah.

5
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

BAB II
REGULASI TERKAIT DENGAN HIBAH

2.1. Regulasi Terkait Hibah


2.1.1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
a. Pasal 22 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman
dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya;
b. Pasal 23 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan
hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing
dengan persetujuan DPR;
c. Pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah
Daerah/Perusahaan Negara/Perusahaan Daerah;
d. Pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan
negara/daerah;
e. Pasal 24 ayat (2) menyatakan bahwa pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan
penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu
ditetapkan dalam APBN/APBD;

2.1.2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


a. Tentang Belanja Hibah:
(1) Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan
pinjaman atau hibah kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD sesuai dengan yang
tercantum/ditetapkan dalam UU tentang APBN;
(2) Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan
pinjaman atau hibah kepada lembaga asing sesuai dengan yang
tercantum/ditetapkan dalam UU tentang APBN;
b. Tentang pendapatan hibah:
(1) Pasal 38 ayat (1) menyatakan Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang
diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau
menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN.
(2) Pasal 38 ayat (2) menyatakan Utang/Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
(3) Pasal 38 ayat (3) menyatakan Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang
atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran
Belanja Negara.
(4) Pasal 38 ayat (4) menyatakan Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan
hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan
utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur
dengan peraturan pemerintah.

6
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

2.1.3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
a. Pasal 1 poin (28) menyatakan bahwa hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari
pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional,
pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa,
rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu
dibayar kembali.
b. Pasal 43 menyatakan bahwa lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan
pendapatan dana darurat;
c. Pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa pendapatan hibah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 merupakan bantuan yang tidak mengikat;
d. Pasal 44 ayat (2) menyatakan bahwa hibah kepada daerah yang bersumber dari luar
negeri dilakukan melalui pemerintah pusat.

2.1.4. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Pada Bab yang mengatur tentang Penyusunan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara
Umum Negara (RDP-BUN) disebutkan dalam:
a. Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran
Bendahara Umum Negara menetapkan unit organisasi di lingkungan Kementerian
Keuangan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara.
b. Pasal 16 ayat (2) menyatakan bahwa Pada awal tahun, Pengguna Anggaran Bendahara
Umum Negara dapat berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pihak lain
terkait menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk
tahun anggaran yang direncanakan dengan memperhatikan prakiraan maju dan rencana
strategis yang telah disusun.
c. Pasal 16 ayat (3) menyatakan bahwa Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara
Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan indikasi dana dalam
rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kementerian Keuangan.
d. Dalam penjelasan pasal 16 disebutkan bahwa Yang dimaksud “kebutuhan dana
pengeluaran Bendahara Umum Negara” antara lain:
1) transfer ke daerah;
2) bunga utang;
3) subsidi;
4) hibah (dan penerusan hibah);
5) kontribusi sosial;
6) dana darurat/penanggulangan bencana alam;
7) kebutuhan mendesak (emergency),
8) cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan (policy measures);
9) dana transito;
10) cicilan utang;
11) dana investasi Pemerintah;
12) penyertaan modal negara;
13) dana bergulir;
14) dana kontinjensi;

7
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

2.1.5. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah


Peraturan Pemerintah ini memberikan pengaturan terkait dengan hibah sebagai salah satu
sumber pendapatan daerah dan hibah daerah sebagai salah satu jenis belanja daerah.
Beberapa definisi dan pengaturan yang terkait dengan Buletin teknis ini adalah sebagai
berikut:
a. Pasal 1 poin 9 menyatakan bahwa Hibah Daerah adalah pemberian dengan
pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah
Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan
dilakukan melalui perjanjian.
b. Dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa hibah kepada Pemerintah Daerah berasal
dari Pemerintah, badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau kelompok
masyarakat atau perorangan dalam negeri.
c. Dalam pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa Hibah dari Pemerintah Daerah dapat
diberikan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah Lain, badan usaha milik negara

2.1.6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah
Peraturan Pemerintah ini memberikan pengaturan terkait dengan penerimaan hibah
pemerintah sebagai berikut:
a. Pasal 2 menyatakan bahwa penerimaan hibah harus memenuhi prinsip:
1) Transparan;
2) Akuntabel;
3) Efisien dan efektif;
4) Kehati-hatian;
5) Tidak disertai ikatan politik; dan
6) Tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara.
b. Pasal 42 memberikan uraian tentang hibah yang diterima pemerintah dapat berbentuk 4
hal yaitu uang tunai; uang untuk membiayai kegiatan; barang/jasa; dan/atau surat
berharga.
c. Pasal 43 :Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk uang tunai disetorkan langsung
ke Rekening Kas Umum Negara atau rekening yang ditentukan oleh Menteri sebagai
bagian dari penerimaan APBN.

