Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai
mendefinisikan daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah
dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai. Garis sempadan adalah garis maya di
kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. Sempadan
sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi
sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu.
Pada UU no 26 tahun 2007 pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit
30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian
lingkungan. Pasal 1 angka 31 Undang-Undang N0 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam.
Kalijodo merupakan salah satu wilayah di DKI Jakarta yang secara administrasi terbagi ke
dalam dua wilayah administrasi yaitu Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Kawasan sempadan sungai
Kalijodo yang memiliki peruntukan sebagai jalur hijau secara sah dimata hukum merupakan Tanah
Negara. Ada dua sudut pandang yang bisa digunakan untuk merelokasi kalijodo pertama sudut
pandang bahwa di Kalijodo terdapat judi dan prostitusi yang merupakan salah satu penyakit
masyarakat dan kedua Kalijodo merupakan lahan pemerintah yang telah diperuntukan sebagai
Ruang Terbuka Hijau Pemerintah Provinsi DKI yang telah disalah gunakan dan harus
dikembalikan kepada fungsinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah
penyusunan makalah sebagai berikut:
1. Kondisi alih fungsi kawasan sempadan Sungai Kalijodo merupakan bangunan ilegal
2. Kepemilikan tanah di kawasan sempadan Sungai Kalijodo secara sah merupakan Tanah
Negara
3. Fungsi dari pembangunan ilegal kawasan sempadan Sungai Kalijodo sebagai pusat
prostitusi dan perjudian menyalahi undang-undang
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah regulasi yang berkaitan dengan perencanaan wilayah
2. Menganalisis ketidaksesuaian pembangunan di lokasi studi kasus dengan undang-undang
yang berlaku
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini diantaranya:
1. Bagi penulis makalah sebagai penambahan wawasan dalam kajian mengenai masalah
regulasi terkait perencanaan wilayah
2. Bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebagai bahan literasi mengenai ketidaksesuaian
pembangunaan dengan undang-undang
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang terkait dengan hukum dan administrasi
perencanaan

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan pembaca dalam mengeksplorasi makalah ini, maka dibawah ini adalah
sistematikan penulisan makalah ini.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi mengenai latar belakang makalah, rumusan masalah, tujuan
penyusunan makalah, manfaat makalah, serta sistem penulisan pada makalah.
BAB II MASALAH REGULASI
Bab ini merupakan bagian inti dari makalah yang berisi mengenai gambaran umum lokasi,
permasalahan lokasi, ketidaksesuaian dengan undang-undang, dan sember. Pada gambaran
umum menjelaskan kondisi pada lokasi studi kasus. Kemudian dianalisis masalah terkait
regulai yang terjadi di lokasi studi kasus. Masalah pada lokasi studi kasus kemudian
dianalisis ketidaksesuaiannya dengan undang-undang yang berlaku.
BAB III KESIMPULAN
Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran terkait dengan identifikasi masalah
regulasi terkait perencanaan wilayah serta hasil analisis kompa

BAB II
Identifikasi Pelanggaran Tata Ruang

2.1 Permasalahan
1. Pelanggaran terhadap garis sempadan sungai, karena bantaran Kalijodo secara sah
memiliki peruntukan sebagai jalur hijau pada RTRW DKI Jakarta yang berlaku. Lahan di
kawasan Kalijodo disalahgunakan sebagai permukiman selama beberapa dekade terakhir.
Padahal jika dilihat dari peraturan tata ruang DKI Jakarta, seharusnya di kawasan Kalijodo
tidak boleh ada bangunan yang berdiri di atasnya. Permukiman di Kalijodo memang
menempati daerah resapan air di bantaran Sungai Ciliwung. Dimana hal ini mengharuskan
Kalijodo menjadi ruang terbuka hijau, bukan permukiman seperti pada kondisi
eksistingnya saat itu.
Gambar 1. Permukiman di Kalijodo
2. Pelanggaran terhadap peraturan tata ruang yang berlaku atas ketidaksesuaian fungsi
kegiatan di kawasan zona H 4. Pada zona H 4 hanya boleh dipakai untuk pembangunan hutan dan
taman kota menurut lampiran tabel Pelaksanaan Kegiatan Sub Zona Perda Jakarta Nomor 1 Tahun
2014. Selain itu Koefisien Dasar Bangunan (KDB) di lahan Kalijodo adalah nol (0). Maka dari itu,
seharusnya tidak boleh ada bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut.

