BAB I
PENDAHULUAN
Anak memiliki nilai yang sangat berharga baik bagi keluarga maupun bangsa. Setiap
orangtua menginginkan anaknya sehat sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan
optimal dan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh (Widyastuti &
Widyani, 2008, dalam Daniati, 2010). Salah satu hal atau peristiwa yang akan membuat
orangtua cemas dengan pertumbuhan ataupun perkembangan anaknya adalah ketika anaknya
sakit. Hal ini dikarenakan pada saat anak sakit biasanya diikuti dengan perubahan sifat atau
sikap misalnya anak akan lebih rewel, mudah marah, sering menangis dan gelisah (Widjaja,
2001).
Kesehatan anak menjadi perhatian khusus para ibu, terlebih saat pergantian musim,
biasanya mewabah saat musim peralihan baik musim kemarau ke penghujan maupun
sebaliknya. Indonesia sebagai wilayah tropis menjadi tempat cocok bagi kuman untuk
berkembang biak yang biasanya flu, malaria, demam berdarah, dan diare. Terjadinya
perubahan cuaca membuat kondisi anak dari sehat menjadi sakit yang mengakibatkan tubuh
bereaksi untuk meningkatkan suhu yang disebut demam. Demam adalah peningkatan suhu
badan yang abnormal atau lebih tinggi dari biasanya dan merupakan gejala suatu penyakit
Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalah kesehatan global pada decade terakhir
dengan meningkatnya insiden DBD didunia. WHO melaporkan lebih dari 2,5 miliar orang
dari 2/5 populasi dunia saat ini beresiko terinfeksi virus dengue. Jumlah Negara yang
melaporkan kasus DBD dari tahun ke tahun terus meningkat. Tercatat tahun 2007 ada 68
negara yang melaporkan kasus ini. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 1999 dimana hanya
2
29 negara saja yang melaporkan. Saat ini lebih dari 100 negara di afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan wilayah dengan dampak
DBD serius. Perluasan wilayahyang melaporkan kasu DBD juga terjadi di Indonesia. Jumlah
kabupaten / kota yang menjadi endemis dari tahun ke tahun meningkat. Tahun 2006 hanya
200 kabupaten / kota saja, sedangkan tahun 2007 menjadi 350 kabupaten / kota dan pada
Virus DHF dibawa oleh nyamuk Aedes Aegepty yang masuk ke dalam tubuh manusia
dengan masa inkubasi DHF antara 3-15 hari, gejala klinis rata- rata muncul pada hari kelima
sampai hari kedelapan mulai dari demam akut yang tetap tinggi (2-7 hari) disertai dengan
gejala yang tida spesifik seperti anoreksia dan malaise. Adanya perdaraha saat uji torniquet
positif dan ruple leed positif, perdarahan pada gusi, ptechiase, epistaksi, hematesis atau
melena. Terdapat 4 tahapan derajat keparahan dalam DHF, yaitu derajat I dmulai dengan
demam yang disertai dengan gejala tidak khas dan uji toorniquet positif. Derajat II yaitu
derajat I yang disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahn lain. Derajat III,
yaitu adanya kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan
lembab, dan gelisah. Derajat IV, yaitu adanya renjatan yang berat, seperti denyut nadi dan
tekanan darah tidak dapat diukur yang disertai Dengue Shock Sindrom (Titik Lestari, 2016).
Penatalaksanaan dan penanganan untuk pasien DHF yaitu, pemberian makanan lunak
dan diberi minum 1,-2 liter dalam 24 jam, untuk hipereksia dapat diberikan kompres hangat,
berikan antibiotic bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi (Nabiel Ridha, 2014). Sedangkan
pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan dengan pemasangan infus RL/Asering dan
dipertahanakan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi, dan mengobservasi keadaan
umum (tanda- tanda vital). Pada fase demam pasien dianjurkan untuk tirah baring, minum
obat antipiretika (penurunan demam) atau kompres hangat apabila demam tinggi (Chen,
2009). Pemeriksaan suhu tubuh yang lebih tinggi dari rentang normal yaitu 36o-37oC. Pada
3
saat pengukuran suhu rektal >38oC atau suhu oral >37,8oC atau suhu aksila >37,2oC. Pada
suhu bayi yang berumur kurang dari 3 bulan, dikatakan demam apabila suhu rektal >38oC
sedangkan pada bayi lebih dari 3 bulan apabila suhu aksila dan oral lebih dari 38,2oC
(Susanti, 2013).
