Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEBIDANAN LANJUT II

ASUHAN KEBIDANAN PADA PERDARAHAN DILUAR HAID


EROSI, ULKUS DAN TRAUMA PORSIO

Dosen Pengampu: Suherni, S.Pd, APP, M.Kes

Disusun Oleh:

1. Dyah Ayu S (P07124212040)


2. Mardiana Dwi L (P07124212053)
3. Shufiatul Istiqomah (P07124212060)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2013
1

PERDARAHAN DILUAR HAID

Yang dimaksud perdarahan diluar haid adalah perdarahan yang terjadi

dalam masa 2 antara haid (Wiknjosastro, 2007). Perdarahan tampak terpisah

dan dapat dibedakan dari haid, yaitu metrorargia dan menometrorargia.

Metrorargia dan menometrorargia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada

alat genital atau karena kelainan fungsional.

Sebab-sebab organik merupakan perdarahan yang terjadi dari uterus, tuba

dan ovarium yang disebabkan oleh kelainan pada:

a. Servik uteri, seperti erosi porsio, ulkus pada porsio, karsinoma servisitis uteri,

polip uteri.

b. Korpus uteri seperti polip endometrium, abortus iminen, abortus sedang

berlangsung, abortus inkomplet, mola hidatidosa, koriokarsinoma, sarkoma

uteri, mioma uteri.

c. Tuba falopi, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.

d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional adalah perdarahan yang tidak ada hubungannya

dengan sebab organik. Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap umur

antara menarche dan menopause. Perdarahan fungsional dapat berupa PUD

(Perdarahan Uterus Disfungsional) yaitu perdarahan uterus abnormal yang

terjadi diluar siklus haid yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional

mekanisme kerja otot polos hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa

adanya kelainan organik alat reproduksi. Tetapi kelainan ini lebih sering dijumpai

sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga wanita
2

dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan diluar haid

berumur diatas 40 tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun.

ANATOMI SERVIKS UTERI

Serviks adalah bagian dari uterus (rahim). Uterus adalah sebuah organ berongga

dengan dinding muskular yang tebal, terletak di dalam rongga panggul antara

kandung kencing di depan dan rektum di belakang. Bagian atas berhubungan

dengan kedua tuba uterina sedang bagian bawah menjadi serviks uterin yang

berhubungan dengan vagina.

Gambar 1. Potongan sagital bagian bawah abdomen dan pelvis perempuan

Serviks uteri (leher rahim). Serviks adalah bagian bawah rahim yang

menyempit. Bentuknya sedikit konikal dengan apeks yang menghadap ke bawah

belakang. Serviks menonjol ke dalam vagina, menjadikan dia terbagi dua bagian

yakni portio supravaginalis dan portio vaginalis. Portio vaginalis menonjol bebas

di dalam vagina, di antara forniks anterior dan posterior. Pada ujungnya terdapat

lobang kecil, cekung dan agak bundar, disebut orifisium uteri eksternum (OUE)
3

yang menghubungkan rongga uterus, serviks dengan vagina. Orifisium uteri

eksternum dibatasi oleh dua bibir yakni bibir depan dan belakang, yang dalam

keadaan normal keduanya bersinggungan dengan dinding belakang vagina.

Kanalis servikalis berbentuk fusiform, pipih dari belakang ke depan dan melebar

di tengah. Di sebelah kranial berhubungan dengan rongga rahim dan di kaudal

dengan vagina. Dindingnya mengandung rigi longitudinal anterior dan posterior

yang masing-masing mengeluarkan sejumlah cabang oblik yang disebut lipatan

palmat (palmate fold) sehingga memberikan gambaran seperti pohon yang

bercabang-cabang.

Gambar bagian serviks uteri

Histologi serviks

Endoserviks dilapisi oleh epitelium kolumnar, sedang ektoserviks dilapisi oleh


epitelium skuamous. Tempat di mana kedua epitelium bertemu disebut
squamocolumnar junction (SCJ).

.
4

Zona transformasi

Gambar bagian-bagian serviks

Neoplasia serviks hampir selalu berasal dari zona transformasi. Pemahaman

tentang metaplasia skuamous adalah kunci untuk memahami konsep tentang

zona transformas serviks dan peranannya dalam karsinogenesis serviks.