d. Pasal 44 :Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dicantumkan dalam dokumen
pelaksanaan anggaran (DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.)

e. Pasal 48 memberikan gambaran tentang penerimaan hibah menurut jenisnya yaitu hibah
yang direncanakan dan/atau hibah langsung.
f. Pasal 48 memberikan gambaran tentang sumber dana hibah yang dapat berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri.
g. Dalam pasal 50 ayat (1) disebutkan bahwa penerimaan hibah dalam negeri berasal dari
lembaga keuangan dalam negeri; lembaga non keuangan dalam negeri; Pemerintah
Daerah; perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah negara
Kesatuan Republik Indonesia; lembaga lainnya; dan perorangan.
h. Sementara pasal 50 ayat (2) disebutkan bahwa penerimaan hibah luar negeri berasal dari
negara asing; lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa; lembaga multilateral;

8
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

lembaga keuangan asing; lembaga non keuangan asing; lembaga keuangan nasional
yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik
Indonesia; dan perorangan.
i. Pasal 57 ayat (1) menyebutkan bahwa sepanjang diatur dalam Perjanjian Hibah, Hibah
yang bersumber dari luar negeri dapat: diterushibahkan atau dipinjamkan kepada
Pemerintah Daerah; atau dipinjamkan kepada BUMN.
j. Pasal 56 : Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menerima Hibah langsung dari Pemberi
Hibah dengan memperhatikan prinsip dalam penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.

2.1.7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan


Daerah
a. Dari sisi hibah sebagai pendapatan daerah, PP 58 Tahun 2005 mengatur hal-hal sebagai
berikut:
i. Pasal 24 menyatakan bahwa Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan
seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah,
dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah;
ii. Pasal 25 menyatakan bahwa Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari
pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak
mengikat;
b. Sementara dari sisi hibah sebagai pengeluaran daerah, PP No.58 Tahun 2005 mengatur
dalam Penjelasan Pasal 27 ayat (7) huruf f yang menyatakan bahwa hibah digunakan
untuk menganggarkan pemberian uang/barang atau jasa kepada pemerintah daerah
lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta
tidak secara terus menerus.

2.1.8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
a. Pasal 1 poin 18 menyatakan bahwa Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah
daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
b. Pasal 58 ayat (1) menyebutkan bahwa Hibah barang milik negara/daerah dilakukan
dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan
penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.
Sementara 58 ayat (2) menyatakan bahwa Hibah harus memenuhi syarat bukan merupakan
barang rahasia negara; bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang
banyak; tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan
penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.

9
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

2.2. Definisi Hibah dalam Beberapa Regulasi

Definisi Pendapatan Hibah dapat dilihat dari:


1. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi hibah sebagai pemberian
dengan sukarela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain
2. Pasal 1666 KUH Perdata menyatakan Hibah/penghibahan (schenking) adalah
suatu persetujuan/perjanjian (overeenkomst) dengan/dalam mana pihak yang
menghibahkan (schenker), pada waktu ia masih hidup, secara cuma-cuma (om
niet) dan tak dapat ditarik kembali, menyerahkan/melepaskan sesuatu benda
kepada/demi keperluan penerima hibah (begiftigde) yang menerima
penyerahan/penghibahan itu.
3. Pasal 1 angka 2 PP 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri Dan Penerimaan Hibah menyatakan bahwa Hibah adalah setiap
penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah,
barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang
tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri
4. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa hibah
adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga
dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun
barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu
dibayar kembali.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah menyatakan bahwa Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang,
dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha
dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat;
6. GFS Manual 2001 menyatakan bahwa hibah (grants) “are noncompulsory
transfers received from other governments or from international organizations.
They supplement the revenue from a government’s own resources. They may be
received in cash or in kind1.
7. Menurut Bultek 4, Belanja hibah didefinisikan adalah pengeluaran pemerintah
dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya,
perusahaan negara/daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus.

2.3. Pengertian Hibah dalam Bultek Hibah

2.3.1. Analisis Regulasi

Beberapa regulasi hibah di atas memberikan pengaturan yang berbeda-beda. UU 17


memberikan pengaturan hibah pada pemerintah pusat dikaitkan dengan
penerimaan/pemberian hibah kepada organisasi internasional dan pemerintah negara lain.
Sedangkan pemerintah daerah, memberikan pengaturan hibah kepada perusahaan. UU
tidak memberikan pengaturan apakah boleh diterima/dikeluarkan hibah kepada masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, masyarakat.