Salah satu penanganan yang dapat dilakukan dalam penuruna suhu tubuh adalah
dengan cara kompres hangat (Kozier, 2009). Kompres hangat merupakan penangan
nonfarmakologis (terapi fisik) yang dapat dilakukan dengan menggunakan kain atau handuk
yang telah dicelupkan pada air hangat dan di tempelkan pada daerah tertentu seperti
dahi/kepala, ketiak, lipatan paha sehingga memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu
tubuh. Tindakan kompres hangat merupakan tindakan yang cukup efektif dalam menurunkan
demam, namun pelaksanaan kompres hangat saat ini lebih sering dilakukan oleh orang tua
klien, perawat hanya memfasilitasi kom yang berisi air hangat dan waslap, serta memberikan
edukasi mengenai kompres hangat. Oleh karena itu, penggunaan antipiretik tidak diberikan
suhu tubuh menggunakan kompres hangat dan kompres plester di daerah dahi pada anak
demam dengan hasil penelitian menyebutkan rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian
kompres hangat 0,7o C dan pemberian kompres plester reratanya 0,30o C Hal ini dapat
disimpulkan pemberian kompres hangat lebih efektif untuk penurunan suhu tubuh pada anak
Hasil penelitian dari Susanti (2013) yang melakukan penelitian tentang efektifitas
kompres dingin dan hangat dengan menggunakan metode quasi eksperimen two group. Untuk
kompres dingin tidak efektif untuk mengatasi demam karena memicu terjadinya
vasokonstriksi dan shivering, sedangkan pemakaian kompres hangat efektif untuk mengatasi
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk untuk mengetahui
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah pokok
kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh pada anak DHF di Ruang anak
untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien anak yang mengalami DHF.
a. Masyarakat
Hasil penelitian studi kasus ini diharapkan dapat menambah keluasan ilmu dan teknologi
terapan di bidang perawatan dalam pemberian kompres hangat untuk menurunkan suhu
c. Penulis
Manfaat peneliti studi kasus ini bagi penulis adalah memperoleh pengalaman dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar
1. Suhu
a. Pengertian
Suhu yang dimaksud adalah “panas” atau “dingin” suatu substansi. Suhu
tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan
jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Perry & Potter, 2005).
Tingkah laku adalah fungsi seluruh sistem saraf, bukan bagian tertentu apapun.
Fungsi sistem saraf ini terutama dilakukan oleh struktur subkortikal yang terletak
di daerah basal otak. Seluruh kelompok struktur ini disebut sistem limbik (Guyton,
1996).
tubuh yaitu salah satunya adalah pengatur suhu tubuh (Guyton, 1996).
Gambar 1.
Hipotalamus pada manusia
Sumber: www.googleimages.co.id
7
Limbik mengatur banyak fungsi utama tubuh terutama fungsi vegetatif, yang
merupakan fungsi involunter yang penting bagi kehidupan. Beberapa fungsi ini
meliputi (1) regulasi kecepatan denyut jantung dan tekanan arteri, (2) regulasi suhu
tubuh, (3) regulasi osmolaritas cairan tubuh, (4) regulasi masukan makanan, (5)
sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Suhu yang nyaman adalah pada set
Bila sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi set point, impuls
tubuh lebih rendah dari set point, mekanisme konversi panas bekerja.
getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan
tambahan pengeluran panas, tubuh mulai menggigil (Potter & Perry, 2005).
reaksi kimia pada semua sel tubuh. Termoregulasi membutuhkan fungsi normal
dari proses produksi panas. Produksi panas terjadi selama masa istirahat, gerakan
8
otot polos, getaran otot dan termogenesis tanpa menggigil. Proses produksi panas
Jumlah rata-rata laju metabolik basal (BMR) bergantung pada luas permukaan
tubuh.
energi. Laju metabolik dapat meningkat di atas 2000 kali normal. Produksi
dalam tubuh. Gerakan otot skelet selama menggigil membutuhkan energi yang
signifikan. Menggigil dapat meningkatkan produksi panas 4-5 kali lebih besar
Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Struktur kulit dan
objek lain tanpa keduanya bersentuhan (Thibodeau & Patton, 1993 dalam
Potter & Perry, 2005). Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke
oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit setiap objek yang lebih dingin
sekelilingnya.