Epitelium skuamous vagina dan eksoserviks mempunyai 4 lapisan:

1. Lapisan basal, terdiri atas satu lapis sel imatur dengan nukleus besar dan

sejumlah kecil sitoplasma.

2. Lapisan parabasal, meliputi dua sampai empat lapisan sel-sel imatur yang

mempunyai gambaran mitosis normal dan menjadi sel pengganti untuk

epitelium di atasnya.

3. Lapisan intermediate, tersusun atas empat sampai enam lapis sel

mengandung sitoplasma lebih banyak dengan bentuk polihedral yang

dipisahkan oleh ruang interselular. Jembatan interselular, di mana

diferensiasi produksi glikogen terjadi dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.


5

4. Lapisan superfisial meliputi lima sampai delapan lapis sel-sel pipih yang

berisi inti yang kecil dan uniform dengan sitoplasma yang mengandung

gliokogen. Intinya menjadi piknotik, dan sel-selnya mati dari permukaan

(eksfoliasi). Sel-sel ini menjadi basis untuk pemeriksaan Papanicolaou

I. EROSI PORSIO

A. Pengertian

Erosi porsio ialah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi

pada daerah portio, serviks uteri (mulut rahim). Erosi porsio merupakan

pengikisan lapisan dari mulut rahim. Penyebabnya bisa karena infeksi

dengan kuman-kuman atau virus, bisa juga karena rangsangan zat kimia/

alat tertentu. Umumnya disebabkan oleh infeksi (Wiknjosastro, 2007).

Erosi porsio disebut juga erosi serviks adalah hilangnya sebagian atau

seluruh permukaan epitel squamos. Jaringan yang normal pada permukaan

dan atau mulut serviks digantikan oleh jaringan yang mengalami inflamasi

dari kanalis servikalis. Jaringan endoserviks ini berwarna merah dan

granuler, sehingga serviks akan tampak merah, erosi, dan terinfeksi. Erosi

serviks dapat menjadi tanda awal dari kanker serviks.

Gambar erosi porsio

Erosi porsio dapat dibagi menjadi 3 ( Bencoolen, 2011).:

1) Erosi ringan : meliputi ≤ 1/3 total area serviks


6

2) Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area serviks

3) Erosi berat : meliputi ≥ 2/3 total area serviks

B. Penyebab

Penyebab erosi porsio antara lain (Winkjosastro, 2007):

1. Keterpaparan suatu benda pada saat pemasangan AKDR.

Pada saat pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan tidak steril yang

dapat menyababkan infeksi. AKDR juga mengakibatkan bertambahnya

volume dan lama haid (darah merupakan media subur untuk berkembang

biaknya kuman) penyebab terjadi infeksi.

2. Infeksi dapat menyebabkan menipisnya epitel portio dan mudah terjadi

erosi pada porsio (hubungan seksual) misalnya cervicitis, kolpitis.

3. Penyebab lain : infeksi kronis di vagina, douche, dan kontrasepsi kimia

dapat mengubah level keasaman vagian dan menyebabkan erosi serviks.

Dapat pula disebabkan karena trauma (hubungan seksual, pengguanaan

tampon, benda asing di vagina).

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala erosi porsio adalah (Winkjosastro, 2007):

a. Keadaan ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran sekret yang

agak putih kuning.

b. Pada porsio uteri disekitar ostium uteri eksternum, tampak daerah

kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel porsio

disekitarnya, sekret yang dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur

nanah.

c. Nyeri saat berhubungan seksual.

d. Keluar darah dari kemaluan saat melakukan hubungan seksual.


7

e. Rasa kemeng pada daerah panggul.

D. Penanganan

Dengan obat-obatan antibiotik, analgetik untuk mengurangi sakit dan

antiseptik yang dimasukkan melalui vagina, mulut (oral) dan parenteral. Jika

terjadi erosi terlalu luas, selain diberikan obat-obatan antibiotik juga perlu di

lakuan kauterisasi. Pengobatan yang baik ialah dengan jalan kauterisasi radial

dengan termokauter atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi atau

krioterapi terjadi nekrosis jaringan yang meradang, terlepas kira-kira 2 minggu

dan diganti lambat laun oleh jaringan sehat.