1 Dalam Manual GFS 1986, hibah diperlakukan sebagai arus masuk yang terpisah dari pendapatan. Hibah dimasukkan
sebagai pendapatan pada GFS 2001 karena memenuhi kriteria menambah kekayaan bersih

10
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

UU Perbendaharaan menberikan tambahan, bahwa belanja hibah pemerintah pusat dapat


diberikan kepada pemerintah daerah, BUMN/BUMD lembaga asing. Sedangkan untuk
penerimaan hibah, UU Perbendaharaan hanya mengatur penerimaan hibah dari negara lain
atau lembaga internasional dan tidak menyinggung sedikitpun mengenai hibah dari
masyarakat atau perusahaan yang dalam praktik banyak dijumpai.

2.3.2. Klasifikasi Hibah

Hibah menurut Bultek ini diklasifkan menjadi dua yaitu hibah murni dan khusus. Klasifikasi
tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi dua ketentuan yang saat ini berlaku.

a. Hibah murni adalah hibah yang dimaksudkan dalam ketentuan UU no 17 tahun 2013

b. Hibah khusus adalah hibah selain yang dimaksudkan dalam UU 17 tahun 2013.
Ketentuan umum yang menyebutkan hal ini terdapat dalam UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

11
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

BAB III
PENDAPATAN DAN BELANJA HIBAH MURNI

3.1. Pendapatan Hibah Murni

A. Definisi Pendapatan Hibah Murni


Pendapatan hibah murni adalah penerimaan negara/daerah dalam bentuk devisa,
devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang berasal
dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/ lembaga internasional,
dan pemerintah yang tidak perlu dibayar kembali yang diterima oleh entitas
pelaporan yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

B. Kriteria Pendapatan Hibah Murni


Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pendapatan hibah
murni, pendapatan hibah memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Tidak dimaksudkan untuk dibayarkan kembali;
2. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung dari penerima hibah kepada
pemberi hibah;
3. Dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat bagi penerima hibah;
4. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah
apabila berasal dari suatu lembaga/institusi, sedangkan yang berasal dari
individu/masyarakat dapat dibuat dalam suatu akad untuk kepentingan
akuntabilitas dan transparansi;
5. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian bila dituangkan di dalamnya; dan
6. Diterima dan dilaporkan oleh entitas pelaporan yang mempunyai fungsi
perbendaharaan.

C. Jenis dan Klasifikasi Pendapatan Hibah Murni


1. Pendapatan Hibah Murni menurut bentuknya
a. Dalam bentuk rupiah atau devisa yang dirupiahkan yang berasal dari luar
negeri;
b. Dalam bentuk rupiah yang berasal dari dalam negeri;
c. Dalam bentuk surat berharga;
d. Dalam bentuk barang; dan
e. Dalam bentuk jasa termasuk asistensi, tenaga ahli, beasiswa dan pelatihan
yang tidak mengikat dan tidak perlu dibayar kembali kepada pemberi hibah;
2. Pendapatan Hibah Murni menurut sumbernya
a. Pendapatan hibah dalam negeri yang berasal dari:
1) Pemerintah pusat; dan
2) Pemerintah daerah;
b. Pendapatan hibah Murni luar negeri yang berasal dari:
1) Negara asing;
2) Lembaga donor multilateral;
3) Lembaga keuangan asing; dan
4) Lembaga non keuangan asing;

12
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

D. Mekanisme Pendapatan Hibah Murni


Meknisme pendapatan hibah murni adalah sebagai berikut:
1. Dimasukkan dalam dokumen anggaran entitas pelaporan yang mempunyai fungsi
perbendaharaan.
2. Hibah diterima dalam bentuk tunai disetor langsung ke Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau rekening lain yang ditentukan Bendahara Umum Negara/Daerah..
3. Mekanisme pendapatan hibah luar negeri pada Pemerintah Pusat terbagi menjadi
beberapa metode cara penarikan sebagai berikut:
1) Hibah luar negeri yang cara penarikannya dilakukan dengan pembukaan LC
diakui pada saat donor melakukan disbursement kepada bank koresponden untuk
membayar LC tersebut. Realisasi disbursement diberitahukan oleh donor dengan
dokumen Notice of Disbursement (NOD).
2) Hibah luar negeri yang penarikannya dilakukan dengan pembayaran langsung
diakui pada saat donor melakukan disbursement kepada pihak ketiga (rekanan).
Realisasi disbursement diberitahukan oleh donor dengan dokumen Notice of
Disbursement (NOD).
3) Hibah luar negeri yang penarikannya dilakukan dengan pembukaan rekening
khusus, diakui pada saat donor telah mentransfer dana ke rekening khusus.
Dokumen transfer dari pihak donor dalam bentuk Notice of Disbursement (NOD).