2) Konduksi adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan
kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas
9
hilang. Ketika suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti.
membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan
melalui konveksi.
4) Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas.
Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang
menguap (Guyton, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Tubuh secara kontinu
5) Diaforesis adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat
berada di bawah dermis kulit. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat
Diaforesis kurang efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelemahan
udara tinggi.
Skema 1.
Regulasi suhu tubuh
Sumber : www.nursingbegin.com
Pengukuran suhu tubuh ditujukan untuk memperoleh suhu inti jaringan tubuh
pengukuran. Tempat yang menunjukkan suhu inti merupakan indikator suhu tubuh
yang lebih dapat diandalkan daripada tempat yang menunjukkan suhu permukaan.
Suhu tubuh anak normalnya dapat diperiksa pada beberapa bagian tubuh,
antara lain: oral, aksila, rektal, membran timpani dan arteri temporalis. Pengukuran
suhu tubuh lewat rektal hanya dilakukan jika suhu definitif anak diperlukan dan
yang berusia 1 bulan ke atas. Beberapa tempat pengukuran suhu tubuh berdasarkan
usia anak, adalah: usia 0-2 tahun pada aksila dan rektal, usia 2-5 tahun di aksila,
timpani, oral, dan rektal, usia di atas 5 tahun pada oral, aksila dan timpani. Suhu
aksila lebih rendah 0,5°C dari pada suhu rektal atau oral. Suhu rektal diatas 38°C
Tabel 1.
Tempat pengukuran suhu tubuh
Rektum Kulit
Membran timpanik Aksila
Esofagus Oral
Arteri pulmoner
Kandung kemih
Tabel 2.
Suhu tubuh normal pada anak
Ada berbagai cara untuk mendeteksi demam yang mungkin terjadi pada anak
balita dari menyentuh tubuh hingga mempergunakan alat ukur suhu badan yang
Menurut Potter dan Perry (2005), ada tiga jenis termometer yang digunakan
1) Termometer Raksa
sejak abad ke-15. Termometer tersebut terbuat dari tabung kaca yang pada
salah satu ujungnya ditutup dan ujung lainnya dengan pentolan berisi air raksa.
Paparan pentolan (bulb) terhadap panas menyebabkan air raksa memuai dan
naik pada tabung yang tertutup. Air raksa tidak akan berfluktuasi atau turun
Gambar 2.
Termometer raksa
12
Termometer elektronik terdiri atas unit tampilan tenaga baterai yang diisi
ulang. Apabila untuk mengukur suhu maka akan ada tanda bunyi terdengar saat
ini adalah dapat digunakan dengan cepat, hasil terlihat dalam beberapa detik
Gambar 3.
Termometer digital
Sumber : www.hisupplier.com
Termometer sekali pakai dan penggunaan tunggal ini berbentuk strip kecil
yang terbuat dari plastik dengan sensor suhu pada salah satu ujungnya.
Digunakan untuk suhu oral dan aksila, terutama pada anak-anak. Bentuk lain
dari termometer sekali pakai ini adalah koyo (patch). Digunakan pada dahi atau
abdomen, koyo akan berubah warna pada suhu yang berbeda. Waktu yang
dalam Potter & Perry, 2005). Termometer diambil dan dibaca setelah sekitar 10
Gambar 4.
Dispossible thermometer
Sumber : www.mountainside-medical.com
Secara umum prosedur vital pada pengukuran suhu tubuh anak balita dengan
1) Aksila thermometer
a) Bukalah pakaian atas anak, lalu pangku dalam posisi searah dengan
balita.