Jika radang menahun mencapai endoserviks jauh kedalam kanalis

servikalis, perlu dilakukan konisasi dengan mengangkat sebagian besar

mukosa endoserviks. Pengangkatan dilakukan dengan pisau supaya jaringan

yang dikeluarkan dapat diperiksa mikroskopis. Pada laserasi serviks yang

agak luas perlu dilakukan trakhelorafia. Pinggir sobekan dan sedikit

endoserviks diangkat, lalu luka-luka baru dijahit sedemikian rupa sehingga

bentuk serviks menjadi seperti semula. Jahitan dapat mengatasi perdarahan

yang akan timbul. Jika sobekan dan infeksi sangat luas perlu dilakukan

amputasi serviks. Akan tetapi perpendekan serviks akan dapat

mengakibatkan abortus jika terjadi kehamilan. Sehingga pembedahan yang

akhir ini sebaiknya dilakukan pada wanita yang tidak ingin hamil lagi.

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kasus erosi porsio, antara

lain ( Kurniawati, 2009):

a. Pap Smears

Pap Smear disebut juga dengan Pap Test. Setiap saat sel-sel tubuh

mati, lalu mengelupas. Sekali pun sel-sel ini telah lepas dari tubuh, sel ini
8

merupakan informasi yang sangat bermanfaat. Lewat sel-sel ini dapat

diketahui sesuatu yang tidak normal, suatu proses yang tidak normal

sedang terjadi pada mulut rahim. Hal inilah yang dikerjakan dalam

pemeriksaan pap smear. Dengan sikat yang sangat halus, mulut rahim

dikerok untuk mendapatkan sampel sel-sel dari dalamnya. Berikutnya,

bahan ini harus diwarnai atau dicat agar visualisasinya dibawah

mikroskop lebih baik. Pengecatan yang digunakan bernama papanicolaou

yang diambil dari nama penemunya, dr. George Papanicolaou.

Gambar pemeriksaan Pap Smear

Di Indonesia, pap smear dianjurkan untuk dilakukan secara rutin bagi

wanita yang sudah melakukan hubungan seksual dan berusia lebih dari

25 tahun hingga 60 tahun. Sebaiknya, pap smear dilakukan setiap tahun

atau bila hasil pemeriksaan dua kali berturut-turut normal, pemeriksaan

boleh dilakukan dua tahun sekali.

b. Kolposkopi

Kolposkopi adalah suatu prosedur pemeriksaan vagina dan serviks

oleh seorang dokter yang berpengalaman. Dengan memeriksa

permukaan serviks, dokter akan menentukan penyebab abnormalitas dari

sel-sel serviks seperti yang dinyatakan dalam pemeriksaan pap smear.


9

Cara pemeriksaan kolposkopi adalah sebagai berikut: dokter akan

memasukkan suatu spektrum kedalam vagina dan memberi warna

saluran serviks dengan suatu cairan yang membuat permukaan serviks

yang mengandung sel-sel yang abnormal terwarnai. Kemudian dokter

akan melihat kedalam saluran serviks melalui sebuah alat yang disebut

kolposkop.

Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang

mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi. Jika

area yang abnormal sudah terlokalisasi, dokter akan mengambil sampel

pada jaringan tersebut (melakukan biopsi) untuk kemudian dikirim ke

laboratorium guna pemeriksaan yang mendetail dan akurat. Pengobatan

akan sangat tergantung sekali pada hasil pemeriksaan.

c. Percobaan Schiller

Memberikan yodium pada luka, epitel porsio yang abnormal menjadi

berwarna cokelat tua sedang daerah-daerah yang tidak normal berwarna

kuning coklat dan tampak pucat. Daerah-daerah yang pucat salah

satunya dapat pula disebabkan oleh erosi porsio.


10

II. ULKUS PORSIO

A. Pengertian

Ulkus porsio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna

merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum (Bencoolen,

2011).

B. Etiologi

Etiologi ulkus porsio antara lain (Kurniawati, 2009):

1. Penggunaan IUD

2. Pemakaian pil

3. Perilaku seksual yang tidak sehat

4. Trauma

C. Gejala

Gejala pada ulkus porsio ( Bencoolen, 2011):

1. Adanya fluxus

2. Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas

3. Adanya kontak berdarah.

4. Portio teraba tidak rata.

F. Penanganan

1. Membatasi hubungan suami istri

Adanya ulkus porsio membuat porsio mudah sekali berdarah setiap kali

mengalami gesekan sekecil apapun, sehingga sebaiknya koitus dihindari

sampai ulkus sembuh.