E. Akuntansi Pendapatan Hibah Murni


1. Pengakuan Pendapatan Hibah Berbasis Kas Menuju Akrual
Pengakuan merupakan penentuan saat pendapatan hibah harus dicatat di
Laporan Keuangan. Pengakuan pendapatan hibah dilakukan bila kriteria
pencatatan atas pendapatan hibah tersebut telah terpenuhi. PP 71 tahun 2010
mengatur 2 basis akuntansi, yaitu basis akuntansi Kas Menuju Akrual yang diatur
di Lampiran II, serta basis Akrual yang diatur di Lampiran I. Buletin teknis ini akan
menjelaskan pengakuan pendapatan hibah untuk masing-masing basis tersebut.
Pengakuan pendapatan hibah berdasarkan basis kas menuju akrual dilakukan
pada saat pendapatan hibah diterima pada rekening Kas Umum Negara/Daerah.
Pendapatan hibah berupa kas dicatat sebesar nilai nominal hibah yang diterima.
Pendapatan hibah berdasarkan basis kas menuju akrual disajikan di Laporan
Realisasi Anggaran.
Ilustrasi:
1) Pemerintah Pusat
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara Pasal 7 ayat 2 huruf (l) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara berwenang melakukan pengelolaan utang dan piutang, kemudian pada
Pasal 38 ayat (2) Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi
kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau
menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.
Entitas Pelaporan untuk pengelolaan Hibah adalah Menteri Keuangan, yang
dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU)
dengan menggunakan Sistem Akuntansi Hibah.

13
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

a) Jurnal standar untuk mencatat pendapatan hibah oleh Entitas Pelaporan


Pengelola Hibah (DJPU) melalui Sistem Akuntansi Hibah dengan jurnal:

DR Utang kepada KUN xxx


CR Pendapatan hibah xxx

b) Pada saat yang sama Kas Umum Negara juga mencatat pendapatan hibah
tersebut dengan jurnal:

DR Kas di Kas Umum Negara xxx


CR Pendapatan hibah xxx

2) Pemerintah Daerah
Pendapatan Hibah pada Pemerintah Daerah diterima langsung oleh
Bendaharawan Umum Daerah, dan dicatat dengan jurnal:

DR Kas di Kas Umum Daerah xxx


CR Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (Hibah) xxx

2. Pengakuan Pendapatan Hibah Berbasis Akrual


Paragraf 42 KK PP 71 tahun 2010 Lampiran I menyatakan bahwa pendapatan
berbasis akrual diakui pada saat timbulnya hak untuk memperoleh pendapatan
tersebut walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah
atau oleh entitas pelaporan.
Pendapatan hibah berbasis akrual diakui pada saat:
‒ Pendapatan tersebut dapat diidentifikasi secara spesifik;
‒ Besar kemungkinan bahwa sumber daya tersebut dapat ditagih; dan
‒ Jumlahnya dapat diestimasi secara andal
Pendapatan hibah pada akuntansi berbasis akrual disajikan di Laporan
Operasional.
Selain disajikan di Laporan Operasional, pendapatan hibah juga tetap harus
disajikan di Laporan Realisasi Anggaran dengan menggunakan basis kas, hal
tersebut karena Laporan Realisasi Anggaran merupakan statutary report.
Ilustrasi:
1) Pencatatan di LRA
a) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)
DR Utang Ke Kas Umum Negara/Due From xxx
CR Pendapatan hibah LRA xxx

b) Pemerintah Daerah
DR Estimasi Pendapatan yang Direalisasi xxx
CR Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
xxx
(Hibah)LRA

14
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

2) Pencatatan di Laporan Operasional


Pengakuan pendapatan hibah pada Laporan Operasional diakui pada saat
timbulnya hak atas pendapatan hibah tersebut atau terdapat aliran masuk
sumber daya ekonomi. Berdasarkan pengakuan tersebut, jurnal yang
dilakukan untuk mencatat pendapatan hibah pada Laporan Operasional
adalah:
a) Pemerintah Pusat (berdasarkan draf SPAN)
DR Utang Ke Kas Umum Negara/Due
xxx
From
CR Pendapatan hibah-LO xxx

b) Pemerintah Daerah
DR Kas di Kas Daerah xxx
CR Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
xxx
(Hibah)-LO

3. Pengukuran
Pendapatan hibah murni dalam bentuk kas dicatat sebesar nilai nominal hibah
diterima atau menjadi hak. Sedangkan pendapatan hibah dalam bentuk
barang/jasa dicatat sebesar nilai barang yang diserahkan berdasarkan data
pemberi hibah, dan jika tidak diperoleh berdasarkan nilai wajar.