Gambar 5.
Termometer Aksila
Sumber : 0.tqn.com.
2) Oral thermometer
Salah satu hal yang penting dan harus diperhatikan adalah menjaga
mulut balita.
Gambar 6.
Termometer Oral
Sumber : www.bayibalita.com
3) Rectal thermometer
sebagai berikut:
temometer menjadi licin dan mudah masuk ke dalam dubur balita tanpa
rasa sakit.
15
b) Miringkan tubuh balita, dan tekuk lututnya sedikit agar anak tidak
d) Lihat angka yang di tunjuk oleh termometer. Jika lebih dari 37°C,
Gambar 7.
Rectal thermometer
Sumber : www.googleimages.co.id
layar.
Gambar 8.
Termometer membran timpani
Sumber : www.googleimages.co.id
16
dengan cara meletakkan termometer di ketiak, dan lebih tinggi 0,5°C dibandingkan
dengan cara meletakkan termometer di bawah lidah dalam mulut. Jadi, bila dengan
termometer ke dalam dubur, maka suhu pengukurannya adalah 38,5°C dan 39°C.
mempengaruhi suhu tubuh. Perubahan pada suhu tubuh dalam rentang normal
terjadi ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas diganggu oleh
adalah:
1) Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif
Mekanisme kontrol suhu masih imatur. Suhu tubuh bayi dapat berespon secara
suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia.
Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempit daripada dewasa
awal.
2) Olahraga
17
3) Kadar Hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar
bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh
beberapa derajat di bawah kadar batas. Suhu tubuh rendah berlangsung sampai
terjadi ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita selama menopause.
Wanita yang menopause dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat
banyak. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam
Perry, 2005).
4) Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5°C sampai 1°C selama periode 24
5) Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal
6) Lingkungan
18
efisien.
2. Demam
a. Pengertian
Menurut Datta (2009), demam atau pireksia adalah kenaikan suhu tubuh di atas
Wong, dkk. (2008), mengatakan bahwa ada beberapa istilah lain yang perlu
1) Set point
hipotalamus.
2) Demam
Peningkatan set point sehingga pengaturan suhu tubuh lebih tinggi, dapat
3) Hipertermia
Situasi ketika suhu tubuh melebihi set point, yang biasanya terjadi akibat
kondisi tubuh atau kondisi eksternal yang menciptakan lebih banyak panas dari
Demam yang berarti suhu tubuh diatas normal biasa dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
19
1996). Demam adalah suhu rektal yang lebih dari 38°C (100,4°F) (Schwartz, 2004).
b. Klasifikasi demam
Kozier, Berman dan Snyder (2004), menyebutkan bahwa ada empat tipe umum
demam.
1) Intermittent fever
Suhu tubuh bergantian berubah secara berkala antara periode demam dan
normal.
2) Remittent fever
Terjadi fluktuasi suhu tubuh selama 24 jam yang lebih di atas normal.
3) Relapsing fever
Demam yang terjadi singkat hanya beberapa hari yang biasanya diselingi 1
4) Constant fever
Widjaja (2007), mengatakan bahwa secara garis besar ada dua klasifikasi demam
yang sering kali diderita oleh anak balita (dan manusia pada umumnya), yaitu
Demam non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya
bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi jarang terjadi dan diderita
oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini timbul karena adanya
kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik.
Contoh demam non infeksi antara lain demam yang disebabkan oleh adanya
kelainan degeneratif atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stres,
20
2) Demam infeksi
misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh.
Demam infeksi paling sering terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Bakteri, kuman, atau virus dapat masuk kedalam tubuh manusia
tubuh. Imunisasi juga termasuk pada kategori ini sebab imunisasi adalah
tindakan yang secara sengaja memasukkan kuman, bakteri, atau virus yang
sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan tujuan membuat anak balita
mengakibatkan demam pada anak balita antara lain adalah, tetanus, mumps atau
parotitis epidemik, morbili atau measles atau rubella, demam berdarah, TBC dan
batuk rejan.
c. Penatalaksanaan demam
1) Tindakan farmakologis
paling efektif adalah penggunaan antipiretik untuk menurunkan set point (Wong,
dkk, 2009).
ini bekerja dengan mempengaruhi termoregulator pada sistem saraf pusat (SSP)
21
dan dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Deglin & Vallerand,
2004).
salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan obat-obat anti inflamasi nonsteroid
(NSAID). Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak
untuk menurunkan demam pada anak-anak yang berusia minimal 6 bulan. Hindari
Tabel 3.