2. Menjaga kebersihan vagina

Bila kebersihan vagina tidak dijaga, maka akan dapat memperburuk

kondisi porsio, sebab akan semakin rentan terkena infeksi lainnya.


11

3. Lama pemakaian IUD harus diperhatikan.

III. TRAUMA PORSIO

A. Pengertian

Trauma secara medis adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan

(Bencoolen, 2011).

B. Penyebab

Penyebab luka organ genital dibedakan menjadi:

1. Perlukaan obstetri

a. Persalinan: robekan jalan lahir oleh janin atau bagian janin

b. Pertolongan persalinan: robekan jalan lahir oleh tindakan pertolongan

persalinan.

Manifestasi perlukaan obstetri:

a. Ruptur perineum derajat I-IV

Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan

ialah perineum.

b. Robekan vagina

Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, robekan pada 1/3

bagian bawah bisa merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan

vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan

serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan

jalan lahir yang berlebih-lebih dan terjadi secara tiba-tiba ketika janin

dilahirkan. Baik kepala maupun bahu janin (anak besar, shoulder

dystocia) dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina.


12

c. Robekan serviks

Gambar robekan servik

Servik uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan

pada waktu persalinan. Karena perlukaan itu porsio vaginalis pada

seorang multipara terbagi dalam bibir depan dan belakang. Robekan

servik bisa menyebabkan perdarahan banyak, khususnya bila jauh ke

lateral sebab ditempat itu terdapat ramus desenden dari arteri uterina.

Diagnosis perlukaan servik dapat diketahui dengan pemeriksaan

inspekulo. Bibir servik dijepit dengan cunam atraumatik dan diperiksa

secara cermat sifat-sifat robekan. Bila ditemukan robekan servik yang

memanjang maka luka dijahit dari ujung yang paling atas terus

kebawah. Robekan serviks yang meluas ke arah kranial dan

mencapai dinding vagina di daerah forniks lateralis perlu diwaspadai

sebagai ruptura uteri karena robekan dapat terus meluas ke atas dan

menyebabkan putusnya arteris uterina. Perlukaan ini dapat terjadi

pada persalinan normal, tetapi yang paling sering ialah akibat upaya

melahirkan anak ataupun persalinan buatan per vaginam pada

pembukaan yang belum lengkap (Cunningham at all, 2005).

d. Ruptur uterus
13

Perlukaan paling berat pada kehamilan atau persalinan ialah

robekan uterus (Ruptura uteri). Umumnya robekan terjadi pada

segmen bawah rahim yang dapat meluas ke kiri atau ke kanan

sehingga dapat menyebabkan putusnya Arteris Uterina.Perlukaan alat-

alat genital di dalam panggul pada waktu pembedahan ginekologik

merupakan penyulit yang tidak jarang dijumpai. Hal ini terutama terjadi

bila terdapat banyak perlekatan antara organ genital yang akan

dibedah dengan jaringan sekitarnya (Wiknjosastro, 2011).

e. Fistula rektovaginalis, vesiko vaginalis

Dalam persalinan bila kepala janin sudah masuk ke dalam rongga

tengah panggul, kandung kemih akan terdorong ke atas. Akibatnya,

vagian, dasar kandung kemih, dan uretra akan mengalami tekanan

oleh kepala janin tersebut. Apabila tekanan ini berlangsung lama,

misalnya pada kala II yang lama, vagina serta dasar kandung kemih

yang tertekan akan mengalami iskemia dan akhirnya terjadi nekrosis.

Tempat yang mengalami iskemia dan nekrosis pada jaringan akan

terlepas dan terbentuklah fistula. Jika fistula terdapat antara kandung

kemih dan vagina, dinamakan fistula vesikovaginalis; bila terdapat

antara rektum dan vagina; dinamakan fistula rektovaginalis (Schorge

et all, 2008).