4. Penyajian
Realisasi pendapatan hibah murni disajikan dalam mata uang rupiah. Apabila
Realisasi pendapatan dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam
mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs transaksi
Bank Sentral pada tanggal transaksi.
Entitas akuntansi dan entitas pelaporan (BUN/BUD) menyajikan klasifikasi
pendapatan menurut jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
Pendapatan Hibah dan rincian lebih lanjut jenis pendapatan disajikan pada
Catatan atas Laporan Keuangan.
Pada penerapan akuntansi berbasis akrual, pendapatan hibah juga disajikan
pada Laporan Operasional.
5. Pengungkapan
Di samping disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan
Operasional, transaksi hibah juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada
Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi
yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang
diterima/dikeluarkan.
Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas
Laporan Keuangan, antara lain:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan, dan
pengukuran atas transaksi hibah;

15
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

b. Penjelasan pencapaian transaksi hibah terhadap target yang ditetapkan dalam


undang-undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target selama tahun pelaporan;
c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;
d. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
disajikan pada lembar muka laporan keuangan.
e. Jenis hibah, apakah berupa uang, barang ataupun jasa.

3.2. Belanja Hibah Murni

A. Definisi Belanja Hibah Murni

Belanja hibah murni adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang


atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan
negara/daerah, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat
tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
entitas pelaporan yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

B. Kriteria Belanja Hibah Murni

Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai belanja hibah murni,
pengeluaran belanja hibah harus memiliki kriteria berikut ini:

1. Penerima hibah adalah negara lain, organisasi internasional, pemerintah pusat,


pemerintah daerah, dan perusahaan negara/daerah
2. Tidak dimaksudkan untuk diminta kembali;
3. Tidak bersifat wajib atau tidak mengikat bagi pemberi hibah;
4. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah;
5. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung yang harus dilakukan oleh
penerima hibah;
6. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian; dan
7. Bersifat satu kali dan/atau dapat ditetapkan kembali.

C. Jenis dan Klasifikasi Belanja Hibah Murni


Jenis belanja hibah terdiri dari:
a. Dalam bentuk devisa (luar negeri);
b. Dalam bentuk rupiah (dalam negeri);
Belanja hibah diklasifikasikan menurut pihak yang menerima hibah, yaitu:
a. Belanja hibah kepada pemerintah atau pemerintah lainnya
Misalnya hibah dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah atau
sebaliknya. Hibah kepada Pemda dapat bersumber dari pendapatan pada
APBN, pinjaman luar negeri, dan hibah luar negeri, dan merupakan bagian
dari hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Belanja
hibah juga dapat diberikan kepada pemerintah negara lain.
b. Belanja hibah kepada perusahaan negara/daerah;
c. Belanja hibah kepada organisasi internasional.

16
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

D. Mekanisme Belanja Hibah Murni


Meknisme pendapatan hibah murni adalah sebagai berikut:
a. Dimasukkan dalam dokumen anggaran entitas pelaporan yang mempunyai
fungsi perbendaharaan.
b. Belanja Hibah masuk dalam pengelolaan Bendaharawan Umum
Negara/Daerah.

E. Akuntansi Belanja Hibah Murni

1. Pengakuan Belanja Hibah Basis Kas Menuju Akrual


Sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II.03 PSAP 02 tentang
Laporan Realisasi Anggaran Paragraf 31, pencatatan belanja hibah dengan
basis kas menuju akrual diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari
Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
Belanja hibah pada basis kas menuju akrual disajikan di LRA.
Ilustrasi
a. Pemerintah Pusat
Jurnal untuk mencatat realisasi belanja hibah pada Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Hibah (Pengelola Hibah) adalah sebagai berikut:
DR Belanja Hibah xxx
CR Piutang dari Kas Umum Negara xxx

Pada saat yang sama Kas Umum Negara juga mencatat belanja hibah
tersebut dengan jurnal:
DR Belanja Hibah xxx
CR Kas di Kas Umum Negara xxx

b. Pemerintah Daerah
Belanja Hibah pada Pemerintah Daerah dikeluarkan langsung oleh
Bendaharawan Umum Daerah, dan dicatat dengan jurnal:

DR Belanja Hibah xxx


CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

2. Pengakuan Belanja Hibah Basis Akrual


Pengakuan beban pada akuntansi berbasis akrual terjadi pada saat timbulnya
kewajiban, terjadinya konsumsi aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi
atau potensi jasa.
Beban hibah berbasis akrual diakui pada saat timbunya kewajiban hibah:
Beban hibah pada akuntansi berbasis akrual disajikan di Laporan Operasional.