2.2 Peraturan yang dilanggar


2.2.1 Pelanggaran terhadap garis sempadan sungai, peraturan yang dilanggar sebagai berikut :
a. UU No. 26 Tahun 2007
Pada kasus di atas, penggunaan bantaran sungai sebagai permukiman telah melanggar Pasal 5
ayat 2 yang berbunyi “Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan merupakan komponen
dalam penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan,
maupun nilai strategis kawasan. Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah kawasan
perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;” Jika suatu wilayah ditetapkan sebagai kawasan
lindung maka pemanfaatannya hanya terbatas pada kawasan hijau dan raung terbuka, tidak boleh
dipergunakan untuk kawasan permukiman.
Dijelaskan bahwa kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air. Sempadan sungai sebagai
barrier bagi aliran sungai dari pencemaran dan menghindari terjadinya erosi harus dikawal
pengembangan dan pemeliharannya.
Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang.
Pengenaan sanksi dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pengenaan sanksi tidak hanya
diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan
ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
Penetapan sanksi terhadap pelanggar peraturan tata ruang yang berlaku teertuang pada UU
No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 62, pasal 63, dan pasal 69. Setiap orang
yang melanggar kewajiban dalam pemanfaatan ruang, dikenai sanksi administratif. Sanksi
administratif dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Sanksi pidana bagi orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp. 500 juta. Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta
benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan
denda paling banyak Rp. 1.5 miliar. Jika mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 5 miliar.
Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Apabila tindak pidana tersebut mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).. Jika tindak pidana tersebut
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah). Sedangkan apabila tindak pidana tersebut mengakibatkan kematian
orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Setiap orang yang tidak memberikan akses
terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990
Dalam peraturan ini dijelaskan pada Bab IV Pokok Kebijaksanaan Kawasan Lindung pada
bagian Kawasan Perlindungan Setempat, Pasal 15 menjelaskan perlindungan terhadap sungai
dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak
kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Pada
Pasal 16 dijelaskan kriteria sempadan sungai adalah :
a. Sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan
anak sungai yang berada diluar pemukiman.
b. Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup
untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 - 15 meter.
Jika mengacu pada peraturan tersebut, maka tidak boleh ada lahan terbangun dalam
jarak yang ditentukan dari bantaran sungai. …………...
Untuk sanksi dari pelanggaran terhadap peraturan tersebut selanjutnya diatur secara khusus
dan mendetail dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Pasal 21 yaitu :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan
c. Penghentian sementara pelayanan umum
d. Penutupan lokasi
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.

c. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011


Menurut Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2011 Tentang Sungai Pasal 1 Ayat 1 bahwa
“Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta
air didalamnya, mulai dari hulu ke muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.”
Selanjutnya dalam pasal 1 ayat 9 yang berbunyi ”garis sempadan adalah garis maya di kiri dan
kanan palung sungai yang ditetapkan sebgai batas perlindungan sungai” yang artinya sempadan
sungai merupakan kawasan yang sebenarnya diperuntukkan sebagai kawasan perlindungan sungai.
Dalam pasal 17 ayat 1 disebutkan bahwa di sempadan sungai tidak diperbolehkan didirikan
bangunan, jika ada akan ditertibkan secara bertahap. Dan pada ayat 2 disebutkan beberapa
pengecualian bangunan yang boleh didirikan dikawasan sempadan sungai.

Dalam kasus di Kalijodo dimana sempadan sungai yang ada digunakan sebagai lahan
permukiman sehingga melanggar pasal 17 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011
yang berisi “Dalam hal hasil kajian sebagaimana dalam pasal 16 ayat 2 menunjukkan terdapat
bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tesebut dinyatakan dalam status quo dan secara
bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai. Selain itu menurut pasal
22 ayat 2, kasus pendirian bangunan di Kalijodo juga tidak sesuai dengan bunyi pasal tersebut.
Sanksinya antara lain terlampir dalam pasal 60 ayat 1 dan 2

(rapiin lg ples sanksi yaa) sek usaha golek sangsine btw kalijodo termasuk sungai
bertanggul insya allah

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 28 Tahun 2015


Kasus permukiman di kawasan Kalijodo melanggar bagian keempat tentang Pemanfaatan
Daerah Sempadan pasal 22 ayat 1 dimana disebutkan bahwa sempadan sungai hanya dapat
dimanfaatkan secara terbatas untuk:
a. Bangunan prasarana sumber daya air;
b. Fasilitas jembatan dan dermaga;
c. Jalur pipa gas dan air minum;
d. Rentangan kabel listrik dan telekomunikasi
e. Kegiatan lain sepanjang tidak menganggu fungsi sungai, antara lain kegiatan
menanam tanaman sayur-mayur; dan
f. Bangunan ketenagalistrikan.
Selain itu dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali
banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan:
a. Menanam tanaman selain rumput;
b. Mendirikan bangunan; dan
c. Mengurangi dimensi tanggul

