Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH PENDIDIKAN SEKS TERHADAP SIKAP

MENGENAI SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

Disusun Oleh:
Deby Yuniarti
10503040
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2007

ABSTRAK

Penelit ian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh pendidik an seks
terhad ap perubahan sikap remaja mengenai seks pranikah. Subjek dalam penelitian
ini berj umlah 92 orang remaja baik putera maupun puteri di SMK yang berusia 14-
17 tah un. Alat ukur yang dipakai untuk mengukur sikap mengenai seks pranikah
dalam p enelitian ini adalah Skala Sikap Mengenai Seks Pranikah yang disusun
berdas arkan pada komponen-komponen sikap dikaitkan dengan bentuk-bentuk
aktivitas seksual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini
ditolak.Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan T-Paired
Sample test, menunjukkan nilai T sebesar 0,331 dengan taraf signifikansi sebesar
0,741 ( p>0,05). Hal ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan
seks te rhadap sikap mengenai seks pranikah pada subjek penelitian. Sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan seks, sikap mengenai seks pranikah pada subjek hanya
sedikit mengalami perubahan.

Kata kunci: Pendidikan Seks, Sikap Mengenai Seks Pranikah, Remaja.

PENDAHULUAN

Perilaku seks sebelum nikah di kalangan berusia muda akhir-akhir ini banyak
menjadi sorotan karena cenderung meningkat. Hal ini tentu saja menimbulkan
masalah karena perilaku tersebut dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma
yang ada di Indonesia. Untuk melihat permasalahan tersebut, beberapa penelitian
terkait telah diusahakan. Akan tetapi hal tersebut belum sepenuhnya berhasil
(Faturochman, 1995).
Menurut Sarwono (2006), ada beberapa faktor yang dianggap berperan dalam
munculnya permasalahan seksual pada remaja, diantaranya perubahan-per ubahan
hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja, penyebaran in formasi
yang salah misalnya dari buku-buku dan VCD porno, rasa ingin tahu (cur iousity)
yang sangat besar, serta kurangnya pengetahuan yang didapat dari ora ng tua
dikarenakan orang tua menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan.
Terdapat beberapa alasan lain yang menyebabkan remaja pada a khirnya
melakukan seks pranikah. Diantaranya adalah sebagai bukti cinta dan sangat
mencintai pacar, dijanjikan akan menikah, rasa ingin tahu yang sangat tinggi tentang
seksualitas, ingin mencoba, takut mengecewakan pacar, takut diputuskan pac ar, serta
kurangnya pengetahuan tentang seksualitas yang didapat dari keluarga dan s ekolah.
Umumnya remaja kurang menyadari akibat-akibat buruk yang dapat ditimbul kan dari
perilaku seks bebas tersebut, seperti kehamilan, putus sekolah, tertular p enyakit
kelamin dan HIV AIDS. Kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dan
sekolah mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dar i teman
atau lingkungan bermainnya yang bisa saja pengetahuan tersebut salah.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat diperlukan adanya pen didikan
seks yang benar bagi remaja. Pendidikan seks yang tentu saja bertujuan untuk
membimbing dan menjelaskan tentang perubahan fungsi organ seksual sebagai
tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan manusia disertai dengan penanaman
nilai-nilai seksualitas itu sendiri.
Selama ini pendidikan seks telah dilakukan di beberapa sekolah, namun jarang
sekali yang memasukkan unsur nilai-nilai seksualitas di dalamnya. Untuk itu
penelitian ini dilakukan guna mengetahui sejauhmana pengaruh pendidikan seks
terhadap perubahan sikap remaja mengenai seks pranikah.
TINJAUAN PUSTAKA