17
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

Selain disajikan di Laporan Operasional, belanja hibah juga tetap harus disajikan di
Laporan Realisasi Anggaran dengan menggunakan basis kas, hal tersebut karena
Laporan Realisasi Anggaran merupakan statutary report.
Ilustrasi:

a. Pencatatan di LRA
1) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)
DR Belanja Hibah xxx
CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

2) Pemerintah Daerah
DR Belanja Hibah xxx
CR Anggaran Belanja yang Direalisasi xxx

b. Pencatatan di Laporan Operasional


3) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)
DR Beban Hibah xxx
CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

a) Pemerintah Daerah
DR Beban Hibah xxx
CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

3. Pengukuran
Belanja hibah dicatat sebesar nilai nominal yang dikeluarkan atau menjadi
kewajiban hibah.
4. Penyajian
Realisasi belanja dan beban hibah disajikan dalam mata uang rupiah. Entitas
akuntansi dan entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja hibah menurut jenis
belanja, organisasi dan. menurut fungsi dalam Laporan Realisasi Anggaran
Belanja.
Pada penerapan akuntansi berbasis akrual beban hibah juga disajikan pada
Laporan Operasional.
5. Pengungkapan
Di samping disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Operasional,
transaksi hibah juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas
Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan
mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang diterima/dikeluarkan.

18
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas
Laporan Keuangan, antara lain:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan, dan
pengukuran atas transaksi hibah;
b. Penjelasan pencapaian transaksi hibah terhadap target yang ditetapkan dalam
undang-undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target selama tahun pelaporan;
c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;
d. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
disajikan pada lembar muka laporan keuangan.

19
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

BAB IV

AKUNTANSI PENDAPATAN DAN BELANJA HIBAH KHUSUS

4.1. Pendapatan Hibah Khusus

A. Definisi Pendapatan Hibah Khusus


Pendapatan hibah khusus adalah penerimaan negara/daerah dalam bentuk rupiah,
barang dan jasa yang berasal dari badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan
yang tidak perlu dibayar kembali yang diterima oleh entitas pelaporan

B. Kriteria Pendapatan Hibah Khusus


Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pendapatan hibah
khusus, pendapatan hibah memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Tidak dimaksudkan untuk dibayarkan kembali;
2. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung dari penerima hibah kepada
pemberi hibah;
3. Dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat bagi penerima hibah;
4. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah
apabila berasal dari suatu lembaga/institusi, sedangkan yang berasal dari
individu/masyarakat dapat dibuat dalam suatu akad untuk kepentingan
akuntabilitas dan transparansi;
5. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian bila dituangkan di dalamnya; dan
6. Diterima oleh entitas pelaporan

C. Mekanisme Pendapatan Hibah Khusus

1) Pendapatan Hibah Khusus diterima langsung oleh Kementerian/Lembaga/SKPD

2) Kementerian/Lembaga/SKPD langsung menggunakan hibah yang diterima


tersebut sesuai dengan tujuan pemberi hibah.

3) Penyajian Pendapatan Hibah Khusus adalah sebagai berikut (alternatif):

a. Seluruh pendapatan hibah yang diterima KL disajikan sebagai pendapatan


BUN, Kementerian/Lembaga/SKPD hanya melaporkan ke BUN/BUD atas
seluruh pendapatan hibah yang diterima tetapi tidak menyajikan di LRA atau
LO KL

b. Seluruh pendapatan hibah langsung yang diterima disajikan sebagai


pendapatan di LRA dan LO KL

c. Menetapkan batasan jumlah tertentu pendapatan hibah yang disajikan di


Laporan Keuangan BUN/BUD atau di KL.

4) Kementerian/Lembaga /SKPD wajib menyajikan penerimaan hibah khusus, baik


dalam bentuk uang maupun aset tetap di neraca K/L.

20
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

5) Kementerian/Lembaga /SKPD wajib menyajikan realisasi pengeluaran yang


berasal dari pendapatan hibah khusus dalam bentuk uang, sebagai belanja di
LRA K/L

6) Sisa penerimaan hibah khusus berbentuk uang/kas, apabila masih terdapat sisa
pada akhir kegiatan, maka hibah harus disetor ke Kas Negara/Daerah.