Faktor resiko perlukaan obstetri:

1. Nulipara

2. Bayi besar

3. Partus presipitatus

4. Episiotomi
14

5. Perlukaan ginekologi

Penyebab perlukaan ginekologi:

a. Kecelakaan: straddle injury, penggunaan alat bantu seks

Gambar perlukaan ginekologi

Letak jalan lahir yang terlindung menjadi sebab tidak seberapa seringnya

terjadi perlukaan langsung.Perlukaan langsung pada alat genital terjadi

akibat patah tulang panggul terutama simfisis pubis, atau akibat jatuh

terduduk dengan genitalia eksterna membentur benda keras dan atau

tajam.

1) Hematoma

Bentuk perlukaan yang paling sering terjadi ialah hematoma pada

vulva. Perdarahan dapat meluas ke sekitar vagina, dan darah dapat

berkumpul di dalam ligamentum latum. Bila banyak darah yang

berkumpul dalam hematoma, maka dapat timbul gejala syok dan

anemia. Penanganan hematoma tergantung dari besarnya

hematoma itu. Bila hematoma kecil, cukup diberi kompres dan

analgetika, sambil diobservasi apakah hematoma tidak bertambah

besar. Akan tetapi, jika hematoma besar, hendaknya segera dibuka

dan dilakukan pengeluaran bekuan-bekuan darah. Perdarahan

arterial yang ada harus segera dihentikan dengan mengikat


15

pembuluh darah yang terputus. Selanjutnya, bila perlu dilakukan

tamponade pada ruang luka yang sebelumnya diisi oleh bekuan

darah.

2) Perlukaan pada vulva

Perlukaan pada vagina dan vulva terjadi bila alat-alat tersebut

terkena benda secara langsung. Kadang-kadang perlukaan ini dapat

pula mengenai alat-alat sekitarnya, misalnya uretra, kandung kemih,

rektum, atau kavum Douglasidilakukan pemeriksaan yang teliti untuk

mengetahui luas luka dan alat-alat apa yang terkena.

b. Komplikasi tindakan ginekologi: kuretase, pemasangan IUD

c. Perkosaan dan sexual abuse (kekerasan seksual)

Tempat perlukaan yang paling sering akibat coitus adalah dinding

lateral vagina, forniks posterior. Perlukaan yang terjadi pada koitus

adalah robeknya selaput himen yang terjadi pada dinding belakang

dan menimbulkan perdarahan. Pada keadaan tertentu, koitus yang

dilakukan secara kasar dan keras, misalnya pada kasus perkosaan

akan dapat menimbulkan luka yang luas dan perdarahan banyak.

Faktor predisposisi dari pihak wanita untuk mengalami trauma adalah

hipoplasia genitalis, penyempitan introitus vagina, vagina yang kaku

dan himen yang tebal. Penolakan ini disertai adduksi pada kedua paha

dan lordose lumbal serta ketegangan pada otot-otot pelvis.

Manifestasi perlukaan ginekologi:

1) Hematom vulva

2) Robekan hymen

3) Robekan perineum vagina, forniks


16

4) Perforasi uterus

C. Gejala

1. Nyeri vulva dan vagina

2. Perdarahan

3. Pembengkakan

4. Kesulitan dalam urinasi dan ambulasi

D. Penanganan dan Terapi

Sesuai dengan penyebab, misalnya trauma yang disebabkan translokasi IUD,

maka IUD harus dicabut dan diganti dengan alat kontrasepsi lain. Sedangkan

untuk para wanita yang menopause yang mengalami perdarahan setelah

koitus dapat diberikan terapi hormon.

Terapi pada trauma porsio adalah:

1. Menghentikan perdarahan

2. Memperbaiki luka: penjahitan

3. Mencegah infeksi: pemberian antibiotika, perawatan luka


17

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.


1981. Ginekologi. Bandung: Elstar Offset.

Bencoolen,R. 2011. Perdarahan diluar Haid. Diunduh tanggal 25 Maret 2013


dari http://www.ingateros.com/2011/03/perdarahandiluarhaid-portio.html.

Cunningham F. 2005. Williams Obstetrics 22nd Ed. Jakarta: EGC.

Kurniawati, D. 2009. Obgynacea. Yogyakarta: TOSCA Enterpirse.

Risanto. 2012. Anatomi Serviks Uteri. Seminar Deteksi IVA tanggal 10 Agustus
2012. Bagian Obstetri dan Ginekologi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

Saifuddin, A. B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: YBPSP.

Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBPSP.

Anda mungkin juga menyukai