Sikap Terhadap Seks Pranikah


Menurut Thurstone, dkk (dalam Azwar, 2005), sikap adalah suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan. Sedangkan menurut Berkowitz (dalam Azwar, 2005),
sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau m emihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfav orable)
pada objek tersebut.
Menurut Bird dan Keith (1994), premarital sex adalah salah satu bentuk
sexual intercourse yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya tidak terika t dalam
pernikahan.
S eks adalah bukan hanya hubungan intim, ekspresi dari seksualitas dapat
terkait dengan banyak perilaku lain. Berikut ini adalah bentuk-bentuk p erilaku
seksual(Benokraitis, 1996): (1) Masturbasi merujuk kepada pemuasan se anks yang
dilakuk oleh diri sendiri yang melibatkan beberapa bentuk dari
stimula si/rangsangan fisik langsung. Masturbasi biasanya melibatkan menggosok,
menyentuh, mengelus dengan lembut, meremas atau dengan merangsang orga n vital,
tetapi masturbasi juga dapat melalui rangsangan dari bagian tubuh lain, seperti
payuda ra, paha bagian dalam, atau anus. (2) Petting adalah kontak atau hubungan
fisik antara orang untuk menghasilkan rangsangan erotis tetapi tanpa me lakukan
hubungan intim/senggama. Petting, yang termasuk di dalamnya adalah menyentuh
dan mengelus dengan lembut berbagai bagian tubuh terutama payudara dan organ
vital, biasanya lebih dapat diterima daripada hubungan seks karena petting bersifat
kurang intim dan tidak menyebabkan kehamilan. (3) Oral seks termasuk beberapa
tipe rangsangan seperti Fellatio (dari bahasa latin untuk ”menghisap” atau
”menyedot”) merujuk kepada rangsangan terhadap penis laki-laki dan Cunnilingus
(dari bahasa latin untuk ”vulva” dan ”lidah”) merujuk kepada stimulasi atau rangsangan
oral terhadap organ vital wanita.
Berdasarkan definisi dari sikap dan seks pranikah di atas dalam penelitian ini
sikap mengenai seks pranikah didefinisikan sebagai tingkatan sejauhmana seseorang
mendukung atau memihak (favorable) maupun tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) terhadap aktivitas seksual, yang antara lain necking, petting,
masturbasi, oral seks, anal seks, dan sexual intercourse yang dilakukan oleh p asangan
yang keduanya tidak terikat dalam pernikahan.