D. Akuntansi Pendapatan Hibah Khusus


1. Hibah dalam Bentuk Uang/Kas
a. Pengakuan Basis Kas Menuju Akrual
1) Pemerintah Pusat
a) Pada saat Kas diterima oleh KL akan dijurnal:
‒ Pengakuan Pendapatan di LRA BUN atau LRA KL (ditentukan
oleh Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat):
DR Utang kepada KUN xxx
CR Pendapatan hibah xxx

‒ Pengakuan Kas yang diterima di Neraca KL:


DR Kas Lainnya (dari hibah) xxx
CR Ekuitas Dana Lancar xxx

b) Pada saat dana tersebut dibelanjakan


‒ Pengakuan Belanja di LRA KL:

DR Belanja Barang/Modal xxx


CR Piutang dari KUN xxx

‒ Pengakuan Pengeluaran Kas di Neraca KL:

DR Ekuitas Dana Lancar xxx


CR Kas Lainnya (dari hibah) xxx

‒ Apabila pengeluaran tersebut menghasilkan aset tetap, maka


dijurnal:

DR Aset Tetap xxx


CR Diinvestasikan pada aset Tetap xxx

2) Pemerintah Daerah
Akuntansi Hibah Khusus pada Pemerintah Daerah sama dengan
akuntansi Hibah Murni, karena diterima di Bendaharawan Umum Daerah

21
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

a. Pengakuan Basis Akrual


1) Pemerintah Pusat
a) Pada saat dana diterima
‒ Pengakuan Pendapatan di LRA KL atau BUN

DR Utang kepada KUN/Due From xxx


CR Pendapatan Hibah LRA xxx

‒ Pengakuan Kas yang diterima di Neraca dan di Laporan


Operasional KL
DR Kas Lainnya xxx
CR Pendapatan Hibah -LO xxx

b) Pada saat dana tersebut dibelanjakan


‒ Pengakuan Belanja di LRA KL:
DR Belanja Barang/Modal xxx
CR Piutang kepada KUN/Due To xxx

‒ Pengakuan Pengeluaran Kas di Neraca dan LO KL


DR Beban Barang-LO/Aset Tetap xxx
CR Kas Lainnya (dari hibah) xxx

2) Pemerintah Daerah
Akuntansi Hibah Khusus pada Pemerintah Daerah sama dengan
akuntansi Hibah Murni, karena diterima di Bendaharawan Umum Daerah

2. Hibah Langsung dalam Bentuk Non Kas


Dalam praktek, sering terjadi suatu entitas akuntansi/pelaporan menerima hibah
secara langsung dalam bentuk barang/jasa. Hibah berupa barang dan jasa diakui
pada saat barang/jasa diterima (hak kepemilikan berpindah).
Transaksi ini dicatat di Neraca Satker KL/SKPD dengan jurnal untuk mengakui
pendapatan hibah non kas tersebut adalah:

a. Basis Kas Menuju Akrual


DR Aset Tetap xxx
CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx

b. Basis Akrual:
DR Aset Tetap xxx
CR Pendapatan hibah-LO xxx

22
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

3. Pengukuran
a) Untuk pendapatan hibah dicatat sebesar nilai nominal pada saat terjadi
penerimaan dan pengeluaran hibah.
b) Perolehan hibah dari entitas lain dapat berbentuk barang seperti pemberian
mobil ambulan, maupun berbentuk jasa seperti pemberian fasilitas
pendidikan (short course dan lain-lain). Apabila pihak donor tidak
menyertakan nilai/harga barang dan/atau jasa tersebut, dilakukan penilaian
dengan berdasarkan:
1) Menurut biayanya;
2) Menurut harga pasar; dan
3) Menurut perkiraan/taksiran harga wajar.
Penilaian yang akan digunakan berdasarkan keandalan informasi yang
tersedia pada saat perolehan.
c) Untuk pendapatan hibah berupa jasa seringkali satuan kerja/pemerintah
kesulitan dalam mengukur nilai nominal dari jasa yang telah diberikan
(pelatihan, asistensi, tugas belajar, dan lain-lain) walaupun dengan
menggunakan perkiraan/taksiran. Apabila kesulitan ini terjadi maka
penerimaan hibah dalam bentuk jasa cukup diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
4. Penyajian
Realisasi pendapatan hibah disajikan dalam mata uang rupiah di LRA. Apabila
Realisasi pendapatan dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam
mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs transaksi
Bank Sentral pada tanggal transaksi.
Pada penerapan akuntansi berbasis akrual, pendapatan hibah juga disajikan
pada Laporan Operasional.
5. Pengungkapan
Di samping disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan
Operasional, transaksi hibah juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada
Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi
yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang
diterima/dikeluarkan.
Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas
Laporan Keuangan, antara lain:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan, dan
pengukuran atas transaksi hibah;
b. Penjelasan pencapaian transaksi hibah terhadap target yang ditetapkan
dalam undang-undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi
dalam pencapaian target selama tahun pelaporan;
c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;
d. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
disajikan pada lembar muka laporan keuangan.
e. Jenis hibah, apakah berupa uang, barang ataupun jasa.