Daftar obat analgetik-antipiretik serta dosis
Acetosal 65 mg/kg/hari
Ascal (obat cair) 12,5 mg/kg/x atau 75
mg/kg/hari
Metampiron (mg/hr)
3 bln-1 thn (150-200)
1-6 thn (150-400)
6-12 thn (600-1200)
Piromidon 4-5 mg/kg/hari
Aspirin 50-75 mg/kg/hari
Ibuprofen 5 mg/kg (<39,1°C)
10 mg/kg (>39,1°C)
Sumber : www.scribd.com
tersebut seperti menyuruh anak untuk banyak minum air putih, istirahat, kompres
hangat serta tepid water sponge (Budi, 2006). Kania (2007) mengatakan bahwa
dalam ruangan bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak tidak tebal.
3. Kompres hangat
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau
alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian yang memerlukan
(Asmadi, 2008, dalam Putra, 2010). Kompres hangat merupakan salah satu bentuk
termoterapi yang mudah dan tidak mahal. Kompres hangat juga memiliki efek lokal
dan sistemik pada tubuh. Penggunaan kompres hangat dapat dilakukan dengan
menggunakan handuk, kantung, botol atau aquatermia pad. Suhu air yang biasa
digunakan dalam penggunaan kompres hangat berkisar 37°C-40°C (Kozier, Berman &
Snyder, 2002).
dilakukan oleh Damayati (2008) tentang “Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang
demam dengan perilaku kompres di ruang rawat inap RSUD Dr, Moewardi
23
Surakarta” menilai karakteristik ibu dalam menentukan benar atau salah tindakan
yang dilakukan terhadap anak yang demam. Pengetahuan ibu tentang demam akan
mendorong ibu untuk memberikan kompres hangat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
kompres ibu. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif korelatif yang
deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta dengan mengambil sampel sebanyak 34 orang ibu yang
bahwa : (1) Tingkat pengetahuan ibu tentang demam di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta sebagian besar dalam kategori sedang. (2) Perilaku kompres ibu di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta sebagian besar dalam kategori baik. (3) Berdasarkan hasil uji
hipotesis, maka ditarik kesimpulan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku kompres di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
Kompres hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain atau handuk yang telah
di celupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.
Tujuan pemberian kompres hangat ini adalah meningkatkan kenyamanan dan dapat
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh
24
pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal
kembali.
Skema 2.
Mekanisme kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh
Anak Demam
Kompres hangat
Hipotalamus
Sistem efektor
Vasodilatasi,
berkeringat
Sumber: www.nursingbegin.com
1) Alat-alat
kom)
c) Handuk kering
25
d) Termometer
b) Cuci tangan
c) Ukur suhu tubuh klien dan catat antipiretik yang telah diberikan
e) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres (dahi, aksila, perut)
f) Apabila kain kering, maka kompres kembali dengan air hangat dan ulangi
Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang basah
h) Cuci tangan
tubuh (Corrad, 2002; Carton, et al., 2001, dalam Setiawati, 2009). Tujuan dari
penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu tubuh secara terkontrol
(Johnson, Temple, & Carr, 2005). Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada bayi di
bawah usia 1 tahun dan tanpa pengawasan medis karena tindakan ini dapat
Pemberian tepid water sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak
berkeringat. Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh
sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh meningkat dan
dilakukan tepid water sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar
26
keringat untuk melepaskan keringat. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan
Skema 3.