Peraturan Menteri merupakan dasar pedoman dalam penyusunan peraturan daerah oleh
pemerintah daerah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing.
Sehingga, penentuan pelanggaran terhadap peraturan menteri tertuang dalam peraturan daerah
terkait yang mengatur tentang pemanfaatan daerah aliran sungai. Dalam hal ini, pemerintah daerah
DKI Jakarta menerapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 28 Tahun 2015 dalam Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 1 Tahun 2014

e. Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993


Dalam studi kasus di Kalijodo juga melanggar bagian keempat yang
membahas pemanfaatan sempadan sungai pasal 11 ayat 1 PerMen PU No. 63/PRT/1993 tentang
Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai
dimana kegiatan yang diperbolehkan dilakukan dibantaran sungai antara lain :
a. Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan.
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan.
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan.
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum
e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun
kereta api.
f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat social dan masyarakat yang tidak
menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai.
g. Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan
air.
Sanksi bagi seseorang atau instansi yang melanggar peraturan tersebut diatur pada Bab VII
Pasal 20 yaitu pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2),
Pasal 12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi
berupa :
a. Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974
tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1991 tentang sungai dan peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku.
b. Sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f. Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2011


Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kot
Peraturan ini merupaka peraturan yang membahas tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Pada peraturan ini dijelaskan mengenai kriteria
pengklasifikasian zona dan subzona kawasan lindung yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut
:

Dari tabel di atas dijelaskan pada kriteria performa, bahwa kawasan sempadan sungai harus terjaga
dari aktifitas manusia. Yang berarti bahwa tidak diperbolehkan adanya aktifitas manusia dan
pemanfaatan kawasan tersebut untuk kegiatan manusia, kecuali dengan syarat tertentu. Sehingga
dapat diketahui bahwa kegiatan yang berada pada kawasan bantaran Kalijodo tidak sesuai dengan
kriteria performa sempadan sungai karena mereka melakukan aktifitas ekonomi, sosial dan fisik
di wilayah tersebut.
Dengan demikian sanksi yang seharusnya diterapkan untuk permasalahn bantaran Kalijodo adalah
arahan pengenaan sanksi administrative yang dilakukan secara berjenjang dalam bentuk:
a. Peringatan tertulis;
Peringatan tertulis diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3
(tiga) kali.
b) Penghentian sementara kegiatan;
Penghentian kegiatan sementara dilakukan melalui langkah- langkah sebagai berikut:
1. Penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
2. Apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara, pejabat
yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat keputusan
pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap kegiatan
pemanfaatan ruang;
3. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan
ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
4. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian
kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
5. Setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak
beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk
menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
c) Penghentian sementara pelayanan umum;
Penghentian sementara pelayanan umum dilakukan melalui langkah langkah sebagai berikut:
1. Penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar
mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan
akansegera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
2. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yangberwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian
kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan setelah kegiatan pemanfaatan ruang
dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan
pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan
terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.
d) Penutupan lokasi;
Penutupan lokasi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang melakukan
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
2. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada
pelanggar
3. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada
pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
sampai dengan pelanggar
4. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang dengan bantuan
aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
5. Memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata
ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
e) pencabutan izin;
Pencabutan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
2. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang
berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan
ruang;
3. Pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pencabutan izin;
4. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan permohonan
pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan
izin;
5. Pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin menerbitkan
keputusan pencabutan izin;
6. Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut,
sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara permanen yang
telah dicabut izinnya; dan
7. Apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan yang
telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin
sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku
f) Pembatalan izin;
Pembatalan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan ruang menurut
dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang
berlaku;
2. Memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana pembatalan izin,
agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin;
3. Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
4. Memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin;
5. Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pembatalan izin; dan
6. Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dibatalkan
g) Pembongkaran bangunan;
Pembongkaran bangunan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari pejabat yang
berwenang melakukan
2. penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
3. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi
pembongkaran bangunan;
4. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertibanmemberitahukan kepada
pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan yang akan segera
dilaksanakan; dan
5. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan
tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan pembongkaran
bangunan secara paksa
h) pemulihan fungsi ruang;
Pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian yang harus
dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
2. Pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang
menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;
3. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat
yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang;
4. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,memberitahukan kepada
pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan
pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
5. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan pengawasan
pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
6. Apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan pemulihan
fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan penertiban dapat
melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
7. Apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi
ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan
oleh pemerintah atas beban pelanggar di kemudian hari.
8. Denda administratif; yang dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan
pengenaan sanksi administrative dan besarannya ditetapkan oleh masing-masing
pemerintah daerah kabupaten

g. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2007
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Ketertiban Umum Pasal 13 disebutkan bahwa kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang
ditunjuk, setiap orang atau badan hukum dilarang:

a. Membangun tempat mandi cuci kakus, hunian/tempat tinggal atau tempat usaha
diatas saluran sungai dan bantaran sungai serta di dalam kawasan setu, waduk dan
danau;

b. Memasang/menempatkan kabel atau pipa dibawah atau melintasi saluran sengai


serta didalam kawasan setu, waduk dan danau.

Berdasarkan aturan diatas, bangunan permukiman dan tempat usaha di bantaran Kalijodo
menduduki bantaran sungai Kalijodo dan perlu ditertibkan. Meski terdapat beberapa rumah yang
bersertifikat akibat pembiaran kawasan Kalijodo selama puluhan tahun dan tidak terdapat
pengawasan penerapan terhadap rencana tata ruang DKI Jakarta. Sehingga, kawasan Kalijodo
ditertibkan bangunannya dan bukan digusur karena terdapat beberapa rumah yang bersertifikat
akibat kelalaian pemberi izin dalam hal ini pemerintah DKI Jakarta.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 13 Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2007 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20
(dua puluh) hari dan paling, lama 90 (sembilan puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000,-
(Lima Ratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah).

2.2.2 Pelanggaran terhadap Peraturan Tata Ruang yang berlaku


a. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 1 Tahun 2014
Peraturan daerah ini dibuat untuk mengesahkan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam permasalahan kawasan Kalijodo, penggunaan lahan
setelah adanya penggusuran dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Publik
Terbuka Ramah Anak (RPTRA) yang tidak sesuai dengan zona H 4 atau jalur hijau. Zona H.4 atau
jalur hijau adalah kawasan penempatan tanaman serta elemen lanskap sebagai penyangga yang
berfungsi ekologis dan estetika beserta fasilitas pendukungnya dan fasilitas lain sesuai kebutuhan.
Pada lampiran tabel Pelaksanaan Kegiatan Sub Zona Perda Jakarta Nomor 1 Tahun 2014, lahan
H.4 hanya boleh dipakai untuk pembangunan hutan dan taman kota. Tempat bermain, taman
rekreasi, lapangan olahraga di Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan di Ruang Publik Terbuka Ramah
Anak (RPTRA) Kalijodo, tidaklah termasuk dalam klasifikasi kegiatan yang diperbolehkan dalam
Perda Tata Ruang. Semua fasilitas ini, hanya boleh dibangun pada lahan dengan kategori H.7 atau
subzona hijau rekreasi.
(kasih panah yaa
itu buat zoomnya)
Berdasarkan Pasal 601 ayat 5 mengenai klasifikasi sub zona pada zona pemanfaatan ruang
Kecamatan Penjaringan. Klasifikasi sub zona pada zona pemanfaatan ruang Kecamatan
Penjaringan sebagai berikut :
a. Zona terbuka hijau lindung pada sub zona L.1 dan L.2;
b. Zona taman kota/lingkungan pada sub zona H.2;
c. Zona jalur hijau pada sub zona H.4, H.5 dan H.6;
d. Zona hijau rekreasi pasa sub zona H.7;
e. Zona pemerintahan nasional pada sub zona P.1;
f. Zona pemerintahan daerah pada sub zona P.3;
g. Zona perumahan kampung pada sub zona R.1;
h. Zona perumahan KDB sedang-tinggi pada sub zona R.1, R.3, R.4, R.5 dan R.6;
i. Zona perumahan vertikal pada sub zona R.7 dan R.8;
j. Zona perumahan KDB rendah pada sub zona R.9;
k. Zona perumahan vertikal KDB rendah pada sub zona R.10;
l. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa pada sub zona K.1;
m. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa KDB rendah pada sub zona K.3;
n. Zona campuran pada sub zona C.1;
o. Zona industri dan pergudangan pada sub zona I.1;
p. Zona pelayanan umum dan sosial pada sub zona S.1, S.2, S.3, S.4, S.5, S.6 dan S.7;
q. Zona terbuka biru pada sub zona B.1.