Komp
onen-komponen Sikap
M
enurut Sears, dkk (1994) sikap terhadap objek, gagasan atau orang
tertentu
merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen k ognitif,
afektif, dan perilaku. Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki
seseorang mengenai objek sikap tertentu—fakta, pengetahuan, dan keyakinan tentang
objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang t erhadap
objek, terutama penilaian. Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseoran g untuk
bereaksiatau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Faktor
-faktor
B Penyebab Perilaku Seksual Pada Remaja r-
faktor
anyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui apa saja fakto
penyebab perilaku seksual pada remaja. Sarwono (2006) mengemukakan beberapa
faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada remaja, diantaranya:
a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido
seksual) remaja.
b. Penundaan usia perkawinan.
c. Adanya tabu/larangan dalam masyarakat untuk melakukan perilaku seksual
sebelum menikah.
d. Kurangnya informasi yang didapat remaja tentang seksualitas dan hal-hal terkait
di dalamnya.
e. Pergaulan yang makin bebas.
Pendidikan Seks
Menurut Suryabrata (1998), proses pendidikan yaitu proses dimana pendidik
dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruh kepada anak didik,
demi kebahagiaan anak didik. Proses ini terjadi dalam suatu situasi yang menyangkut
banyak sekali hal, seperti pergaulan antara pendidik dan anak didik, tujuan ya
ng akan
dicapai, materi yang diberikan dalam proses itu, sarana yang dipakai, ling
kungan
yang menjadi ajang proses itu, dan sebagainya.
Pendidikan seks adalah proses dimana fasilitator dengan sengaja dan penuh
tanggung jawab memberikan pengaruh yang positif kepada peserta pendidikan seks,
dengantujuan agar peserta pendidikan seks dapat mengerti dan memahami materi-
materi yang diberikan dalam pendidikan seks, yang mencakup tentang per
ubahan-
perubahan yang terjadi ketika memasuki masa remaja (perubahan fisik, psi
kologis,
dan sosial), latar belakang diperlukannya pendidikan seks bagi remaja, ta
ntangan
menujukesejahteraan seksual remaja, organ-organ seksual pria dan wanita, fertilisasi
(pembuahan), perkembangan janin, bentuk-bentuk perilaku seksual remaja, akibat-
akibat yang dapat ditimbulkan dengan melakukan perilaku seks bebas, penyakit-
penyakit menular seksual dan jenis-jenisnya, cara mengatasi gejolak seksual remaja,
pengertian dan makna seksualitas, serta nilai-nilai seksual pria dan wanita.
Raditya (2008) mengemukakan bahwa penyampaian materi pendidikan seks,
sebaiknya diberikan oleh pendidik teman sebaya atau disebut dengan peer ed ucator.
Pendidik ini sudah mendapat bekal pelatihan yang cukup agar materi yang
disampaikan dapat diterima oleh usia remaja.
Dalam penelitian ini metode pendidikan seks yang diberikan adalah presentasi
dan diskusi. Presentasi dilakukan oleh fasilitator yang dalam hal ini adalah peneliti
sendiri, sedangkan metode diskusi dilakukan bersama antara fasilitator dengan
peserta pendidikan seks.
Remaja dan Tugas-tugas Perkembangannya
Menurut WHO (World Health Organization) (dalam Sarwono, 2006), remaja
adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, suatu
masa k etika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa, suatu masa ketika terjadi peralihan dari keterga
ntungan
sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut Hurlock (1980) Setiap individu dalam setiap perkemban gannya
memiliki tugas-tugas yang harus dilalui. Kegagalan dalam pelaksanaanny a akan
mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang, sehingga sulit diteri ma
ok oleh
kelompteman-temannya dan tidak mampu menyamai teman-teman seba ya yang
sudah menguasai tugas-tugas perkembangan tersebut.
Berikut ini adalah tugas-tugas perkembangan remaja menurut Ha
vighurst
urlock, 1980):
(dalam H
ncapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya ba
a. Me ik pria
pun wanita.
mau
ncapai peran sosial pria dan wanita.
b. Me
nerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
c. Me
ngharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
d. Me
ncapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa l
e. Me ainnya.
f. Mempersiapkan karier ekonomi.
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku—mengembangkan ideologi.
Pengaruh Pendidikan Seks Terhadap Sikap Mengenai Seks Pranikah Pada
Remaja

Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan
ber akhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Secara umum remaja
masa dibagi
. Awal menjadi
masa re dua bagian, yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja ir
masa remaja
maja berlangsung
b kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun, dan akh g
secara hukum
ermula (dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matan
Hurlock,
P 1980). tugas
perkemb ada masanya remaja mau tidak mau harus melalui berbagai adalah
menca angan yang akan dia hadapi. Salah satu tugas perkembangan tersebutmaupun
wanitapai
d hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria hal ini
akan b an mencapai peran sosial pria dan wanita (Hurlock, 1980). Tentu saja
D
erkaitan dengan masalah seks pada remaja. sorotan
dikaren ewasa ini masalah seks pranikah pada remaja banyak menjadi s-kasus
aborsi yakan angkanya yang semakin hari semakin meningkat. Banyak kasu adanya
pening ang dilakukan oleh remaja. Berbagai hasil survey menunjukkan da Kita,
2007). U
katan perilaku seks maupun aborsi pada remaja (Lembaga Potret Pemu a sama
suka. S mumnya remaja melakukan hubungan seks karena didasari rasa suk adalah
kurangnya
alah pengetahuan
satu penyebabremaja
terjadinya
mengenai
hubungan
seksseks
itu sendiri.
di luar nikah
Seks pada
dipandang
remaja sebagai
sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Mengingat seks juga berkaitan dengan tugas-
tugas perkembangan remaja maka tidak mengherankan jika remaja memiliki rasa
ingin tahu yang sangat besar tentang seks itu sendiri.
Kurangnya informasi tentang seks dapat disikapi dengan diadakan pendidikan
seks yang tujuannya adalah agar peserta didik memahami seluk beluk tentang seks
remaja serta nilai-nilai seksualitas yang terkandung di dalamnya.
Dianawati (2006) mengatakan bahwa pendidikan seks dapat membantu para
remaja laki-laki dan perempuan untuk mengetahui risiko dari sikap seksual mereka
dan mengajarkan pengambilan keputusan seksualnya secara dewasa, sehingga tidak
menimbulkan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang tuanya. Pentingnya
memberikan pendidikan seks bagi remaja, sudah seharusnya dipahami. Memberikan
pendidikan seks pada remaja, maksudnya membimbing dan menjelaskan tentang
peruba han fungsi organ seksual sebagai tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan
manusi a. Selain itu, harus memasukkan ajaran agama dan norma-norma yang berlaku.
R emaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seks kemungkinan
akan lebih mudah untuk melalui setiap tugas perkembangannya, namun bagi remaja
yang kurang memiliki pengetahuan tentang seks mungkin dia akan sedikit men galami
kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangannya, khususnya tugas
perkembangan yang berkaitan dengan masalah seks itu sendiri. Remaj a yang
mendapatkan cukup informasi mengenai seks diharapkan akan lebih b ersikap
bijaksana untuk tidak melakukan seks pranikah. Sedangkan remaja dengan
pengetahuan yang kurang mengenai seks mungkin akan lebih sulit bersikap bi jaksana
mengenai seks pranikah. Melihat semua hal tersebut di atas, maka penulis
berpendapat bahwa pendidikan seks bagi remaja sangat diperlukan untuk men gurangi
perilaku seks pranikah dan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dari hal tersebut
karena pendidikan seks tersebut akan mencakup juga nilai-nilai seksualit as pada
remaja.

METODE PENELITIAN

Adapun yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap
mengenai seks pranikah (Y) dan variabel bebasnya adalah pendidikan seks (X). Sikap
mengenai seks pranikah adalah tingkatan sejauhmana seseorang mendukung atau
memihak (favorable) maupun tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
terhadap aktivitas seksual, yang antara lain necking, petting, masturbasi, oral seks,
anal seks, dan sexual intercourse yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya tidak
terikat dalam pernikahan. Pendidikan seks adalah proses dimana fasilitator dengan
sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruh yang positif kepada peserta
pendidikan seks, dengan tujuan agar peserta pendidikan seks dapat mengerti dan
memahami materi-materi yang diberikan dalam pendidikan seks yang dilaksanakan.
Pendidikan seks dalam penelitian ini juga memasukkan nilai-nilai seksualitas di dalamn
an olehya.
peneliti
Pendidikan seks bagi remaja dalam penelitian ini dilaksanak
berdasarkan
P modul pendidikan seks yang terlebih dahulu disiapkan. desain
pretes-enelitian ini menggunakan pendekatan pra-eksperimen, dengan jenis -postes
kelomppostes kelompok tunggal. Menurut Sumanto (2002) desain pretesi pretes
(O1), dok tunggal yaitu desain yang melibatkan satu kelompok yang diber
iberi
S treatmen (X), dan diberi postes (O2). u skala
yang m kala sikap mengenai seks pranikah ini berbentuk skala Likert, yait an cara
mengajenilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para peneliti deng diminta
membeukan pertanyaan kepada responden. Kemudian responden diakan,
misaln rikan pilihan jawaban atau respons dalam skala ukur yang telah dise (ATS),
tidak sya sangat setuju (SS), setuju (S), agak setuju (AS), agak tidak setuju kala ini
memilietuju (TS), sangat tidak setuju (STS) (Sukardi, 2005). Aitem dalam s disebut
favora ki dua tipe, yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem atribut
yang ble
d bila isinya mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri adanya a tidak
mendu iukur. Sedangkan aitem unfavorable adalah aitem yang isiny
kung atau tidak menggambarkan ciri atribut yang diukur (Azwar, 2006).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kuesioner yang dirancang terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya


dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12.00 for windows. Setelah dilakukan
pengujian validitas terhadap item-item skala sikap mengenai seks pranikah, dari 30 item
yang diujicobakan, 6 item dinyatakan gugur (tidak valid), sementara item yang valid
berjumlah 24 item. Item-item yang dianggap valid karena memiliki korelasi total
item > 0.30. Suatu kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas
dapat dianggap memuaskan apabila melebihi rxy = 0.30 (Azwar, 2005). Item yang
valid bergerak dengan rentang korelasi antara 0,303 sampai dengan 0,666. Uji
reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien
reliabilitas sebesar 0,847.
Setelah mendapatkan item valid dan dilakukan preteset, maka sela njutnya
an uji asumsi normalitas. Uji asumsi normalitas dilakukan
dilakuk dengan
menggunakan Kolmogorov Smirnov Test dengan program SPSS versi 12 .00 for
windows. Hasil uji asumsi adalah sebagai berikut:
Untuk skala sikap mengenai seks pranikah pretes, hasil uji normalitas dengan
Kolmogorov Smirnov Test menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,029 (<0, 05) hal
ini berarti sebaran data bersifat tidak normal. Sedangkan untuk skala sikap m engenai
seks pranikah postes, hasil uji normalitas dengan Kolmogorov Smirno v Test
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,010 (<0,05) hal ini berarti sebar an data
bersifat tidak normal. Meskipun kedua data baik pretes maupun postes bersif at tidak
normal,peneliti tetap menggunakan statistika parametrik untuk uji hipotesis dengan
pertimbangan jumlah subjek penelitian >30 dan data peneliti berskala inter val. Uji
normal
itas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor Pretest .098 92 .029 .937 92 .000
Skor Posttest .108 92 .010 .920 92 .000
a Lilliefors Significance Correction

Dalam penelitian ini untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan


menggunakan teknik paired sample T-test dengan bantuan program komputer SPSS
versi 12.00 for windows. Hasil analisis menunjukkan nilai T sebesar 0,331 dengan taraf
signifikansi sebesar 0,741 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan.
Dengan demikian, berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak, itu berarti tidak ada pengaruh
yang signifikan dari pendidikan seks terhadap sikap mengenai seks pranikah pada
subjek. Sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks, sikap menge
Hal ininai
dapat
seks
d pranikah pada subjek hanya sedikit mengalami perubahan. 52)
dan ilihat dari perbedaan mean yang sangat sedikit antara mean pretest (54,
mean posttest (53,98).
Kekurang efektifan pendidikan seks dalam penelitian ini untuk men urunkan
sikap terhadap seks pranikah pada subjek, lebih dikarenakan faktor-faktor la in yang
terdapat pada penelitian ini, diantaranya pengalaman pribadi subjek (sebagia n besar
subjek pernah mendapatkan pendidikan seks sebelumnya) dan pengaruh ora ng lain
yang dianggap penting (status pacaran mempengaruhi). Dengan demikia n dapat
diharapkan bahwa untuk subjek yang belum pernah menerima pendidik an seks
sebelumnya serta belum pernah punya pacar atau sedang tidak punya pacar p an
ada saat
penelitiberlangsung, pelaksanaan pendidikan seks dengan modul ini dap alam
at lebih
efektif dmenurunkan sikap terhadap seks pranikah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesim
pulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan seks terhadap sikap
mengenai seks pranikah pada subjek penelitian. Sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan seks, sikap mengenai seks pranikah pada subjek hanya sedikit mengalami
perubahan. Selain itu, berdasarkan data tambahan diketahui bahwa subjek merasa
senang dan merasa perlu diadakan pendidikan seks bagi remaja.
Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka


dapat dikemukakan beberapa saran, sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek sedikit mengalami per ubahan
sikap terhadap seks pranikah. Hal ini dikarenakan pengalaman subjek terhadap
pendidikan seks sebelumnya. Oleh sebab itu mereka yang akan mengg unakan
modul pendidikan seks ini untuk masyarakat (remaja) disarankan untuk
erapkannya untuk remaja yang belum pernah mendapatkan pendidik an seks
men
sebelumnya.
2. Untuk peneliti lain yang tertarik pada persoalan yang sama, dapat
mempertimbangkan memakai metode kualitatif (wawancara dan ob servasi)
sebagai perbandingan, sehingga hasilnya dapat memberikan masukan yang
semakin lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 1987. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi


Belajar. Yogyakarta: Liberty.

Azwar, S. 1993. Buletin Psikologi: Kelompok Subjek Ini Memiliki Harga Di ri Yang
Rendah; Kok Tahu?. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hal 13-17.

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka


Belajar.

Azwar, S. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Benokraitis, N.V. 1996. Marriages and Families: Changes, Choices, and Constraints
2nd edition. New Jersey: Prentice Hall.

Bird, Gloria & Keith, Melville. 1994. Famillies and Intimate Relationships. New
York: Mc. Graw Hill.
BKKBN. 2006. Pendidikan Seks dan Orang Tua. BKKBN.go.id.

Crooks, Robert & Karla, Baur. 1993. Our Sexuality 2nd edition. California: The
Benjamin/Cummings Publishing Company.

Dacey, J. & Kenny, M. 1997. Adolescent Development. Chicago: Brown &


Benchmark Publishers.

Dewi, .R. 1998. Apa Saja Materi Pendidikan Kesehatan Seksual Sahaja?.
BKKBN.go.id. Tanggal 12 Januari 2008.

Diana wati, Ajen. 2006. Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta: PT. Kawan Pustaka.

nd
Duncan, Tom. 2005. Principles of Advertising and IMC, 2 ed. New York: McGraw
Hill Companies.

Faturochman. 1995. Jurnal Psikologi Indonesia: Prediktor Sikap Permisif Te rhadap


Hubungan Seks Sebelum Menikah. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Hal 26-33.

Hasbullah. 1999. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kusuma, Ganjar T.B. 2007. Remaja Seks Aborsi. Yogyakarta: Sahabat Setia.

Lembaga Potret Pemuda Kita. 2007. Potret Pemuda Kita. Ligo.wordpress.com.

Madani, H.A. 2005. Mengapa Anak Kita Perlu Pendidikan Seksualitas. Jakarta: HDA
Publikasi.

Min, L.S. 2007. 101 Question About Sex. Jakarta: Java Pustaka Media Utama.

Prabowo, Hendro & Ira, Puspitawati. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta:


Universitas Gunadarma.

Raditya. 2008. Materi Pendidikan Seks. BKKBN.go.id. Tanggal 12 Januari 2008


Riyanti, B.P.D., Hendro, P., & Ira, P. 1996. Psikologi Umum I. Jakarta: Universitas
Gunadarma.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi keenam. Alih


bahasa: Shinto-B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sears, D.O., Jonathan L.F. & Anne P. 1994. Psikologi Sosial, jilid 1 edisi
Jakarta: Erlangga.

kelima. Seniati,
L., Aries, Y., & Bernadette, N. S. 2005. Psikologi Eksperimen. Jaka
Indeks.

rta: PT an, Mel. 1990. Active Training. New York: Lexington Books.

to, S. 1982. Sebab Musabab dan Pemecahannya Remaja dan M


Silberm masalahnya. Yogyakarta: Kanisius.

Soekan 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Pra asalah-


Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sukardi. ktiknya.
o, MA. 2002. Pembahasan Terpadu Statistika & Metodologi Riset (
Yogyakarta: Andi Offset.

Sumantrata, S. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Buku1).

Suryab

Anda mungkin juga menyukai