Mekanisme tepid water sponge dalam menurunkan suhu tubuh
Anak Demam
Hipotalamus anterior
Vasodilatasi,
berkeringat
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan tepid water sponge adalah penelitian
lain dilakukan oleh Setiawati (2009) tentang “Pengaruh tepid sponge terhadap
penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah yang
antipiretik disertai tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak
quasi experimental pre-post test non equivalen control group dengan jumlah sampel
yaitu 50 responden. Pengukuran dilakukan dengan melihat penurunan suhu tubuh dan
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam penurunan suhu tubuh antara
27
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p = 0,21); serta tidak ada perbedaan
yang bermakna dalam tingkat rasa nyaman antara kelompok intervensi dengan
penurunan suhu yang lebih besar dan peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi jika
intervensi untuk menurunkan demam dan meningkatkan rasa nyaman pada anak
Penelitian terkait lainnya yang dilakukan oleh oleh Sharber (1997) “The efficacy of
tepid sponge bathing to reduce fever in young children”. Penelitian ini membandingkan
penurunan suhu badan pada saat demam yaitu dengan acetaminophen sendiri dan
asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Dua puluh anak-anak,
usia 5-68 bulan yang mengalami demam >38,9°C secara acak diberikan acetaminophen
saja atau asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Semua
menggigil, merinding). Responden dengan tindakan tepid sponge bathing lebih cepat
merasa kedinginan selama 1 jam pertama, tetapi tidak ada perbedaan temperatur yang
sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever
membandingkan efektivitas spon hangat dan obat antipiretik (paracetamol) dengan obat
antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh anak-anak yang demam. Desain penelitian
yang digunakan adalah randomized controlled trial dengan responden 150 anak-anak
usia 6 bulan sampai 12 tahun, dengan suhu demam di aksila ≥ 38.3ºC. Anak-anak
secara acak diberikan nomor untuk menerima tindakan tepid sponging dan obat
antipiretik atau hanya dengan obat antipiretik. Kelompok yang pertama diberikan
sirup/tablet parasetamol dengan dosis 10 mg/kg dan tepid sponging selama 15 menit.
Prosedur Tepid sponging adalah sebagai berikut: 5 handuk atau wash lap, baskom, 2
handuk mandi, termometer, termometer mandi dan air keran (kamar temperatur -
0,5°C). Setelah mencuci tangan dan memeriksa suhu anak, letakkan handuk panjang di
tubuh anak. Usapkan wash lap atau spons ke seluruh tubuh anak. Kemudian temperatur
diperiksa pada 30, 45, 60, 90 dan 120 menit. Anak-anak yang hanya menerima obat
anak-anak juga dinilai pada titik waktu yang sama dalam hal kriteria 3 kegelisahan,
menangis, dan mudah tersinggung. Penurunan suhu tubuh antara kelompok perlakuan
lunak STATA digunakan untuk analisis statistik data. Hasil penelitian ini adalah
penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponging dan obat antipiretik secara
signifikan lebih cepat daripada hanya kelompok obat antipiretik, namun pada 2 jam
terakhir kedua kelompok telah mencapai tingkat suhu yang sama. Anak-anak yang
diberikan tepid sponging dan obat antipiretik memiliki tingkat ketidaknyamanan secara
signifikan lebih tinggi daripada hanya kelompok antipiretik, tapi ketidaknyamanan itu
Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008, dalam
Setiawati, 2009):
a. Tahap persiapan
1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid water sponge.
2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat (37°C-40°C),
lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut mandi, perlak, termometer digital.
b. Pelaksanaan
1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water sponge.
2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian antipiretik
pada klien.
4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap atau lap
mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan lembut yang lama, lap
seluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah secara bertahap. Lap
5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat lalu
6) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu
tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut mandi dan
keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
B. Kerangka Konsep
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Berikut ini adalah kerangka konsep yang dilakukan:
30
Skema 4.
Kerangka konsep penelitian
Faktor-faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh:
- Olahraga
- Kadar hormon
- Irama sirkadian
- Stres
- Lingkungan
: Diteliti
\
: Tidak diteliti
C. Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan antara dua
variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis adalah suatu kesimpulan
sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Biasanya hipotesis terdiri dari
pernyataan terhadap ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas
Tidak ada perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water
Ada perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge