Arti Fungsi Dan Pengertian Smelter Pertambangan
Arti Fungsi Dan Pengertian Smelter Pertambangan
Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah
produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu
material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus
dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter.
Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi
meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga
mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut
telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian.
Dari 66 perusahaan yang telah berkomitmen terdapat 25 perusahaan saja yang telah berada di
tahap proses akhir pembangunan smelter. 15 perusahaan dicatat pemerintah tengah
melakukan ground konstruksi dan 10 perusahaan tengah konstruksi. Sisanya, 16 perusahaan
baru mengurus izin analisis mengenai dampak lingkungan. Selain 66 perusahaan, terdapat
112 perusahaan yang juga telah menandatangani pakta integritas masih dalam proses studi
kelayakan. Sisanya sebanyak 75 perusahaan tidak melakukan apapun.
Menurutnya, waktu yang dibutuhkan untuk membangun satu pabrik pengolahan bijih mineral
sekitar 3 tahun.
Dalam ketentuannya, aturan tersebut sudah harus berlaku pada 2014 mendatang. Namun,
hingga saat ini baru beberapa perusahaan tambang yang menaati peraturan.
Begitupun dari artikel alatberatcom, Sejak tahun 2012 pemerintah telah mengabarkan bahwa
akan di berlakukanya UU tentang pembangunan Smelter.
Terbukti pada hari Minggu, 12 Januari 2014 pemerintah mulai memberlakukan pelarangan
ekspor mineral mentah. Dan diperkirakan 5-6 tahun lagi smelterakan bisa beroprasi.
Setelah kita membaca sedikit tentang Smelter, timbul bebrapa opini pro dan kontra. Pada
dasarnya pengesahan UU tentang Smelter ini adalah upaya baik pemerintah untuk
memperbaiki perekonomian bangsa, meningkatkan nilai hidup masyarakat, dan
mengembalikan citra pertambangan yang terkadang hanya disebut sebagai perusak alam.
Dilihat dari segi ekoniminya, memang nilai jual mineral akan jauh berbeda jika sudah diolah,
bukan lagi berbentuk bijih atau pun konsentrat. Bukan hanya nilai jual yang meningkat, tapi
pengotor konsentrat atau bijih tersebut masih bisa di manfaatkan.
“Aturan ini kita terapkan agar bisa dapat nilai tambah. Sudah puluhan tahun ekspor mineral
mentah kita lakukan. Ini tak dikehendaki lagi. Sekarang harus ada proses pengolahan dan
pemurnian,” kata Jero Wacik di sela menghadiri rapat kerja di Komisi VII DPR, di Kompleks
Parlemen Senayan, Senin (27/1).
1. Pembebasan tanah atau lahan yang tidak mudah. Sudah menjadi rahasia umum, tanah
dimana disitu akan dibangun proyek, pasti harga tanah melambung.
2. Pasokan dan Ketersedian Listrik, dalam Industri listrik menjadi bahan pokok utama agar
pabrik tetep memproduksi. Namun kita semua tau bahwa wilayah pertambangan bukanlah
wilayah perkotaan. “Ini otomatis saja, smelter dibikin maka PLN bikin pembangkit. Ini kayak
telor sama ayam, bikin dulu aja smelternya baru kita buat PLN. Di Jeneponto tidak ada listrik,
tapi ada PLTU. Antara listrik sama industri selalu terjadi tarik menarik,” ujar Jero wacik.
3. Perizinan pembangunan smelter yang tidak mudah tentunya, seperti mencari izin IUP itu
sendiri tidaklah mudah.
4. Yang terutama adalah keterbatasan biaya juga menjadi hambatan dalam pembangunan
smelter.
Hasil tambang antara lain: bauksit, alumina, bijih besi, timah, nikel, tembaga, emas, dan
perak.
Bisa dikatakan jika pembangunan tiga pabrik pemurnian bijih tembaga rampung pada 2017,
Indonesia bisa menjadi supplier tembaga terbesar di dunia, terlebih lagi banyak perusahaan
tambang di Indonesia ini.