Selanjutnya peraturan tersebut dijelaskan mendetail dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta
No.1 tahun 2014 tentang tabel pelaksanaan kegiatan sub zona, pada tabel zona H.4 atau jalur hijau
adalah kawasan penempatan tanaman serta elemen lanskap sebagai penyangga yang berfungsi
ekologis dan estetika beserta fasilitas pendukungnya dan fasilitas lain sesuai kebutuhanyang hanya
boleh dipakai untuk pembangunan hutan dan taman kota. Adapun pemasangan papan reklame
diperbolehkan dengan syarat tertentu yaitu :
1. Pesan atau informasi disampaikan terkait dengan program pemerintah dan/atau
pemberdayaan masyarakat,

2. Pesan atau informasi disampaikan tidak bersifat komersial.

Dari ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di atas, jika merujuk pada


Pasal 658 sampai Pasal 664 Peraturan Daerah Tata Ruang, maka pelanggaran terhadap Peraturan
Daerah ini bisa dikenai sanksi, mulai dari:
a. Peringatan tertulis
b. Penghentian sementara kegiatan
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi
e. Pencabutan izin
f. Pembatalan izin
g. Pembongkaran bangunan
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif

b. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 tahun 2012


Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 tahun 2012 pasal 45
Penataan dan penetapan trase dan garis sempadan kali/sungai, saluran, waduk dan situ
menurut fungsinya sebagai pengendali banjir, drainase, penggelontor, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. meningkatkan rasio badan air yang mencakup saluran, kali, sungai, kanal, situ, dan waduk;
b. mempertahankan sempadan sungai dan kanal sebagai RTH dan pengendali banjir; dan
c. badan air berupa saluran, kali, sungai, kanal, situ, dan waduk tidak dapat diubah fungsi dan
peruntukannya.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 tahun 2012 pasal 81 ayat (3) poin C mengatur
kawasan permukiman yang berada di bantaran sungai, waduk, dan situ serta yang mengganggu
sistem tata air harus ditata dan/atau direlokasi.
Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Daerah ini, dan mengakibatkan terjadi perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.Setiap orang yang
memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan Gubernur,
dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila tindak pidana dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurus atau direksi atau penanggung jawab
korporasi, sanksi tambahan yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa sanksi denda dengan
pemberatan 3 (tiga) kali. Selain sanksi denda, korporasi dapat diberikan sanksi tambahan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Regulasi yang mengatur tentang penataan sempadan sungai tertuang dalam UU No. 26
Tahun 2007, Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011,
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 28 Tahun 2015, Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum
No. 63 Tahun 1993, Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2011, Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2007, Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta No. 1 Tahun 2014, dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 tahun 2012. Regulasi
tersebut kemudian mengatur tentang sanksi yang diperoleh apabila melanggar peraturan penataan
sempadan sungai yang telah ditetapkan dan masih berlaku.
Peraturan-peraturan yang mengatur tentang normalisasi sempadan sungai secara umum
menginstruksikan untuk merelokasi setiap kegiatan yang berdiri diatas lahan peruntukan sempadan
sungai. Wilayah sempadan sungai yang juga memiliki fungsi sebagai hutan kota diatur untuk
diterapkan secara menyeluruh agar pembangunan sebuah kota sesuai dengan peruntukan lahannya.
Apalagiyha peraturan yg buat bangunan yg zona zona itu loohh

3.2 Saran
Pengendalian wilayah yang penggunaannya tidak sesuai dengan isi rencana tata ruang wilayah
yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat seharusnya sudah dijalankan dari awal penetapan
peraturan dan rencana tata ruang wilayah yang terkait dengan kawasan tersebut. Dalam kasus
Kalijodo ini, permukiman liar yang ada disana telah menempati kawasan tersebut selama beberapa
dekade jauh sebelum ditetapkannya peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan fungsi
lahan

Jangan lupa daftar pustakaaaaa


Daftar Pustaka
Sutanudjaja, Elisa. 2017. Tumbal dan Ketidakadilan dalam Penataan Ruang Jakarta.
Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
https://www.merdeka.com/jakarta/ahok-kawasan-kalijodo-langgar-uu-pokok-agraria.html

Copas dari tugas 1 ae ditambah ditulis peratuarane

Anda mungkin juga menyukai