23
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

4.2. Belanja Hibah Khusus


A. Definisi Belanja Hibah Khusus
Belanja hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa
kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara
terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh entitas pelaporan.

B. Kriteria Belanja Hibah Khusus


Untuk membatasi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran hibah
khusus, maka pengeluaran hibah khusus tersebut harus memiliki kriteria berikut ini:
1. Tidak dimaksudkan untuk diminta kembali;
2. Tidak bersifat wajib atau tidak mengikat bagi pemberi hibah;
3. Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah;
4. Tidak ada timbal balik/balasan secara langsung yang harus dilakukan oleh penerima
hibah;
5. Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian; dan
6. Tidak secara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
7. Selain kriteria tersebut di atas, Pemerintah dapat menetapkan kriteria yang lebih rinci
untuk mengatur pengeluaran hibah khusus.

C. Mekanisme Belanja Hibah Khusus


1. Pemerintah Pusat:

Mekanisme pengeluaran hibah khusus pada Pemerintah Pusat adalah sebagai


berikut:
a. Dimasukkan dalam dokumen anggaran entitas pelaporan.
b. Pemerintah menetapkan entitas pelaporan yang diberi kewenangan untuk
menerima alokasi belanja hibah khusus, antara lain:
1) Seluruh belanja hibah dialokasikan pada anggaran entitas pelaporan yang
mempunyai fungsi bendaharawan
2) Sebagian belanja hibah dapat dialokasikan pada anggaran KL berdasarkan
tupoksi KL dengan menetapkan kriteria tertentu.

2. Pemerintah Daerah:

Mekanisme pengeluaran hibah khusus pada Pemerintah Daerah, sama dengan


mekanisme pengeluaran hibah murni karena seluruhnya langsung melalui BUD.

D. Akuntansi Belanja Hibah Khusus


1. Pengakuan Belanja Hibah Basis Kas Menuju Akrual
a. Pemerintah Pusat
Jurnal untuk mencatat realisasi belanja hibah baik yang dikeluarkan oleh entias
BUN Pengelola Hibah atau oleh KL adalah sebagai berikut:

24
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

DR Belanja Hibah xxx


CR Piutang dari Kas Umum Negara xxx

Pada saat yang sama Kas Umum Negara juga mencatat belanja hibah tersebut
dengan jurnal:
DR Belanja Hibah xxx
CR Kas di Kas Umum Negara xxx

b. Pemerintah Daerah
Belanja Hibah pada Pemerintah Daerah dikeluarkan langsung oleh Bendaharawan
Umum Daerah, dan dicatat dengan jurnal:

DR Belanja Hibah xxx


CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

2. Pengakuan Belanja Hibah Basis Akrual


a. Pencatatan di LRA
1) Pemerintah Pusat baik di entitas BUN Pengelola Hibah atau di KL
(berdasarkan draf SPAN)
DR Belanja Hibah xxx
CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

2) Pemerintah Daerah
DR Belanja Hibah xxx
CR Anggaran Belanja yang Direalisasi xxx

b. Pencatatan di Laporan Operasional


1) Pemerintah Pusat  (berdasarkan draf SPAN)
DR Beban Hibah xxx
CR Piutang dari Kas Umum Negara/Due To xxx

2) Pemerintah Daerah
DR Beban Hibah xxx
CR Kas di Kas Umum Daerah xxx

3. Pengukuran
Belanja hibah dicatat sebesar nilai nominal yang dikeluarkan atau menjadi
kewajiban hibah.

25
Buletin Teknis Nomor …. tentang Akuntansi Hibah

4. Penyajian
Realisasi belanja dan beban hibah disajikan dalam mata uang rupiah. Entitas
akuntansi dan entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja hibah menurut jenis
belanja, organisasi dan. menurut fungsi dalam Laporan Realisasi Anggaran
Belanja.
Pada penerapan akuntansi berbasis akrual beban hibah juga disajikan pada
Laporan Operasional.
5. Pengungkapan
Di samping disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Operasional,
transaksi hibah juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas
Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan
mengenai bentuk dari pendapatan dan belanja hibah yang diterima/dikeluarkan.
Jenis informasi atas transaksi hibah yang dapat dijelaskan pada Catatan atas
Laporan Keuangan, antara lain:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan, dan
pengukuran atas transaksi hibah;
b. Penjelasan pencapaian transaksi hibah terhadap target yang ditetapkan dalam
undang-undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target selama tahun pelaporan;
c. Informasi lebih rinci tentang sumber-sumber atau jenis-jenis hibah;
d. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
disajikan pada lembar muka laporan keuangan.

26

Anda mungkin juga menyukai